ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 17.3 Desember 2016: 278 - 285

Analisis Prasasti Tumbu (Kajian Epigrafi)

Made Aris Kristianti1*, I Ketut Setiawan2, Coleta Palupi Titasari3

123Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]] 3[[email protected]] *

Corresponding Author

Abstract

Tumbu inscription is one of the cultural heritage in Tumbu Village, Karangasem District, Karangasem Regency. This inscription issued by one of the kings during Ancient Bali Period i.e Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmadewa in 1247 Saka (1325 AD). This study aimed at describing the results of a study on the inscription of Tumbu related to the aspects of language and contents in Tumbu inscriptions as well as the public perception of Tumbu village in relation to the existence of the inscriptions in their territory.

The data collection methods applied in this research were observation, interviews and literature studies as well as data processing method through morphological and qualitative analysis. Some theories were applied such as the theory of structuralism, structural functionalism and power.

Based on the analysis results it could be seen that the paleography aspect of Tumbu inscription used the ancient Javanese characters and language. The contents in Tumbu inscription namely political aspects, economic aspects, and religious aspects. Meanwhile, the perception of Tumbu community about the existence of the inscription in their village that the inscription was the cultural heritage of their ancestor which was believed to provide welfare to the village and also an honor for them because their village has an inscription, so that the inscription was still preserved and sacred.

Keywords: inscriptions, paleography, perceptions

  • 1.    Latar Belakang

Prasasti diidentifikasikan sebagai pertulisan resmi, tertulis di atas batu atau logam, dirumuskan menurut kaidah-kaidah tertentu, berisikan anugerah dan hak yang dikaruniakan dengan beberapa upacara (Bakker, 1972: 4-24). Isi prasasti mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat masa lampau seperti aspek agama, ekonomi, politik, hukum, pertanian, kesenian, dan teknologi, sehingga prasasti merupakan sumber yang paling memadai atau data utama bernilai tinggi (Suarbhawa, 2000:137). Keterangan-keterangan tersebut memperlihatkan bahwa data yang akurat dalam

penyusunan kronologi sejarah kuno adalah prasasti, terutama prasasti yang lengkap dan memuat angka tahun.

Penelitian terhadap prasasti sudah semakin banyak dan berkembang di Bali. Para epigraf berusaha mengungkapkan kehidupan sosial masyarakat Bali Kuno yang terekam dalam data prasasti Bali. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian terhadap prasasti Tumbu, mengingat kondisi prasasti yang masih baik dan bersifat living monument, dalam artian masih sangat disakralkan oleh masyarakat Desa Pakraman Tumbu serta disimpan dengan baik di Gedong Pasimpenan Pura Puseh lan Desa, Desa Pakraman Tumbu, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Selain itu, adanya upacara pembersihan dan penyucian prasasti pada hari tertentu yang disebut hari baik (dewasa ayu) berdasarkan kalender Bali.

Penelitian terkait prasasti ini diantaranya pernah dilakukan oleh R.Goris yang hasilnya dipublikasikan berupa penjelasan singkat dalam Bahasa Belanda. Selanjutnya, penelitian juga dilakukan oleh I Gusti Putu Ekawana pada tahun 1980 dan peneliti Balai Arkeologi Denpasar pada tahun 2013. Penelitian yang dilakukan sebelumnya merupakan penelitian yang bersifat pendekatan pendahuluan yang mana aspek kebahasaan dari prasasti Tumbu belum dibahas dan pengkajian terhadap isi dari prasasti tidak dibahas secara menyeluruh dan terperinci. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan beberapa analisis dan teori yang relevan sehingga memperoleh hasil penelitian yang menyeluruh (holistik).

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut.

a.Bagaimana aspek kebahasaan dan isi yang disebutkan dalam prasasti Tumbu?

  • b. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Pakraman Tumbu terkait dengan keberadaan prasasti Tumbu di wilayahnya?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini terdapat dua tujuan diantaranya tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penelitian ini yakni untuk memahami dan merekontruksi peradaban masyarakat pendukung prasasti Tumbu pada masa lampau sehingga dapat

mewujudkan sejarah lokal maupun sejarah nasional yang representatif. Sedangkan, tujuan khusus dalam penelitian ini yakni untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan diantaranya untuk mengetahui aspek kebahasaan dan isi dari prasasti Tumbu serta untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa Pakraman Tumbu terkait dengan keberadaan prasasti di wilayahnya sehingga dapat diketahui pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat setempat terhadap warisan budaya yang memiliki nilai penting tersebut.

  • 4.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh) dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah, serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah yang salah satunya bermanfaat untuk keperluan meneliti dari segi prosesnya (Moleong, 2007: 6).

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh melalui wawancara, catatan di lapangan, dokumentasi, dokumen-dokumen, serta pengamatan yang disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif tersebut dapat dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan yakni prasasti Tumbu yang ditemukan di lapangan dan wawancara di lapangan. Sedangkan, data sekunder yang digunakan berupa jurnal, artikel, buku, hasil penelitian, dan karya ilmiah.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni observasi, wawancara, dan studi pustaka. Data yang telah terkumpul selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan beberapa teori diantaranya teori strukturalisme, fungsionalisme struktural, dan kekuasaan. Penggunaan teori dalam pengembangan data juga didukung dengan beberapa analisis yakni analisis morfologi dan kualitatif sehingga memudahkan penulis dalam mengkaji dan memecahkan permasalahan penelitian.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

    a.    Aspek Kebahasaan dan Isi Prasasti Tumbu

Prasasti Tumbu merupakan salah satu prasasti yang berasal dari masa Bali Kuno dengan angka tahun 1247 Śaka (1325 Masehi) yang dikeluarkan oleh Paduka Sri

Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmotungga Warmadewa. Adapun alasan (sambandha) dikeluarkannya prasasti dikarenakan kegelisahan masyarakat Desa Tumbu karena kesewenang-wenangan orang-orang baturaya yakni sebagian besar wilayah Desa Tumbu dikuasai dengan cara kekerasan seperti menawan dan merampas apapun yang ada di Desa Tumbu kemudian dibawa ke desanya (Baturaya). Raja yang mendengar keadaan Desa Tumbu maka dengan kebijaksanaannya diturunkanlah prasasti yang berisi kebebasan Desa Tumbu dengan status swatantra serta diberi batas-batas desa secara jelas. Ditetapkan juga beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat Desa Tumbu, orang-orang Baturaya dan Tenganan.

Prasasti ini terdiri dari empat lempengan tembaga dengan pahatan aksara dan satu lempengan kosong, kemungkinan merupakan lempengan sisa. Aksara yang terpahat pada lempengan tembaga tersebut merupakan aksara Jawa kuno yang keadaannya masih baik dan dapat dibaca dengan jelas. Sementara, bahasa yang digunakan pada prasasti Tumbu yakni bahasa Jawa Kuno yang dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta. Hal tersebut terlihat dalam cara mengeja seperti dalam membedakan panjang atau pendeknya suatu vokal yang dilambangkan dengan huruf : a-ā, i-ī, u-ū, fonem beraspirasi seperti : bh, dh, kh, ph, th, dan sebagainya, serta bunyi desis apikal dan palatal (ș dan ś) (Mardiwarsito dan Kridalaksana, 1984: 29).

Isi prasasti Tumbu mencakup aspek-aspek kehidupan masyarakat Desa Tumbu pada masa lampau. Aspek tersebut meliputi (1) aspek politik, (2) aspek ekonomi, dan (3) aspek agama.

  • (1)    ........................................................................................................... Aspek

    Politik

Keberadaan lembaga pada masa Bali Kuno dapat menjadi salah satu bukti telah terjadinya politik di suatu wilayah. Sementara, birokrasi merupakan suatu lembaga yang dipakai untuk melaksanakan keputusan-keputusan serta kebijakan di dalam suatu negara oleh penguasa/pemerintah. Lembaga tertinggi kerajaan pada masa Bali Kuno disebut dengan nama pakirakirdn i jro makabehan (Majelis Permusyawaratan Paripurna Kerajaan) yang merupakan forum resmi tempat membahas permasalahan yang memerlukan keputusan raja sebagai pucuk pemerintahan dan ditujukan kepada seluruh wilayah kerajaan atau pihak-pihak tertentu. Keberadaan lembaga tersebut dalam data

prasasti Tumbu dapat memberikan gambaran mengenai sejumlah jabatan yang ada pada masa itu.

Berdasarkan istilah yang digunakan dan kewenangannya serta garis perintah dan wilayah kekuasaannya maka dapat diketahui adanya jabatan struktural yakni jabatan tingkat pusat yang terdiri dari raja, para senāpati, para samgat, dan para pemuka agama Siwa dan Budha. Bentuk pemerintahan yang digunakan adalah pemerintahan monarki, dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang raja yakni Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmotungga Warmadewa. Hal tersebut terlihat dari prosedur turunnya perintah raja yakni raja langsung bertitah kepada para senāpati (umajar i para senāpati) dan selanjutnya turun kepada tanda rakryan (umingsor i tanda rakryan). Tanda rakryan dapat berarti para pejabat tinggi atau para pembesar kerajaan.

  • (2)    ........................................................................................................... Aspek

    Ekonomi

Data-data yang termuat dalam prasasti-prasasti masa Bali Kuno memberikan gambaran bahwa terdapat beberapa sumber-sumber kehidupan masyarakat pada masa itu diantaranya pertanian, peternakan, perdagangan, dan perpajakan yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat pada masa Bali Kuno. Demikian halnya, data yang termuat dalam prasasti Tumbu menyebutkan adanya binatang ternak yang dibudidayakan oleh masyarakat pada masa itu untuk persembahan caru terhadap bangunan suci di Tenganan yakni disebut dengan istilah celeng (babi). Selain itu, disebutkan juga bahwa celeng (babi) tersebut yang dipersembahkan harus setinggi-tingginya seharga 1 (masaka) sehingga dapat diketahui bahwa masyarakat pada masa itu juga telah mengenal satuan mata uang yakni masaka sebagai indikasi telah adanya kegiatan perdagangan (jual-beli). Selanjutnya, terdapat juga pajak atau iuran yang telah ditetapkan oleh raja kepada penduduk desa Tumbu pada masa itu, berkaitan dengan upacara terhadap bangunan suci di Tenganan untuk pemujaan Bhatara Bañuka yang dilakukan setiap bulan cetra, asuji, dan marghasira.

  • (3)    ........................................................................................................... Aspek

    Agama

Keberadaan agama nampaknya berperan penting dalam penyelenggaran pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada masa Bali Kuno. Penempatan wakil-

wakil agama Siwa dan Budha di dalam Badan Penasihat Pusat Kerajaan menunjukkan bahwa kedua agama tersebut mampu hidup berdampingan secara harmonis. Melihat posisi yang diberikan oleh raja kepada pendeta dari masing-masing agama tersebut menunjukkan betapa raja sangat menghormati para pemuka agama pada masa itu. Hal tersebut juga terlihat dari penggunaan kata karuhun dalam prasasti yang berarti ‘didahulukan’ sebelum disebutkannya tokoh-tokoh agama tersebut.

Agama Siwa dan Budha tampaknya masih menjadi agama besar pada masa pemerintahan raja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmadewa yang termuat dalam data prasasti Tumbu. Pendeta dari kedua agama tersebut dalam prasasti Tumbu disebut dengan mpungkwing sewasogata (pendeta Siwa dan Budha). Selain penyebutan kedua agama besar tersebut, disebutkan juga bahwa penduduk Desa Tumbu melakukan pemujaan terhadap Bhaţara Bañuka yakni roh suci raja Udayana yang dilakukan setiap bulan Cetra, Asuji dan Marghasira pada bangunan suci di Tenganan dengan persembahan-persembahan yang telah ditetapkan oleh raja.

  • b.    Persepsi Masyarakat Desa Pakraman Tumbu

Persepsi diartikan sebagai sebuah proses yang mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka (Robbins, 2001: 88). Sedangkan, masyarakat secara umum didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990: 143). Menurut Robbins, ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat diantaranya (1) pelaku persepsi itu sendiri; (2) target atau objek; (3) situasi (Robbins, 2001: 89).

Persepsi masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini yakni pandangan masyarakat Desa Pakraman Tumbu terhadap keberadaan prasasti Tumbu di Pura Puseh lan Desa yang diperoleh melalui panca inderanya, selanjutnya akan mempengaruhi atau membentuk prilaku mereka terhadap baik atau tidaknya keberadaan prasasti tersebut di wilayahnya. Berdaarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa masyarakat setempat berpandangan bahwa prasasti Tumbu sebagai benda warisan dari leluhur mereka yang memiliki arti penting terdahulu, sehingga prilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat untuk tetap mensakralkan dan menjaga warisan budaya tersebut, karena mereka

meyakini prasasti tersebut mampu memberikan keselamatan dan kesejahteraan terhadap desanya.

Keberadaan prasasti di desanya juga dianggap sebagai suatu kebanggaan dikarenakan nama Desa Tumbu termuat dalam prasasti dan tidak semua desa memiliki atau dianugrahi prasasti oleh raja terdahulu sehingga hal tersebut memberi gambaran bahwa raja begitu memperhatikan kesusahan Desa Tumbu pada masa lampau. Selain itu, mereka menganggap bahwa Desa Tumbu merupakan desa kuno yang telah ada sejak dahulu dan masih bertahan sampai sekarang.

Tokoh-tokoh masyarakat setempat juga mengungkapkan bahwa keberadaan prasasti di desanya memberikan dampak-dampak positif seperti (1) mereka dapat mengetahui keadaan desa maupun leluhur mereka terdahulu serta hubungan desa mereka dengan desa lain; (2) menambah wawasan mereka mengenai ilmu arkeologi, khususnya yang berkaitan dengan warisan budaya; (3) menumbuhkan rasa kekeluargaan dan menciptakan kedamaian dalam masyarakat; (4) adanya pelestarian oleh masyarakat terhadap warisan budaya.

Pandangan-pandangan positif masyarakat terhadap prasasti Tumbu dan dampak-dampak positif yang mereka rasakan nampaknya mempengaruhi sikap dan prilaku mereka sehingga memberikan pengaruh positif pula terhadap keberadaan prasasti Tumbu di desanya. Perlakuan-perlakuan positif yang dilakukan masyarakat setempat dengan tetap melestarikan dan mensakralkan prasasti mencerminkan sikap yang bertanggung jawab dan rasa memiliki yang tinggi sehingga dapat diketahui bahwa prasasti Tumbu memiliki kedudukan yang penting dan berharga di tengah-tengah masyarakat Desa Pakraman Tumbu.

  • 6.    Simpulan

Prasasti Tumbu merupakan warisan budaya yang berasal dari masa Bali Kuno dengan tahun Śaka 1247 (1325 Masehi) yang dikeluarkan oleh seorang raja yakni Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmmotungga Warmadewa. Prasasti ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.

Isi prasasti mencakup aspek politik, aspek ekonomi, dan aspek agama yang ada pada masa itu. Aspek politik yang meliputi birokrasi tingkat pusat dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang raja. Aspek ekonomi yakni masyarakat telah mengenal

satuan mata uang dan membudidayakan binatang ternak serta adanya iuran/pajak upacara terhadap bangunan suci di Tenganan. Sementara, aspek agama yakni adanya agama Siwa dan Budha yang berkembang pada masa itu serta adanya bangunan suci di Tenganan untuk pemujaan terhadap Bhatara Bañuka. Persepsi masyarakat Desa Pakraman Tumbu terhadap keberadaan prasasti di desanya yakni prasasti Tumbu dianggap sebagai benda warisan dari leluhur mereka terdahulu yang diyakini dapat memberikan keselamatan dan kesejahteraan terhadap desanya serta sebagai suatu kebanggaan bagi desa mereka memiliki sebuah prasasti sehingga tetap dilestarikan dan disakralkan.

  • 7.    Daftar Pustaka

Bakker, S. J. W. M. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Budaya IKIP Sanata Dharma.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Mardiwarsito, L dan Harimurti Kridalaksana. 1984. Struktur Bahasa Jawa Kuna. Flores: Nusa Indah.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Robbins, Stephen P. 2001. Prilaku Organisasi II: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prehalindo.

Suarbhawa, I Gst Md. 2000. “Teknik Analisis Prasasti”. Forum Arkeologi No. II November. Balai Arkeologi Denpasar. Hal: 135-147.

285