ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 17.3 Desember 2016: 270 - 277

Upacara Pande Mbaru Gendang Di Kampung Tenda Kelurahan Tenda

Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai Flores Ntt

Petronela Sriyanti Kamis1*, Purwadi2, A.A. Ayu Murniasih3

123Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Unud

1[yantikamis @yahoo.co.id] 2[[email protected]]

3[[email protected]]

*

Corresponding Author

Abstrak

Manggarai regency has numerous villages that preserve traditional ceremonies and Tenda Village, or Kampung Tenda becomes one of the villages that preserve the ceremony of Pande Mbaru Gendang. The aims of the study were to know the procession and procedures of the ceremony of Pande Mbaru Gendang and to know the meaning and function of the ceremony in Tenda Village. Theory of Robert K. Merton about manifest and latent functions was applied and the concept of the study talked about procession, ceremony, ceremony of Pande Mbaru Gendang, meaning, and function. Qualitative method was applied. The study showed there were three procedures in ceremony of Pande Mbaru Gendang. The first procedure was a ceremony before starting to build the traditional house; the second procedure was a ceremony in current progress of constructing traditional house; and the third procedure was a ceremony after finishing the traditional house. However, it was observed Pande Mbaru Gendang also experienced constant changes occurred in ceremonial procession of laying the first stone, Roko Molas Poco, and Congko Lokap. There were manifest and latent functions found in the ceremony of Pande Mbaru Gendang, and religious, education, kinship, and economic meanings were embodied in the ceremony.

Key words: function, meaning, the ceremony of Pande Mbaru Gendang

  • 1.    Latar belakang

Manggarai adalah sebuah daerah yang terletak di bagian barat Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Masyarakat Manggarai memiliki beraneka ragam upacara adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Upacara adat dalam kehidupan masyarakat Manggarai memiliki peranan yang sangat penting. Upacara adat dilaksanakan agar hubungan antara manusia dengan Mori Keraeng (Tuhan) selalu harmonis. Dalam upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Manggarai, leluhur (empo) memiliki peranan yang sangat penting. Leluhur (Empo) bagaikan jembatan dan jalan untuk sampai kepada Tuhan. Untuk mendatangkan rahmat dan berkat Allah, para

anak cucu harus setia melaksanakan upacara adat sesuai permintaan leluhur (empo). Berdasarkan kepercayaan dan keyakinan orang Manggarai, manusia diciptakan melalui leluhur (empo). Empo yang mewariskan adat istiadat kepada keturunannya. Anak cucu yang melalaikan upacara adat dimarahi leluhur (Janggur 2008 : 44-45). Menurut Dagur (dalam Geong, 2015: 3) upacara adat dalam masyarakat Manggarai dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu: (1) Upacara adat yang berhubungan dengan manusia itu sendiri, seperti adat kelahiran dan kedewasaan (perkawinan), (2) upacara adat yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada saat kematian, penguburan dan pesta kenduri, (3) upacara adat yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, terutama sebelum atau pada waktu musim tanam dan pada waktu memanen hasilnya, (4) upacara adat yang berhubungan dengan pesta adat tahun baru yang dilaksanakan setiap musim panen, (5) upacara adat yang berhubungan dengan pembangunan rumah adat.

Salah satu kampung di Manggarai yang masih mempertahankan upacara adat adalah Kampung Tenda. Kampung Tenda adalah sebuah kampung yang terletak di Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai. Kampung Tenda dalam istilah Manggarai disebut Beo Tenda atau Gendang Tenda masih melestarikan upacara pande mbaru gendang. Upacara pande mbaru gendang merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat warga kampung di Manggarai membangun rumah adat (mbaru gendang). Pada umumnya masyarakat Manggarai termasuk masyarakat Kampung Tenda melaksanakan upacara pande mbaru gendang dalam membangun rumah adat guna memohon berkat dan izin kepada Tuhan (Mori Keraeng), dan roh leluhur agar seluruh proses pembangunan mbaru gendang berjalan dengan lancar dan tidak ada hambatan. Upacara pande mbaru gendang masih dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Tenda, akan tetapi upacara pande mbaru gendang yang dilaksanakan saat ini mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi tidak mengubah prosesi upacara pande mbaru gendang secara keseluruhan, perubahan tersebut hanya terjadi pada beberapa hal saja. Meskipun telah terjadi perubahan pada beberapa prosesi upacara pande mbaru gendang yang dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Tenda, akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi fungsi dan makna yang terkandung dalam upacara pande mbaru gendang.

  • 2.    Pokok permasalahan

Masalah penelitian yang hendak dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

  • 1)    Bagaimana prosesi upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT?

  • 2)    Apa fungsi dan makna upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT?

  • 3.    Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1)    Untuk mengetahui prosesi upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT.

  • 2)    Untuk mengetahui fungsi dan makna upacara pande mbaru gendang di Kampung Tenda, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT.

  • 4.    Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Kampung Tenda, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, NTT. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu observasi partisipasi, wawancara dan studi kepustakaan.

  • 5.    Hasil dan pembahasan

    • 5.1    Prosesi upacara pande mbaru gendang:

      • 5.1.1    Upacara tahap I (upacara yang dilakukan sebelum membangun mbaru gendang) terdiri dari beberapa rangkaian upacara yaitu:

  • 1)    Prosesi upacara tesi yang artinya meminta izin. Upacara tesi dilakukan sebelum membangun mbaru gendang dan dilakukan di rumah adat yang akan dibongkar dalam waktu yang berbeda. Tesi yang pertama yaitu meminta izin kepada roh leluhur dan roh pelindung kampung (naga golo) agar proses pembangunan rumah

adat berjalan dengan lancar. Tesi yang kedua yang dilakukan sebelum pembongkaran rumah adat (mbaru gendang). Tesi yang kedua bertujuan untuk meminta izin kepada jiwa-jiwa (wakar) atau roh-roh yang tinggal di mbaru gendang agar pembongkaran mbaru gendang dapat berjalan dengan lancar dan menyampaikan kepada mereka untuk pindah ke tempat yang telah disiapkan.

  • 2)    Prosesi upacara peletakan batu pertama yang dilakukan di tempat tiang induk rumah adat didirikan. Upacara peletakan batu pertama merupakan tanda dimulainya pembangunan rumah adat

  • 3)    Prosesi upacara racang cola. Racang cola yang artinya mengasah kapak, upacara racang cola dilakukan untuk meminta izin kepada roh penjaga kayu yang hendak ditebang, agar proses penebangan kayu berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun.

  • 4)    Ace (mencari kayu yang akan dijadikan sebagai tiang induk rumah adat). Prosesi upacara selanjutnya adalah ace haju siri bongkok yang artinya mencari atau memilih kayu yang akan dijadikan sebagai tiang utama rumah adat.

  • 5)    Prosesi roko molas poco. Roko artinya mengambil, sementara Molas artinya gadis cantik yang disimbolkan sebagai sebuah kayu dan Poco adalah hutan. Jadi, kata Roko Molas Poco mengandung arti mengambil atau memikul secara bersama kayu terbaik dari hutan. Upacara ini merupakan upacara pengambilan kayu di hutan yang digunakan sebagai tiang utama (siri bongkok) dalam sebuah rumah adat (mbaru gendang).

  • 5.1.2    Upacara tahap II (upacara yang dilakukan saat tahap pengerjaan rumah adat) terdiri dari:

  • 1)    Prosesi upacara derek siri bongkok yaitu upacara penanaman tiang utama di tengah rumah adat yang dibangun oleh masyarakat Kampung Tenda.

  • 2)    Prosesi upacara takung siri bongkok dilakukan setelah melakukan upacara Derek siri bongkok. Upacara takung siri bongkok bertujuan untuk memberikan sesajian kepada siri bongkok (tiang induk rumah adat), karena naga golo (roh penjaga kampung) yang diyakini mendiami siri bongkok telah hadir kembali ditiang utama. Kehadiran naga golo tentunya disambut dengan memberikan sesajian sebagai rasa hormat.

  • 5.1.3    Upacara tahap III (upacara yang dilaksanakan setelah membangun rumah adat) terdiri dari:

  • 1)    Prosesi upacara we’e mbaru merupakan upacara yang wajib dilakukan setelah membangun rumah adat. Upacara we’e mbaru yang artinya masuk ke rumah baru. Upacara we’e mbaru bertujuan untuk mengucap syukur dan memohon berkat Tuhan dan roh leluhur bagi penghuni rumah adat dan bagi semua warga kampung.

  • 2)    Prosesi upacara congko lokap dilakukan setelah we’e mbaru. Congko artinya mengangkat atau membersihkan, lokap adalah kulit/potongan kayu sisa dari bahan pembangunan sebuah rumah adat, jadi congko lokap artinya memungut atau membersihkan kulit/potongan kayu sisa dari bahan pembangunan mbaru gendang. Dalam upacara congko lokap juga dilaksanakan paki kaba congko lokap atau roban kaba congko lokap yang artinya menyembelih seekor kerbau untuk membersihkan kulit atau potongan-potongan kayu sisa dari bahan bangunan rumah adat. Pengertian dari roban kaba congko lokap adalah kerbau disembelih atau dikurbankan untuk meresmikan rumah adat sebagai rumah yang sah bagi masyarakat Kampung Tenda dan dibersihkan dari unsur tidak baik, sehingga mbaru gendang yang telah dibangun kembali oleh masyarakat Kampung Tenda bersih dan layak sebagai rumah adat. Upacara congko lokap dilaksanakan untuk membersihkan warga kampung secara keseluruhan serta rumah adat yang akan digunakan supaya terbebaskan dari kuasa kegelapan.

  • 5.2    Dinamika prosesi upacara pande mbaru gendang

Kebudayaan bersifat stabil disamping juga dinamis dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinu. Setiap kebudayaan pasti mengalami perkembangan-perkembangan, hanya kebudayaan yang mati saja bersifat statis (Herskovits dalam Soekanto, 1999: 201). Kebudayaan dapat mengalami perubahan, berkaitan dengan hal ini upacara adat yang merupakan bagian dari kebudayaan juga memiliki sifat yang dimanis yakni dapat berubah. Adapun beberapa prosesi upacara pande mbaru gendang yang mengalami perubahan yaitu:

  • 1)    Prosesi Upacara peletakan batu pertama

Dulu masyarakat Kampung Tenda tidak melakukan prosesi ibadat sabda dalam peletakan batu pertama. Akan tetapi, semenjak masyarakat Kampung Tenda menganut agama Katolik, mereka melaksanakan ibadat sabda pada saat peletakan batu pertama. Ibadat sabda bertujuan untuk mohon perlindungan dan berkat Tuhan dalam pembangunan rumah adat yang baru.

  • 2)    Prosesi upacara roko molas poco

Dahulu dalam prosesi upacara roko molas poco kayu digotong dari hutan sampai di kampung, akan tetapi pada zaman sekarang terjadi perubahan, kayu yang akan dijadikan tiang induk dipotong lagi menjadi tiga bagian, satu digotong oleh masyarakat sedangkan dua bagian lainnya diangkut menggunakan truk. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi dalam bidang transportasi, dan ukuran kayu yang digunakan sebagai tiang induk dalam rumah adat yang baru lebih besar, dibandingkan ukuran kayu tiang induk pada rumah adat sebelumnya.

  • 3)    Prosesi upacara congko lokap

Prosesi upacara congko lokap dilaksanakan setelah warga kampung telah menyelesaikan pembangunan rumah adat. Dalam prosesi upacara congko lokap terdapat perubahan, yaitu dalam prosesi upacara barong lodok. Pada zaman dulu masyarakat Kampung Tenda melaksanakan upacara barong lodok pada lodok (sawah) asli milik warga kampung, dimana kondisi lodok pada saat itu masih merupakan daerah persawahan. Akan tetapi karena saat ini lahan yang dijadikan lodok (sawah) telah berubah menjadi pemukiman warga, maka prosesi upacara barong lodok berubah. Dalam upacara barong lodok terdapat prosesi karong woja wole yang artinya membawa beberapa padi dari sawah sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen. Akan tetapi karena kondisi lahan sekarang yang bukan daerah persawahan lagi, maka karong woja wole tidak dilaksanakan lagi.

  • 5.3    Fungsi dan makna upacara pande mbaru gendang

Upacara pande mbaru gendang memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan masyarakat Kampung Tenda. Robert K. Merton (dalam Ritzer, 2003: 141) memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi tersembunyi (latent). Dalam upacara pande mbaru gendang juga terdapat fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest dari upacara pande mbaru gendang yaitu untuk memohon restu leluhur dan Tuhan agar pembangunan mbaru gendang berjalan dengan lancar. Fungsi laten dari upacara pande mbaru gendang yaitu untuk meningkatkan solidaritas sosial dan melestarikan alam.

Upacara pande mbaru gendang memiliki makna bagi kehidupan masyarakat Kampung Tenda. Adapun makna upacara pande mbaru gendang yaitu makna religius, makna pendidikan, maka kekerabatan dan makna ekonomi. Makna religius artinya bahwa Upacara pande mbaru gendang dipercayai oleh masyarakat Kampung Tenda sebagai salah satu upacara religius yang menghubungkan mereka dengan Tuhan, roh leluhur, roh penjaga kampung (naga beo). Makna pendidikan artinya bahwa upacara pande mbaru gendang dapat menjadi salah satu bentuk pendidikan non formal bagi masyarakat setempat. Makna kekerabatan yaitu upacara pande mbaru gendang mampu membuat masyarakat saling terikat satu dengan yang lain dan dapat membina dan membangun kekerabatan. Makna ekonomi dari upacara pande mbaru gendang yaitu mengurangi pengeluaran masyarakat dalam pembangunan rumah adat. Hal ini disebabkan karena dengan adanya upacara racang cola yang dilaksanakan sebelum menebang kayu di hutan, maka masyarakat dapat menggunakan kayu yang ada di hutan untuk pembangunan rumah adat.

  • 6.    Simpulan

Upacara pande mbaru gendang merupakan upacara yang masih dilestarikan oleh masyarakat Kampung Tenda, dan dalam upacara tersebut terkandung fungsi dan makna bagi kehidupan masyarakat Kampung Tenda. Walapun demikian, seiring perkembangan zaman upacara pande mbaru gendang mengalami dinamika, namun hal tersebut tidak terjadi dalam seluruh prosesi upacara pande mbaru gendang. Oleh karena itu, tidak mengurangi fungsi dan makna yang terkandung dalam upacara tersebut.

  • 7.    Daftar pustaka

Geong, S. Vianey. 2015. Fungsi Upacara Tae Mata Bagi Masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT. Denpasar: Skripsi Program Sarjana (S1) Program Studi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Janggur, Petrus. 2008. Butir-butir Adat Manggarai Buku 1. Ruteng: Artha Gracia

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman.2003.Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kecana

Soerjono, Soekanto. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

277