PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR

DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

Luh Putu Sri Sugandhini

Jurusan Arkeologi

Fakultas Sastra Universitas Udayana

ABSTRACT

Based on the fact in a pattern of religious life and the lives of Balinese' social culture, archaeological site which locates in the area of Bali is still functionalized by the Balinese people, this is what causes the archaeological site in Bali categorized as a heritage which still alive. One of them is the Moaspahit Tonja temple site which locates in Denpasar city, Traditional Village of Tonja which on the inside has an archaeological remains from the Megalithic and classical period, and therefore should be properly managed to stay awake their sustainability.

Keyword: Site, management, preservation.

  • I.    Pendahuluan

Kehidupan masa lampau sangat luas pengertiannya apabila dihubungkan dengan kehidupan masyarakat bali. Kehidupan masyarakat dewasa ini sesungguhnya merupakan hasil dari suatu dari perkembangan sejarah yang dimualai dari zaman prasejarah hingga masuknya pengaruh Hindu-Budha. Pada masa prasejarah manusia telah mengenal kehidupan rohani tepatnya pada masa neolithik, yaitu kepercayaan terhadap roh para leluhur dengan cara mendirikan bangunan-bangunan yang berbentuk teras berundak-undak semakin keatas semakin kecil. Kemudian dengan datangnya pengaruh Hindu, anggapan tentang gunung sebagai tempat suci para roh suci leluhur masih tetap dilanjutkan.

Peninggalan-peninggalan arkeologi seperti pura, candi, dan prasada dapat dipakai sebagai media untuk berkonsentrasi agar dapat mencapai suatu tujuan. Konsep ini kemudian berkembang dan lebih mengarah kepada konsentrasi kepada Tuhan dengan segala manifestasinya. Salah satu pura yang terdapat tinggalan arkeologi didalamnya adalah Situs Pura Maospahit Tonja Denpasar dimana didalam pura ini terdapat tinggalan dolmen, palungan batu dan juga 2 buah prasada. Prasada ini merupakan suatu bangunan monumental yang sampai saat ini masih difungsikan oleh masyarakat setempat sebagai media pemujaan. Prasada termasuk situsnya merupakan salah satu jenis sumberdaya arkeologi yang merupakan pusaka bangsa yang harus dikelola, dipelihara dari kerusakan, serta dijaga kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya arkeologi sebagai suatu system memiliki strategi dan didukung oleh

unsur-unsur pengelolaan (Sumijati:2004). Sesuai dengan Undang-undang Pemerintah Indonesia No.11 Tahun 2010 tentang cagar budaya maka sumberdaya arkeologi adalah cagar budaya yang harus dilindungi, dikelola dan dilestarikan agar tetap bertahan sampai nanti.

Berdasarkan beberapa objek cagar budaya yang temukan di Denpasar, penulis lebih tertarik untuk menulis tetang Situs Pura Maospahit Tonja Denpasar dimana situs ini sudah pernah di pugar oleh Balai Pelestarian Purbakala pada tahun 1966/1967, maka dari itu penulis ingin mengetahui sistem pengelolaan Situs Pura Maospahit Tonja ini dikarenakan didalam areal situs terdapat sebuah bangunan yang dikelola oleh 2 banjar sedangkan bangunan yang lain serta tinggalan arkeologi yang terdapat didalamnya hanya dikelola oleh keluarga pemangku pura yang terdiri dari 4 kepala keluarga saja. Dari latar belakang diatas, mucul masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah bentuk pengelolaan dari Situs Pura Maospahit Tonja Denpasar dalam upaya pelestariannya?

  • II.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu:

  • 1.    Memberikan sumbangan inventarisasi data yang bermanfaat bagi peneliti yang akan datang yang ada hubungannya dengan kepurbakalaan.

  • 2.    Menemukan jawaban dari permasalahan yang ditemukan dilapangan dengan mengindentifikasi dan menjelaskan objek penelitian agar dapat menjawab permasalan.

  • III.    Metode Penelitian

Lokasi Penelitian. Penelitian ini dipusatkan di jalan ratna, Banjar tatasan Kelod, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar.

Data dan Sumber Data. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder.

Pengumpulan Data. Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategi dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan, observasi, dan metode wawancara.

Analisis data. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Yaitu dengan cara menjabarkan dan mendeskripsikan secara detail data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan guna menjawab permasalahan.

  • IV.    Hasil

Dalam bidang kebudayaan dikenal istilah Cultural Resource Management yang artinya manajemen sumberdaya budaya. Salah satu dari sumberdaya budaya adalah sumber daya arkeologi. Pengelolaan sumberdaya arkeologi adalah suatu sistem pengelolaan untuk mencapai tujuan tertentu yang menyangkut perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Pengelolaan suatu sumberdaya arkeologi harus memiliki strategi dan didukung oleh unsur-unsur pengelolaan. Unsure-unsur itu ialah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengontrolan. Melihat bahwa sumberdaya arkeologi sebagai kekayaan bangsa memiliki sifat terbatas, rapuh, unik dan tidak dapat diperbaharui maka dari itulah pengelolaan sumberdaya arkeologi harus arif dan bijaksana agar berguna bagi banyak pihak (Sumijati:2004).

Situs pura Maospahit Tonja Denpasar yang memiliki tinggalan arkeologi berupa bangunan living monument, dimana pengelolaanya lebih banyak peran partisipasi dari pemilik pura saja. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya peran aktif dari pemerintah setempat yang intensif dan secara langsung dalam pengelolaannya. Pengelolaan dari situs ini hanya dilakukan oleh pemangku pura dan pengempon pura yang terdiri dari 4 kepala keluarga saja. Untuk masayarakat setempat yaitu khususnya warga banjar tatasan kaja dan warga banjar tatasan kelod hanya berperan sewaktu piodalan (hari saya suci) dikarenakan sesuhunan mereka yang berupa pelawatan ratu rangda dan ratu barong yang terdapat di Gedong Ratu Ayu terdapat di jeroan Pura Maospahit Tonja. Masyarakat sebagai salah satu stakeholder harus dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi dan pelestarian budaya yang harus ditingkatkan. Kearifan lokal maupun lembaga tradisional yang berkembang di masyarakat bersangkutan dalam pengelolaan harus dilibatkan. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah maka sudah saatnya setiap daerah untuk membuat peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian cagar budaya.

Pemerintah ataupun instansi yang berwenang dalam penanganan situs Pura Maospahit Tonja adalah Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, yang sejak disahkannya undang-undang cagar budaya yang baru No.11 tahun 2010 sudah mulai merancang peraturan daerah yang masih berupa draf mengenai pelestarian warisan budaya Kota Denpasar menyangkut di dalamnya penginventarisasian,pelestarian,dan pemanfaatan cagar budaya agar dapat diterapkan di lapangan sesuai dengan undang-undang yang baru, hal ini

menandakan adanya perhatian dari pemerintah dalam hal pelestarian cagar budaya yang harus tetap dijaga.

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pemilik situs cagar budaya, instansi terkait seperti Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang merupakan unit pelaksana teknis di daerah sudah memberikan plang atau papan nama cagar budaya terhadap situs ini. Selain itu juga menempatkan juru pelihara situs yang diharapkan dapat melakukan kegiatan perawatan terhadap situs. Sampai saat ini pemerintah daerah yang menangani masalah cagar budaya kota denpasar belum ikut andil dalam pengelolaan cagar budaya dikarenakan masih berupa draf dan akan mulai dilaksanakan tahun 2013.

  • 1.    Perencanaan

Situs Pura Maospahit Tonja sampai saat ini hanya terdaftar dalam buku besar cagar budaya yang dimiliki oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali dengan nomor sementara 3/14-09/ST/13, hal ini dikarenakan tinggalan arkeologi yang terdapat di situs Pura Maospahit Tonja belum diinventarisasi dan teregistrasi sebagai cagar budaya, sedangkan pemerintah setempat belum pernah melakukan pendataan terhadap situs yang ada di kota denpasar. Dengan dikeluarkannya UU No.11 tahun 2010 tentang cagar budaya barulah pemda setempat membuat perencanaan yang masih dalam proses pengesahan yang akan dilaksanakan tahun 2013.

  • 2.    Pengorganisasian

Lembaga pengelolaan sumberdaya arkeologi yang bergerak di bidang ini ialah Balai Arkeologi, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, Pemerintah Daerah dan provinsi. Selain itu dalam suatu pengorganisasian haruslah melibatkan masyarakat terutama masyarakat lokal sebagai pemilik cagar budaya yang terdapat dilingkungannya. Sedangkan pengorganisasian yang dilakukan di situs Pura Maospahit belum berjalan dengan baik hal ini dikarenakan belum terbentuknya struktur organisasi. Pengempon dari situs ini hanya terdiri dari 4 KK. Jadi tidak ada struktur organisasi yang jelas dalam pengelolaanya. Padalah pengorganisasian pada pengelolaan situs sangatlah penting agar pengelolaan situsnya berjalan sesuai rencana dan sebagaimana mestinya.

  • 3.    Pengarahan

Peran pemerintah sangatlah besar dalam pelaksanaan undang-undang yang baru, baik itu instansi maupun para ahli cagar budaya untuk mengarahkan kepada masyarakat agar menjaga kelestarian dari cagar budaya. Akan tetapi belum dapat

diterapkan di kota denpasar ini dikarenakan draf masih dalam tahapan pengesahan maka dari itu peraturan pemerintah belum dapat dpiublikasikan kepada masyarakat.

  • 4.    Pelaksanaan

Pelaksanaan sistem manajemen sumberdaya arkeologi sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya. Peran pemerintah instansi yang bergerak dibidang kebudayaan, akademisi, serta masyarakat sangatlah berperan dalam pelaksanaan undang-undang cagar budaya. Dengan cara mempublikasikan undang-undang tersebut kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui peran mereka didalam suatu pengelolaan situs. Untuk pelaksanaan pelestarian sudah dilakukan oleh BP3 Bali dengan dilakukannya pemugaran dan selanjutnya dalam hal pelestarian dilaksanakan oleh pengempon pura.

  • 5.    Pengontrolan

Untuk kegiatan pengontrolan dilaksanakan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Balai Arkeologi, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, dinas Kebudayaan Daerah, Dinas Kebudayaan Provinsi. Akan tetapi pengontrolan yang dilakukan oleh pemda setempat belum pernah dilakukan pada situs ini, hal ini dikarenakan program pelestarian masih berupa draf, maka dari itu untuk sementara ini pengontrolan hanya dilakukan oleh Dinas Purbakala dan pengempon pura.

  • V.    Simpulan dan Saran

  • 5.1    Simpulan

Dari data yang diperoleh dilapangan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang dilakukan di Situs Pura Maospahit Tonja Denpasar belum dapat terlaksana dengan baik. Padahal situs ini sudah pernah dilaksanakan pemugaran oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala pada tahun 1977 dimana konsidi situs rusak berat akibat gempa bumi. Dengan adanya undang-undang yang baru tentang cagar budaya seharusnya pemerintah sudah bergerak aktif dalam penerapannya agar cagar budaya tetap terjaga kelestariannya. Akan tetapi didalam pelaksnaannya tidaklah seperti yang dianjurkan dan diharapkan. Situs Pura Maospahit Tonja hanya dikelola oleh pengempon pura yang terdiri dari 4 kepala keluarga saja sedangkan masyarakat setempat belum terlalu terlibat didalam pengelolaanya.

  • 5.2    Saran

Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan antara lain:

  • 1.    Perlu adanya struktur organisasi yang jelas dalam pengelolaan situs agar garis koordinasi antara pemilik pura dengan masyarakat dan pemerintah dapat bersinergi dengan baik.

  • 2.    Peran pemerintah dan instansi terkait sangatlah diperlukan, mengingat situs ini belum teregistrasi, serta diharapkan peran pemerintah dalam merealisasikan isi dari undang-undang cagar budaya No.11 tahun 2010 kepada masyarakat agar masyarakat paham akan pentinggnya menjaga kelestarian dari situs arkeologi.

Daftar Pustaka

Agung, Anak Agung Ngurah. 1982. “ Laporan Pemugaran Pura Maospahit Tonja Denpasar, Bali’, Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali.

Atmosudiro, Sumijati.2004. Manajemen Sumberdaya Arkeologi dan Kendala Penerapannya. Trowulan, Mojokerto: Asisten Deputi urusan Arkeologi Nasional Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Kasnowiharjo, H Gunadi.2001. Manajemen Sumberaya Arkeologi, Makasar: lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin

Simanjuntak, Dr Truman. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Tim Penyusun. 2010. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Kepurbakalaan.