ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 19.1 Mei 2017:60-66

Citra Pantai Bali dalam Antologi Puisi Impian Usai Karya Wayan Sunarta: Kajian Semiotik

Eirenne Pridari Sinsya Dewi1*, Made Jiwa Atmaja2, I G.A.A. Mas Triadnyani3 123Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[e-mail: [email protected] ] 2[e-mail: [email protected] ] 3[e-mail: [email protected] ]

  • *Corresponding Author

Abstract

Wayan Sunarta is a poet who productive in Bali. Corpulent Wayan Sunarta work who described the conditions the coast of Bali, one of his work describing the Bali’s beach is poetry. In an Anthology Impian Usai of Wayan Sunarta is much verse talk about the Bali’s beach. Verse selected by harmony with the theme research, the image of the Bali’s beach in poetry. The verse is, “Pesisir Jimbaran”, “Lovina”, “Kusamba”, “Pelabuhan Buleleng”, “Malam Pengantin di Pesisir Serangan”, “Catatan Reklamasi Pantai Serangan”, “Tanah Lot”, dan “Laut Bali”.

This research using methods qualitative. The procedure the analysis used is as follows. First, collect and sort out about the Bali’s beach perspective. Secound, structural analysis rhymes in anthology Impian Usai of Wayan Sunarta. This research is only analyze the theme, meaning, diction, sound, allusion, and image. It is to support semiotic analysis. Third, analysis Bali’s beach image, use semiotic of Riffaterre theory.

The analysis of anthology Impian Usai of Wayan Sunarta, can conclude that he is having two ways to described the condition of the Bali’s beach. First, using language figuratively metaphors and personification and use it to inflict impression romantic in described the condition of Bali’s beach still wondersful and beautiful. Second, using meaning denotasi and language figuratively tropen and kakafoni to clarify criticisms of negative chage or the bad condition of Bali’s beach.

Keyword: poetry, the Bali’s beach, structure, semiotic

  • 1.    Latar Belakang

Menurut Riffaterre, puisi merupakan aktivitas bahasa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya (Ratih, 2016:5). Prinsip dasar sebuah puisi adalah berkata sedikit, tetapi memiliki makna yang luas. Puisi memiliki makna yang terkandung dan terbungkus dengan rapi sehingga untuk mengartikan sebuah puisi diperlukan suatu analisis.

Antologi puisi Impian usai adalah buku pertama yang diterbitkan Kubu

Sastra, Denpasar pada Agustus 2007. Antologi puisi Impian Usai adalah

kumpulan puisi yang diciptakan oleh Wayan Sunarta dari tahun 1992 hingga 2006 dengan jumlah halaman 131, yang memuat 99 sajak. Sajak-sajak itu dikelompokkan menjadi tiga periode. Pengelompokkan tersebut berdasarkan tahun penciptaan puisi karya Wayan Sunarta. Antologi puisi Impian Usai dipilih sebagai objek penelitian dengan alasan, yaitu: (1) antologi puisi Impian Usai ini memiliki tiga periode puisi lima tahunan, yaitu periode 1992-1996, periode 1997-2001, dan periode 2002-2006; (2) antologi puisi Impian Usai merupakan buku puisi yang utuh dan komprehensif ditinjau dari proses kreatif penyair selama 15 tahun menjadi penyair; (3) terdapat beberapa sajak yang menggambarkan Pantai Bali dalam antologi ini. Telah dipilih beberapa sajak yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Objek penelitian ini dipilih tidak berdasarkan periode dalam Antologi puisi Impian Usai, tetapi berdasarkan keselarasan sajak dengan tema penelitian. Sajak-sajak yang dipilih, yaitu “Pesisir Jimbaran”, “Lovina”, “Kusamba”, “Pelabuhan Buleleng”, “Malam Pengantin di Pesisir Serangan”, “Catatan Reklamasi Pantai Serangan”, “Tanah Lot”, dan “Laut Bali”.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang muncul dan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimanakah struktur sajak yang mengandung Citra Pantai Bali dalam antologi puisi Impian Usai karya Wayan Sunarta?

  • 2.    Bagaimanakah Citra Pantai Bali yang diwujudkan dalam antologi puisi Impian Usai karya Wayan Sunarta?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan serta pemahaman tentang karya sastra. Penelitian ini juga bertujuan untuk menambah khazanah penelitian sastra khususnya tentang puisi, sehingga dapat membantu peneliti lain untuk menghasilkan penelitian yang serupa dan lebih baik dari penelitian ini.

  • 4.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode dan teknik, yaitu (1) metode studi pustaka. Metode studi pustaka merupakan pengumpulan data dengan cara membaca objek penelitian secara berulang-ulang; (2) metode hermeneutika. dalam hal ini dilakukan teknik interpretasi. menginterpretasikan sajak; (3) tahapan penyajian hasil analisis data dipakai metode deskriptif, yaitu menggunakan bahasa ragam ilmiah. hasil analisis data akan ditulis dalam format skripsi.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Model ‘kerusakan Pantai Bali’ lebih banyak digambarkan pada puisi-puisi karya Wayan Sunarta. Hal ini menunjukkan kepedulian penyair terhadap lingkungan di mana ia hidup, dan terutama kondisi Pantai Bali yang semakin memprihatinkan.

  • 5.1    Kerusakan Pantai Bali

Model ini diperluas lagi menjadi varian-varian, yaitu varian dampak negatif dan varian kritik. dari Varian-varian tersebut dapat digambarkan kerusakan yang terjadi pada pantai Bali.

Varian pertama, dampak negatif. Varian ini menjelaskan dampak-dampak negatif yang terjadi pada Pantai Bali. Berikut bukti dampak negatif dalam sajak antologi puisi Impian Usai.

genangan payau,

bau amis ikan-ikan keracunan

kubangan lumpur. endapan

segala kotoran. semua itu

mengganggu malam pengantinku

di pesisir serangan

Pada bait terakhir dalam sajak “Malam Pengantin di Pesisir Serangan” ini terdapat gambaran terhadap kerusakan pantai tahun 1997. Makna denotasi yang digunakan dapat menggambarkan dengan jelas dampak negatif yang terjadi pada saat itu.

Varian kedua, kritik. Varian ini menjelaskan sajak yang menggambarkan kritik dari permasalahan pantai-pantai tersebut. Berikut contoh sajak yang mengkritik pantai-pantai di Bali.

kau lihat pesisir bali menangis

bukit-bukit kapuk terkikis

pantai-pantai tereklamasi

Bait kedua dalam sajak Laut Bali ini juga penyampaiannya menggunakan makna denotasi. Dengan makna denotasi ini kritik yang ingin disampaikan dalam sajak dapat terbaca dengan jelas.

Adapun matrik yang dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut, yaitu segala perubahan terhadap pantai yang terjadi pada masa itu berdampak negatif. Kerusakan pantai-pantai disajikan dalam tipografi yang berbeda. Tipografi yang berbeda itu merupakan salah satu bentuk penyimpangan. Penyimpangan tipografi yang dilakukan Wayan Sunarta dalam menegaskan kerusakan pantai adalah penyimpangan huruf kapital, tanda baca, dan bentuk kalimat. Hal ini membuktikan bahwa Wayan Sunarta tidak mengikuti konfensi pada umumnya dan tidak lugas dalam menyampaikan ide puisi karyanya itu, ini juga sekaligus menandakan bahwa Wayan Sunarta memanfaatkan kebebasan penyair dalam menciptakan puisi (tidak terikat pada tata bahasa). Akibat dari penyimpangan yang dilakukannya ini adalah sulitnya mencari makna dalam puisinya. Oleh karena itu, pembacaan heuristik penting untuk dilakukan. Pembacaan heuristik ini berguna untuk mengetahui keutuhan larik tersebut. setelah mengetahui keutuhan larik, barulah dilakukan pembacaan secara hermeneutik. Pembacaan hermeneutik ini dilakukan untuk mengetahui arti dari larik-larik dalam puisi itu. Setelah mengetahui arti dari larik itu, maka dapat ditemukan makna yang terkandung dalam puisi.

  • 5.2    Keindahan Pantai Bali

Model ‘Keindahan Pantai Bali’ diekspansi ke dalam wujud varian yang terdapat pada beberapa sajak saja, yaitu bagian-bagian pantai. Varian ‘bagian-

bagian pantai’ dan ‘suasana pantai’ merupakan wujud dari penggambaran pantai, yang menjelaskan keindahan pantai Bali.

Varian pertama, bagian-bagian pantai. Varian ini divisualisasikan dalam sajak berikut.

pesisir hanya angin

gerai rambutmu bergulung biru

Pada bab sebelumnya, bab III, telah dijelaskan bahwa kamu-lirik dalam bait itu adalah ‘Kusamba’ dan arti dari “gerai rambutmu bergulung biru” adalah ombak. Jadi ombak pantai Kusamba tahun 1995, berwana biru. Warna biru pada ombak mengartikan keasrian pantai tersebut. Berarti pantai Kusamba tahun 1995 masih tampak cantik dan indah, dengan kata lain belum tercemar.

Varian kedua, suasana pantai. Suasana pantai dapat dirasakan pada sajak ‘Pelabuhan Buleleng’. Pantai dalam sajak ini menjadi simbol untuk perjalanan hidup yang direnungi.

tubuh kita menyala

terbasuh warna keemasan senja

Bait keempat dalam sajak ‘Pelabuhan Buleleng’ ini menjelasan tentang suasana pelabuhan tersebut. Kata “keemasan” menjadi simbol keindahan yang megah dari suasana senja yang ditampilkan di pelabuhan ini.

Adapun matriks dari bait-bait tersebut, yaitu pantai Bali bagian utara dan timur masih tampak asri dan indah pada tahun itu. Keindahan-keindahan itu digambarkan melalui kata-kata yang disusun rapi tetap dengan memanfaatkan lisensia puitika sehingga menimbulkan unsur bunyi yang musikal (estetika).

  • 5.3    Berdialog dengan Pantai

Pada model ini, Wayan Sunarta berdialog dengan pantai atau unsur-unsur alam yang berhubungan dengan pantai. Dalam hal penyair berdialog dengan alam mencerminkan adanya dua subjek, yakni aku lirik di dalam

puisi (penyair di luar teks puisi) dan unsur-unsur alam yang diberi senyawa sehingga menempati posisi subjek.

Dari sisi penggunaan diksi pemberian senyawa pada unsur-unsur alam itu dapat ditafsirkan sebagai penggunaan majas personifikasi, tetapi secara semiotik cara demikian memberi makna bahwa penyair bersikap (nada) menghargai alam dan dengan demikian mengajak pembaca puisinya juga menghargai alam. Akibatnya adalah posisi penyair yang sesungguhnya adalah subjek dan posisi unsur-unsur alam yang sesungguhnya adalah objek dengan majas personifikasi itu keduanya diposisikan sebagai subjek. Hal ini memungkinkan terjadinya dialog dengan alam. Dari segi diksi pun cara demikian menimbulkan keindahan tersendiri pada puisi-puisi karya Wayan Sunarta. Cara seperti itu merupakan salah satu kelebihan Wayan Sunarta yang menjadikan pantai sebagai subjek. Varian dalam model ini, yaitu keluhan terhadap rasa sakit menjadi sangat terasa menyakitkan. Varian keluhan terhadap rasa sakit, dapat ditemukan dalam beberapa sajak. Pada sajak ‘Catatan Reklamasi Pantai Serangan’, banyak rasa luka yang dirasakan oleh aku-lirik dan kau-lirik (pantai).

bagaimana aku jelaskan

rasa luka ini padamu

kau telah paham

lebih dari yang kurasa

warna-warni lampu proyek reklamasi

dari tempat kita duduk

begitu memesona kau tentu tahu begitu banyak korban di situ dari mahkluk yang paling papa hingga dewa-dewa jagat ini tergerus kenyataan pahit

yang berwajah anggun pariwisata

Bait pertama dalam sajak “Catatan Reklamasi Pantai Serangan”, membuktikan dialog yang dilakukan Wayan Sunarta terhadap pantai. Bait ini juga menjelaskan Wayan Sunarta menghidupkan pantai dengan cara menggunakan bahasa kiasan personifikasi. Pada bait ini menekankan rasa sakit

yang aku-lirik rasakan sejajar dengan kau-lirik rasakan. Dalam bait ini juga menekankan sebab rasa sakit itu.

Penjelasan tersebut membuktikan bahwa Wayan Sunarta melakukan diaolog dengan pantai, dengan menghidupkan unsur-unsur pantai tersebut. Menghidupkan unsur-unsur pantai dilakukan untuk menjadikan pantai sebagai subjek. Pantai yang merupakan subjek ini dapat merasakan serta berprilaku mirip dengan manusia. Hal ini bertujuan untuk mensejajarkan posisi pantai (alam) dengan manusia, artinya Wayan Sunarta menyampaikan keinginannya untuk setiap orang dapat menghargai pantai sama seperti menghargai sesama manusia yang sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan.

  • 6.    Simpulan

Terdapat beragam suasana Pantai Bali dalam Antologi puisi Impian Usai. Penelitian ini menggunakan analisis structural secara integral untuk mengetahui unsure-unsur dalam keutuhan puisi. selanjutnya analisis semiotic yang menggunakan teori Riffaterre untuk mengetahui makna dalam sajak tersebut, sehingga dapat ditemukan suasana yang menggambarkan kondisi Pantai Bali.

  • 7.    Daftar Pustaka

Ratih, Rina. 2016. Teori dan Aplikasi Semiotik Michael Riffaterre.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sunarta, I Wayan. 2007. Impian Usai.Denpasar: Kubu Sastra

66