BALE KULKUL DI BARAT DAYA CATUS PATA

PURI PEMECUTAN DI DENPASAR

I Ketut Bagus Arjana Wira Putra

Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana

ABSTRACT

Bale Kulkul” in southwest of catus pata Puri Pemecutan in Denpasar is a part of Pura Dalem Tambangan Badung which is interpreted that established in the similar time with the establish of Puri Pemecutan in the early 19th. This research purpose was conducted to recognize the design, function, and meaning which are contained in the “Bale Kulkul” building, the heritage of Badung Palace.

According to the research purpose, the type of research that used is qualitative. The steps of research consist of the collect, processing, and analyze of data. The analyses that used are function analysis, figure analysis, morphology analysis, and style analysis.

The research result which recognized that the bale kulkul design in southwest of catus pata Puri Pemecutan in Denpasar has the form square, and divided into three parts, that are: batis/foot, pengawak/body, duwur/head part. This building is combined with Balinese style, Netherland style, and China style. The functions are as the information tools for the inhabitant or follower “penyungsung”, and for the religious ceremony in Pura Dalem Tambangan Badung. Bale Kulkul building has the meaning for Pura Dalem Tambangan Badung, Puri Pemecutan Denpasar, for catus pata in Puri Pemecutan Denpasar, for inhabitant/follower Pura Dalem Tambangan Badung, for Denpasar city, and also has the meaning for the variety of ornament that used on the bale kulkul building which stand u straight on the Imam Bonjol street, Denpasar.

Key words: Bale Kulkul in southwest of catus pata Puri Pemecutan Denpasar, shape/form, function, and meaning.

  • 1.    Latar Belakang

Denpasar merupakan satu kota di Bali yang memiliki catatan sejarah yang panjang sejak masa Bali kuno, Bali pertengahan, hingga Bali modern. Adapun salah satu jenis tinggalan khusus yang memuat banyak catatan sejarah dan makna dari berbagai masa. Tinggalan tersebut merupakan tinggalan yang bersifat fisik (tangible) yaitu bangunan bale kulkul yang terdapat di barat daya (kelod kauh) perempatan besar (catus pata) Puri Pemecutan, Denpasar.

Dalam kebudayaan Bali, bale kulkul memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Bali atau warga banjar yakni sebagai sarana untuk memberikan informasi kepada warga banjar atau masyarakat lewat nada yang dibunyikannya. Kulkul yang digantung dalam bangunan menyerupai menara tersebut hanya dapat dibunyikan oleh warga banjar yang mendapatkan mandat dari kelian banjar. Suara kulkul dapat didengar oleh masyarakat apabila ada acara gotong royong, rapat, upacara agama, upacara adat, bencana, dan lain sebagainya (Gelebet, 1981: 276). Bale kulkul yang terdapat di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar merupakan tinggalan multimakna yang memuat catatan sejarah bangunan di Kota Denpasar. Hingga kini bangunan tersebut masih tetap berdiri tegak di posisi sejak semula bangunan ini didirikan. Selain daripada itu, bangunan ini tentunya memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang berbeda dari bangunan bale kulkul yang tersebar di kota Denpasar.

Kenyataan semacam ini selanjutnya mendorong dilakukan suatu penelusuran dan kajian tentang bentuk, fungsi, dan makna yang termuat pada bangunan bale kulkul. Hal ini sangat penting untuk ditelusuri lebih mendalam karena masyarakat pada umumnya tidak mengetahui secara pasti nama resmi dan fungsi dari bangunan tersebut. Pada bagian lain, bangunan bale kulkul ini juga memuat banyak makna dan catatan historis yang belum banyak ditulis oleh para peneliti dan para akademisi hingga saat ini.

  • 2.    Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian difokuskan pada tiga masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan (1) Bagaimanakah bentuk bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar ? (2) Bagaimanakah fungsi bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar? Dan (3) Apakah makna dari bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar?

  • 3.    Tujuan dan Manfaat Penelitian

Lewis R. Binford mengemukakan pendapatnya mengenai tujuan penelitian-penelitian yang bersifat arkeologi, yaitu: (1) merekonstruksi sejarah kebudayaan; (2) merekonstruksi cara-cara hidup, dan (3) proses perubahan suatu kebudayaan (Binford, 1972: 80). Adanya tujuan penelitian yang bersifat arkeologi yang disampaikan Lewis R. Binford, maka penelitian ini juga memiliki tujuan yang tidak lepas dari ketiga nilai yang disampaikan Lewis

R.Binford yakni untuk mengetahui bentuk, fungsi, dan makna bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar. Sedangkan manfaat dari penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan manfaat dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang arkeologi, terutama mengenai fungsi, bentuk, dan makna yang terdapat pada bangunan bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar. Bermanfaat dapat dijadikan sebagai bahan inventarisasi data bagi penelitian selanjutnya dan dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada civitas arkeologi dalam usaha merekonstruksi kehidupan masa lalu. Selanjutnya secara praktis penelitian ini bermanfaat terhadap masyarakat maupun pemerintah untuk berperan dalam melestarikan warisan budaya nenek moyang yang adi luhung, sehingga hasil kebudayaan masyarakat masa lalu dapat lebih banyak diketahui, dipahami, dan dijadikan sebagai simbol dalam mendukung mewujudkan pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan budaya.

  • 4.    Metodelogi

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode observasi, wawancara, dan kepustakaan. Teori-teori yang digunakan untuk membantu menjawab permasalahan menggunakan teori lokasi, teori ragam hias, dan teori fungsional. Selain itu, digunakan juga analisis kualitatif, analisis fungsi, analisis wujud, analisis morfologi, analisis teknologi, dan analisis gaya.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

    5.1    Bentuk Bale Kulkul di Barat Daya Catus Pata Puri Pemecutan di Denpasar

Dengan mencermati tapak bangunan bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar bahwa bangunan ini memiliki dimensi yang besar dari pada bangunan yang berdiri disekitarnya seperti pelinggih Ratu Mas Melanting, dan pelinggih Piasan. Begitu juga dari kualitasnya bangunan bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar jauh lebih estetis dari bangunan pelinggih Ratu Mas Melanting, dan pelinggih Piasan.

Denah bale kulkul yang menjulang tinggi di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar berbentuk bujur sangkar dan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu bagian batis/kaki, pengawak/badan, dan duwur/kepala. Ketiga bagian tersebut semakin keatas dilihat semakin mengecil. Dasar bagian batis/kaki bale kulkul berbentuk bujur sangkar dengan 3

memiliki panjang sisi 4,26 cm, dan tinggi 6,49 cm. Bagian pengawak/badan bangunan memiliki panjang berukuran 2,29 cm, dan tinggi 3,70 cm. Adapun bagian duwur/kepala ditafsirkan secara proporsional memiliki ukuran sisi sekitar 4,46 cm, dan tinggi 1,89 cm. Sedangkan bangunan ini dikonstruksi pada bagian bebaturan/kakinya menggunakan bahan batu padas berwarna alami keabuabuan yang disusun secara rapi dan membentuk horizontal dengan menghasilkan bentuk bujur sangkar. Bagian badan bale kulkul dikonstruksi menggunakan sendi-sendi atau umpak yang digunakan untuk meletakan saka/tiang utama yang berjumlah empat buah dengan bahan kayu berwarna hitam dan merah yang berbentuk bujur sangkar berdiameter saka (tiang) 17 cm, dan tinggi mencapai 2,90 cm. Bagian badan bale kulkul ini juga terdapat menggunakan railing dengan bahan besi dari masa kolonial Belanda. Bagian atap bale kulkul dikonstruksi dengan sistem kontruksi payung yang tersusun dari balok, usuk, triplek, reng dan atap ini ditutup dengan material genteng. Pada bagian sudut-sudut atap bangunan bale kulkul terdapat iga-iga pemade, dan konstruksi iga-iga di atap dikonstruksi sampai menemukan satu titik yang bersatu di puncak, sehingga menghasilkan bentuk atap yang menyerupai sistem kontruksi payung.

Tampak bale kulkul peninggalan kerajaan Badung dipengaruhi oleh konsep tri angga yaitu menjadi tiga bagian (1) bebaturan/kaki, (2) pengawak/badan, dan (3) raab/kepala. Pada bagian kaki bangunan memiliki tiga tingkatan, dimana tingkatan tersebut semakin ke atas terlihat semakin mengecil. Sedangkan bagian badan bangunan bale kulkul menampilkan tampak kulkul (kentongan) dengan jumlah empat yang digantungkan pada langit-langit atap bale kulkul. Adapun keempat sisi bale kulkul ini mempunyai wujud yang sama. Bangunan bale kulkul ini juga mempunyai tangga permanen yang menempel pada bagian batis/kaki sampai pengawak/badan bangunan.

Dari segi potongan bangunan bale kulkul ini rupa-rupanya pada bagian bebaturan/kaki dari tingkat pertama sampai dengan tingkat ketiga diperkirakan tersusun pasangan batu kali/batu andesit dan terdapat juga bahan dari tanah liat sebagai perekatnya. Bahan batu padas juga digunakan sebagai finisingnya. Sedangkan pada bagian badan bangunan terdapat bahan kayu dan besi dan bagian atap bale kulkul terdapat balok, usuk, triplek, reng, dan genteng. Namun sebelum mengunakan genteng pada bagian atap bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar, menurut Ida Cokorda Pemecutan XI (2012), atap bale kulkul tersebut menggunakan bahan alang-alang.

Bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar memiliki gaya bangunan yang saling berkombinasi dengan gaya bangunan Bali, kolonial Belanda, dan China. Ragam hias karang bentala, gegodeg, karang goak, karang tapel dan lain sebagainya merupakan salah satu contoh ragam hias yang mewakili gaya bangunan Bali. Bentuk railing dengan huruf Y merupakan wakil dari gaya bangunan kolonial Belanda. Sedangkan hiasan piring keramik merupakan karakteristik gaya bangunan dari China.

Ragam hias pada bagian kepala atau atap bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar mempunyai ragam hias karang bentala dan gegodeg/ikut celedu. Pada bagian badan bangunan yang merupakan peninggalan kerajaan Badung ini mempunyai bentuk railing yang diperkirakan dibuat dari masa kolonial Belanda dan ragam hias yang menyerupai patra wangga. Ragam hias pada bagian kaki bangunan bale kulkul yang berdiri tegak di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar ini terdapat memiliki delapan ragam hias yaitu (1) Ragam hias pepatraan yang menyerupai patra bun-bunan dan patra wangga, (2) karang goak, (3) patung yang menyerupai raksasa, (4) patung berwujud raksasa kepala gajah, (5) karang tapel, (6) patung dwarapala, (7) piring keramik, dan (8) patung dewa.

  • 5.2    Fungsi Bale Kulkul di Barat Daya Catus Pata Puri Pemecutan di Denpasar

Bangunan bale kulkul yang terletak di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar memiliki kegunaan sebagai alat informasi kepada warga atau penyungsung Pura Dalem Tambangan Badung. Informasi tersebut dapat diketahui oleh warga Pemecutan apabila Pura Dalem Tambangan Badung ada upacara keagamaan lewat kulkul yang dibunyikan pada waktu: (1) nentenin (mengingatkan) Penyungsung (warga) Pura Dalem Tambangan Badung; (2) upacara Sugian Jawa; (3) upacara penampahan Galungan; (4) upacara melasti atau menyucikan pratima (Tuhan Yang Maha Esa); dan (5) upacara purnama kadasa. Kulkul yang dibunyikan pada saat upacara-upacara keagamaan di Pura Dalem Tambangan Badung biasanya diawali dengan suara kentongan yang berstatus lanang (laki-laki), kemudian dilanjutkan kentongan yang berstatus wadon (perempuan).

  • 5.3    Makna Bale Kulkul di Barat Daya Catus Pata Puri Pemecutan di Denpasar

Makna bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar ini memiliki makna (1) terhadap Pura Dalem Tambangan Badung, yakni sebagai properti dari Pura Dalem

Tambangan Badung, sebagai petunjuk adanya kegiatan di Pura Dalem Tambangan Badung lewat suara kulkul yang dibunyikan, sebagai alat musik penyambutan terhadap para dewa-dewi (Tuhan Yang Maha Esa) yang berstana di Pura Dalem Tambangan Badung dan terhadap masyarakat agung Pemecutan (penyungsung Pura Dalem Tambangan Badung), dan bermakna sebagai tali pemersatu antara Raja dengan rakyatnya; (2) terhadap Puri Pemecutan di Denpasar, yakni sebagai properti atau milik dari Puri Pemecutan yang difungsikan untuk Pura Dalem Tambangan Badung; (3) makna terhadap catus pata Puri Pemecutan di Denpasar, yakni untuk mempermudah masyarakat Pemecutan atau warga penyungsung Pura Dalem Tambangang Badung khususnya dalam mendengar suara kulkul (kentongan) yang dibunyikan; dan mempermudah masyarakat untuk melihat bale kulkul lewat bentuk yang diwujudkan; (4) makna bale kulkul terhadap masyarakat/penyungsung Pura Dalem Tambangan Badung, yaitu sebagai petunjuk kepada masyarakat/penyungsung untuk bergerak menuju Pura Dalem Tambangan Badung, dan sebagai alat pemersatu warga agung Pemecutan atau penyungsung pura lewat suara kulkul yang dibunyikan; (5) mempunyai makna terhadap kota Denpasar yakni sebagai elemen kota; dan (6) makna ragam hias di bale kulkul barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar memiliki makna dari konsep tri lokha yang terdiri dari bhur lokha, bwah lokha, dan swah lokha dan patung yang berwujud dewa juga memberikan makna yakni sebagai penjaga kesucian kulkul yang digantungkan di bangunan bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar.

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

  • 1.    Bentuk bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar bahwa pada tapak bangunan ini memiliki dimensi yang besar dari pada bangunan yang berdiri disekitarnya. Denahnya berbentuk bujur sangkar dan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu bagian batis/kaki, pengawak/badan, dan duwur/kepala. Ketiga bagian tersebut semakin keatas dilihat semakin mengecil. Sedangkan bangunan ini dikonstruksi pada bagian bebaturan/kakinya menggunakan bahan batu padas berwarna alami keabuabuan. Bagian badan bale kulkul dikonstruksi menggunakan sendi-sendi atau umpak. Bagian atap bale kulkul dikonstruksi dengan sistem kontruksi payung.

Tampak bale kulkul peninggalan kerajaan Badung dipengaruhi oleh konsep tri angga yaitu menjadi tiga bagian (1) bebaturan/kaki, (2) pengawak/badan, dan (3) raab/kepala. Dari segi potongan bangunan bale kulkul ini rupa-rupanya pada bagian bebaturan/kaki dari tingkat pertama sampai dengan tingkat ketiga diperkirakan tersusun pasangan batu kali/batu andesit dan terdapat juga bahan dari tanah liat sebagai perekatnya. Bahan batu padas juga digunakan sebagai finisingnya. Sedangkan pada bagian badan bangunan terdapat bahan kayu dan besi dan bagian atap bale kulkul terdapat balok, usuk, triplek, reng, dan genteng. Namun sebelum mengunakan genteng pada bagian atap bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar, menurut Ida Cokorda Pemecutan XI (2012), atap bale kulkul tersebut menggunakan bahan alang-alang.

Bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar memiliki gaya bangunan yang saling berkombinasi dengan gaya bangunan Bali, kolonial Belanda, dan China. Ragam hias pada bagian kepala atau atap bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar mempunyai ragam hias karang bentala dan gegodeg/ikut celedu. Pada bagian badan mempunyai bentuk railing yang diperkirakan dibuat dari masa kolonial Belanda dan ragam hias yang menyerupai patra wangga. Ragam hias pada bagian kaki bangunan bale kulkul memiliki delapan ragam hias yaitu (1) Ragam hias pepatraan yang menyerupai patra bun-bunan dan patra wangga, (2) karang goak, (3) patung yang menyerupai raksasa, (4) patung berwujud raksasa kepala gajah, (5) karang tapel, (6) patung dwarapala, (7) piring keramik, dan (8) patung dewa.

  • 2.    Bangunan bale kulkul yang terletak di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar memiliki kegunaan atau fungsi sebagai alat informasi kepada warga atau penyungsung Pura Dalem Tambangan Badung seperti pada waktu: (1) nentenin (mengingatkan) Penyungsung (warga) Pura Dalem Tambangan Badung; (2) upacara Sugian Jawa; (3) upacara penampahan Galungan; (4) upacara melasti atau menyucikan pratima (Tuhan Yang Maha Esa); dan (5) upacara purnama kadasa.

  • 3.    Makna bale kulkul di barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar ini memiliki makna (1) terhadap Pura Dalem Tambangan Badung; (2) terhadap Puri Pemecutan di Denpasar; (3) makna terhadap catus pata Puri Pemecutan di Denpasar; (4) makna bale kulkul terhadap masyarakat/penyungsung Pura Dalem Tambangan Badung; (5) mempunyai

makna terhadap kota Denpasar yakni sebagai elemen kota; dan (6) bermakna terhadap ragam hias di bale kulkul barat daya catus pata Puri Pemecutan di Denpasar.

Daftar Pustaka

Ambarawati, Ayu. 2006. Manfaat dan Sosialisasi Data Artefak Perunggu Masa Klasik di Bali. Denpasar: Forum Arkeologi.

Binford, Lewis, R. 1972. An Archaeology Prespective. New York: Seminar Pres.

Broadbent, Geoffrey. 1980. Signs, Symbols, and Architecture. London: Wiley.

Casey, Edward S. 1993. Getting Back Into Place: Toward a Renewed Understanding of the Place-World. California: Indiana University Press.

Creese, Helen. 2006. Seabad Puputan Badung Perspektif Belanda dan Bali. Denpasar : Pustaka Larasan.

Ching, Francis D.K. 2000. Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan / Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Darmanuraga, Anak Agung Ngurah Putra. 2008. Badung Dalam Sejarah. Forum Generasi Muda Puputan Badung.

Fox, James J. 1993. Inside Austronesian Houses: Perspectives on Domestic Designs for Living. Sydney: ANU E Press.

Gelebet, I Nyoman. 1981. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Harkantiningsih, N, Pojoh, I, dan Rangkuti, N. 2008. Buku Panduan Analisis Keramik. Jakarta Selatan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Indrawati, Yayu. 2010. Pelestarian Warisan Budaya Bali dalam Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan di Kota Denpasar. Denpasar: Udayana University Press.

Kaler, I Gusti Ketut. 1993. Ngaben: Mengapa Mayat Dibakar? Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.

Munandar, Agus Haris. 2005. Istana Dewa Pulau Dewata Makna Puri Bali Abad Ke-14-19. Depok : Komunitas Bambu.

Murya, A. A. P, Inggas, A.A.G.N.M, dan Oka, A.A.N. 1993. Sejarah Puri Pemecutan Badung. Tanpa Penerbit.

Norberg-Schulz, Christian. 1990. Intentions in Architecture. Sydney: MIT Press.

Paramadhyaksa, I Nyoman Widya. 2009. Latar Belakang Filosofi Pempatan Agung Sebagai Salah Satu Konsepsi Utama Dalam Permukiman Tradisional di Bali. Malang : Proseding Seminar Nasional Kearifan Lokal (Local Wisdom) Dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan.

Pena, Tim Prima. 2006. Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya & Sains. Gitamedia Press.

Prijotomo, Josef. 1998. Materi Kuliah Kritik Arsitektur II. Surabaya: Program Studi Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Putra, I Gusti Made. 2005. Catuspatha Konsep, Tranformasi, dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah.

Rangkuti, Nurhadi, dkk. 2008. Buku Panduan Analisis Keramik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Samba, I Gde. 2011. Pencarian ke Dalam Diri Merajut Ulang Budaya Luhur Bangsa Tinjauan Filsafati Cerita Mahabharata dan Ramayana. Bandung: Yayasan Dajan Rurung Indonesia.

Setiawan, I Ketut. 2002. “Menelusuri Asal-usul Tempat Suci di Bali Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Budaya”, dalam Manfaat Sumberdaya Arkeologi Untuk Memperkokoh Integrasi Bangsa. Denpasar: Upad Sastra.

Soebandi, Ktut. 1981. Pura Kawitan/Padharman dan Panyungsungan Jagat. Guna Agung.

Sukendar, Haris. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Suleiman, Setyawati. 1976. Monumen-monumen Indonesia Purba. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Teige, Karel. 2000. Modern Architecture in Czechoslovakia and Other Writings. London: Getty Publications.

Wiguna, I Gusti Ngurah Tara. 2008. Penerapan Konsep Mandala dan Tri Angga Dalam Arsitektur Candi Gunung Kawi (Sebuah Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Bali Kuno). Denpasar: Jurusan Arkeologi Universitas Udayana.

Wijaya, I Kadek Merta. 2012. Pemaknaan Ornamen Pada Bagian Atap Bangunan Tradisional Bali. Wahana Media Pematang Alumni Udayana.

10