SAKURA VOL. 4. No. 2, Agustus 2022

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2022.v04.i02.p09

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623-0151

Faktor Keterlibatan Jepang Dalam Perang Dunia II Pada Film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku

I Dewa Gede Radiantha Wedagama1), I Made Budiana2)

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar, Bali

Pos-el: [[email protected]], 2[[email protected] ]

Abstrak

Jepang merupakan salah satu negara yang terlibat aktif dalam Perang Dunia II. Dalam perang tersebut, Jepang bergabung bersama Jerman dan Italia untuk melawan AS dan sekutu. Namun, Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jepang tahun 1945. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II pada film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku karya Izuru Narushima. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dan hasilnya disajikan dengan menggunakan metode informal. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori New Historicism oleh Greenblatt (1980). Hasil analisis menunjukkan bahwa ada tiga faktor yang melatarbelakangi keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Ketiga faktor tersebut adalah 1) kepercayaan perang dapat mengakhiri krisis ekonomi; 2) impian Jepang membebaskan Asia; dan 3) memori kemenangan Jepang dalam perang di masa lalu.

Kata Kunci : Perang Dunia II, New Historicism, film Jepang

Abstract

Japan is one of the countries that was actively involved in World War II. In the war, Japan joined Germany and Italy to fight the US and its allies. However, World War II ended with Japan's defeat in 1945. This study aims to determine the factors of Japan's involvement in World War II in the film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku by Izuru Narushima. Data was collected using the method of observation and documentation. The collected data was analyzed using descriptive analysis method and the results are presented using informal methods. The theory used in this research is the New Historicism theory by Greenblatt (1980). The results of the analysis show that there are three factors behind Japan's involvement in World War II. The three factors are 1) the belief that war can end the economic crisis; 2) Japan's dream of liberating Asia; and 3) the memory of Japan's victories in wars in the past.

Keywords : World War II; New Historicism; Japanese movie

  • 1.    Pendahuluan

Perang Dunia II merupakan konflik yang terjadi pada tahun 1939 hingga 1945.

Perang ini melibatkan negara-negara di seluruh dunia, yang tergabung dalam dua blok

besar. Keduanya adalah Blok Sekutu, yang dimotori oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Soviet, serta Blok Poros yang dipimpin oleh Jerman dan Italia. Selama enam tahun berlangsung, Perang Dunia II telah menewaskan 60 juta orang. Dengan tingkat kerusakan dan jumlah korban jiwa yang begitu tinggi, Perang Dunia II disebut sebagai konflik terbesar dalam sejarah umat manusia (Weinberg, 2014, hlm. 134)

Jepang merupakan salah satu negara yang aktif berperang selama Perang Dunia II. Sebagai anggota Blok Poros, Jepang harus melawan AS dan negara-negara Barat. Langkah Jepang untuk bergabung dalam Blok Poros merupakan salah satu fenomena bersejarah yang menarik untuk dipelajari. Ketika Perang Dunia I tahun 1914 hingga 1919, Jepang merupakan sekutu terdekat AS dan negara-negara Barat. Mereka menjadi salah satu kunci kemenangan sekutu dengan mengamankan koloni milik Jerman di Asia, serta mengirimkan pasukan ke Eropa. Perubahan sikap yang diambil oleh Jepang tidak terlepas dari sejumlah faktor yang berkaitan dengan kondisi politik, ekonomi, dan sosial ketika itu. Namun, ketika Perang Dunia II berakhir tahun 1945, Jepang menjadi pihak yang mengalami kekalahan dan menanggung kehancuran yang begitu parah.

Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku merupakan salah satu film yang menggambarkan Perang Dunia II berdasarkan sudut pandang Jepang. Selain merekonstruksi ulang pertempuran dan peristiwa bersejarah lainnya, film ini juga mengungkap faktor-faktor keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II melalui adegan percakapan para tokoh. Pasca berakhirnya perang tahun 1945, sebagian besar film, literatur, dan studi ilmiah mengangkat sejarah Perang Dunia II berdasarkan sudut pandang Barat sebagai pemenang perang. Sementara sudut pandang Jepang cenderung diabaikan, sehingga terjadi kesalahpahaman mengenai motif keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Oleh karena itu, film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto dipilih sebagai objek kajian untuk memberikan wawasan baru mengenai sejarah Jepang dalam Perang Dunia II, terutama faktor-faktor yang memengaruhi keputusan mereka untuk terlibat dalam pertempuran.

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dokumentasi merupakan salah satu metode dan teknik pengumpulan data dengan cara melihat secara langsung dan mengabadikan sumber-sumber dokumen terkait. Data yang dikumpulkan terdiri dari percakapan antar tokoh dan gambar adegan yang mengungkapkan faktor pendukung keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II pada film. Data percakapan antar tokoh dikumpulkan dengan menggunakan teknik catat, sedangkan data gambar diambil dengan menggunakan fitur tangkapan layar (screenshot).

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran dan deskripsi dari objek penelitian secara gamblang dan apa adanya. Semua data yang terkumpul diklasifikasi sesuai dengan kesamaan ciri yang mengarah pada suatu faktor pendukung keikutsertaan Jepang dalam perang. Dalam tahap klasifikasi ini analisis telah dilakukan secara empiris dengan menggunakan teori dan referensi yang relevan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari keterkaitan antara isi percakapan tokoh dengan fakta sejarah keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Data gambar berfungsi sebagai bukti keberadaan adegan yang dianalisis dalam film. Pada tahap penyajian data, metode yang digunakan adalah metode informal dan formal. Metode informal diterapkan melalui pemaparan bukti berupa kutipan-kutipan yang diambil dari film, sementara metode formal digunakan dalam penyajian hasil analisis data berupa gambar yang diperoleh dari film. Dalam penelitian ini, sumber data diambil dari film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku karya Izuru Narushima.

  • 2.2    Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori New Historicism yang diperkenalkan oleh Greenblatt pada tahun 1980 (Barry, 2002, hlm. 166). New Historicism merupakan teori yang bertujuan mengungkap latar belakang ideologis dan sejarah dalam suatu teks sastra. Dalam penelitian ini, teori New Historicism digunakan untuk menemukan benang merah antara adegan dalam film dengan fakta sejarah keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II.

  • 3.    Kajian Pustaka

Film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku Karya Sutradara Izuru Narushima ini sebelumnya telah dijadikan objek kajian oleh Arum (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Yamamoto Isoroku pada Perang Dunia II dalam Film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku Karya Sutradara Izuru Narushima. Arum (2017) juga menggunakan teori New Historicism oleh Greenblatt (1980) dalam analisisnya. Namun, pada penelitian Arum, hal yang lebih ditekankan adalah peran Yamamoto dalam Perang Dunia II, sedangkan dalam penelitian ini hal yang dititikberatkan adalah analisis terhadap faktor-faktor yang menyebabkan bergabungnya Jepang dalam Perang Dunia II.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini disajikan hasil dan pembahasan mengenai representasi faktor keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II pada film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku karya Izuru Narushima. Faktor-faktor tersebut meliputi 1) kepercayaan perang dapat mengakhiri krisis ekonomi 2) impian Jepang membebaskan Asia 3) memori kemenangan Jepang dalam perang di masa lalu.

  • 4.1    Kepercayaan Perang Dapat Mengakhiri Krisis Ekonomi

Sebelum meletusnya Perang Dunia II, Jepang merupakan salah satu negara yang dilanda krisis ekonomi. Krisis tersebut tidak hanya menyulitkan kehidupan sehari-hari, namun juga mengubah pandangan masyarakat terhadap perang. Sebagian masyarakat Jepang mulai percaya bahwa perang merupakan solusi untuk mengakhiri krisis ekonomi. Berikut ini merupakan refleksi kepercayaan tersebut berupa data serta gambar yang terdapat dalam film.

Gambar 1

Shindo (kiri) dan Kanzaki sedang berbincang dengan pelanggan restoran (berkacamata)

Sumber: Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, 2011: menit 25:25 detik


  • (i) ⅛ ^<^⅜⅛⅜⅛<<⅛v^^oιw^½n<L⅛9io

⅛< :^^⅜^wntf⅛>⅛⅛>M^<⅛¾w?

M≡: ⅛⅛.2o^M0≡τ±^>M½⅛½a⅛^xfe

^ : ⅞9^io^⅜^ι⅛ !o

  • (1)    Kyaku : Hayaku sensō ga hajimetekunai to jibun no kōjō ga ketsurarete shimau yo.

Kanzaki: Ne, sensō ga hajimareba sa, hontō keiki ni yoku naru wake?

Shindō : Maa, 20-nen mae no okosu taisen ga, keiki wa tachinaoseta dayo ne Kyaku : Sou dayo. Sensō ga ichiban!

(1) Pelanggan Kanzaki Shindo


Pelanggan


: Jika perang tidak segera dimulai, pabrikku akan gulung tikar.

: Hei, jika perang dimulai, apakah ekonomi akan membaik?

: Yah, ketika perang besar dua puluh tahun lalu, ekonomi dengan cepat membaik.

: Benar sekali. Perang adalah yang terbaik!

(Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, 2011: menit 13:56 detik - menit 14:08 detik)

Pada Data (7) dan Gambar (10), dalam percakapan yang terjadi di sebuah restoran, salah satu pelanggan mengeluhkan kondisi ekonomi yang kian memburuk. Menurutnya, pabriknya akan bangkrut jika perang tidak segera dimulai. Kanzaki, seorang wanita yang mengenakan kostum penari, bertanya apakah ekonomi akan segera pulih jika perang dimulai. Shindo, yang sedang menikmati hidangan, menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengingatkan bahwa ekonomi Jepang dengan cepat membaik saat perang besar dua

puluh tahun yang lalu. Sepakat dengan perkataan Shindo, sang pelanggan menyebut bahwa perang adalah hal yang terbaik.

“Perang besar” yang dimaksud oleh Shindo adalah Perang Dunia I, yang berhasil membawa kemakmuran ekonomi bagi Jepang. Selama periode tersebut, Jepang mengalami kenaikan volume ekspor yang besar setelah kehancuran sektor industri negara-negara Eropa, yang merupakan saingan ekonomi Jepang. Namun, ledakan ekonomi tersebut berakhir pada April 1920, tak lama setelah perang usai. Kejatuhan pasar saham, hingga krisis sektor perbankan membuat aktivitas industri terkena imbasnya. Meski sempat menunjukkan tanda pemulihan pada tahun 1922 dan 1923, Gempa Besar Kantō pada September 1923 membuat sektor industri kembali terpuruk (Gordon, 2003, hlm. 139-140).

Pada tahun 1929, kejatuhan harga saham di Bursa Efek New York menyebabkan fenomena kolapsnya perekonomian global, yang dikenal sebagai Depresi Besar. Namun, dengan produk domestik bruto (PDB) berada di angka 5,1 persen, situasi Jepang masih lebih baik dari negara lain (Shizume, 2021, hlm. 14-18). Meski demikian, invasi yang dilakukan Jepang di Manchukuo membuat Jepang mendapatkan sanksi dari AS dan sejumlah negara. Akibatnya, perekonomian Jepang kembali terpuruk, berimbas pada krisis energi dan tutupnya lapangan kerja (Sims, 2001, hlm. 297).

Selama hampir dua dekade, kondisi ekonomi yang fluktuatif dan munculnya masalah sosial baru membuat masyarakat Jepang merindukan kejayaan selama Perang Dunia I, sehingga menganggap perang sebagai “solusi” untuk mengakhiri krisis ekonomi. Selain itu, perlakuan yang buruk, serta sanksi dan embargo yang dijatuhkan kepada Jepang turut melahirkan kebencian terhadap AS dan Barat. Oleh karena itu, ketika Jerman memberikan undangan untuk bergabung dalam Pakta Tripartit, pemerintah Jepang mendapatkan tekanan kuat dari publik untuk menerimanya (Gordon, 2003, hlm. 198208).

  • 4.2    Impian Jepang Membebaskan Asia

Salah satu faktor pendukung keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II adalah cita-cita untuk membebaskan Asia, yang sebagian besar wilayahnya berada di bawah kekuasaan kolonialisme Barat. Film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku

menggambarkan impian Jepang tersebut dalam adegan percakapan antara Yamamoto dan Shindo, yang bertugas sebagai wartawan Tokyo Nippo, sebagaimana terlihat pada data serta gambar berikut ini.

Gambar 2

Percakapan antara Yamamoto (kiri) dan Shindo

Sumber: Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, 2011: menit 36:02

  • (2)    真藤 : これでドイツがソ連を撃滅すれば、北方

にある最大の脅威が消えます。もう、 このバスは走り続けるしかないと思います

山本   : どこまで走るんだい?

真藤   : えっ?

山本  : いや、目的しはどこかと聞いてるんだい

真藤  : 大東亜共栄圏です

山本  : 大東亜共栄圏。本当にそんなところがあるなら、一度行って

みているんだな

  • (2)    Shindo : Kore de Doitsu ga Soren o gekimetsu sureba, hoppō ni aru saidai no kyōi ga kiemasu. Mō, kono basu wa hashiri tsudzukeru shika nai to omoimasu

Yamamoto : Doko made hashirundai?

Shindo : Eh?

Yamamoto : Iya, mokutekishi wa dokoka to kiiterundai?

Shindo : Dai Tōa Kyōeiken desu

Yamamoto : Dai Tōa Kyōeiken. Hontō ni sonna tokoro ga aru nara, ichidō itte mite Irundana

  • (2)    Shindo : Dengan ini, jika Jerman menghancurkan Uni Soviet, ancaman terbesar yang berada di utara akan hilang. Bus ini tidak punya pilihan lain selain terus melaju

Yamamoto : Sampai mana akan terus melaju?

Shindo : Eh?

Yamamoto : Tidak, aku bertanya apa tujuannya?

Shindo : Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya

Yamamoto : Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Seandainya ada Tempat semacam itu, aku ingin pergi kesana sekali.

(Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, 2011: menit 35:59 detik - menit 36:21 detik)

Pada Data (8) yang didukung oleh Gambar (11), Yamamoto dan Shindo membahas situasi perang yang tengah dihadapi Jepang. Shindo mengatakan bahwa ancaman terbesar Jepang di utara akan hilang seandainya Jerman berhasil mengalahkan Uni Soviet. Oleh karena itu, bus harus terus melaju. Kata “bus” yang diucapkan oleh Shindo merujuk pada Jepang dalam Perang Dunia II. Yamamoto pun menanyakan tujuan keterlibatan Jepang dalam peperangan. Menurut Shindo, tujuan akhir Jepang dalam berperang adalah mewujudkan Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.

Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya (大東亜共栄圏, Dai Tōa Kyōeiken) merupakan salah satu konsep buatan Jepang untuk menciptakan Asia yang bebas dan merdeka. Konsep ini dikemukakan secara resmi oleh pemerintahan Perdana Menteri (PM) Konoe Fumimaro pada 26 Juli 1940. Penambahan kata “raya” menegaskan bahwa kebijakan ini juga mencakup Asia Tenggara, Oceania, dan Asia Selatan. Selain untuk membebaskan Asia dari cengkraman kolonialisme Barat, Jepang juga ingin memberikan kesejahteraan kepada seluruh penduduk Asia, terlepas dari etnis, agama, dan ras melalui Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Raya (Yellen, 2019, hlm. 9-10). Untuk merealisasikannya, Jepang memutuskan untuk beraliansi dengan Jerman dan Italia, yang juga berambisi untuk menumbangkan hegemoni Barat.

Namun, konsep tersebut tidak pernah terwujud hingga kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kegagalan Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Raya. Pertama, Jepang memosisikan diri lebih tinggi dari bangsa Asia lainnya, sehingga tidak jauh berbeda dengan kolonialis Barat yang mereka musuhi. Kedua, Jepang memperlakukan bangsa Asia lain dengan kejam dan brutal, terutama di wilayah yang mereka duduki selama Perang Dunia II. Hal ini meruntuhkan citra Jepang sebagai penyelamat Asia. Mereka telah kehilangan kesempatan untuk meraih simpati dan penghormatan dari bangsa Asia lainnya (Yellen, 2019, hlm. 206-207).

4.3 Memori Kemenangan Jepang dalam Perang di Masa Lalu

Selama eksistensinya, Jepang telah menghadapi serangkaian konflik dan peperangan, termasuk dengan negara lain yang mencoba mengancam kedaulatan mereka. Pengalaman historis tersebut telah menciptakan memori sejarah, yang kemudian memengaruhi keputusan Jepang untuk terlibat dalam Perang Dunia II. Film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku merefleksikan hal tersebut dalam adegan percakapan antara Kanzaki dan pelanggan restoran. Berikut merupakan data yang sesuai dengan subbab ini.

Gambar 3

Percakapan antara Kanzaki (kiri) dan pelanggan restoran

Sumber: Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, 2011: menit 41:56

  • (3)    神埼 : でも、アメリカって破って本当勝ってんの?

    客 : あのな、モンゴル襲来に始まって、日清、日露、歐洲大戰、 日本は外国と戦争やって全部勝ってきたんだ。

  • (3)    Kanzaki : Demo, Amerika tte yatte hontō katten no?

Kyaku : Anona, Mongoru shūrai ni hajimatte, nisshin, nichiro, ōshū taisen , Nihon wa gaikoku to sensō yatte zenbu katte kita nda.

  • (3)    Kanzaki : Tapi, apakah kita benar-benar bisa menang melawan Amerika?

Pelanggan : Begini. Mulai dari Invasi Mongol, Perang Jepang-Tiongkok, Perang Jepang-Rusia, dan perang besar, Jepang selalu memenangkan perang dengan negara lain.

(Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, 2011: menit 41:46 detik - menit 41:58 detik)

Berdasarkan Data (9) dan Gambar (11), Kanzaki bertanya apakah Jepang mampu mengalahkan AS. Menurut sang pelanggan, Jepang selalu memenangkan perang dengan negara lain. Mulai dari Invasi Mongol, Perang Jepang-Tiongkok, Perang Jepang-Rusia,

serta perang besar lainnya, semua berakhir dengan kemenangan Jepang. Oleh karena itu, Jepang pasti mampu mengalahkan AS dalam perang kali ini.

Secara historis, Jepang merupakan bangsa yang kerap meraih kemenangan dalam peperangan. Pada tahun 1274 dan 1281, Jepang berhasil mengalahkan pasukan Mongol yang mencoba melakukan invasi ke Jepang. Dalam perang melawan Tiongkok tahun 1895, Jepang berhasil keluar sebagai pemenang dan merebut sejumlah wilayah Tiongkok seperti Taiwan, Semenanjung Liaodong, dan Manchuria (dalam bentuk konsesi lajur kereta api). Sementara dalam Perang Jepang-Rusia tahun 1905, Jepang mendapatkan wilayah Sakhalin Selatan dan Laut Okhotsk setelah mengalahkan pasukan Rusia (Kuehn, 2014, hlm. 92-194).

Dengan catatan perang yang begitu gemilang, Jepang berhasil membangun kepercayaan bahwa mereka adalah negara yang perkasa dalam menghadapi ancaman bangsa lain. Pola pikir tersebut kemudian mempengaruhi keputusan Jepang untuk terlibat dalam Perang Dunia II melawan AS dan negara-negara Barat.

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai faktor-faktor keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II pada film Rengou Kantai Shirei Choukan Yamamoto Isoroku, yang didukung oleh bukti-bukti sejarah, terdapat beberapa kesimpulan yang diperoleh. Pertama, Jepang pernah mengalami kemakmuran ekonomi selama Perang Dunia I. Pasca perang berakhir, ekonomi Jepang mengalami krisis yang berlangsung hingga tahun 1930-an. Fenomena tersebut melahirkan kepercayaan bahwa perang dapat mengakhiri krisis ekonomi dan membawa kesejahteraan. Kedua, Jepang bertekad untuk membebaskan Asia dari cengkeraman kolonialisme Barat dengan konsep “Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”. Melalui konsep ini, Jepang berambisi mewujudkan Asia yang merdeka, makmur dan sejahtera. Ketiga, Jepang merupakan negara yang kerap memenangkan pertempuran dengan negara lain. Memori kemenangan perang di masa lalu melahirkan kepercayaan bahwa Jepang merupakan bangsa yang tangguh dan perkasa, sehingga tidak akan terkalahkan dalam perang kali ini.

  • 6.    Daftar Pustaka

Barry, Peter. 2002. Beginning Theory, an Introduction to Literary and Cultural Theory. Second Edition. Manchester: Manchester University Press

Gordon, Andrew. 2003. A Modern History of Japan: From Tokugawa Times to the Presents. New York: Oxford University Press.

Kuehn, John T. 2014. A Military History of Japan: From the Age of the Samurai to the 21st Century. California: Praeger.

Shizume, Masato. 2021. The Japanese Economy During the Great Depression: The Emergence of Macroeconomic Policy in A Small and Open Economy, 19311936. Singapore: Springer Nature Singapore.

Sims, Richard. 2001. Japanese Political History since the Meiji Renovation 1868-2000. New York: Palgrave.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Weinberg, Gerhard L. 2014. World War II: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press.

Yellen, Jeremy A. 2019. The Greater East Asia Co-Prosperity Sphere: When Total Empire Met Total War. New York: Cornell University Press.

285