SAKURA VOL. 5. No. 1, Februari 2023

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2023.v05.i01.p03

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN: 2623-0151

Fenomena Hikonka dalam Drama Dokushin Kizoku karya Shimao Sato

I Gusti Bagus Reno Amada1), Ngurah Indra Pradhana2), I Nyoman Rauh Artana3) PS Sastra Jepang, FIB, Universitas Udayana, Denpasar-Bali

1[[email protected]], 2[[email protected]], 3[[email protected]]

Hikonka Phenomenon in The Dokushin Kizoku Drama by Shimao Sato

Abstract

This research is entitled "The Hikonka Phenomenon in the Drama Dokushin Kizoku by Shimao Sato". This study aims to determine the phenomena, causes and effects of hikonka as reflected in the drama Dokushin Kizoku by Shimako Sato.The method used in this research is descriptive analysis method. This study uses the theory of sociology of literature according to Wellek and Warren and the theory of semiotics according to Danesi. Based on the results of the study, the hikonka phenomenon reflected in Shimako Sato's drama Dokushin Kizoku is depicted in several characters in the drama who are not married at an age that has passed the general limit. The factors that cause the hikonka phenomenon in the drama Dokushin Kizoku are (1) the factor of not believing in love, (2) deciding not to marry, (3) not being able to commit, (4) being more comfortable living alone, (5) don't want to have children.

Keywords: Hikonka, social phenomena, sociology of literature

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Fenomena Hikonka Dalam Drama Dokushin Kizoku Karya Shimako Sato”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena, faktor-faktor penyebab dan dampak dari hikonka yang tercermin dalam drama Dokushin Kizoku karya Shimako Sato. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Pada penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra menurut Wellek dan Warren dan teori semiotika menurut Danesi. Berdasarkan hasil penelitian, fenomena hikonka yang tercermin dalam drama Dokushin Kizoku karya Shimako Sato digambarkan pada beberapa tokoh-tokoh di dramanya yang tidak menikah pada usia yang sudah melewati batas umumnya. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena hikonka dalam drama Dokushin Kizoku adalah (1) faktor tidak percaya dengan adanya cinta, (2) memutuskan untuk tidak menikah, (3) tidak mampu berkomitmen, (4) lebih merasa nyaman hidup sendiri, (5) tidak ingin memiliki anak.

Kata kunci: Hikonka, fenomena sosial, sosiologi sastra

  • 1.    Pendahuluan

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial dan dapat memberikan kebahagiaan pada individu. Pada masa sekarang, sedang marak kaum pria maupun wanita yang memutuskan untuk melajang, termasuk

menunda pernikahan bahkan memilih untuk tidak menikah. Melajang dinilai lebih nyaman dan merupakan keadaan yang menyenangkan untuk terus bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan pribadinya secara finansial. Pria dan wanita yang berusia dewasa serta memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan mengutamakan karier dibandingkan dengan membangun rumah tangga. Hal tersebut akhirnya berdampak pada gaya hidup yang lebih mandiri dan adanya kebebasan yang tidak dimiliki oleh rekan seusianya yang pada umumnya sudah menikah (Robinson dan Bessell,2002:75). Berkembangnya masyarakat suatu negara menjadi masyarakat modern tidak hanya membawa pengaruh positif, tapi juga berdampak pada masalah sosial yang disebabkan oleh perubahan-perubahan sistem sosial yang terjadi di dalam masyarakat.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa fenomena hikonka merupakan masalah sosial yang serius dan akan terus meningkat. Adapun parameter yang menjadi acuan terhadap fenomena hikonka adalah adanya faktor ekonomi, politik, dan individu. Ketiga hal tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap pandangan masyarakat. Fenomena hikonka ini secara tidak langsung dapat memicu penurunan angka kelahiran atau yang disebut dengan istilah shoushika. Berbagai fenomena sosial yang terjadi di Jepang dapat diaplikasikan menjadi sebuah tema dari karya sastra seperti film, drama, anime dan lainnya. Salah satu drama yang mencerminkan fenomena sosial hikonka yang terjadi di jepang adalah drama yang berjudul Dokushin Kizoku karya Shimako Sato. Pada drama tersebut adanya unsur-unsur fenomena hikonka yang tercermin dengan kuat di dalamnya, sehingga memunculkan berbagai faktor-faktor penyebab yang memunculkan berbagai dampak dari adanya fenomena hikonka

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu berupa gambar adegan dan kata-kata dialog yang terdapat pada drama Dokushin Kizoku karya Shimaki Sato. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah drama, maka metode dan teknik yang digunakan adalah metode simak dan teknik catat. Metode simak merupakan cara memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa baik secara lisan maupun secara tertulis. Selanjutnya, dilakukan teknik lanjutan, yaitu teknik catat untuk mengumpulkan data-data yang telah

disimak (Mahsun, 2005:92-95). Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode penyajian informal. Penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata yang biasa agar terkesan rinci dan terurai (Sudaryanto, 1993:57).

  • 2.2    Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Werren (1970) dan teori Semiotika oleh Danesi (2010). Data yang digunakan dalam penelitian berupa data dialog dan gambar potongan beberapa adegan dalam drama Dokushin Kizoku yang menunjukkan unsur-unsur yang berkaitan dengan fenomena hikonka.

  • 3.    Kajian Pustaka

Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian sebelumnya sebagai acuan dan referensi dalam meneliti. Berikut merupakan penjabaran beberapa penelitian yang digunakan. Pertama, Penelitian oleh Raymo, dkk (2021) dalam penelitiannya yang berjudul “Marriage Intentions, Desires, and Pathways to Later and Less Marriage in Japan” dengan menggunakan metode data survey yang berfokus membahas mengenai survey tentang keinginan untuk menikah dan tidak menikah pada responden yang merupakan masyarakat Jepang. Kedua, Penelitian oleh Minami (2019) yang berjudul “Hikonka no Shakai Mikon kara Hikon e” yang berfokus pada menganalisis fenomena hikonka pada masyarakat Jepang dianalisis secara empiris dengan menggunakan metode data survei. Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Retherford, dkk (2001) yang berjudul “Late Marriage and Less Marriage in Japan”. Penelitian Retherford, dkk berfokus pada menganalisis tentang tren pernikahan di Jepang yang berdampak buruk untuk populasi masyarakatnya. Penelitian Retherford, dkk dilakukan dengan metode survei untuk mencari penyebab dari tren pernikahan di Jepang baik pada laki-laki maupun perempuan.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Fenomena hikonka yang tercermin dalam drama Dokushin Kizoku karya Shimako Sato digambarkan pada tokoh bernama Hoshino Mamoru, Hoshino Susumu, dan Haruno Yuki yang lebih memilih tidak menikah pada usia yang sudah melewati batas umumnya.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena hikonka dalam drama Dokushin Kizoku adalah faktor tidak percaya dengan adanya cinta, memutuskan untuk tidak menikah, tidak mampu berkomitmen, lebih merasa nyaman hidup sendirian, dan tidak ingin memiliki anak. Berikut beberapa data yang memeperlihatkan faktor-faktor penyebab fenomena hikonka dalam drama Dokushin Kizoku.

  • 4.1    Tidak Percaya Terhadap Cinta

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan keberadaan orang lain. Seiring dengan hubungan sosial yang terjalin, secara cepat atau lambat akan menimbulkan hubungan yang lebih kompleks, yaitu potensi untuk menjalin hubungan percintaan. Setiap orang mempunyai pandangan dan anggapan yang berbeda tentang hubungan cinta tersebut, ada yang menganggap hubungan cinta itu dilakukan hanya untuk bersenang-senang dan semata-mata untuk memberikan kepuasan sendiri, tetapi ada juga orang yang menganggap hubungan cinta adalah sesuatu yang indah didapat kasih sayang dan perhatian dari lawan jenis (Puspa, 2018:22). Menurut Gillies, menjalin suatu hubungan, akan banyak menyita fokus perhatian dan waktu karena manusia mempercayai hal tersebut membawanya menuju kebahagiaan (dalam Putri, 2010:1). Dalam drama Dokushin Kizoku, tokoh-tokohnya tidak memfokuskan diri pada suatu hubungan cinta dan bahkan tidak mempercayai adanya cinta dalam tujuannya membawa kebahagiaan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya keputusan untuk tidak menikah dan tidak mampu untuk berkomitmen dalam jangka waktu yang lama, seperti yang ditunjukkan oleh data berikut.

  • (1)    守  : 運命的な恋だとか、身を焦がすような恋だとか、自分を

失うほどの恋をした相手と結婚したところでうまく行く

保証なんか無いし、実際そう言う恋をしている時は40 度の熱がある状態と同じなんだから。

(独身貴族、第六話、27:20)

Mamoru : Unmei tekina koida toka, mi wo kogasu youna koida toka, jibun wo ushinau hodo no koi o shita aite to kekkon shita tokoro de umaku iku hoshou nanka naishi, jissai sou iu koi o shite iru toki wa 40do no netsu ga aru joutai to onajina nandakara.

(Dokushin Kizoku, Episode 6, 27:20)

Mamoru : Tidak ada jaminan akan berhasil jika menikahi seseorang yang memiliki cinta yang ditakdirkan, cinta yang membara, atau cinta yang sampai kehilangan diri sendiri, karena itu sama saja seperti seseorang yang

sedang mengalami demam tinggi.

Pada data (1) terlihat ungkapan dari Mamoru yang menjelaskan kepada adik kandungnya bahwa seseorang pernikahan tidak sepenuhnya menjamin bahagia dan hidup lancar selamanya. Memang sebetulnya orang yang telah menikah cenderung akan lebih bahagia daripada orang yang tidak menikah (Myers dalam Papalia, 2009). Bukan berarti hal tersebut menjamin kebahagiaan atas hidup yang dijalani oleh yang bersangkutan karena tidak ada yang pernah mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Dalam drama Dokushin Kizoku, Mamoru secara terang-terangan menegaskan bahwa ia tidak percaya terhadap cinta, apalagi pasangan dan komitmen, seperti yang ditunjukkan oleh data (1). Kepercayaan merupakan suatu keadaan ketika seseorang menerima pengaruh dari orang lain dan mempercayai bahwa orang tersebut akan memberikan keuntungan untuk dirinya sendiri. Dalam kenyataannya, beberapa keadaan dan situasi dalam hidup sangat mempengaruhi kepercayaan, namun belum tentu situasi yang bahagia akan meningkatkan kepercayaan dan sebaliknya (Batoebara, 2018:5). Hal tersebut sesuai dengan pandangan Mamoru terhadap pernikahan dan tidak adanya kepercayaan terhadap komitmen, meskipun berkali-kali dipengaruhi oleh orang lain.

  • 4.1.1    Memutuskan untuk Tidak Menikah

Pada zaman sekarang pernikahan bukanlah suatu keharusan. Adanya penilaian bahwa titik kebahagian dalam hidup akan dirasakan ketika sudah menikah, namun faktanya pernikahan tidak selalu berujung kebahagiaan karena terdapat banyak faktor yang membuat suatu rumah tangga tidak harmonis, seperti perkelahian yang disebabkan oleh ego pasangan, perbedaan pendapat dalam mengambil suatu keputusan dan tidak matangnya kesiapan untuk menikah. Dalam drama Dokushin Kizoku tokoh-tokohnya memilih tidak menikah dikarenakan adanya kenyamanan untuk hidup sendiri, tidak ingin dibebani dengan masalah rumah tangga serta sebagai seorang perempuan merasa akan menjadi budak ketika sudah menikah. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data-data berikut.

  • (2)    ^ : ^Hm≡9^^^⅛≥⅛^W¾½⅛^

⅛τ,^⅛⅛{cTS^Wτsi⅜v^o≡^^⅛ ^m Tδ⅛^τ≡(c{iWτ*b^^⅛^o^½≡ Mi^ ^M≡⅛v^τ^o

(独身貴族, 第一話, 05:04)

Mamoru : Dakara boku wa omou ndesu, josei to wa okuritodokeru ikimonodeatte, seikatsu o tomoni suru ikimonode wa nai to. Dare ka to seikatsu o tomoni suru nante boku ni wa kugyoude shika arimasen. Dakara boku ni wa kekkon wa hitsuyo nai ndesu.

(Dokushin Kizoku, Episode 1, 05:04)

Mamoru : Itu sebabnya menurut saya wanita adalah makhluk yang diantarkan pulang ke rumahnya, bukan makhluk yang tinggal di rumah saya. Hidup dengan seseorang membuat rasa yang tidak nyaman bagi saya. Itu sebabnya saya tidak ingin menikah.

Pada data (2) merupakan ungkapan dari Mamoru yang sedang berbicara dengan seseorang tentang suatu pernikahan. Selama Mamoru berpacaran ia tidak pernah mengajak pasangannya ke rumah, hanya berkencan pergi makan dan membayar biaya taxi untuk pasangannya agar pulang kerumahnya. Tanpa sadar, Mamoru sudah memberikan stereotip yang buruk kepada lawan jenisnya, ia menganggap kehadiran perempuan akan menyusahkannya. Menurut Johnson & Johnson adanya stereotipe akan memberikan pengaruh kepada apa yang sedang dirasakan oleh seseorang dan memberikan gambaran yang berlebihan dan penyamarataan terhadap semua kelompok tertentu, sehingga kelompok tersebut akan selalu dikambinghitamkan (dalam Saguni, 2014: 203). Hidup sendiri terkadang menjadi salah satu kebahagiaan bagi sebagian orang karena hidup sendiri dan bekerja untuk diri sendiri dianggap sebagai solusi untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan.

(3)

®t?

: ⅛⅛^⅛^⅛^' ¾⅛⅛^⅛O?

^

: ⅛⅛^tf⅛⅛^^f2^O≡⅛⅛ττ⅛5(c

⅛^τ^⅛^∖MO≡^¾M⅛^⅛⅛^⅛

⅛!

(%^⅝, ≡ι^, 17:19)

Akiko

Mamoru

: anata, nani ka fuman de mo o ari na no?

: Akiko obasan, obasan no kao o tatete au ni atteimasu ga, watashi wa kekkonsuru ki arimasen kara ne!

(Dokushin Kizoku, Episode 1, 17:19)

Akiko

Mamoru

: Apakah kamu memiliki keluhan?

: Nenek, saya rela bertemu dengan perempuan itu karena nenek menyuruhnya. Tetapi saya sama sekali tidak ingin untuk menikah!

Data (3) merupakan percakapan antara Akiko dan Mamoru di sebuah tempat makan. Mamoru mengatakan bahwa ia tidak ingin untuk menikah, tetapi ia terpaksa datang ke acara perjodohan karena neneknya sendiri, yaitu Akiko. Ia juga mengatakan bahwa pria yang berusia sekitar 30 tahun, 45% nya memilih untuk tidak menikah, dengan alasan karena kebanyakan dari mereka senang hidup sendiri dan tidak ingin ikut campur urusan orang lain kecuali dalam ranah pekerjaan. Mamoru merasa setuju dengan alasan tersebut dan memilih untuk tidak menikah. Mamoru juga mengatakan bahwa daripada menikah, lebih baik melakukan seppuku atau harakiri. Hal ini menegaskan bahwa Mamoru benar-benar tidak ada niatan untuk menikah dan menganggap pernikahan merupakan pilihan yang salah dan menyulitkan hidupnya.

  • (4)    男 :結婚生活の空いた時間にやる分なら、僕は反対なんて しないよ。でも、まずは家族の生活が第一だろう。結婚 したら家事にも追われるし、子供がで きたら子育ても 大変になるだろうし。

ゆき : ごめんなさい。こんな形の結婚しかないなら、私、私、 一生独 身でもかまいません。

(独身貴族, 第二話, 04:17)

Otoko : Kekkon seikatsu no aita jikan ni yaru bunnara, boku wa hantai nante shinai yo. Demo, mazuwa kazoku no seikatsu ga daiichidarou. Kekkon shitara kaji ni mo owa rerushi, kodomo ga dekitara kosodate mo taihen ni narudaroushi.

Yuki : Gomennasai. Konna katachi no kekkon shika nainara, watashi, watashi, Isshou dokushin demo kamaimasen.

(Dokushin Kizoku, Episode 2, 04:17)

Pria      : Saya tidak akan keberatan untuk mendukung mimipi mu dengan

apa yang saya lakukan di waktu luang saya. Tetapi kehidupan berkeluarga akan selalu menjadi yang pertama. Jika kita menikah, kamu akan sibuk dengan pekerjaan rumah, dan jika kita sudah memiliki anak, akan sulit untuk membesarkan anak.

Yuki      : maafkan. Jika pernikahan yang kamu inginkan seperti itu, saya,

saya, tidak masalah untuk tidak menikah seumur hidup.

Data (4) merupakan percakapan antara seorang pria dengan Haruno Yuki. Dapat diketahui bahwa pria tersebut mengajak Yuki untuk menikah dengannya, namun Yuki menolak karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasinya. Yuki merasa bahwa jika ia menikah dengan seorang pria tersebut, dirinya akan menjadi seperti

pembantu dibandingkan dengan menjadi seorang istri. Menurut Sasagawa, adanya tekanan dalam masyarakat berupa motherhood membuat perempuan ditempatkan pada kelas bawah dan dianggap sebagai gender kedua secara turun temurun. Kehidupan perempuan Jepang dianggap hanya berkisar pengabdian kepada laki-laki, yaitu ayah, suami dan anak (dalam Widarahesty, 2018:64).

  • (5)   ^ ^⅛Wi≡f½⅛-⅛^WoM⅛τ'½¾^9Λ⅛

^^^H^.≡^ioτ^H½^^^¾δc^⅛^u ⅛^^0 φ⅜ : ^9V^Σ^'⅛?

^ ^≡o≡⅛⅛T^τ±ΛMl^τWc^'io^Mc

§#om£&&S#Wi&v\^t^#oA£ ⅛ ⅛^τ^τ^⅜v>Λ^*H^Bfc^o (W», M≡^, 32:17)

Mamoru : Sekende wa kekkon seikatsu koso ga shiawase no kihondearu to iu hito wa ooikeredo, boku ni totte sore wa dorei ni naru koto to onajina nda.

Yuki       : Dou iu kotodesu ka.

Mamoru : Dorei no unmei wa subete shujin ga nigitte ita nda yo. Karera ni jibun no unmei o kimeru kenri wanai, tsumari jibun no jinsei o jibun de sentaku dekinai ningen, sore ga doreina nda.

(Dokushin Kizoku, Episode 3, 32:17)

Mamoru : Banyak orang di dunia mengatakan bahwa pernikahan adalah dasar dari kebahagiaan, tapi bagi saya itu sama saja dengan menjadi budak.

Yuki      : Maksudnya?

Mamoru     : Nasib para budak sepenuhnya ada di tangan tuannya.

Mereka tidak berhak menentukan nasibnya sendiri, dengan kata lain berarti manusia yang tidak dapat memilih hidupnya sendiri selain menjadi budak.

Data (5) merupakan dialog antara Mamoru dan Yuki di sebuah cafe. Dapat diketahui bahwa Mamoru menjelaskan bahwa menurutnya pernikahan hanya membuat seseorang menjadi budak saja. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Mamoru mengatakan bahwa titik kebahagiaan seseorang tidak hanya datang saat sudah menikah. Mamoru juga mengatakan bahwa ia ingin bahagia dan tidak ingin merugikan diri sendiri

maupun orang lain. Hal ini berkaitan dengan menurunnya tingkat pernikahan di Jepang disebabkan oleh adanya faktor perubahan sikap, biaya dan keperluan anak yang sangat tinggi, pola pikir lebih nyaman hidup melajang, serta pertimbangan sulitnya mengatur keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Selain itu, adanya pandangan bahwa menikah merupakan sebuah pilihan dan bukan menjadi kewajiban dalam bagian hidup membuat banyak masyarakat Jepang menolak untuk menikah (Raymo, dkk. 2021: 69-70).

  • 4.1.2 Tidak Mampu Berkomitmen

Dalam suatu hubungan atau relasi apapun, adanya komitmen sangat penting karena menentukan hubungan akan berjalan baik atau tidak. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:743), komitmen dapat diartikan sebagai sebuah perjanjian untuk melakukan sesuatu atau dapat juga disebut dengan kontrak. Maka, berdasarkan hal tersebut komitmen tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Dalam drama Dokushin Kizoku, para tokohnya tidak dapat melakukan komitmen tersebut. Adanya ketakutan dalam melakukan perjanjian seumur hidup, yaitu menikah dengan satu orang dianggap hal yang sulit dan membutuhkan banyak perjuangan, seperti yang ditunjukkan oleh data berikut.

  • (6)  進   :あのさ、やっぱり俺ユキちゃんと合わないと思

うんだよね。ほら俺クリエーター生粋じゃない しさ。それにさ、俺ユキちゃん一人じゃ物足り ないていうか、もっと別の女と付き合いたいん だよね…

(独身貴族、第十話、13:01)

Susumu : Ano sa, yappari ore yukichan to awanai to omounda yo ne. Hora ore kurieetaa kissui janaishi sa. Soreni sa, ore yukichan hitori ja monotarinaite iu ka, motto betsu no onna to tsukiaitainda yo ne…

(Dokushin Kizoku, Episode 10, 13:01)

Susumu : Yuki chan, menurut saya seperti nya kita itu tidak cocok. Kamu tahu kan, saya bukan seorang kreator yang baik. Lagi pula, saya tidak puas dengan Yuki chan sendirian saja, saya juga ingin berkencan dengan wanita lain...

Data (6) merupakan percakapan antara Susumu dengan Yuki. Dalam percakapan tersebut Susumu mengatakan kepada Yuki bahwa ia ingin mengakhiri hubungannya dengan Yuki karena Susumu menyadari tidak ada kecocokan antara dirinya dengan Yuki dan akan berdampak pada karirnya Yuki. Susumu juga mengatakan kepada Yuki bahwa ia sangat tidak puas jika berkencan dengan hanya satu perempuan saja. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Susumu merupakan orang yang tidak setia dengan satu pasangan. Maka, dapat dikatakan bahwa Susumu sebenarnya lebih nyaman hidup sendiri dan bebas tanpa terikat oleh satu komitmen yang pasti, sehingga ia bisa berkencan dengan banyak perempuan tanpa menyakiti seorang individu, seperti pasangannya.

  • (7)      :本当に理解しあえるなんてあり得ない。

ユキ:でも結婚なんてもともと不完全なもので完璧な状 態なんてないんじゃないんですか?理解も同じで す、完全に理解しあえる人間なんていませんよ。

:その通り、だから僕は嫌なんだ。

ユキ:恋も知らないでよくプロデューサーなんてやって いられますよね。

(独身貴族, 第四話, 14:29) Mamoru : Hontouni rikai shiaeru nante arienai.

Yuki     : Demo kekkon nante motomoto fukanzenna monode

kanpekina joutai nante nain janaindesuka? Rikai mo onajidesu, kanzen ni rikai shi aeru ningen nante imasen yo.

Mamoru : Sonotouri,dakara boku wa iyananda.

Yuki     : Koi mo shiranaide yoku purodhusaa nante yatte

iraremasu yo ne.

(Dokushin Kizoku, Episode 4, 14:29)

Mamoru : Tidak mungkin semua orang bisa memahami satu sama lain.

Yuki        : Tapi pernikahan itu tidak yang sempurna. Seperti

memahami orang lain, tidak ada yang bisa sepenuhnya memahami satu sama lain.

Mamoru    : Itu benar, itu sebabnya saya tidak menyukainya.

Yuki       : Bisa bisanya anda bisa menjadi produser tanpa mengenal

cinta ya.

Data (7) merupakan percakapan antara Mamoru dengan Yuki. Pada percakapan tersebut Mamoru mengatakan bahwa ia tidak percaya didunia ini semua orang bisa saling memahami satu sama yang lain. Pernikahan juga tidak ada yang sempurna dan bisa memisahkan hubungannya. Hal tersebut yang membuat Mamoru semakin tidak menyukai

dan tertarik dengan pernikahan. Pada dasarnya menikah, berkeluarga, dan memiliki anak-anak merupakan pilihan hidup setiap orang. Menurut Eriany, pernikahan sudah tidak dianggap sebagai sebuah gaya hidup yang mutlak dan cocok untuk semua orang. Atas dasar tersebut, banyak orang yang menunda bahkan memilih tidak menikah dan hanya menjalani hidup dengan pasangan tanpa ikatan pernikahan (dalam Wulandari, 2015: 68).

Pria Jepang khawatir terhadap kemampuannya dalam membahagiakan pasangan. Kehidupan rumah tangga tentunya tidak selalu berjalan mulus, tentu ada perdebatan dan kebutuhan pasangan yang harus dipenuhi (Susanti, 2014:11). Berdasarkan hal tersebut, sikap yang ditunjukkan oleh Mamoru dalam memberikan pendapat tentang pernikahan dan komitmen sesuai dengan penjelasan tersebut. Mamoru menganggap komitmen sebagai hal yang rumit karena belum tentu satu sama lain akan dapat saling memahami, meskipun hidup berkomitmen khususnya pernikahan bukanlah hal yang selalu sempurna, namun akan sangat melelahkan jika dilewati dengan perdebatan ketika tidak adanya sikap saling memahami maksud satu sama lainnya.

  • 4.2 Merasa Lebih Nyaman Hidup Sendiri

Dalam menjalani fase kehidupan, ada saatnya seseorang akan hidup bersama dengan seseorang yang dicintai atau pasangannya, namun tak jarang juga beberapa orang lebih memilih untuk hidup sendiri. Terdapat banyak fase kehidupan yang dijalani, seperti fase yang memang dapat dinikmati secara sendirian karena tidak bisa dilalui dengan orang lain atau orang yang tidak tepat. Kemudian, ada juga fase hidup yang memang hanya dapat dinikmati bersama pasangan agar tidak merasakan rasa kesepian dalam menjalanai kehidupan, namun pada dasarnya rasa kesepian tidak akan selalu terjadi disaat kita sedang sendiri.

Dalam beberapa taraf tertentu, memutuskan untuk hidup sendiri merupakan bagian umum dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan, dalam buku yang ditulis oleh Klinenberg, hidup sendiri digambarkan sebagai hal yang sangat positif. Berkaitan pula dengan privasi, hidup sendiri mampu menonjolkan sikap kemandirian dan kebebasan daripada orang yang sudah menikah atau berumah tangga (Raymo, 2015:1276-1277). Banyak orang yang memilih untuk hidup sendiri dan belum menentukan siapa yang akan menjadi pasangannya. Memiliki pasangan tidak selalu dijadikan sebagai sebuah acuan kebahagiaan manusia, dalam drama Dokushin Kizoku terdapat tokoh Mamoru yang

menjelaskan bahwa ia tidak ingin hidup bersama orang lain dan lebih memilih untuk hidup sendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan data berikut.

  • (8)   ユキ : 社長はそんな事言っているから結婚出来ないんですよ。

守  : ああ、一生結婚しないでいいことを願うね。もし

かりに 書類上結婚したとしても、一緒に暮らすの は不可能だ。そうなった場合、向かいや隣の部屋 に住んで欲しいし、できれば別のマンションに願 いたい。僕は誰かが僕のパーソナルスペースをお かすのは絶対に頼られない。

(独身貴族、第三話、31:07)

Yuki      : Shachou wa sonna koto itte irukara kekkon dekinaindesu

yo.

Mamoru : Aa, isshou kekkon shinaide īi koto o negau ne. Moshi karini shoruijou kekkon shita to shite mo, issho ni kurasu no wa fukanouda. Sou natta baai, mukai ya tonari no heya ni sunde hoshīishi, dekireba betsu no manshon ni negaitai. Boku wa darekaga boku no paasonarusupeesu o okasu no wa zettai ni tayora renai.

(Dokushin Kizoku, Epsiode 3, 31:07)

Yuki        : Karena anda mengatakan seperti itu, jadi anda tidak akan

bisa menikah.

Mamoru : Oh, saya harap tidak menikah selama sisa hidup ini. Bahkan jika saya menikah di atas kertas, tidak mungkin saya memilih untuk hidup dengan bersamanya. Apabila hal seperti itu terjadi, saya ingin pasangan saya tinggal di kamar seberang atau kamar sebelah, dan jika memungkinkan, saya akan meminta untuk tinggal di apartemen lain. Saya tidak pernah bisa mengandalkan siapa pun untuk meninggalkan ruang pribadi saya.

Data (8) merupakan dialog antara Mamoru dan Yuki yang membahas mengenai pernikahan. Mamoru mengatakan bahwa ia sangat berharap untuk tidak menikah seumur hidup, walaupun jika dengan kemungkinan kecil Mamoru menikah, ia tidak ingin hidup bersama dengan pasangannya. Mamoru ingin pasangannya tinggal di kamar yang berbeda dan tinggal di apartemen lain. Karena Mamoru tidak ingin personal space atau ruang pribadinya diganggu oleh orang lain, bahkan dengan pasangannya sekalipun.

Berdasarkan percakapan tersebut dapat diketahui bahwa Mamoru tidak ingin berhubungan atau terikat oleh orang lain.

  • (9)  進  :兄貴はただ臆病なだけだよ。傷つくのが怖いだ

けなんだ。独身がいいだの、パーソナルスペー スがどうなって色々理屈をこねているけど、そ れってさただ自分が傷つくのが怖いだけで自分 の周りに壁を作って閉じ込めっているだけだろ

う!

守  :何の分からない事を言ってんだ?俺は子供のこ

ろから一人が好きなんだ、パートナーなんてい らないんだよ!俺にはな誰も必要ないんだ。

(独身貴族、第十話、24:53)

Suzumu     : Aniki wa tada okubyouna dakeda yo. Kizutsuku no ga

Kowai dakenanda. Dokushin ga ii dano, paasonarusupeesu ga dou natte iroiro rikutsu o konete irukedo, sorettesa tada jibun ga kizutsuku no ga kowai dake de jibun no mawari ni kabe o tsukutte tojikomette iru dakedarou!

Mamoru    : Nani no wakaranai koto wo ittenda? Ore wa kodomo no koro

kara hitori ga sukinanda, paatonaa nante iranainda yo Oreniwana dare mo hitsuyou nainda.

(Dokushin Kizoku, Episode 10, 24:53)

Susumu    : Anda hanya penakut yang takut akan terluka. Anda suka menjadi

lajang, dan tidak suka diganggu ruang pribadinya, tetapi itu hanya anda yang takut terluka. Anda itu seperti membangun tembok di sekitar dirinya dan menjebaknya!

Mamoru : Apa yang kamu katakan ? Saya sudah terbiasa dengan sendirian

sejak kecil. saya tidak butuh pasangan! Saya tidak membutuhkan siapa pun.

Pada data (9) merupakan dialog antara Mamoru dan Susumu. Dalam percakapan tersebut dapat diketahui bahwa adanya perdebatan antara Mamoru dan Susumu sebagai saudara kandung. Perdebatan tersebut terjadi karena Susumu sebagai adik dari Mamoru mulai kesal melihat pilihan hidup dari kakaknya yang tidak ingin memiliki pasangan. Hal tersebut menyebabkan Susumu berani untuk berbicara dengan nada yang keras kepada kakaknya, namun Mamoru tetap pada pendiriannya, yaitu memutuskan untuk tidak memiliki pasangan dan sudah nyaman dengan kehidupan yang sedang ia jalani.

Perjalanan setiap individu tentunya berbeda-beda. Individu yang mampu memutuskan untuk memilih pasangan dan melanjutkan ke jenjang pernikahan dianggap sebagai individu yang mampu melewati masa krisisnya, namun apabila ditengah jalan pernikahan tersebut gagal maka besar kemungkinan seseorang akan merasa dikucilkan dan memunculkan krisis lagi dalam hidupnya (Jayanti & Masykur, 2015: 251). Hal ini berkaitan dengan data (9) saat Mamoru berdebat dengan Susumu. Sebagai seorang individu, Mamoru diliputi banyak kegelisahan dan ketakutan untuk hidup bersama orang lain, yaitu pasangan. Hal tersebut semakin dipertegas ketika Susumu mengatakan bahwa kakaknya hanya pemalu dan memaksa membangun pertahan diri terhadap keputusannya untuk tidak menikah. Secara tidak langsung, Mamoru sedang mengalami krisis sosial yang mengakibatkan keputusan-keputusan tersebut terjadi, sehingga ia lebih memilih untuk hidup sendiri dan berada di zona nyaman tersebut dalam jangka waktu yang lama tanpa pernah mau mencoba untuk meluaskan rasa nyamannya dan melawan krisis yang sedang ia alami.

  • (10)  ^⅛     ^±≡,⅛≡⅛⅛^τ±WΛτ'To

^     :#^^δ^^^⅛≡o^⅛^h^^τ,^¾⅛

≡⅛WO^'⅛⅛<⅛^<L⅛9^^o-n ^±^⅛≡⅞⅜t⅛^<⅛^⅛⅛^≡i So∑≥⅛T^<^H<>-A^^^⅛⅛<^ ⅜^^A^^o

(⅛¾^ ^÷-≡. 30:03)

Yuki        :Shachou, shachou wa watashi ni totte taisetsunahitodesu.

Mamoru     : Kimi to iru to itsumo boku no kokoro wa zawatsuite,

nani mo reiseina handan ga dekinaku natte shimau ndesu. Kore ijou konna kimochi ni naritaku arimasen.

Boku wa kimi no koto wo subete wasurete, hitori shizuka ni ikite ikitaindesu.

(Dokushin Kizoku, Episode 11, 30:03)

Yuki        : Pak presiden, pak presiden adalah orang yang penting

bagi kehidupan saya.

Mamoru : Setiap kali saya bersamamu, hati saya tidak tenang dan setiap kali nya saya tidak bisa mengambil keputusan yang baik. Saya tidak ingin merasa seperti ini lagi. Saya ingin melupakan segalanya tentangmu dan hidup sendirian dengan tenang.

Pada data (10) dapat diketahui bahwa Yuki mengungkapkan isi hatinya kepada Mamoru. Yuki menyampaikan bahwa Mamoru adalah sosok yang penting dalam hidupnya. Perasaan istimewa yang lebih dari rekan kerja kepada Mamoru mulai tumbuh sejak mereka mengerjakaan perbaikan naskah film yang diberikan oleh Mamoru, namun perasaan Yuki tidak berbalas karena Mamoru hanya menganggapnya rekan kerja. Menurut Robinson dan Judge, pengambilan berbagai macam keputusan disebabkan karena adanya permasalahan yang tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan, sehingga membutuhkan beragam pertimbangan untuk melakukan tindakan alternatif (dalam Jayanti & Masykur, 2015:51).

Pada data (10), Mamoru secara tersirat mengakui keberadaan dan pengaruh dari Yuki di dalam hidupnya, namun keputusan Mamoru untuk tidak menikah bertolak belakang dengan pengakuan Yuki terhadap perasaannya. Hal tersebut membuat Mamoru menganggap pengakuan Yuki sebagai sebuah permasalahan, sehingga pertimbangan yang diambil oleh Mamoru berupa tindakan alternatif agar pilihan hidupnya tetap berjalan dan Yuki tetap dapat melanjutkan hidup tanpa mengharapkannya, yaitu dengan menolak pernyataan dari Yuki.

  • (11)    ユキ    :このまま放棄を続けていても、いい方向に行くとは

思え ないんです。ちょっと一人で考えたいんです。 いいですか?今日は。

進     :うん...そうだね。分かった。

(独身貴族、第七話、27:04)

Yuki

: Kono mama houki wo tsuzukete ite mo, Ii houkou ni iku to wa omoenain desu. Chotto hitori de kangaetain desu. Iidesu ka? Kyou wa.

Suzumu

: Un... Souda ne. Wakatta.

(Dokushin Kizoku, Episode 7, 27:04)

Yuki

: Saya rasa ini tidak akan bergerak ke arah yang baik jika dibiarkan seperti ini. Saya hanya ingin berpikir sendiri. Apakah tidak apa-apa untuk hari ini ?

Susumu

: Baiklah.

Data (11) merupakan dialog antara Yuki dan Susumu mengenai naskah film yang dibuat oleh Yuki. Pada percakapan tersebut Yuki menegaskan kepada Susumu bahwa ia ingin sendiri agar lebih dapat fokus pada pengerjaan naskah film tersebut. Ia hanya ingin naskah filmnya selesai dengan tepat waktu dan hasil pekerjaannya dapat diterima oleh

rekan perusahaannya yang sedang melakukan kerja sama. Hal ini berkaitan dengan banyaknya perempuan modern yang menganggap pekerjaan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan karena adanya keinginan untuk mencapai jenjang karir tertentu, bahkan melebihi keinginan untuk menikah.

Perempuan yang sibuk bekerja menganggap pilihan hidupnya sangat menarik, bebas dan dapat berekspresi secara luas. Hal tersebut mereka anggap tidak akan didapatkan setelah menjalin hubungan serius ataupun menikah (Mahfuzhatillah, 2018:6). Hal tersebut berkaitan dengan keputusan Yuki untuk memilih fokus dengan pekerjaannya dan proses pembuatan naskah film dibandingkan melanjutkan hubungannya dengan Susumu. Yuki menganggap tidak ada hal yang membuatnya tergerak untuk melangkah dari kenyamanan pilihan hidup sendiri yang sudah ia putuskan.

  • 4.3 Tidak Ingin Memiliki Anak

Dalam sebuah pernikahan, selain untuk membangun rumah tangga dan hidup bersama pasangan, kehadiran anak juga sering dianggap tolok ukur dari kebahagiaan dan kestabilan sebuah keluarga. Anak dianggap cerminan dari kualitas pasangan. Maka, berdasarkan hal tersebut memiliki anak bukanlah hal yang mudah karena merupakan pekerjaan dan tanggung jawab seumur hidup. Adanya alasan tersebut, tidak sedikit pasangan yang memilih menunda mempunyai anak. Tidak hanya pasangan, beberapa orang yang belum menikah juga memilih menunda pernikahan bahkan tidak menikah karena ketidaksiapan dalam memiliki dan mengurus anak. Seperti halnya dalam drama Dokushin Kizoku, faktor ketidaksiapan untuk memiliki anak merupakan salah satu penyebab terjadinya fenomena hikonka, yang ditunjukkan oleh data berikut.

Gambar 1

Mamoru yang sedang berimajinasi diganggu oleh anak-anak

Sumber: Dokushin Kizoku, Episode 3, 2013,12:35

Gambar (1) menujukkan imajinasi dari Mamoru yang sedang membayangkan dirinya sebagai laki-laki yang sudah menikah dan punya anak. Mamoru terlihat tertekan dan tidak nyaman karena tidak mempunyai waktu bebas dirumah, anak-anak menyita banyak waktunya bahkan sekedar menjalankan hobi. Dalam imajinasinya Mamoru sedang mengelap sepatu kulit miliknya namun diganggu oleh anak-anak yang membuat Mamoru merasa kesal. Hal tersebut didukung oleh data (12) berikut.

  • (12)       守    :やめろー!!

(独身貴族, 第三話, 12:35)

Mamoru : Yamero !!

(Dokushin Kizoku, Episode 3, 12:35)

Mamoru : Hentikan !!

Data (12) menujukkan Mamoru yang berteriak kepada anak-anak dalam imajinasinya. Mamoru sebagai pria yang sudah lama melajang dan belum siap untuk menikah apalagi memiliki anak-anak. Pria single Jepang kebanyakan memandang pernikahan sebagai sesuatu yang baik dan suci. Mereka menikah dengan tujuan hidup bersama selamanya dan saling berbagi dengan orang yang dicintai. Tachibanaki menyebutkan bahwa tujuan terbesar masyarakat Jepang untuk menikah adalah untuk mendapatkan dukungan emosi dalam menjalani kehidupan (dalam Susanti, 2014:9). Selain itu, beberapa pria Jepang merasa khawatir dengan pembagian tugas setelah menikah, terlepas dari masalah keuangan keluarga. Kebebasan dalam menggunakan waktu juga menjadi kekhawatiran pria Jepang.

Mereka dituntut bekerja keras demi keluarga setelah menikah karena citra pekerja keras dalam mencari nafkah sangat melekat pada pria. Kestabilan dalam sebuah rumah tangga seolah menjadi tanggung jawab pria (Susanti, 2014:10-11). Hal ini sangat berkaitan dengan sikap Mamoru yang ditunjukkan okeh gambar (1) dan data (12). Mamoru membayangkan beratnya hidup berumah tangga apalagi sampai memiliki anak. Ia tidak mempunyai kebebasan dalam menggunakan waktunya dan dituntut selalu ada untuk keluarga sebagai citra kepala keluarga yang baik dan bertanggung jawab.

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan dijelakan pada bab empat dan lima mengenai faktor-faktor penyebab dan dampak dari fenomena hikonka dalam drama Dokushin Kizoku karya Shimako Sato, maka diperloh simpulan sebagai berikut.

Fenomena hikonka yang tercermin dalam drama Dokushin Kizoku karya Shimako Sato digambarkan pada beberapa tokoh-tokoh di dramanya yang tidak menikah pada usia yang sudah melewati batas umumnya. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena hikonka dalam drama Dokushin Kizoku adalah (1) faktor tidak percaya dengan adanya cinta, tokoh-tokoh dalam dramanya tidak memfokuskan diri pada suatu hubungan cinta dan bahkan tidak begitu mempercayai dengan adanya cinta akan membawa kebahagiaan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya keputusan untuk tidak menikah dan tidak mampu untuk berkomitmen dalam jangka waktu yang lama. (2) memutuskan untuk tidak menikah, tokoh-tokohnya memilih tidak menikah dikarenakan adanya kenyamanan untuk hidup sendiri, tidak ingin dibebani dengan masalah rumah tangga serta sebagai seorang perempuan merasa akan menjadi budak ketika sudah menikah. (3) tidak mampu berkomitmen, para tokoh-tokohnya tidak dapat melakukan komitmen karena adanya ketakutan dalam melakukan perjanjian seumur hidup. (4) lebih merasa nyaman dengan hidup sendirian, karena dengan memiliki pasangan tidak selalu dijadikan sebagai sebuah acuan kebahagiaan manusia dan lebih bebas ketika hidup dengan sendirian. Faktor yang terakhir adalah (5) tidak ingin memiliki anak, ketidaksiapan untuk memiliki anak merupakan salah satu penyebab terjadinya fenomena hikonka karena memiliki anak bukanlah hal yang mudah dan menjadi tanggung jawab seumur hidup.

  • 6.    Daftar Pustaka

Batoebara, M.U. (2018). ‘Membangun Kepercayaan Pasangan dengan Melalui Komunikasi Interpersonal.” Jurnal Warta. 57(1), hlm.5.

Danesi, M (2010). The Semiotics of Emoji: The Rise of Visual Language in the Age of the Internet . Bloomsbury Publishing

Jayanti, R.Z & Masykur, A.M. (2015). ‘Pengambilan Keputusan Belum Menikah pada Dewasa Awal. Jurnal Empati.’ 4(4), hlm. 250-254.

Mahfuzhatillah, K. F. (2018). ‘Studi Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Menunda Menikah Pada Wanita Dewasa Awal.’ Jurnal Ittihad, 11(1), hlm. 1-9.

Minami. (2019). Hikonka no Shakai Mikon kara Hikon e: Meiji University.

Nakano, Lynne, and Wagatsuma, Moeko. (2004). Japan’s Changing Generation: Mothers and Their Unmarried Doughters An Intimate Look At Generational Change. London, RoutldgeCurzon.

Puspa, Yulita. (2018). ‘Hipnoterapi Teknik Part Therapy Untuk Menangani Siswa Kecewa Akibat Putus Hubungan Cinta Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan.’ Jurnal PINUS. Vol 4.

Raymo, J.M. (2015). Living Alone in Japan. Demographic Research. 32(46), hlm. 12671298.

Raymo, dkk. (2021). ‘Marriage Intentions, Desires, and Pathways to Later and Less Marriage in Japan.’ Demographic Research, 44(3), hlm. 69-70.

Robinson, K. dan Bessell, S. (2002) Women in Indonesia: Gender, equity, and development. Pasir Panjang: Institute of South East Asian Studies.

Saguni, F. (2014). Pemberian Stereotipe Gender. Jurnal Musawa. 6(2), hlm. 203.

Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Susanti, N.I. (2014). Pernikahan Dilihat Dari Sudut Pandang Enam Pria Single Jepang di Jakarta. Jurnal Japanology. 2(1), hlm. 8-15.

Tachibanaki, T. (2010). The new paradox for Japanese women: Greater choice, greater inequality. Japan: International House of Japan.

Werren, A & Wellek, R. (1970). Theory of Literature. England : Penguin Books

Widarahesty, Y. (2018). ‘Fathering Japan: Diskursus Alternatif dalam Hegemoni Ketidaksetaraan Gender di Jepang.’ Jurnal Kajian Wilayah, 9(1), hlm. 63-64.

Wiyatmi. 2013. Teori dan Kajian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

52