SAKURA VOL. 4. No. 2, Agustus 2022

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2022.v04.i02.p08

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623-0151

Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Video Blogger Suki Suka Japan

Putu Wiwin Cahyanti1*, Ni Made Andry Anita Dewi2

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]], 2[[email protected]]

Denpasar, Bali, Indonesia

Abstrak

Penelitian ini berjudul “alih kode dan campur kode dalam video blogger Suki Suka Japan”. Tujuan dilakukan penelitian ini imtuk merepresentasikan faktor yang menyebabkan dan jenis dari proses terjadinya alih kode dan campur kode pada video blogger Suki Suka Japan. Penelitian ini menggunakan tiga teori yakni teori alih kode (Wardhaugh); teori campur kode (Hoffmann) serta teori yang menyebabkan terjadinya pencampuran kode (Weinrich). Metode penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan menggunakan teknik simak dan teknik catat. Data dianalisis menggunakan metode agih dan sadap serta informal. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 3 jenis data methaphorical code switching serta dua jenis data Situational code switching. Pada data campur kode terdapat 2 buah (campur kode pada kalimat), 3 buah (campur kode dalam leksikal) dan 1 buah (campur kode dalam fonologis).

Kata kunci: alih kode, campur kode, sosiolinguistik

Abstract

This research is entitled "Code-switching and code-mixing in the video blogger Suki Suka Japan". The purpose of this research is to represent the factors that cause and types of the process of code-switching and code-mixing on the video blogger Suki Suka Japan. This study uses three theories, namely the theory of code-switching (Wardhaugh); code-mixing theory (Hoffmann), and the theory that causes codemixing (Weinrich). The research method is descriptive analysis with an approach using listening techniques and note-taking techniques. Data were analyzed using agih and tapping methods as well as informal. The results showed that there were 3 types of metaphorical code-switching data and two types of Situational code-switching data. In the code-mixing data, there are 2 pieces (code-mixing in sentences), 3 pieces (mixing code in lexical), and 1 piece (mixing code in phonological).

Keywords: code-switching, code-mixing, sociolinguistic

  • 1.    Pendahuluan

Fenomena bilingualisme (kedwibahasaan) adalah suatu hal yang lazim didengar di kalangan masyarakat modern. Bahkan di negara Indonesia juga banyak masyarakat menggunakan dua bahasa yang berlainan dalam komunikasi sehari-hari. Penggunaan Bahasa tersebut dilakukan untuk memudahkan komunikator berkomunikasi dengan komunikan dan biasanya menggunakan Bahasa daerah setempat dan dengan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa kewarganegaraan dan atau menggunakan Bahasa asing diluar 256

Bahasa ibu. Dengan demikian, penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi menjadi terbaur dan atau sering berganti. Menurut Jendra (1991:85) mengungkapkan bilingualism (bilimgualism) dan atau dwi-bahasa merupakan penggunaan kebiasaan berbahasa dalam dua bahasa yang berbeda untuk proses komunikasi. Selain itu, Leonard Bloomfield (1995) menyampaikan apabila penguasaan terhadap dua jenis bahasa berbeda sama dan atau setara maka seseorang disebut sebagai bilingualism (bilingualty.

Peralihan bahasa satu ke bahasa lainnya disebut sebagai aktivitas alih kode. Peralihan bahasa dalam alih kode memiliki ciri dan jenis yang khusus. Alih kode digunakan apabila terdapat kontak bahasa antar seseorang yang keadaan tersebut mengakibatkan ketergantungan (language dependency). Alih bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang bilingual atau multilingual serta diglosik. Pemanfaatan dan pengguanaan bahasa tersebut secara tidak langsung mendukung peran dan fungsinya masing – masing yang disesuaiakan dengan topik pembahasan yang terjadi. Menurut pendapat Aslinda (2007: 85-87) mengungkapkan dalam suatu pembicaraan baik isi beserta perubahannya serta adanya latar belakang yang berbeda pada setiap komunikator mengakibatkan bahasa dan kode memiliki fungsi tertentu dan disesuaikan dengan kondisi saat itu. kode dan bahasa tersebut disesuaikan oleh orang yang berkomunikasi dengan tetap memperhatikan situasi pada pembicaraan tersebut.

Dalam alih kode terdapat suatu kondisi seseorang melakukan dan menggunakan dua bahasa dan atau lebih yang digunakan dalam satu waktu bersamaan yang tidak ditandai dengan situasi memadai mengguanakan pencampuran bahasa tersebut. Hal ini diberikan istilah “speech act atau discourse”. Sebagai contoh, ada seseorang yang sedang berbicara dengan teman yang bahasa Indonesianya kurang karena sering menggunakan bahasa daerah, sehingga dia harus menggunakan bahasa campuran daerah dengan bahasa Indonesia agar mudah dipahami dan mudah dimengerti oleh lawan tuturnya (Aslinda,2007:85-87).

Ditinjau dari jenis alih kode terdiri atas metaphorical code switching (terjadi apabila terdapat perubahan topik komunikasi) dan situational code switching (terjadi apabila terdapat perubahan situasi). Dalam proses terjadinya alih kode terdapat beberapa faktor penyebab diantaranya; rasa solidaritas antara kedua belah pihak, topik, jarak, sosial budaya masyarakat serta motivasi dalam melakukan komunikasi (Wardhaugh:2006). Pencampuran kode terbagi menjadi beberapa jenis yakni campur kode pada dan dalam kalimat, leksikal serta fonologis.

Terdapat faktor internal dan ekternal yang mengakibatkan terjadinya alih kode. penyebab alih kdoe pada faktor internal yakni low frequency of word (frekuensi penggunaan kata dalam intensitas rendah), pernicious homonymy (masalah kehomoniman) serta need for synonym (keterbatasan kata). Sementara itu faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat yaitu social value (penilaian sosial), familiarty with another culture (memperkenalkan kebudayaan baru), in suffienciency differentiated (pemaknaan bahasa yang tidak mendetail) serta oversight (suatu kelalaian).

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Sumber informasi dan data pada penelitian ini yakni video blogger Suki Suka Japan yang memuat informasi berupa kata-kata yang termasuk kedalam alih kode dan campur kode. Pada bagian ini, dijelaskan mengenai metode serta teknik penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan, membedah, serta penyampaian hasil analisis data yang telah diperoleh. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik menyimak dan teknik catat. Menurut Mahsun (2012:92) teknik simak digunakan sebagai teknik dasar dalam memahami persoalan sedangkan teknik catat dimanfaatkan sebagai teknik lanjutan. Selanjutnya data dianalisis menggunakan teknik agih dan sadap (Sudaryanto, 2015:13-17). Tahapan akhir dilakukan analisis dan representasi ndari hasil penelitian. Pada tahap akhir digunakan metode informal untuk merepresentasikan data yang telah diperoleh dengan menggunakan kata dan atau pernyataan (Sudaryanto, 2015:145).

  • 2.2    Teori

Data yang menunjukkan alih kode dan campur kode dianalisis menggunakan teori teori sosiolinguistik Chaer dan Agustina (2004:4), yang di dalamnya terdapat teori alih kode serta faktor penyebab alih kode yang dikemukakan oleh Wardhaugh (2006) dan teori campur kode serta bentuk campur kode yang dikemukakan oleh Hoffman (1991) dan teori dikemukakan oleh Weinrich (1963) mengenai penyebab campur kode. Tahapan akhir dilakukan analisis dan representasi ndari hasil penelitian.

  • 3.    Kajian Pustaka

Penelitian terdahulu yang menggunakan materi alih kode dan campur kode yakni 1) Penelitian oleh Prasanthi (2018) yang membahas mengenai jenis-jenis dan faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode yang digunakan oleh pegawai Aerotravel Denpasar. 2) Penelitian oleh Widyaningtias (2018) mengungkapkan terkait bentuk alih kode dan campur kode dalam beberapa video blogger; serta 3) Penelitian oleh Lagawati (2013) membahas tentang jenis alih kode beserta faktor penyebab terjadinya alih kode yang terdapat dalam Talk Show “Show Imah”. Dalam ketiga penelitian tersebut terdapat perbedaan dari segi objek penelitian yang di bahas sehingga memiliki hasil kajian yang berbeda.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian yang telah diproleh terkait dengan jenis serta faktor yang menyebabkan alik kode dan pencampuran kode pada video “blogger Suki Suka Japan” disajikan sebagai berikut.

  • 4.1    Jenis dan Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode

    • 4.1.1    Metaphorical Code Switching

Metaphorical code switching digunakan pada saat pergantian pada topik yang

melibatkan penutur dalam pembicaraan. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor yang menyebabkan penggunaan metaphorical code switching pada blogger Suki Suka Japan.

  • a.    Topik

Yayan : jadi kita akan coba jengkol.

Kairi   : (menunjuk ke jenggot)

Suki  : 違うですね

Hori  : 辛そうですね。

Yayan : Jadi kita akan coba jengkol.

Kairi   : (menunjuk ke jenggot)

Suki    : Chigau desune.

Hori    : Kara soudesune.

(Suki Suka Japan, 2019: 2.50- 3.12)

Terjemahan:

Yayan  : Jadi kita akan coba jengkol.

Kairi   : (menunjuk ke jenggot)

Suki    : Itu berbeda.

Hori    : Kelihatanya pedas ya.

Berdasarkan tuturan tersebut, Suki telah melakukan alih kode dan mengganti varian bahasa dengan menggunakan bahasa Jepang meskipun tuturan dimulai menggunakan bahasa Indonesia. Alih kode terjadi diakibatkan oleh adanya perubahan pokok dalam komunikasi. Perubahan topik pembicara berkaitan dengan pengembalian topik awal pembicaraan yang sempat teralihkan. Terlihat dari pembukaan komunikasi yang membahas jengkol dan teralihkan menjadi jenggot dan hendak mengembalikan ke topik semula. Jengkol dan jenggot merupakan sesuatu yang berbeda. Jenggot adalah bagian dari tubuh manusia. Sedangkan jengkol adalah makanan khas Indonesia yang berbentuk gepeng bundar polong dan memiliki bau yang tidak sedap (Alwi dkk, 2000: 469). Secara tidak langsung Kairi dan Hori telah mempelajari mengenai makanan khas Indonesia salah satunya jengkol. Suki yang menyadari penyelewengan dari topik awal mencoba mengembalikan topik dengan mengatakan “itu berbeda” sambil menunjuk ke arah jengkol dan hal ini membuat dua orang lainya yaitu Kairi dan Hori kembali ke topik semula. Alih kode yang dilakukan oleh Suki tersebut termasuk ke dalam metaphorical code switching yang berarti terjadinya proses alih kode akibat adanya perubahan topik pembicaraan.

  • b.    Jarak Sosial dan Budaya

Hori   : これ手で食べる?

Suki  : うん。手で食べる。ええと、スプンで?

Yayan   : Mau garpu?

Hori    : Tidak 大丈夫

Hori     : Kore te de taberu?

Suki     : Un. Te de taberu. Eeto, spoon de?

Yayan   : Mau garpu?

Hori     : Tidak, daijobu.

(Suki Suka Japan, 2019: 1.22- 1.30)

Terjemahan:

Hori Suki Yayan Hori

: Makan ini bisa menggunakan tangan?

: Ya, bisa menggunakan tangan. Atau sendok?

: Mau garpu?

: Tidak, tidak apa-apa.

Yayan telah melakukan alih kode dan mengganti varian bahasa dengan

menggunakan bahasa Indonesia meskipun tuturan sebelumnya mengunakan bahasa

Jepang. Hal ini terjadi karena Yayan tidak memiliki kemampuan dalam berbicara bahasa Jepang yang baik. Sehinga Yayan menimpali perkataan Suki dengan menggunakan bahasa Indonesia. Faktor yang menyebebkan alih kode pada bahasa Jepang ke bahasa Indonesia yakni akibat adanya jarak sosial dan budaya. Hal tersebut diakibatkan oleh tingkat keakraban penutur dan lawan tutur dalam budaya serta adat istiadat yang berbeda. Yayan dan Hori memiliki hubungan yang dekat karena mereka teman satu akun vlog. Selain itu, Hori juga menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturanya karena Yayan bertanya kepada Hori menggunakan bahasa Indonesia dan ia mengetahui bahwa Yayan memiliki kemampuan bahasa Jepang yang terbatas. Faktor budaya juga menjadi alasan Hori menjawab pertanyaan Yayan dengan berkata “daijobu” karena Hori mengetahui sebagian besar orang Indonesia makan menggunakan tangan dan bila memanfaatkan alat bantu pada saat makan seperti sendok serta garpu itu hanya pada makanan tertentu saja. Jadi faktor jarak sosial dan budaya menyebabkan seorang Hori mengubah kode dari bahasa jepang ke Indonesia.

  • c.    Motivasi

Suki     : Belum ya.

Yayan : Kalo di Bali, itu mie yang super pedas.

Kairi     : Kelihatan tidak pedas ya ini.

Suki   : ええと、辛い物

Kairi     : Tidak merah, tidak merah.

Aku suka pedas.

Suki     : Belum ya.

Yayan : Kalo di Bali, itu mie yang super pedas.

Kairi     : Kelihatan tidak pedas ya ini.

Suki     : Eeto, karai mono.

Kairi     : Tidak merah, tidak merah.

Aku suka pedas.

(Suki Suka Japan, 2019: 2.50-3.10)

Terjemahan

Suki Yayan Kairi Suki Kairi

: Belum ya.

: Kalo di Bali, itu mie yang super pedas.

: Kelihatan tidak pedas ya ini.

: Emm, makanan yang pedas.

: Tidak merah, tidak merah.

Aku suka pedas.

Berdasarkan tuturan tersebut, Suki telah melakukan alih kode dan mengganti varian

bahasa dengan bahasa Jepang meskipun tuturan sebelumnya menggunakan bahasa

Indonesia. Hal ini terjadi karena Suki menjelaskan pendapatnya mengenai mie yang ada di hadapan mereka dengan mengatakan bahwa itu sangat pedas. Sehingga Kairi memahami maksud perkataan Suki mengenai mie kober tersebut. Faktor yang meyebabkan terjadinya pengalihan kode dari bahasa Indonesia ke jepang yakni motivasi. Hal ini terjadi untuk menjelaskan pendapat Suki mengenai mie kober yang akan mereka makan. Suki menjelasakan menggunakan bahasa Jepang “eeto, karai mono” tujuannya agar Kairi mudah memahami pendapat Suki. Di sini Suki juga berperan sebagai penerjemah mengenai pendapat Yayan mengenai mie kober yang sama-sama menurut mereka sangat pedas. Oleh sebab itu motivasi Suki dalam melakukan alih kode ini memiliki tujuan untuk membantu Kairi mengerti cita rasa makanan yang ada di hadapan mereka.

  • 4.1.2    Situational Code Switching

Situational code switching merupakan jenis alih kode terjadi karena adanya pengaruh keadaan atau situasi dalam sebuah tuturan. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor yang menyebabkan penggunaan situational mode switching pada blogger Suki Suka Japan.

  • a.    Motivasi

Yayan  : Pertama ほりさんdulu. これはpetai です。

Hori      : Petai?

Suki   : まめみたい。

Yayan  : これはおいしいです。Orang Indonesia suka makan petai.

Yayan   : Pertama Hori san dulu. Kore wa petai desu.

Hori      : Petai?

Suki     : Mame mitai.

Yayan : Kore wa oishii desu. Orang Indonesia suka makan petai.

(Suki Suka Japan, 2019: 1.10- 1.25)

Terjemahan:

Yayan Hori Suki Yayan

: Pertama Hori dulu. Ini adalah petai.

: Petai?

: Sejenis kacang-kacangan.

: Ini enak. Orang Indonesia suka makan petai.

Suki melaksanakan pengalihan kode bahasa dari Indonesia ke Jepang. Pengalihan kode yang dilakukan oleh Suki terjadi karena pengaruh situasi. Hori yang tidak mengerti apa itu petai dan Suki mencoba untuk menjelaskan petai tersebut kedalam bahasa yang ia 262

kuasai yaitu “mame mitai”. Petai adalah sejenis sayuran yang buahnya berbentuk bilah Panjang dan memiliki bau yang kurang sedap (Alwi, dkk:2000: 867). persamaan kata petai dalam bahasa Jepang tidak ada, namun dapat diterangkan menggunakan 2 gabungan kata. Gabungan kata yang dapat menjelaskan kata “petai” yaitu “mame mitai” yang artinya sejenis kacang-kacangan. “mame” yang berarti kacang dan “mitai” yang berarti sama seperti atau seolah-olah mirip dengan (Arino, Sagawa:1998). Kata “mitai” dapat dibedakan tergantung dengan konteks kalimat yang digunakan oleh penutur dan juga untuk mengutip serta bisa sebagai pelesapan kata pada suatu kalimat (Iwasaki, 2012:178). Pada situasi ini, Suki menjadi penerjemah antara Yayan dan Hori karena Suki memiliki kemampuan bahasa Jepang yang cukup baik sehingga menerjemahkan kata petai menjadi “mame mitai”.

Data ini termasuk ke dalam jenis alih kode situational code switching. Hal tersebut diakibatkan oleh perubahan situasi dan kondisi akibat alih kode. Hal ini disebabkan oleh keadaan antara Yayan dan Hori yang susah berkomunikasi satu sama lain karena Yayan yang memiliki keterbatasan berbicara bahasa Jepang dan Hori yang kurang memahami bahasa Indonesia, sehingga Suki menjadi penerjemah diantara mereka. Faktor penyebab terjadinya pengalihan kode bahasa yang dilakukan oleh Suki adalah motivasi untuk menyembatani komunikasi antara Yayan dan Hori. Suki memiliki peran sebagai penerjemah ketika Yayan dan Hori menyampaikan maksud tuturanya. Oleh sebab itu motivasi Suki dalam melakukan alih kode memiliki tujuan untuk membantu mengungkapkan maksud tuturan dari Yayan pada saat berinteraksi dengan Hori.

  • b.    Jarak Sosial dan Budaya

Suki     : Sekarang kita cobain rujak kuah pindang

Yayan   : Fish.

Hori     : (bingung)

Suki    : 魚のだし

Suki     : Sekarang kita cobain rujak kuah pindang.

Yayan   : Fish.

Hori     : (bingung)

Suki     : Sakana no dashi.

(Suki Suka Japan, 2019: 3.30- 3.35)

Terjemahan

Suki     : Sekarang kita cobain rujak kuah pindang.

Yayan   : Ikan.

Hori     : (bingung)

Suki     : Kaldu ikan.

Suki melaksanakan pengalihan kode dari bahasa Indonesia ke Jepang. Pengalihan kode oleh Suki dipengaruhi oleh situasi. Hori yang tidak mengerti apa itu rujak kuah pindang dan Suki mencoba menjelaskan kedalam bahasa yang ia kuasai yaitu “sakana no dashi”. Rujak kuah pindang jika dijelaskan terdiri dari 3 gabungan kata yaitu rujak, kuah dan pindang. Rujak memiliki arti buah-buahan yang dipotong lalu dicampur bumbu. Kuah memiliki arti air gulai (sayur, daging, dsb) (Alwi dkk, 2000:603) dan pindang memiliki makna ikan yang melalui proses penggaraman, penambahan bumbu serta pengasapan dan atau direbus dengan air hingga kering (Alwi dkk, 2000:876). Maka jika digabungkan rujak kuah pindang berarti campuran buah-buahan yang kuahnya terbuat dari rebusan ikan pindang. Sementara itu Suki menjelaskan kata rujak kuah pindang dalam bahasa Jepang menjadi “sakana no dashi” yang memiliki arti rujak kuah pindang. Pada situsasi ini Suki, berperan sebagai penerjemah untuk Hori karena Suki memiliki kemampuan bahasa Jepang yang cukup baik sehingga menerjemahkan kata rujak kuah pindang menjadi “sakana no dashi”.

Berdasarkan tuturan tersebut, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode yakni jarak sosial dan budaya.Fenomena tersebut terjadi apabila tingkat keakraban penutur dan lawan tutur dalam budaya dan adat istiadat yang berbeda. Suki menjelaskan tuturan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh Hori. Faktor budaya juga menjadi alasan Suki dalam menjelaskan tuturannya karena di Jepang tidak ditemukan makanan rujak kuah pindang. Sehingga Suki memperkenalkan makanan khas Bali rujak kuah pindang dan menyebabkan Hori menjadi lebih mengenal makanan khas Bali yang belum pernah ia makan maupun lihat sebelumnya.

  • 4.2    Jenis dan Faktor Penyebab Campur Kode

    4.2.1    Campur Kode dalam Kalimat

Pencampuaran dua bahasa berbeda dalam suatu kalimat disebut sebagai campur kode pada kalimat. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor yang menyebabkan terjadinya pencampuran kode pada kalimat yang terdapat dalam vlogger Suki Suka Japan.

  • a.    Need for Synonym (keterbatasan kata)

Yayan : Saya belum pernah makan jengkol. Ini baru pertama kali makan jengkol.

Rasanya kayak kentang yang agak keras tapi sedikit pahit. ちょっ とからいSekarang ほりさん。

Hori   : いただきます。

Suki   : おいしいですか?

Yayan   : Seperti kentang ya?

Hori  : これおいしい。ぜんぜん食べれる。

Suki   : おいしい。

Yayan : Saya belum pernah makan jengkol. Ini baru pertama kali makan jengkol.

Rasanya kayak kentang yang agak keras tapi sedikit pahit. Chotto karai. Sekarang Hori san.

Hori     : Itadakimasu.

Suki     : Oishii desuka?

Yayan   : Seperti kentang ya?

Hori     : Kore oishii. Zenzen tabereru.

Suki      : Oishii.

(Suki Suka Japan, 2019: 3.20- 3.50)

Terjemahan:

Yayan : Saya belum pernah makan jengkol. Ini baru pertama kali makan jengkol.

Rasanya kayak kentang yang agak keras tapi sedikit pahit. Sedikit pedas. Sekarang tuan Hori.

Hori     : Selamat makan.

Suki     : Apakah enak?

Yayan   : Seperti kentang ya?

Hori     : Ini enak. Sama sekali tidak pernah memakanya.

Suki     : Enak.

Situasi terjadi ketika Yayan berkomunikasi dengan Hori dan Kairi. Yayan memberikan komentar tentang jengkol yang pertama kali dimakan. Menunjukkan adanya pencampuran kode pada bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jepang dalam bentuk kalimat yaitu ‘chotto karai’, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti “sedikit pedas”. Chotto karai memiliki unsur predikit dan subjek, sehingga ‘chotto karai’ merupakan sebuah kalimat.

Yayan mengatakan “rasanya kayak kentang yang agak keras tapi sedikit pahit, chotto karai”. Yayan melakukan campur kode bahasa Jepang dalam tuturannya untuk menunjukkan kepada Hori bahwa ia mampu menggunakan bahasa Jepang dalam tuturanya dan juga Yayan ingin mengekspesikan rasa makanan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh Hori. Yayan yang merupakan vlogger Indonesia, 265

dalam tuturan sehari-hari Yayan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Ketika ia berkomunikasi dengan orang Indonesia makan ia akan menggunakan bahasa Indonesia sebalikknya dengan orang Jepang maka ia akan menggunakan bahasa Jepang yang merupakan bahasa asli atau bahasa ibu si lawan tutur yang lumayan ia kuasai. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterbatasan kata menjadi faktor penyebab campur kode yang dilakukan Yayan.

  • b.    Oversight (kelalaian)

Yayan : Sekarang saya nyobain.

おいしいよ。おいしいsaya suka petai.

Hori  : おいしいですね。おいしいですね。

Kairi   : おいしくないですね。

Yayan   : Sekarang saya nyobain.

Oishii yo. Oishii saya suka petai.

Hori     : Oishii desune. Oishii desune.

Kairi     : Oishi kunai desune.

(Suki Suka Japan, 2019: 2.10- 2.29)

Terjemahan:

Yayan : Sekarang saya nyobain. Enak lo. Enak saya suka petai.

Hori     : Enak ya. Enak ya.

Kairi     : Tidak enak ya.

Situasi pada data terjadi ketika Yayan berbicara dengan Hori dan Kairi. Yayan memberikan komentar mengenai makanan lokal yang ia makan yaitu petai. Data memperlihatkan adanya proses pencampuran kode bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jepang dalam bentuk kalimat yaitu ‘oishii yo, oishii saya suka petai’. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “oishii yo” miliki arti ‘enak lo. Enak saya suka petai’. Oishii yo, oishii saya suka petai memiliki unsur predikat dan objek, sehingga ‘oishii yo, oishii saya suka petai’ merupakan sebuah kalimat.

Yayan mengatakan “oishii yo, oishii saya suka petai”. Yayan melakukan campur kode bahasa Jepang dalam tuturannya untuk menunjukkan bahwa ia mampu berkomunikasi menggunakan campuran bahasa asing. Yayan tidak menyadari bahwa terdapat kata yang dapat dijelaskan menggunakan bahasa asing namun dijelaskan menggunakan bahasa Indonesia yaitu kata “saya suka petai”. Hal ini terjadi saat Yayan lupa akan kalimat yang seharusnya digunakan. Yayan seharusnya menggunakan kalimat

petai ga suki desu” untuk menggantikan kalimat “saya suka petai”. Dengan demikian, disimpulkan kelalaian dalam bentuk keterbatasan kata-kata menjadi faktor penyebab adanya dan terjadinya pencampuran kode yang dilakukan Yayan.

  • 4.2.2    Campur Kode dalam Leksikal

Penyampuran kode dalam leksikal yakni percampuran dua-bahasa yang berbeda pada satu kalimat. Berikut adalah penjelasan mengenai macam serta faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada leksikal yang terdapat dalam vlogger Suki Suka Japan dalam komunikasinya.

  • a.    Oversight (kelalaian)

Suki     : Kuah pindang.

Yayan   : Fish.

Suki   : 魚のだし。

Yayan  : ちょっとだけ。ほんとにこれから。あのうrasanya sedikit

berbeda.

Hori  : ちょっとにしようか!いただきます。

Yayan  : おいしいです。

Suki     : Kuah pindang.

Yayan   : Fish.

Suki     : Sakana no dashi.

Yayan : Chotto dake. Honto ni korekara. Anou rasanya sedikit berbeda.

Hori     : Chotto ni shiyou ka!

Yayan   : Oishii desu.

(Suki Suka Japan, 2019: 3.19- 3.44)

Terjemahan:

Suki     : Kuah pindang.

Yayan   : Ikan.

Suki     : Kaldu ikan.

Yayan :Sedikit saja. Beneran kok kali ini. Rasanya sedikit berbeda.

Hori      : Dikit aja ya!

Yayan   : enak.

Yayan berbicara mengenai rasa makanan dengan Hori. Yayan memberikan komentar mengenai makanan lokal yang ia makan yaitu jengkol. Data tersebut mengungkapkan terdapat proses pencampuran kode bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jepang dalam bentuk kalimat yaitu ‘chotto dake, honto ni korekara, ano rasanya sedikit berbeda’. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia makan memiliki arti ‘sedikit saja, beneran kok kali ini, rasanya sedikit berbeda’.

Yayan melakukan campur kode bahasa Jepang dalam tuturannya untuk menunjukkan bahwa ia mampu berkomunikasi menggunakan campuran bahasa asing. Yayan menggunakan kalimat “rasanya sedikit berbeda”. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kata-kata yang dimiliki Yayan dan jika dijelaskan menggunakan bahasa Jepang kurang sesuai dengan apa yang ia dimaksud. Ia lebih memilih penggunaan bahasa Indonesia yang dianggap lebih representative apa yang ia maksud dalam tuturannya Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelalaian menjadi menyebabkan terjadinya pencampuran kode yang dilakukan oleh Yayan.

  • b.    Familiarty with Another Culture (Pengenalan Dengan Budaya Lain) Yayan : Pertama ほりさん、これはpetaiです。

Hori      : Petai?

Suki    : Petai, まめみたい。

Yayan : Pertama hori san. Kore wa petai desu.

Hori      : Petai?

Suki     : Petai, mame mitai.

(Suki Suka Japan, 2019: 1.09-1.20)

Terjemahan:

Yayan   : Pertama tuan Hori. Ini adalah petai.

Hori      : Petai?

Suki     : Petai, sejenis kacang-kacangan.

Situasi ini terjadi ketika Yayan berbicara dengan Hori. Yayan menjelaskan kepada Hori tentang salah satu makanan lokal Indonesia yaitu petai. Saat menjelaskan Hori tidak mengerti apa yang dimaksud Yayan sehingga Suki menjelaskan kata petai tersebut ke dalam bahasa Jepang yang mudah dimengerti Hori. Data menunjukkan adanya campur kode bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jepang dalam bentuk kalimat yaitu ‘petai, mame mitai’. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia makan memiliki arti ‘petai, sejenis kacang-kacangan’. Di Jepang kata petai tidak ada sehingga Suki mencari kata yang mudah dimengerti oleh Hori. persamaan kata petai dalam bahasa jepang tidak ada, namun dapat diterangkan menggunakan 2 gabungan kata. Gabungan kata yang dapat menjelaskan kata “petai” yaitu “mame mitai” yang artinya sejenis kacang-kacangan. “mame” yang berarti kacang dan “mitai” yang berarti sama seperti atau seolah-olah mirip dengan (Arino, Sagawa:1998). Karena petai termasuk jenis kacang-kacangan maka Suki menggunakan kata “mame mitai”.

Yayan dan Suki yang sehari-hari membuat vlog tidak hanya dengan orang Indonesia juga membuat vlog dengan orang Jepang. Interaksi dengan orang Jepang menyebabkan sering terjadinya kontak bahasa dan perkenalan budaya baru, khususnya budaya Jepang. Namun sering kali juga mereka mengenalkan budaya Indonesia kepada orang Jepang. Perkembangan dan perkenalan budaya baru mengakibatkan ketika akan menjelaskan sesuatu Yayan dan Suki menggunakan kata-kata bahasa Jepang yang mudah dimengerti oleh Hori. Jadi perkenalan dengan budaya baru mengakibatkan terjadinya pencampuran kode.

  • c.    Low Frequency of Word (Frekuensi Penggunakan Kata yang Rendah)

Yayan : Oke langsung aja kita mulai dari rujak uyah sera tabia.

Hori     : (bengong)

Suki   : Uyahはしお, seraえびぺえす, tabiaはとうがらし。

Hori    : からい。

Suki      : (tertawa)

Yayan : Oke langsung aja kita mulai dari rujak uyah sera tabia.

Hori     : (bengong)

Suki     : Uyah wa shio, sera wa ebi pessuto, tabia wa tougarashi.

Hori     : Karai.

Suki      : (tertawa)

(Suki Suka Japan, 2019: 1.00- 1.18)

Terjemahan:

Yayan : Oke langsung aja kita mulai dari rujak uyah sera tabia.

Hori     : (bengong)

Suki     : Uyah itu garam, sera itu terasi, tabia itu cabe.

Hori     : Pedas.

Suki     : (ketawa)

Situasi terjadi ketika Yayan memperkenalkan rujak khas bali yaitu rujak uyah sera tabia kepada Hori. Pada situasi tersebut Hori yang berkebangsaan Jepang tidak mengerti apa yang Yayan katakan, sehingga Suki membantu menjelaskan dengan menggunakan kata yang mudah dimengerti oleh Hori. Ketika menjelaskan tentang rujak uyah sera tabia, Suki menggunakan kata “shio untuk uyah, ebi pessuto untuk sera dan tougarashi untuk tabia”.

Rujak uyah sera tabia dalam bahasa Indonesia berarti rujak garam terasi dan cabe. ‘Uyah’ dalam bahasa Indonesia berarti garam, pada data diterjemahkan kedalam bahasa Jepang menjadi ‘shio’ yang memiliki arti garam. Umtuk kata ‘sera’ yang dalam bahasa 269

Indonesia berarti terasi. terasi memiliki makna penyedap rasa yang berkomposisi ikan kecil dan atau udang yang telah kering serta diblender secara halus (Alwi, dkk:2000:1181), diterjemahkan menjadi ‘ebi pessuto’. Dalam bahasa Jepang ‘ebi’ berarti udang kecil yang sudah dikeringkan. Sementara kata ‘pessuto’ berarti fermentasi. Jadi ‘ebi pessuto’ adalah proses fermentasi dari udang kecil yang sudah dikeringkan atau dalam ungkapan Indonesia disebut terasi. Untuk ‘tabia’, dalam frasa Indonesia bermakna cabai. Kata ‘tabia’ dialihbahasakan ke bahasa Jepang menjadi ‘tougarashi’. Pernyataan tersebut dilakukan oleh Suki (penutur) sebagai cara agar Hori dan Kairi (lawan tutur) mengerti tentang apa yang dimaksud. Penutur lebih menggunakan kata-kata yang mudah diingat dalam tuturannya. Oleh karena itu faktor frekuensi menyebabkan Suki menggunakan campur kode dalam data.

  • 4.2.3    Campur Kode dalam Fonologi

Campur kode dalam fonologi pada komunikasi vlogger Suki Suka Japan adalah pengucapan makna bahasa asing yang dimodifikasi dalam bentuk stuktur fonologi bahasa Jepang. Berikit merupakan faktor yang menyebabkan komunikasi pada vlogger Suki Suka Japan menggunakan campur kode dalam fonologi.

  • a. Familiarty with Another Culture (Pengenalan Dengan Budaya Lain)

Yayan : Jadi udah tau kan gimana supernya Kairi, かいりさん, cabe 25. Ini minum apa?

Kairi   : レモンヲーターAir jeruk.

Yayan   : Ini air jeruk!

Lemon dikasik air. Ada gula?

Kairi     : Tidak sama sekali.

Yayan : Jadi udah tau kan gimana supernya Kairi, Kairi san, cabe 25. Ini minum

apa?

Kairi    : Remon wootaa. Air Jeruk.

Yayan   : Ini air Jeruk!

Lemon dikasik air. Ada gula?

Kairi     : Tidak sama sekali.

(Suki Suka Japan, 2019: 5.35- 5.58)

Terjemahan:

Yayan : Jadi udah tau kan gimana supernya Kairi. Bapak kairi, cabe 25. Ini minum apa?

Kairi    : Air Lemon.

Yayan   : Ini air Jeruk!

Lemon dikasik air. Ada gula?

Kairi : Tidak sama sekali.

Pengucapan bahasa Inggris dalam bahasa Jepang sering kali berubah ini semua karena kata tersebut sering kali tidak ada dalam kosa kata bahasa Jepang. Sehingga pergantian frasa dalam English dipinjam ke bahasa Jepang. Pengucapan bahasa Inggris (serta bahasa pinjamann yang lain) yang tidak memiliki sistem dalam bahasa Jepang diganti dengan pengucapan yang ada dalam bahasa Jepang. Penggantian ini terjadi sehubungan dengan kata-kata bahasa Inggris yang mengandung [f, v, r] karena huruf ini hilang dalam kosa kata bahasa Jepang. Huruf tersebut dalam bahasa Jepang diganti dengan [q], [b], [s], dan [z]. (Tsujimura, 1996:98).

Pelafalan bahasa Jepang tidak ada suku kata “l” dan hanya ada “ragyou” alternatif dari pelafalan huruf “l” yaitu diubah menjadi huruf “r” sehingga dalam bahasa Jepang pelafalan kata “lemon” menjadi “remon”. Dalam bahasa Jepang penulisan huruf panjang menggunakan kode dan atau tanda strip(-)sehingga kata “water” dilafalkan menjadi

wootaa” dalam bahasa Jepang ditulis menjadi “ヲーター”. Kairi adalah orang Jepang sehingga kata “lemon water” dimodifikasi menjadi kata “remon wootaa” dalam fonologis jepang. Campur kode yang digunakan Kairi termasuk campur kode fonologi.

Frasa Indonesia dari “lemon water” bermakna air putih di dalamnya berisi perasan buah lemon bila diminum rasanya sedikit asam. Biasanya disajikan di gelas dan bisa langsung dinikmati. Pengertian “lemon water” sama dengan “infused water”. Infused water adalah minuman air putih dengan campuran buah lemon atau buah-buahan lain dan herba yang didiamkan selama beberapa jam sebelum dinikmati (Arifin, 2014).

Pada data Kairi mengatakan “remon woota” yang dimaksud kairi dalam tuturannya adalah air jeruk atau “lemon water”. Kata tersebut digunakan karena penutur lebih mudah mengatakan kata “remon woota” daripada kata “lemon water”. Penutur lebih menggunakan kata-kata yang mudah dilafaklan dalam tuturannya. Oleh karena itu faktor pengenalan dengan budaya lain menyebabkan Kairi menggunakan campur kode dalam berbicara.

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan analisis mengenai alih kode dan campur kode dalam video blogger Suki Suka Japan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Pada video blogger Suki Suka Japan alih kode terdiri atas metaphorical code switching dan situational code switching. Dominasi kode yang digunakan yakni metaphorical code switching. perubahan terhadap situasi dan atau topik mengakibatkan diminasi terjadinya alih kode. Sementara itu jenis alih kode seperti situational code switching lebih sedikit terjadi. Perubahan situasi dalam dua bahasa lebih sedikit terjadi karena vlogger Suki Suka Japan berkebangsaan Indonesia yang mampu berbahasa Jepang dengan lancar hanya satu orang yaitu Suki. Sementara Yayan tidak terlalu mengerti bahasa Jepang yang mengakibatkan dominan mengguanakan bahasa Indonesia. Hal tersebut didukung oleh hasil pengeumpulan data berupa jenis situational code switching sebanyak dua data sedangkan metaphorical code switching sebanyak tiga data.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya proses alih kode. Penyebab-penyebab terjadinya alih kode yang ditemukan yakni perubahan topik, jarak sosial dan budaya serta motivasi. Perubahan topik pembicaraan terjadi karena adanya suatun tujuan dan alasan dari komunikator untuk melaksanakan proses alih kode. Alasan penutur melakukan alih kode karena adanya penyimpangan pembicaraan dari topik yang sebelumnya. Faktor selanjutnya yaitu jarak sosial dan budaya, hal ini terjadi karena tingkat keeratan hubungan penutur yang menandai komunikator dan komunikan dalam proses berinteraksi sosial. Komunikator merasa jarak sosial antara ia dan komunikan cukup erat yang menyebabkan suasana lebih informal (santai). Faktor budaya juga menjadi alasan penutur melakukan alih kode. Penutur dan kawan tutur saling bertukar informasi tentang budaya masing-masing yang tentunya berbeda. Penutur berkebangsaan Indonesia dan lawan tutur yang berkebangsaan Jepang. Hal inilah yang menyebabkan alih kode terjadi. Faktor terakhir yaitu motivasi, penutur melakukannya karena memiliki motivasi. Motivasi dilakukan oleh penutur guna memperlancar komunikasi dan menggunakan bahasa yang dikuasai.

Kedua berkaitan dengan jenis dan faktor penyebab campur kode. Pada video blogger Suki Suka Japan terdapat campur kode berdasarkan kalimat, leksikal dan fonoligi. Jenis campur kode yang lebih dominan yaitu campur kode berdasarkan leksikal

yaitu sebanyak tiga buah data. Campur kode berdasarkan kalimat hanya ditemukan sebanyak dua buah data dan campur kode dalam fonologi hanya satu buah data.

Pencampuran kode diakibatkan oleh berbagai faktor diantaranya; need for synonym, oversight, familiarity with another culture dan low frequency of word. Need for synonym atau keterbatasan kata terjadi karena penutur merasa tidak ada istilah yang lebih tepat untuk mengungkapkan ekspresi yang ingin disampaikan kepada lawan tutur. Oleh karena itu penutur menggunakan istilah tersebut untuk mengungkapkan ekspresi yang dirasakan agar lawan tutur mudah memahami maksud yang ingin diutarakan. Faktor selanjutnya yaitu oversight (suatu kelalaian). Penutur gagal menyadari atau melihat sesuatu secara tidak sengaja. Penutur tidak mengetahui bahwa ada kata yang dapat menjelaskan suatu keadaan atau istilah. Pada faktor ini penutur lebih sering menggunakan istilah dalam bahasa Indonesia yang seharusnya bisa dijelaskan menggunakan bahasa Jepang agar mudah dipahami lawan tutur.

Selanjutnya familiarity with another culture atau pengenalan dengan budaya lain. Faktor ini terjadi karena penutur mengenalkan suatu ciri khas budaya Indonesia kepada lawan tutur yang berkebangsaan Jepang. Kebudayaan serta adat istiadat yang berbeda menjadi faktor campur kode ini terjadi. Faktor yang terakhir yaitu low frequency of word (frekuensi kata yang rendah). Campur kode ini dilakukan karena penutur menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Bali kepada lawan tutur yang juga langsung diterjemahkan menggunakan bahasa Jepang. Penutur menggunakan bahasa Bali yang dicampur dengan bahasa Jepang agar lawan tutur memahami dan mengetahui maksud dari pembicaraan penutur serta lawan tutur mengenal istilah bahasa tersebut jika diucapkan dengan bahasa Bali.

Saran pada penelitian ini, alih dan campur kode pada video blogger Suki Suka Japan ini terdapat aspek-aspek lain yang perlu dibahas lebih lanjut seperti fungsi dan dampak dari penggunakan alih kode serta campur kode yang terjadi dalam berkomunikasi. Sehingga, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih spesifik sehingga memudahkan pelajar maupun peminat bahasa Jepang untuk memperdalam pengetahuan tentang bidang sosiolingustik khususnya dalam alih kode dan campur kode. Dihapkan penelitian selanjutnya dapat menemukan data alih kode dan campur kode dari sumber lain seperti koran, komik, novel, drama atau memanfaatkan perkembangan media sosial di jaman sekarang. Mengumpulkan percakan dari media sosial seperti facebook,

instagram, twitter, telegram maupun media sosial yang lain. Berkembangnya jaman dan beragamnya sumber data dan situasi yang dimiliki dalam sebuah kegiatan berkomunikasi mampu memberikan pembaharuan pada penelitian dalam bidang sosiolinguistik.

  • 6.    Daftar Pustaka

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refikan Aditama.

Bloomfield, Leonard. 1995. Language. New York: Holt, Rinehat and Winston.

Jendra. 1991: 85. Sosiolinguistik, Campur kode dan alih kode. Jakarta: Gramedia.

Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudaryanto, 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistic. Great Britain: Blackwell.

Weinrich, Uriel. 1979. Language in Contact: Finding and Problem. New York: Mouton Publishers the Houge.

274