Model Penataan Ruang Belajar di Rumah sesuai Gaya Belajar Anak pada Masa New Normal
on

MODEL PENATAAN RUANG BELAJAR DI RUMAH
SESUAI GAYA BELAJAR ANAK
PADA MASA NEW NORMAL
Oleh: Dwi Lindarto1, Masyithah Rahman2, Khadijah Zahira Haq3
Abstract
A shift from school-based to online learning at home has caused problems during the covid-19 pandemic. The unpreparedness of homes to accommodate school activities, as well as parents’ limited capacity to act as teachers at home, are among major obstacles to online-home-learning-related practices. This study aims to examine the arrangement of the study space in accordance with the child's learning style. The outcome is to make homes comfortable places to study for families and their children. Taking SDIT Zahira Medan as its case study, this study uses behavioral analysis and qualitative-descriptive approaches to identifying associated problems and presenting them using a place-centered mapping principle. Using Miles and Huberman model and a cross-tabulation of both learning styles and properties of study rooms results in an optimum spatial arrangement and learning media that need to be considered in accordance with attributes proposed by Weisman. The results of the analysis show that visual, auditory, and kinesthetic learning styles require specific types and arrangements of study tables and chairs, the character of tools to support learning activities, and indoor and outdoor spaces dedicated to learning. This research is useful for improving children's learning achievement in terms of the pedagogical setting of 'study at home' activities in the new normal era of the covid-19 pandemic.
Keywords: behavioral architecture, new normal era, learning style, paedagogic setting
Abstrak
Pergeseran dari pendidikan berbasis sekolah ke pendidikan berbasis online di rumah menimbulkan masalah tersendiri di masa pandemi Covid-19. Ketidaksiapan rumah dalam mengakomodasi kegiatan sekolah dan keterbatasan para orang tua dalam mengambil peran para guru adalah bagian dari kendala utama dalam praktek ‘belajar online di rumah.’ Tujuan penelitian ini adalah mengkaji penataan ruang belajar yang sesuai dengan gaya belajar anak untuk menjadikan rumah sebagai tempat belajar yang nyaman bagi anak dan keluarga. Dengan pendekatan arsitektur perilaku dan menggunakan metode kualitatif deskriptif, dilakukan pemetaan masalah secara place-centered mapping dengan studi kasus sekolah SDIT Zahira Medan. Dengan analisis model Miles dan Huberman dan tabulasi silang atas gaya belajar dan properties ruang belajar diperoleh optimasi tatanan ruang dan media belajar yang perlu mendapat perhatian sesuai atribut Weisman. Hasil analisis menunjukkan bahwa gaya belajar visual, auditori dan kinsestetik memerlukan jenis dan tatanan meja kursi belajar, karakter alat pendukung belajar, tempat belajar di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor) secara spesifik. Penelitian ini bermanfaat bagi peningkatan prestasi belajar anak dari sisi setting paedagogis kegiatan ‘belajar di rumah’ pada era new normal pandemic covid-19.
Kata kunci: arsitektur perilaku, era new normal, gaya belajar, setting paedagogi
Pendahuluan
Masa pandemi covid-19 yang melanda telah merubah segenap tatanan kehidupan masyarakat termasuk sistem pendidikan dasar di Indonesia. Untuk menghindari semakin meningkatnya sebaran virus covid-19 maka dengan dasar peraturan pemerintah tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) selanjutnya pembelajaran sekolah dialihkan menjadi sistem Belajar di Rumah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi multimedia, komputer, laptop, smartphone dan internet.
Perubahan proses belajar jarak jauh serta perubahan peran orang tua menjadi seorang pendidik/pendamping belajar anak tentu saja memerlukan upaya penyelarasan yang tidak sederhana baik dalam proses belajar, kesiapan pengetahuan orang tua untuk berperan sebagai pendidik maupun penyediaan fasilitas alat dan jaringan online (Ni’mah, 2019).
Sejalan program Belajar di Rumah maka Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Zahira Medan melakukan adaptasi pembelajaran yang semula tatap muka dialihkan menjadi pembelajaran blended learning (off-line dan on-line learning). Namun seiring melonjaknya korban wabah covid-19 maka model online menjadi pilihan utama dimana murid harus belajar di rumah sepenuhnya. Hampir setahun semenjak pertengahan tahun 2020 sampai dengan semester kedua 2021 dimana model belajar di rumah berbasis online berlangsung menimbulkan beragam masalah tersendiri.
Ruangan belajar bagi anak belajar di rumah seringkali tidak memperoleh perhatian semestinya. Terbatasnya ketersediaan ruangan di rumah dan terbatasnya pengetahuan para orang tua dalam menata ruang belajar di rumah terkesan seadanya. Observasi awal pada beberapa rumah murid SDIT Zahira menunjukkan bahwa rata-rata tidak memiliki ruangan belajar khusus, menggunakan meja makan, ruangan tidur, ruangan tamu bahkan di garasi sebagai tempat belajar. Demikian juga kelengkapan sarana meja belajar beragam mulai dari hanya duduk di karpet, meja kecil portabel, meja televisi, meja makan dan hanya beberapa yang menggunakan meja belajar khusus.
Ketidaksiapan orang tua menjadi fasilitator belajar anak mewarnai pelaksanaan kegiatan belajar di rumah. Tracer study sejumlah orang tua murid SDIT Zahira mengungkapkan keluhan orang tua terhadap perilaku gaya belajar anak belajar di rumah antara lain anak tidak mau belajar tenang, sulit menyuruh anak mulai belajar, turunnya daya menghafal anak, sulit mengarahkan anak konsentrasi, anak cenderung bermain-main yang akibatnya nilai prestasi belajar anak cenderung turun.
Hubungan antara perilaku gaya belajar dengan ketersediaan fasilitas dan tempat untuk mencapai perilaku lingkungan yang tepat adalah demikian erat. Dalam konteks arsitektur perilaku maka menyitir pendapat Lewin dalam Sarwono (1992) dapat dikatakan bahwa perilaku anak belajar (B = behavior) adalah fungsi dari gaya belajar anak (P = person) dan lingkungan belajar (E = environment), yang dirumuskan sebagai B = f (P,E). Dengan demikian faktor ruangan belajar sebagai faktor instrumental yang tepat dengan gaya belajar anak secara psikologis menjadi penentu keberhasilan belajar. (Syaiful Bahri Dj, 2008)
Dengan melihat bahwa keragaman gaya belajar berpengaruh besar terhadap proses belajar murid maka perlu diperhatikan korelasi antara penataan ruangan dan fasilitas belajar yang sesuai dengan gaya belajar anak di rumah (Rahma AP dkk. 2021). Karenanya penelitian ini bertujuan menelaah tatanan ruang belajar yang mampu mendukung kegiatan belajar di rumah dengan pendekatan arsitektur perilaku untuk mengatasi masalah yang menyangkut interaksi gaya belajar dan ruangan belajar anak di rumah.
Diharapkan kajian ini memberikan manfaat pengetahuan bagi para orangtua dalam meningkatkan kompetensi diri sebagai pendamping bagi anak belajar di rumah di masa pandemic untuk lebih mencerdaskan si buah hati dengan menyenangkan dan berhasil guna.
Review Literatur
Arsitektur perilaku merupakan cabang pengetahuan yang terfokus kepada behavioral setting (tempat berperilaku) yang berkepentingan dengan hal properties dan setting. Properties adalah karakteristik intrinsik, suatu sifat benda sesuai apa adanya. Properties dalam artian sederhana adalah fasilitas sarana prasarana pelengkap suatu ruangan beserta tatanannya. Sementara kata setting menjelaskan wadah ruang fisik dimana kegiatan, kebiasaan hidup perilaku, aktifitas sehari – hari seseorang berlangsung pada ruang fisik tersebut. Penggunaan istilah setting dalam kajian perilaku arsitektural lebih menjelaskan hal keruangan yang berkaitan dengan perilaku. Dalam kenyataannya suatu tempat terwujud dengan adanya integrasi antara aktifitas manusia dengan ruang yang ditempatinya (Haryadi & Setiawan, 2010).
Weisman (1981) dengan teori Model Sistem Perilaku Lingkungan mengemukakan bahwa setting terbentuk oleh ‘fenomena perilaku’ dengan lingkungan fisiknya. Interaksi perilaku manusia dengan lingkungannya mensyaratkan adanya kualitas lingkungan yang disebut sebagai atribut lingkungan pembentuk suasana dan pengalaman tempat berkarakter.

FENOMeNAPERILAKU
-
1 Kenyamacan
-
2 Sosialitas 3VιstttΛ
-
4 Aksesixlitas
-
5 Adaptabditas
-
6 Rangsangan Indcr jwι
-
7 Kontrai
-
8 AktTfltas
-
9 Kesesakan IOPnvast
11 Makna VLegMrtas
LINGKUNGAN sebagai PENGALAMAN
Gambar 1. Model Sistem Perilaku Lingkungan Sumber: After Weisman, 1981
Atribut fenomena perilaku merupakan kontrol atau tolok ukur kualitas suasana perancangan setting ruangan. Untuk mencapai suatu desain setting ruang belajar yang baik dapat dinyatakan bahwa bahwa keberhasilan suatu setting fisik ruangan belajar dalam
mewadahi kegiatan dan gaya belajar anak diindikasikan dengan terciptanya setting yang bersuasana:
-
• Sosialitas (sociality). Kenyamanan perilaku sosial yang ditentukan oleh jarak antar individu yang menunjukkan kualitas sosialisasi anak.
-
• Kesesakan (crowdedness. Suasana lingkungan belajar dengan tingkat densitas/kesesakan yang masih dirasakan nyaman terterima anak belajar.
-
• Kontrol (control), kondisi lingkungan belajar yang memiliki kejelasan batasan teritorial dan personalitas ruang dalam mencapai rasa aman
-
• Kenyamanan (comfortability). Suasana ruang belajar sebagai lingkungan yang sesuai dengan kenyamanan fisik dan antropometrik
-
• Aksesibilitas (accessibility), tatanan ruang belajar yang memberikan kemudahan berpindah antar tempat, sirkulasi dan visual pandangan sekeliling.
-
• Visibilitas (visibility). Suasana ruang belajar yang lapang tanpa terhalang secara visual berkaitan dengan jarak pandang nyaman yang dirasakan oleh anak yang belajar.
-
• Rangsangan inderawi (sensory stimulation). Adanya intensitas stimulus pembangkit suasana dan pengalaman melalui media sensori indra anak.
-
• Adaptabilitas (adaptability). Suasana ruang belajar yang menciptakan gaya adaptasi perilaku gaya belajar anak.
-
• Aktifitas (activity). Tatanan ruang belajar sesuai dengan perilaku kegiatan belajar berbagai gaya belajar anak.
-
• Privasi (privacy), ruang belajar yang memiliki privasi bagi anak yang belajar.
Atribut tersebut tidak harus ada pada suatu setting. Atribut tersebut disesuaikan dengan relevansinya dengan setting lingkungan maupun perilaku individu disekitarnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, salah satunya variabel fisik yang mempengaruhi perilaku manusia. Variabel fisik terdiri dari: 1) Ruang yang sesuai dengan kegunaan pemakaian ruang tersebut; 2) Ukuran dan bentuk tempat yan sesuai dengan fungsi yang akan diwadahi; 3) Penataan furniture dengan kriteria simetris atau asimetris; 4) Warna untuk mewujudkan suasana ruang dan kualitas kenyamanan dalam ruang tersebut; 5) Suara, temperatur dan pencahayaan (Setiawan dkk, 2014).
Pengetahuan tentang gaya belajar anak adalah faktor penting bagi orang tua pendamping belajar anak. Dengan model tatap muka maka peran orang tua harus mampu menggantikan kehadiran guru dalam pembelajaran di rumah. Setiap anak memiliki gaya belajar spesifik dan membutuhkan penataan sarana belajar yang tepat agar sesuai antara gaya belajar dan fasilitas belajar anak.
Gaya belajar akan menentukan cara pembelajar dalam menerima, mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah ketika pembelajaran berlangsung (Bire, 2014). Gaya belajar juga sebagai proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang progresif dan spesifik. (Skinner, 1958). Gaya belajar setiap pembelajar atau modalitas belajar adalah spesifik yang menuntut
adanya ruang belajar tersendiri (Ginnis P, 2008). Dengan pemahaman gaya belajar maka dapat dilakukan layanan yang sesuai agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Ada tiga gaya belajar, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik. Gaya belajar visual adalah belajar dengan lebih mengandalkan penglihatan. Pembelajar visual menggemari peragaan dan media dengan melihat tampilan visual (video, poster, banner, teks bergambar dan sebagainya) untuk belajar lebih cepat. Pembelajar visual sulit belajar di lingkungan yang bising dan mudah terganggu konsentrasi oleh tampilan peraga yang buruk.
Gaya belajar auditori adalah gaya belajar dengan mengandalkan pendengaran. Pembelajar auditori belajar lebih cepat melalui diskusi lisan dan mendengarkan ucapan. Mereka suka berbicara sendiri sambil bekerja, senang membaca dengan lantang, menggerakkan bibir dan berbicara saat membaca, mengeja dengan lantang, sulit mengingat jika membaca tanpa suara juga sangat mudah teralihkan konsentrasinya akibat kebisingan.
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara sambil memperagakan. Pembelajar kinestetika suka beraktivitas dan menjelajah fisik, tidak mudah teralihkan oleh keadaan kacau, belajar melalui manipulasi dan praktek (DePorter, 2013).
Skema keterkaitan gaya belajar, properties, atribut lingkungan untuk pencapaian tatanan setting belajar optimal ditampilkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Skema kaitan Gaya Belajar, Properties dalam Pembentukan Setting Belajar di Rumah Sumber: Lindarto, 2021
Metode
Untuk mencapai tujuan penelitian yang bersifat kajian arsitektur perilaku maka digunakan metode kualitatif deskriptif dengan studi kasus (Cresswell, J. W, 2015). Prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis melalui pengamatan atas pernyataan lisan orang tua, perilaku atau fenomena belajar di rumah yang diobservasi sebagaimana prosedur yang dinyatakan oleh Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2013: 4). Dengan pendekatan keilmuan arsitektur perilaku digunakan teknik pendekatan pemetaan perilaku atau behavioral mapping (Halim,2005) dalam pemetaan berdasarkan tempat (placecentered mapping) dan berdasarkan individu (individual-centered mapping).
Pengumpulan data dilakukan dengan model Lofland (Moleong, 2013: 157) dengan sumber data utama adalah fenomena, kondisi fisik, pernyataan pendapat. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan jaminan validitas menggunakan triangulasi teknik pada sumber data yang sama dan triangulasi sumber yang beragam yaitu anak dan orang tua. Selanjutnya data diklasifikasikan dan dianalisis dengan metode analisis model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2017: 337-345) meliputi klasifikasi, reduksi, analisis tabulasi-silang antara gaya belajar anak dan tatanan fasilitas ruang belajar untuk digunakan sebagai acuan bagi rancangan ruangan belajar di rumah dengan konsep menjadi ruangan belajar yang memenuhi kriteria-kriteria 12 atribut tempat yang nyaman menurut Weisman (1981).
Data, diskusi, dan hasil/temuan
-
a. Setting Pembelajar Visual
Dengan memperhatikan gaya belajar visual dimana pembelajar melihat dan menangkap informasi secara visual maka ruang belajar dapat didesain dengan memanfaatkan dinding sebagai alat menempelkan beragam gambar, grafik, peta, jadwal, rumus-rumus untuk belajar (Gambar 3). Kepekaan pembelajar visual terhadap warna dapat dipenuhi dengan warna dinding dan alat belajar yang berwarna warni bukan monochrome. Lukisan superhero atau tokoh idola menambah motivasi anak pembelajar visual hingga nyaman di meja belajarnya.
Gambar 3. Setting Dinding Pembelajar Visual Sumber: akcdn.detik.net.id
Gemar membaca merupakan ciri pembelajar visual (Fitrian RNA dkk, 2020) sehingga deretan buku yang rapi dan mudah dijangkau menjadi suasana yang menyenangkan baginya. Pembelajar visual mudah mengingat dengan melihat karenanya orang tua patut juga memiliki ketrampilan demonstrasi dan melengkapkan beberapa alat peraga.
Pembelajar visual belajar dengan cara melihat contoh-contoh yang tersebar di alam atau fenomena alam dengan cara observasi. Hal ini dapat dipenuhi dengan bukaan jendela ataupun tata visual yang memperlihatkan ruang luar bukan dikelilingi oleh dinding masif.
Fasilitas TV dan Video Player menjadi media belajar favorit anak pembelajar visual (Hariyanto, 2012). Bagi pembelajar visual perangkat mobile efektif sebagai sarana pembelajaran daring. Untuk meningkatkan efektifitas akan lebih memadai jika materi ajar disambungkan ke televisi layar lebar sehingga nyaman dilihat, mudah diawasi serta dapat belajar bersama pendamping (Gambar 4). Video conference (Zoom, Gmeet, MeetLink dsb)
sebagai media pembelajaran daring dapat dilengkapi dengan materi ajar yang direkam dalam bentuk video pembelajaran audio-visual sehingga dapat diulang-ulang oleh pembelajar.
Tipe pembelajar visual lebih suka membaca daripada dibacakan (Ricki L, 2004), dengan demikian maka tata ruang belajar dapat diatur dengan adanya bangku tambahan bagi orang tua untuk menemani membacakan atau mengarahkan materi ajar secara lisan.
Gambar 4. Setting Multimedia Pembelajar Visual Sumber: Banjarmasin.tribunnews.com
Pembelajar visual berfikir dengan cara bertahap, detail, sistematis, alfabetis, numerikal atau kronologis. Mereka menyukai kerapian dan keteraturan tatanan barang dan catatan pelajaran Gambar 5). Faktor keteraturan dan kerapian tempat belajar para pembelajar visual perlu menjadi perhatian para orang tua.
Gambar 5. Tatanan Bahan Ajar Pembelajar Visual Sumber: Zahira School
Pembelajar visual dapat belajar dengan baik tanpa terganggu oleh kebisingan sekitar, karena mereka lebih terfokus pada apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar. Karakter gaya visual adalah dengan ekspresi pandangan ke arah langit-langit, menengok ke kanan dan ke kiri dalam memproses data dengan melihat setiap kata atau simbol (Ricki L. 2004).
Pembelajar visual terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan (Ricki L, 2004). Pembelajar visual kurang peka terhadap respons instruksi verbal dan akan mudah lupa instruksi lisan. Karenanya orang tua sebaiknya menyediakan media gambar untuk menggambarkan materi ajar secara visual dengan gambar, diagram atau bagan (Gambar 6).
Gambar 6. Setting Media Gambar Pembelajar Visual
Sumber: Zahira School
Pembelajar auditori atau pendengar mengandalkan pendengaran (Robert S, 2002). Orang tua dapat menyediakan media belajar audio yang mudah dioperasikan dan rekaman audio untuk bahan ajar. Pembelajar auditori sangat peka pada gangguan auditori sekitar karenanya diperlukan tatanan ruang belajar yang bersuasana tenang dan hening saat belajar.
Pembelajar auditori senang berbicara secara rinci. Mereka tidak betah dengan kesunyian dan akan berusaha memecahkan kesunyian dengan memproduksi suara (Ricki L, 2004). Tatanan ruang pembelajar auditori adalah ruangan area yang tidak terlalu sunyi.
Gambar 7. Setting Pembelajar Auditori
Sumber: dinkominfo.demakkab.go.id
Pembelajar auditori menyukai nada suara dan memiliki kemampuan sensor kata yang sangat kuat (Fitrian RNA dkk, 2020). Namun biasanya mereka merasa terganggu dengan suara nyaring seperti suara bising.
Gaya belajar penggerak ini berciri menggunakan dan memanfaatkan anggota gerak tubuhnya dalam proses pembelajaran atau dalam usaha memahami sesuatu (Suparman, 2010).
Pembelajar kinestetik cenderung mengabaikan instruksi tertulis atau lisan namun lebih memahami tugas-tugasnya bila mereka berpraktek (Robert S, 2002). Diperlukan pentaan setting belajar untuk anak bergerak leluasa. Variasi tempat belajar bisa menjadi alternatif sehingga memungkinkan anak bergerak berpindah dari satu meja ke meja lain (Gambar 8).
Gambar 8. Setting Pembelajar Kinestetik Sumber: Zahira School
Kinerja pembelajar kinestetik akan lebih baik justru pada saat mereka banyak bergerak. Dengan bergerak mereka bisa relaks dan berkonsentrasi (Ricki L, 2004). Model pembelajaran dengan alat peraga dan media belajar gerakan misalnya kubus, kotak rubik menjadi fasilitas setting tata ruang belajar yang tepat (Gambar 9). Kursi belajar beroda yang memungkinkan gerakan-gerakan sederhana menjadi stimulan yang baik bagi pembelajar tipe ini.
Gambar 9. Setting Alat Peraga Pembelajar Kinestetik
Sumber: akcdn.detik.net.id
Pembelajar kinestetika menggemari musik untuk merelaksasi dan memotivasi persiapan belajar yang baik. Orang tua perlu menyiapkan media belajar audio sebagai pelengkap tatanan ruang belajar yang baik (Gambar 10).
G ambar 10. Setting Audio Pembelajar Kinestetik Sumber: refoindonesia.com
Pembelajar kinestetik lebih membutuhkan benda nyata dan mereka membutuhkan pendamping belajar yang berperan sebagai pelatih (Fitrian RNA dkk, 2020). Orang tua perlu
untuk menyiapkan kotak simpan bahan ajar benda-benda peraga pengajaran, maket, model, patung, alat simulasi, (Gambar 11). Rak-rak pajang dan rak gantung menjadi pilihan furniture ruang belajar pembelajar kinestetik.
Gambar 11. Setting Peralatan Pembelajar Kinestetik
Sumber: tkaba48.com
Pembelajar kinestetik sangat bangga pada prestasi, kemenangan, tantangan, penemuan baru, ketegangan dalam permainan. Motivasi mereka semakin giat di lingkungan yang kompetitif (Ricki L, 2004), lihat Gambar 12. Penataan ruang belajar dengan layout tempat duduk berdekatan baik untuk membentuk suasana kompetisi pembelajar kinestetik.
Secara umum diketahui bahwa hasil belajar siswa yang bergaya visual ternyata lebih tinggi daripada siswa yang bergaya belajar auditori dan kinestetik (Husen, 2018). Karenanya model tatanan ruang belajar secara visual menjadi tatanan alternatif dominan yang perlu disediakan bagi kegiatan belajar di rumah.
Gambar 12. Setting Kompetisi Pembelajar Kinestetik
Sumber: illinoisearlylearning.org
Secara umum pengaturan ruang belajar anak sebaiknya menggunakan meja khusus belajar tidak berpindah di meja makan atau tempat tidur. Tempat dimana menjadi lalu lalang anggota keluarga lainnya menjadi gangguan bagi kegiatan belajar anak. Begitupun tempat belajar anak sebaiknya masih berada pada zona yang mudah diawasi dan dipantau secara visual oleh orang tua.
Orang tua perlu menyediakan kursi berdekatan dengan anak sehingga mudah mengamati, mengkontrol dan berdiskusi mendampingi anak belajar. Kontrol dimaksud adalah menghindarkan segala sesuatu yang dapat mengganggu konsentrasi belajar misalnya televisi dan mainan.
Secara keseluruhan semua gaya belajar memerlukan lingkungan yang rapi teratur. Tempat penyimpanan alat belajar menjadi bagian yang perlu diperhatikan dalam menjaga kerapian. Disamping itu kedekatan dan kemudahan menjangkau alat belajar perlu diatur. Tempat
belajar merupakan tempat pribadi bagi anak. Hasil karya gambar, prakarya, foto, time table dapat dirancang sebagai dekorasi tempat belajar sehingga tercipta suasana privasi anak.
Suasana terang cahaya juga perlu diperhatikan pada ruang belajar anak. Cahaya redup membuat mata anak mengantuk. Cahaya yang terlalu terang akan menyilaukan mata anak. Tempat belajar anak adalah tempat yang menjadi wadah kegiatan keseharian anak karenanya sebaiknya anak juga dilibatkan dalam penyusunan model ruang belajar di rumah sesuai dengan gaya belajar dan kenyamanan anak.
Kesimpulan
Perubahan model pembelajaran sekolah menjadi belajar di rumah secara daring tidak cukup hanya disikapi dengan pemanfaatan teknologi pembelajaran berbasis IT. Pengetahuan setting paedagosis diperlukan oleh orang tua dalam peranan sebagai pendamping anak belajar di rumah. Gaya belajar anak visual, auditori dan kinestetik secara spesifik berkorelasi dengan setting tempat anak belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa alternatif penyusunan setting belajar di rumah yang mengakomodasi gaya belajar anak antara lain jenis dan tatanan meja kursi belajar, karakter alat pendukung belajar, tempat belajar. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peningkatan kemajuan prestasi belajar anak belajar di rumah dari sisi setting paedagogis melengkapi penelitian yang kebanyakan terfokus kepada efektifitas pemakaian IT dan ragam materi ajar dalam belajar daring di masa new normal pandemic Covid-19.
Daftar Pustaka
Altman, I., Rapoport, A., & Wohlwill, J. F. (Eds.). (1980). Human Behavior and Environment (Vol. 4). New York: Springer Science+Business Media, LLC.
Aldiyah, E. (2021). Perubahan Gaya Belajar Di Masa Pandemi Covid-19. CENDEKIA: Jurnal Ilmu Pengetahuan, 1(1), 8-16.
Bire, A. L., Geradus, U., & Bire, J. (2014). Pengaruh Gaya Belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik terhadap Prestasi Belajar Siswa. J. Kependidikan Penelit. Inov. Pembelajaran, 44(2), 168-174.
Bobbi, De P. & Mike, H., (2013). Quantum Learning: Unleashing the Genius in You, terj. Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Kaifa, 110-112.
Charles E. S. CE (1958). Educational Psychology. New York: Prentice-hall, 1958, 199.
Cresswell, J. W. (2015). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Los Angeles: Sage Publications.
Deddy, H. (2005). Psikologi Arsitektur Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Grasindo.
Dewi, N., Murtinugraha, R. E., & Arthur, R. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif pada Mata Kuliah Teori dan Praktik Plambing di Program Studi S1 PVKB UNJ. Jurnal Pensil: Pendidikan Teknik Sipil, 7(2), 95-104.
Djamarah, S. B., (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 176-190.
Elvarita, A., Iriani, T., & Handoyo, S. S. (2020). Pengembangan Bahan Ajar Mekanika Tanah Berbasis E-Modul Pada Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Pensil: Pendidikan Teknik Sipil, 9(1), 1-7.
Fitrian, R. N. A. dkk. (2020). Analisi Gaya Belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik Siswa Berprestasi di SD Negeri Ajibarang Wetan. Jurnal Mahasiswa BK An-Nur: Berbeda, Bermakna, Mulia, 6 (1), 26-31.
Ginnis, P. (2008). Trik dan Taktik Mengajar, Strategi Meningkatkan Pencapaian Pengajaran di Kelas., terj. Wasi Dewanto. Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang, 41.
Hariyanto & Suyono. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 149.
Husen, H. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Tematik dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas II. Reforma: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 6(2).
Irawati, I., Ilhamdi, M. L., & Nasruddin, N. (2021). Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA. Jurnal Pijar Mipa, 16(1), 44-48.
Kurniati,A, Fransiska, F., & Sari, A. W. (2019). Analisis Gaya Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V. Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa – JPDP, 5 (1), 87-103.
Ni’mah, F. I., Kusmintardjo. & Sunarni. (2019). Manajemen Pembelajaran Jarak Jauh (Distance Learning) pada Homeschooling ‘Sekolah Dolan’ di Kota Malang (Malang: Universitas Negeri Malang). 53(9) 1689–1699.
Nini, S. (2021). Rahasia Gaya Belajar Orang Besar. Yogyakarta: Javalitera, 17.
Putri, R. A., Magdalena, I., Fauziah, A., & Azizah, F. N. (2021). Pengaruh Gaya Belajar terhadap Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar. Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(2), 157-163..
Ricki, L. (2004). Cara Belajar Cepat. Semarang: Dahara Prize, 106-109,114-115,178.
Steinbach, R. (2002). Succesfull Lifelong Learning, terj. Kumala Insiwi Suryo. Jakarta: Victory Jaya Abadi.
Sadikin, A. & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid- 19. e-Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, 6(02), 24.
Setiawan. (2014). Arsitektur Lingkungan dan Perilaku.
Suparman, S. (2010). Gaya Mengajar yang Menyenangkan Siswa. Jogjakarta: Pinus Book Publisher, 68-69.
Uno, H. B. (2010). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Weisman, G. D. (1981). Modelling Environtment Behavior System. A Brief Note. Journal of Man Environment Relations, 32–41.
Yuwanita, I., Dewi, H. I., & Wicaksono, D. (2020). Pengaruh Metode Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA. Instruksional, 1(2), 152-158.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada para orang tua murid SDIT Zahira Medan selaku responden penelitian ini dan Lab. Perancangan arsitektur USU Medan serta Dr. Mohhamad Kusyanto, ST., MT., Rektor Unisfat Demak atas masukan dan bimbingan analisis pembelajaran anak.
98
SPACE - VOLUME 9, NO. 1, APRIL 2022
Discussion and feedback