Analisis Kesenjangan antara Konsep dan Pelaksanaan Program Kota Kreatif di Kota Denpasar
on
RUANG
SPACE
ANALISIS KESENJANGAN ANTARA KONSEP DAN PELAKSANAAN PROGRAM KOTA KREATIF DI KOTA DENPASAR
Oleh: Putu Indra Artadi Jaya1, Ida Bagus Gde Wirawibawa2, Ni Ketut Ayu Siwalatri3
Abstract
Denpasar – the Capital City of Bali Province in Indonesia has implemented a creative city program since 2016. Through its government agencies, Denpasar continues to innovate in providing its communities with opportunities to collaborate in creative environments. The positive support from the Government of Denpasar City in the form of facilities provision, regulation, and physical network are early steps heading towards a creative city. This study is conducted to examine if government actions have been in line with creative city indicators. It adopts a qualitative research method namely in-depth interviews with Mr. I Gusti Putu Anindya - one of the advisers in the Creative Agency of Denpasar. Data analysis is carried out based on gap analysis and content analysis. Based on analysis done on four indicators, this study demonstrates that in practice Denpasar city has acted in accordance with Creative City Index. The study finding further proposes 12 key actions which can be used as a foundation for government action in developing Denpasar as a creative city.
Keywords: creative city; creative city index; gap analysis
Abstrak
Kota Denpasar telah menerapkan program kota kreatif sejak tahun 2016. Pemerintah Kota Denpasar terus berinovasi dan mendukung sepenuhnya melalui instansi terkait dan memberikan kesempatan bagi komunitas-komunitas untuk berkolaborasi dalam dunia kreatif. Dukungan yang positif dari Pemerintah Kota Denpasar, melalui pengadaan fasilitas, regulasi, dan jaringan merupakan langkah awal menuju kota yang kreatif. Penelitian ini dilakukan untuk melihat jika tindakan-tindakan yang sudah diambil telah sejalan dengan indikator kota kreatif. Studi ini didasari oleh kaidah penelitian kualitatif dengan mengambil wawancara mendalam kepada Bapak I Gusti Putu Anindya Putra sebagai salah satu penasihat di Badan Kreatif Kota Denpasar, sebagai metode pencarian datanya. Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan gap analysis dan content analysis. Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap empat indikator ditemukan jika Kota Denpasar sudah menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan di dalam creative city index. Studi ini juga mengajukan 12 tindakan kunci yang dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pemerintah di dalam mewujudkan Denpasar sebagai kota kreatif.
Kata kunci: kota kreatif; indikator kota kreatif; analisis kesenjangan
Pendahuluan
Kepala Badan Kreatif Republik Indonesia pada tahun 2019 yaitu Triawan Munaf memilih Kota Denpasar sebagai 10 besar kota kreatif (creative city) di Indonesia (Diskominfo, 2019). Kota kreatif merupakan integrasi anatara bidang ekonomi, budaya, teknologi dan faktor sosial (Landry, 2014). Kota Denpasar merupakan kota berbasis kebudayaan dan memiliki beragam potensi ekonomi lokal yang dapat dikembangkan. Berkembangnya sektor industri kreatif adalah potensi yang dapat membantu meningkatkan persentase kontribusi terhadap PDRB Kota Denpasar. Penghargaan Kota Denpasar sebagai kota kreatif dapat menjadi pemicu perkembangan ekonomi lokal sehingga dapat mendorong kesejahteraan masyarakat Kota Denpasar secara komprehensif.
Berbagai perkembangan konsep perkotaan di dunia seperti, kota layak huni, kota ramah anak, kota ramah lansia, kota pintar, dan salah satunya adalah konsep kota kreatif (creative city). Ada banyak pengertian yang berkembang mengenai kota kreatif. Konsep dari kota kreatif didasarkan pada ide tentang kreativitas dan industri kreatif yang berkontribusi pada kehidupan sosial masyarakat sebagai bagian dari perekonomian serta memberikan kesempatan untuk memunculkan bisnis baru dan lapangan pekerjaan guna meningkatkan daya tarik sebuah kota (Anttiroiko, 2010).
Penelitian lain yang terkait dengan creative city sudah beberapa kali ditemukan dalam media baik itu berupa jurnal, atau berita online. Berbagai penelitian dilakukan serupa dengan penelitian terkait creative city seperti terkait dukungan pemerintah pada industri kreatif kain endek yang diteliti oleh Le dan Jannah (2015). Berbeda dengan yang dilakukan oleh Alexandri (2017) yang membahas mengenai penggunaan indikator ekonomi kreatif di Kota Bandung. Sehingga penelitian ini akan melanjutkan topik mengenai kota kreatif pada implementasinya sesuai dengan teori terkait indikator dari kota kreatif di lingkungan Kota Denpasar.
Kota kreatif dapat menjadi wadah masyarakat dalam meningkatkan potensi ekonomi berupa ruang bagi komunitas untuk melakukan kegiatan produksi, konsumsi atau distribus hasil inovatif dan kreatif. Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesenjangan penerapan konsep kota kreatif di Kota Denpasar sesuai dengan indikator keberhasilan dalam penilaian kota kreatif.
Dalam upaya mencapai pendekatan konsep kota kreatif pada salah satu strategi perencanaan kota di Kota Denpasar, maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesenjangan implementasi kota kreatif di Kota Denpasar. Evaluasi dilakukan dengan mengidentifikasi Peraturan Daerah Kota Denpasar yang terkait sebagai dasar impelentasi konsep kota kreatif. Indikator keberhasilan dalam mencapai kota kreatif dari berbagai studi kasus akan digunakan sebagai dasar evaluasi dari implementasi kota kreatif di Kota Denpasar. Evaluasi ini dilakukan untuk mencapai keberhasilan pendekatan konsep kota kreatif di Kota Denpasar berdasarkan karakteristik, potensi, masyarakat, dan lingkungan di Kota Denpasar. Sehingga pembangunan Kota Denpasar dapat diwujudkan melalui pendekatan kota kreatif sebagai konsep regenerasi perkotaan yang cocok diterapkan pada kota berbasis kebudayaan di Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan mencari sumber data berdasarkan wawancara yang mendalam dengan pihak terkait.
Hasil yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah tersusunnya strategi dan rekomendasi terkait dengan pendekatan kota kreatif di Kota Denpasar berdasarkan kajian indikator keberhasilan kota kreatif dari berbagai studi kasus.
Metode Penelitian Kualitatif
Pendekatan yang digunakan pada penelitian kali adalah penelitian kualitatif. Pada penelitian ini menekankan peneliti akan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti (Noor, 2011). Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dengan berlandaskan kajian literatur dan kebijkan pemerintah Kota Denpasar.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak khusus (in-depth interview) untuk menggali dan mencari informasi terkait implementasi Kota kreatif yang telah dilaksanakan di Kota Denpasar, sebagai bahan bagi proses analisis yang akan dilakukan. Peneliti akan mewawancarai pihak terkait berkaitan dengan kebijakan, program dan kegiatan yang dikerjakan yang berhubungan dengan pengembangan kota kreatif. Dalam upaya melakukan analisis untuk menilai performa kota kreatif di Kota Denpasar saat ini sudah memenuhi standar atau kriteria yang diinginkan, maka peneliti menggunakan proses gap analysis (analisis kesenjangan).
Secara umum analisis gap digunakan untuk membandingkan antara kondisi aktual dengan kondisi ideal berdasarkan literatur untuk mengidentifikasi kesenjangan atau celah diantara keduanya (Bunse, dkk, 2011). Konteks analisis gap dalam penelitan ini adalah melihat kesenjangan implementasi konsep kota kreatif di Kota Denpasar dengan standar empat komponen penilaian indeks kota kreatif. Hasil yang diharapkan berupa kata kunci yang dirumuskan berdasarkan data wawancara dengan proses analisis yang telah dilakukan.
Analisis dilanjutkan dengan menggunakan teknik content analysis, dimana menggunakan skoring yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan dari pendekatan dan kesesuaian dari indikator kota kreatif dengan kondisi yang terjadi saat ini. Skala pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala dari 1 – 3 seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skala Pengukuran Menggunakan Content Analysis
No Skala Skala Pengukuran
-
1 Istilah tidak digunakan sama sekali, dimana hasil wawancara yang dilakukan tidak
ada menggunakan istilah yang menyerupai dari indikator kota kreatif menurut Charles Landry.
-
2 Istilah menyerupai, dimana hasil wawancara yang dilakukan tidak disebutkan secara
implisit melainkan ada konsep dan pengertian yang menyerupai istilah yang menyerupai dari indikator kota kreatif menurut Charles Landry.
-
3 Istilah yang diterapkan, dimana hasil dari wawancara terdapat kata atau istilah yang
sesuai dan sama dengan indikator kota kreatif menurut Charles Landry
Creative city
Perkembangan sektor ekonomi di berbagai kota saat ini memiliki pengaruh terhadap konsep pembangunan kawasan perkotaan, yang dimana sektor ekonomi tradisional sudah tidak dianggap tepat dalam menunjang perekonomian perotaan (Pratt, 2008). Produksi telah
berubah menjadi produksi berbasis teknologi dengan pertimbangan aspek sosial, bidaya dan interaksi manusia di dalamnya (Anttiriko, 2010). Kota yang kreatif adalah kota yang dinamis, inovatif, dan berorientasi pada aksi yang dapat mengubah ruang kotanya berdasarkan sumber budaya lokal (Carta, 2008). Pendekatan konsep kota kreatif dalam perencanaan kota adalah dengan menciptakan lingkungan fisik dan budaya yang menyediakan kondisi untuk masyarakat menjadi kreatif. Perencanaan kota harus terintegrasi terhadap aspek ekonomi, budaya, lingkungan dan sosial (Manach & Pop, 2017).
Menurut Badan Ekonomi Kreatif (2016), kreativitas merupakan faktor pendorong munculnya inovasi atau penciptaan karya kreatif dengan memanfaatkan penemuan yang sudah ada. Hal ini akan mendorong peningkatan produktivitas dan sekaligus nilai tambah bagi suatu wilayah atau kota. Sedangkan menurut Chris Bilton (2007) dalam Antariksa (2012) mengatakan bahwa kreativitas mengandung dua aspek. Pertama, berkaitan dengan sesuatu yang baru dan beda, dan kedua berarti bahwa individu harus diberikan kebebasan dalam mengekspresikan bakat dan visi yang bermanfaat bagi publik. Berbagai pendapat dan definisi mengenai kota kreatif diberbagai dunia berkembang dengan sangat pesat, salah satu yang terkemuka adalah pendapat oleh Charles Landry (2014:14), kutipan mengenai kota kreatif yang telah dikemukakan berbunyi, sebagai berikut:
“Creativity and innovation are related but crucially they are not the same. Creativity and imagination are the major pre-conditions for downstream innovations to occur, such as to become a ‘smart city’ or for economic and cultural vigour to develop. Creativity is a divergent thought process. It generates new ideas, whilst innovation is a convergent process concerned with turning ideas into reality and profitable products and services.”
Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah kreativitas dapat memberikan peluang yang sangat berpengaruh kepada proses sebuah kota untuk membentuk sebuah komunitas baru yang menghasilkan ide-ide baru. Pada pernyataan tersebut juga terdapat kata inovasi. Kedua kata ini memiliki keterkaitan namun terdapat perbedaan dari hasil yang dapat diperoleh. Kreativitas menghasilkan sebuah proses pemikiran, sedangkan inovasi adalah mengubah ide menjadi nyata. Seperti contoh bahwa untuk mewujudkan suatu kota cerdas, kondisi awal yang penting adalah adanya sebuah komitmen pada sebuah kota untuk melakukan kreativitas sehingga dapat menciptakan inovasi-inovasi untuk mendorong sebuah kota menjadi kota cerdas.
UNESCO (2016), juga berpendapat bahwa terdapat 4 unsur dalam kota kreatif sebagai berikut:
-
• Mendorong gerakan kreatif dan inovatif, dalam penggunaan teknologi digital dalam mengembangkan kota yang dapat membangun tumbuh kembang manusia, dan diversitas yang digunakan pada sumber daya untuk membangun sebuah kota dan meningkatkan kota yang layak huni
-
• Teknologi digital, merupakan sebuah revolusioner dalam membentuk masyarakat untuk memproduksi, mengkonsumsi, dan merasakan pengalaman yang berbeda.
-
• Inovasi, turut mendukung dalam mengambil keputusan untuk membentuk kota yang berbeda, mendorong demokrasi dalam pemerintahan.
-
• Kebijakan, yang berlaku harus memperhatikan pada akses publik, keadilan, beragaman budaya, dan transparansi serta memperhatikan hak-hak yang dianggap privat.
Proses dalam kreativitas dibagi kedalam lima unsur yaitu: kreasi, produksi, distribusi, konsumsi dan konservasi, dimana kelima unsur ini digunakan dalam kriteria penilaian yang dilakukan oleh Berkraf kepada daerah atau kota yang menerapkan kota kreatif di Indonesia (Berkraf, 2016).
Indeks Penilaian Creative city
Uni Eropa telah menyusun indeks kota kratif sesuai dengan tingkat pencapaian di kota-kota di Benua Eropa menuju kota kreatif (Montalio dkk, 2017). Indeks penilaian keberhasilan Kota kreatif pada berbagai kota bisa jadi sangat berbeda antara kota satu dengan kota lainnya. Berdasarkan The Cultural and Creative Monitor data yang digunakan dalam menilai kota kreatif adalah bagaimana suatu kota mendukung inisiasi internasional yang ditunjukan untuk mempromosikan seni, budaya, dan kreatifitas yang datang dari seniman. Sementara indeks kota kreatif yang dikembangkan oleh Charles Landry dan Jonathan Hyam adalah dengan mengevaluasi denyut kreatif kota dengan mengeskplorasi dinamika urban, proyek yang sedang berjalan, dan proyek yang sudah berhasil.
Seperti kota-kota lainnya di Eropa yang melakukan penilaian terhadap keberhasilan penerapan kota kreatif, Kota Helsinki di Filandia telah melakukan asesmen sebagai upaya dalam melihat bagaimana penerapan konsep kota kreatif telah berhasil untuk pembangunan Kota Helsinki (Landry, 2014). Komponen penilaian kota kreatif dan metode perhitungan yang digunakan, beberapa dipublikasikan dalam The Creative City Index.
Berdasarkan buku Helsinki Creative City Indeks penilaian indeks kota kreatif Helsinki dibagi menjadi empat kelompok klaster. Klaster pertama, menilai bagaimana kemampuan kota dalam mengidentifikasi dan memelihara atau menumbuhkan kreativitas. Kedua, bagaimana kota mampu untuk menyediakan ruang dan mendukung kreativitas. Ketiga, yaitu bagaimana kota dapat mengembangkan atau mengeksplor dan memanfaatkan kreativitas. Terakhir, bagimana kota menghidupkan dan mengekspresikan kreativitas yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Empat Kelompok Klaster Kota Kreatif
No |
Kelompok Klaster |
Domain (Identifikasi) |
1 |
Mengidentifikasi dan Memelihara Kreativitas |
|
2 |
Menyediakan dan Mendukung Kreativitas |
|
3 |
Mengembangkan dan Memanfaatkan Kreativitas |
|
4 |
Menghidupkan dan Mengekspresikan Kreativitas |
|
Sumber: Landry, 2014
Berbeda dengan yang disampaikan pada Alexandri (2017) dimana terdapat dua pedoman yang digunakan untuk melihat penerapan kota kreatif yang diterapkan di Bandung. Pertama
menggunakan indikator kota kreatif yang dikemukakan oleh Howkins (2007) yang dibagi kedalam tujuh komponen yang dikelompokan secara umum yaitu: kontribusi terhadap ekonomi, bisnis, pengaruh sosial, identitas suatu kota, komunikasi, inovasi dan kreativitas. Kedua, adalah indikator yang dikemukakan oleh Kementerian Perdagangan RI tahun 2007 yang menyebutkan ada empat indikator yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh kreativitas terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu: Produk Domestik Bruto (PDB), tenaga kerja, aktivitas perusahaan, dan pengaruh dari sektor lainnya. Pada penelitian ini menghasilkan bahwa di Kota Bandung menggunakan enam unsur indikator yang menghasilkan berbagai kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Bandung, namun hal tersebut perlu adanya peningkatan secara berkala untuk mewujudkan Kota Bandung sebagai kota kreatif yang lebih baik lagi.
Menarik kesimpulan dari pendekatan indikator kota kreatif yang disampaikan dari beberapa peneliti dan badan khusus yang mengeluarkan indikator terkait ekonomi kreatif, maka indikator pada penelitian ini yang akan digunakan adalah yang dikemukakan oleh Charles Landry (2014). Pertimbangan yang diambil adalah mengingat indikator tersebut dikemukakan pada rentang waktu terdekat (6 tahun) dari tahun 2020.
Hasil dan Pembahasan
Melihat studi literatur mengenai kota kreatif, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan Kota kreatif yang sudah diterapkan pada suatu kota. Pada penelitian ini pembahasan mengenai indikator yang digunakan adalah indikator berdasarkan Charles Landry, dimana karakteristik dari indikator ini memilliki pembahasan pada setiap unsur klaster dari indikator yang diterapkan. Sedangkan untuk melihat penerapan di Kota Denpasar melihat dari unsur kebijakan pusat dan daerah melalui peraturan presiden dan peraturan Walikota Denpasar. Implementasi dari kebijakan tersebut dan melihat kesenjangan yang terjadi dari kondisi saat ini melalui penerapan dengan kondisi yang seharusnya atau yang diinginkan melalui indikator Charles Landry.
Landasan Peraturan Kota Kreatif di Denpasar
a. Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf Indonesia)
Menurut Badan Ekonomi Kreatif (2016) mengatakan, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia melalui bagian infrastruktur, pembangunan “Sistem Ekonomi Kreatif Indonesia” pengembangan sektor ekonomi kreatif disetiap daerah tentu akan berbeda dengan daerah lainnya, hal tersebut memerlukan pemetaan untuk melihat apakah ada potensi dan tantangan yang akan dihadapi dikemudian hari. Sehingga, menentukan dari arah untuk pengembangan pembangunan pada sektor ekonomi kreatif dapat terjaga dengan baik sesuai dengan hasil yang diinginkan dan ditargetkan. Sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi kreatif meliputi lembaga pemerintah, akademisi, komunitas, dan pelaku bisnis yang kemudian disebut dengan quadruple-helix.
Berdasarkan keberagaman potensi yang berada pada ekonomi kreatif yang terdapat di Indonesia, pemerintah membagi ekonomi kreatif dalam 16 subsektor, yaitu: kuliner, arsitektur, disain produk, disain interior, disain grafis, film, animasi dan video, musik,
fasyen, seni pertunjukan, permainan game dan aplikasi, kriya, radio dan televisi, seni rupa, periklanan, fotografi, serta penerbitan. Pembangunan sektor kreatif di Indonesia memberikan dampak yang cukup tinggi hingga pada tahun 2014 industri kreatif memberikan kontribusi berupa nilai tambah yang tak kurang dari Rp. 716,7 triliun, yang didalam industri tersebut terdapat pemetaan berdasarkan sub sektor masing-masing (lihat Gambar 1). (Berkraf, 2019). Payung hukum yang digunakan oleh Bekraf Indonesia juga sudah ditentukan oleh Presiden Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 tahun 2019 tentang Badan Pariwisata Ekonomi Kreatif yang sebelumnya pada Perpres No.6 Tahun 2015 yang membentuk Badan Ekonomi Kreatif. Tugas dari Bekraf ini adalah membantu Presiden Indonesia dalam merumuskan, mengoordinasikan, dan sinkronisasi kebijakan terkait semua hal mengenai ekonomi kreatif dan bidang kepariwisataan yang tercantum pada Perpres tersebut.
Gambar 1. Pemetaan Usaha Kreatif di Indonesia Sumber: Bekraf, 2019
Peraturan Walikota No 35 tahun 2016 tentang Badan Kreatif Denpasar ini merupakan satu-satunya kebijakan yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan di lingkungan Kota Denpasar. Badan Kreatif Denpasar disebut sebagai lembaga swasta yang bersifat mandiri dalam melaksanakan kegiatan merumuskan, menetapkan, mengkoordinasikan, dan sinkronisasi strategi dan kebijakan terkait dengan kreativitas masyarakat Kota Denpasar. Tugas yang dipikul oleh Badan Kreatif Denpasar sesuai dengan isi dari Peraturan Walikota No 35 Tahun 2016 tentang Badan Kreatif Denpasar menegaskan badan ini bertugas membantu Walikota Denpasar dalam merumuskan, mengkoordinasikan, sinkronisasi strategi dan kebijakan, serta mempromosikan terkait dengan kreativitas masyarakat Kota Denpasar serta tambahan fungsi yang harus dilaksanakan oleh badan ini antara lain: Pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas peklaksanaan program, dan perumusan dan pelaksanaan kerja sama, serta promosi.
Badan Kreatif Denpasar atau yang disingkat BKD merupakan badan swasta/non pemerintah yang membantu kinerja Walikota Denpasar terhadap bidang kreatif dan inovasi di Kota Denpasar. Ketua BKD I Gusti Putu Anindya Putra periode 2017-2021 dalam pernyataannya yang terdapat pada situs web resmi dari BKD mengatakan bahwa sejak UNESCO Creative Cities Network (UCCN) memberikan kesempatan bagi kota kreatif untuk bergabung dalam
suatu jaringan dunia, Kota Denpasar turut berpartisipasi masuk ke dalam jaringan tersebut. Salah satu faktor terpentingnya dari kota kreatif adalah pembangunanan yang mengusung ekonomi kreatif, bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia dan sangat ramah terhadap sumber daya alam.
Kota kreatif dapat menjadi solusi jitu untuk melaraskan semua kepentingan masyarakat, berbagai kepentingan ditengah kota yang dapat berupa ekonomi, politik, sosial-budaya, keyakinan, dan sebagainya. Kata kunci dari sebuah kota kreatif adalah kolaborasi dan sinergi, yang memiliki kerjasama yang baik antara berbagai orang yang berbeda paham dan kepentingan, untuk menciptakan sesuatu bagi kesejahteraan di sebuah kota. Jadi dalam hal ini pekerjaan rumah sangat besar dalam membangun kota kreatif adalah merangsang tumbuhnya ekosistem-ekosistem yang memungkinkan semua penggiat ekonomi kreatif memiliki kesempatan lebih besar untuk meningkatkan kreativitas dan inovasinya. Menurut Bapak Gusti Anindya (2018), peran dari pihak yang terlibat dalam penumbuhan ekosistem ini adalah komunitas, akademisi, pelaku usaha, pemerintah, dan media. Melalui kolaborasi dan sinergi kelima peran tersebut akan memberi kesempatan bagi munculnya ekosistem yang memiliki keunikan dan kekhasan sehingga menjadi suatu unggulan serta dapat memberikan manfaat sebagai landasan, langkah strategis untuk mendorong peningkatan ekonomi kreatif. Sehingga dapat disimpulkan dalam sebuah konsep singkat mengenai usaha dalam meningkatkan kota kreatif terdapat diagram yang menjadi konsep awal untuk melihat keterkaitan seluruh aspek dalam konsep kota kreatif ini (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Ekosistem Ekonomi Kreatif
Sumber: Putra, 2018
Penerapan Kota Kreatif di Kota Denpasar
Salah satu strategi pembangunan ekonomi dan industri di Indonesia adalah pengembangan industri kreatif. Saat ini terdapat 18 subsektor industri kreatif yang dikembangkan, beberapa
seperti arsitektur, kuliner, teknologi, yang diterapkan di Kota Denpasar. Saat ini di Kota Denpasar beberapa fasilitas penerapan yang bergerak di beberapa bidang sebagai suatu wadah yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pelaku usaha untuk dapat berpartisipasi dalam peningkatan pertumbuhan kreativitas di Denpasar.
Salah satu penerapan fisik yang berada di Kota Denpasar adalah Dharma Negara Alaya (DNA Art & Creative Hub), sebuah ruang kreativitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, komunitas untuk menuangkan ide-ide kreatif. Berbagai kegiatan baik itu ditingkat kota, provinsi bahkan hingga nasional tidak jarang dilakukan oleh Kota Denpasar. Mulai dari kegiatan seminar, talkshow, hingga sharing ilmu dan kolaborasi yang dilakukan oleh komunitas-komunitas dengan pihak pemerintah. Tujuan dari kegiatan ini berkaitan dengan mencari peluang dalam meningkatkan kolaborasi sehingga menjadi suatu jaringan kreatif yang meningkatkan semangat bagi generasi-generasi yang ingin memulai dalam industri ini.
Hasil Analisis Kesenjangan pada Indikator Kota Kreatif Oleh Charles Landry dengan Kondisi yang Terjadi di Kota Denpasar
Pada proses analisis kesenjangan ini melihat dari kondisi saat ini yang terjadi pada penerapan konsep kota kreatif dengan kondisi yang diharapkan dalam yang dalam konteks penelitian ini terdapat empat indikator yang digunakan untuk melihat kesesuaian dari kota kreatif yang disampaikan oleh Landry (2014). Kesenjangan yang dilihat pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan perbandingan kondisi kekinian, kondisi yang diharapkan dan kondisi berdasarkan acuan tertentu (Ningdyah, dkk, 2015). Kota Denpasar yang menerapkan kota kreatif melalui Badan Kreatif Denpasar telah melakukan berbagai langkah untuk merumuskan dan meningkatkan kondisi yang diharapkan melalui kebijakan dan antisipasi.
Gap disini juga digunakan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi dari penelitian tersebut. Analisis ini dipilih karena mampu menggambarkan kondisi yang ada saat ini dan menggambarkan perbedaannya dengan kondisi yang seharusnya ingin dicapai, sehingga dapat menyusun sebuah strategi yang didasarkan pada gap diantara kedua kondisi tersebut. Untuk itu, penyampaian analisis gap akan disertakan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Gap
Aspek |
Kondisi Saat Ini |
Kondisi yang Sesuai/diharapkan |
Analisis Kesenjangan (Gap) |
Strategi |
Arahsan Kebijakan Kota Kreatif |
Terkait kebijakan yang berlaku di Kota Denpasar ditetapkan pada Perwali no. 35 Tahun 2016 dan berlandaskan pada Peraturan Presiden No 70 Tahun 2010 |
Kebijakan yang berlaku harus memperhatikan pada akses publik, keadilan, beragaman budaya, dan transparansi serta memperhatikan hak-hak yang dianggap privat. |
Pada peraturan terdapat gap antara kebijakan mengenai adanya kepemimpinan terkait badan ekonomi kreatif, yaitu adanya keterkaitan bidang pariwisata terhadap badan kreatif. Yang mengakibatan dapat menimbulkan kepentingan yang hanya mengarah kepada pariwisata. |
Strategi yang dapat diterapkan oleh pemerintah Kota Denpasar adalah memberikan kesempatan kepada Badan Kreatif Denpasar untuk bergerak sendiri tanpa ada katerkaitan oleh dinas. |
Keterbukaan, |
Partisipasi masyarkat |
1. Terbuka untuk masyarakat dari |
Partisipasi mayarakat di Kota Denpasar ditandai |
Memperdayakan sepenuhnya |
Partisipasi, |
mengenai |
berbagai |
dengan berbagai macam |
sumberdaya |
dan |
kreativitas di Kota |
keberagaman, |
komunitas yang sudah |
pendidikan |
Pelatihan |
Denpasar sangat tinggi terdapat pada komunitas yang sangat antusias mengikuti dan bergabung pada badan kreatif denpasar. Berbagai event, seminar, hingga pelatihan pembinaan secara rutin diadakan berdasarkan tema atau topik yang diangkat setiap waktunya. |
memberikan peluang dan fasilitas yang mendukung aktivitas 2. Kesempatan dari segala umur dapat menikmati dan berkontribusi, banyaknya penawaran untuk belajar dalam hal ini adanya sinergi antara komunitas, akademisi (universitas), dan pemerintah. |
ada dan membuat jaringan baru di Kota Denpasar menjadi modal utama dalam meningkatkan kreativitas. Pada unsur ini kesenjangan dilihat pada peluang yang diberikan oleh kota kepada komunitas masih terbilang cukup kurang jika dikaitkan pada fasilitas untuk media dalam pelatihan berdasarkan wawancara kepada salah satu tim penasihat di BKD. |
seperti universitas sebagai media pelatihan dengan membantu mempromosikan program universitas dalam kegiatan seminar, serta bekerja sama dengan seluruh universitas di bidang IT sebagai team ahli di kota kreatif . |
Pengemba- |
Kota Denpasr dalam |
Komunikasi yang |
Tugas dari BKD yang |
Memperdayakan |
ngan |
kegiatan untuk |
terhubung dengan |
merupakan bagian kecil |
teknologi dan |
Kreativitas |
mendukung komunitas kreatif, berjalan berdasarkan tujuan dan tugas yang telah tercantum pada Perwali dan Perpres. |
baik secara internal dan eksternal, baik fisik atau virtual. Mendukung pada akses pendanaan, mendorong inovasi sehingga suatu kegiatan kreatif dapat melewati masa kritis. |
dari kota kreatif hanya sebatas pada membantu tumbuh kembang sebuah komunitas dengan mengkomunikasikan komunitas tersebut berdasarkan klasifikasinya dan dihubungkan kepada dinas terkait yang memiliki keterkaitan dibidang yang sama sehingga dapat menjadi sebuah kolaborasi. |
komunikasi disetiap elemen pemerintah baik dinas, lembaga, atau badan terkait pengembangan kota kreatif. Membuka jalan bagi komunitas seluas-luasnya dalam mengakses kebutuhan pendanaan untuk terus berinovasi. |
Tempat, |
Melalui Badan |
Mendorong |
Kesenjangan yang terjadi |
Bekerja sama |
Wadah, |
Kreatif Denpasar, |
masyarakat untuk |
pada unsur ini adalah |
dengan pihak |
Fasilitas |
bagi komunitas |
berekspresi dan |
kebutuhan komunitas |
swasta dalam |
Pendukung |
tentunya sudah disiapkan fasilitas umum yang tersedia seperti Gedung Dharma Negara Alaya sehingga mengenai tempat khusus yang diperuntukan bagi kegiatan berdasarkan pada konsep kegiatan dan kebutuhan akan fasilitas yang berbeda-beda. |
berkolaborasi, meningkatkan kepercayaan diri masyarakat terhadap pengaruh luar Area publik bertindak sebagai jaringan yang mengikat berbagai fasilitas dan mudah untuk diakses |
akan ruang saat ini yang belum dapat menampung seluruh komunitas yang ada, kemudahan dalam menggunakan fasilitas umum sebagai wadah dalam mengekspresikan kreativitas di Denpasar masih memerlukan peningkatan. Hal tersebut akan berdampak terhadap kesempatan yang dirasakan oleh komunitas akan berbeda akibat berbedanya konsep komunitas dengan konsep yang saat waktu tertentu digunakan di fasilitas umum. |
pengembangan fasilitas publik yang dapat saling memberikan manfaat positif di kedua belah pihak. Mengajak pihak swasta turut membantu menggandeng komunitas kecil yang sesuai dengan bidang dari sebuah perusahaan swasta. |
Sumber: Penulis, 2020
Tabel 4 melihat beberapa kata kunci tersebut yang menjadi hasil dari kesenjangan yang dihasilkan pada pengumpulan data melalui wawancara sehingga beberapa kata kunci tersebut termasuk kedalam komponen indikator yang dikemukakan oleh Charles Landry, sedangkan ada juga beberapa kata kunci yang menjadi hal baru yang juga menjadi sebuah keunikan pada penerapan kota kreatif di Kota Denpasar.
Tabel 4. Kata Kunci Kesenjangan yang diperoleh Berdasarkan Hasil Analisis
Indikator |
Kata Kunci Kesenjangan dari Hasil Analisis |
Arahan Kebijakan Kota kreatif |
Kepentingan Publik, Integrasi antar Pihak dan Dinas Terkait, Profesional, |
Keterbukaan, Partisipasi, dan Pelatihan |
Komunitas, Kolaborasi Peran Ahli dengan Pemerintah, Keterbukaan Informasi, |
Pengembangan Kreativitas |
Peningkatan Ekonomi, Kerjasama dengan Swasta, Pemberdayaan Teknologi |
Tempat, Wadah, Fasilitas Pendukung |
Keberlanjutan, Fleksibelitas, Keunikan Komunitas |
Sumber: Penulis, 2020
Hasil Analisis Isi Berdasarkan: Kajian Literatur, Indikator, dan Hasil Wawancara
Proses analisis isi (content analysis) merupakan hal yang dirasa sesuai dengan kebutuhan penelitian terkait lanjutan dari analisis kesenjangan yang terjadi. Landasan yang digunakan pada proses analisis isi ini adalah kesesuaian atau kecenderungan terhadap konteks indikator kota kreatif dengan kondisi yang terjadi yaitu penerapan kota kreatif di Denpasar melalui Perpres No 70 Tahun 2019, Perwali No. 35 Tahun 2016, BKD (Badan Kreatif Denpasar), dan melalui hasil wawancara kepada Bapak I Gusti Putu Anindya Putra pada tanggal 18 Mei 2020. Untuk hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 6.
Pada Gambar 3 tersajikan bahwa pada penerapan dalam konteks kebijakan beberapa hal sudah diterapkan sesuai dengan indikator yang digunakan sebagai tolak ukur dalam penelitian ini. Point tertinggi terdapat pada konteks profesionalisme dan efektivitas di lingkungan pemerintah yang telah diterapkan di Kota Denpasar.
Arahan Kebijakan
4
0123 Ihi Iul Hu Illl
Kerangka Politik dan Kepemimpinan Strategis Ketangkasan dan Visi Profesionalisme dan
Publik Efektivitas
-
■ Perpres No 70 Tahun 2019 ■ Perwali No 35 Tahun 2016 ■ BKD ■ Wawancara
Gambar 3. Diagram Kesesuaian/Kecenderungan Indikator Arahan Kebijakan dengan Penerapan di Kota Denpasar
Sumber: Penulis, 2020
Terkait komponen indikator yang terdapat pada Gambar 4, diagram tersebut menggambarkan aspek keterbukaan menjadi hal penting dalam penerapan kota kreatif yang
telah diterapkan di Denpasar, sedangkan aspek aksesibilitas menjadi kurang signifikan terlihat pada beberapa pernyataan dari isi pada regulasi terkait kota kreatif di pusat dan Denpasar.
Keterbukaan, Partisipasi, dan Pelatihan
4
3
2
1
0
■ Perpres No 70 Tahun 2019 ■ Perwali No 35 Tahun 2016 ■ BKD ■ Wawancara
Gambar 4. Diagram Kesesuain/Kecenderungan Indikator Keterbukaan, Partisipasi, Pelatihan dengan Penerapan di Kota Denpasar
Sumber: Penulis, 2020
Diagram pada Gambar 5 mengatakan data bahwa aspek eksplorasi dan inovasi menjadi kata yang sangat terlihat pada sangat sering dijumpai dari beberapa pertimbangan dalam penelitian ini. Sedangkan, beberapa aspek lainnya terlihat memiliki keseimbangan yang cenderung sudah sangat baik.
Pengembangan Kreativitas
4
0123 Iill Illl Iill 1.11
Kewirausahaan Eksplorasi dan Inovasi Komunikasi Konektivitas, Jaringan dan
Media
Perpres No 70 Tahun 2019 ■ Perwali No 35 Tahun 2016 ■ BKD ■ Wawancara
Gambar 5. Diagram Kesesuain/Kecenderungan Indikator Pengembangan Kreativitas dengan Penerapan di Kota Denpasar
Sumber: Penulis, 2020
Lain hal, pada indikator terakhir (Gambar 6) aspek-aspek yang terdapat pada indikator ini memiliki skor atau nilai yang cukup tidak baik jika dibandingkan dengan ketiga indikator lainnya. Hanya aspek tempat dan wadah terkait kota kreatif masih memiliki nilai yang tidak terlalu buruk. Hal tersebut menjadi poin yang cukup serius untuk dilanjutkan kembali dalam penelitian lanjutan terkait kota kreatif di Denpasar. Dua aspek lainnya pada indikator ini memiliki skor yang tidak terlihat dengan jelas ada pada regulasi yang ditetapkan pada daerah atauapun pusat, serta dari informan wawancara juga tidak terdapat hal yang signifikan mengenai aspek mengenai kekhasan, keragaman, vitalitas dan ekspresi serta kelayakan huni dan kesejahteraan.
Tempat, Wadah, Fasilitas Pendukung
4
3
2
I.II I I III
1
0
Kekhasan, Keragaman, Vitalitas Tempat dan Wadah Layak Huni dan Kesejahteraan
dan Ekspresi
■ Perpres No 70 Tahun 2019 ■ Perwali No 35 Tahun 2016 ■ BKD ■ Wawancara
Gambar 6. Diagram Kesesuain/Kecenderungan Indikator Tempat, Wadah, dan Fasilitas Pendukung dengan Penerapan di Kota Denpasar
Sumber: Penulis, 2020
Kesimpulan
Penerapan kota kreatif di Denpasar saat ini memasuki tahun kelima melalui peraturan Walikota Denpasar yang mengeluarkan Perwali No. 35 Tahun 2016 dimana berdasarkan peraturan tersebut telah dibentuk badan yang khusus ditugaskan untuk menggerakan industri dan ekonomi kreatif, bernama Badan Kreatif Denpasar. Penerapan tersebut sejalan dengan pemerintah pusat RI, yang mengeluarkan Peraturan Presiden No 6 Tahun 2015 dan kemudian diperbaharui menjadi Perpres No. 70 Tahun 2019, dimana adanya unsur kepariwisataan yang berada didalam badan kreatif tersebut. Penerapan di Kota Denpasar yang pada awalnya Badan Kreatif tidak terikat oleh ikatan dinas setelah adanya unsur pariwisata menjadikan badan kreatif berada berdampingan dengan dinas pariwisata untuk melakukan program-program kerja.
Pada penelitian kali ini hasil yang didapat tidak terlalu signifikan, dimana pengumpulan informasi dan sumber informasi masih sangat minim dan terbatas. Namun, terdapat beberapa hasil yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan lanjutan penelitian selanjutnya, baik dari segi pemerintah Kota Denpasar, dan peneliti-peneliti selanjutnya. Beberapa hal tersebut melalui analisis gap didapatkan kata kunci yang identik dari setiap indikator yang berhubungan dengan kota kreatif. Terdapat 12 kata kunci yang terkandung pada hasil analisis gap yang telah dilakukan.
Setelah melalui analisis gap, penelitian ini melanjutkan dengan menggunakan analisis isi yaitu dengan menggunakan data dari hasil analisis gap. Analisis isi ini diawali dengan memberikan kode berupa angka dari 1 sampai 3 kepada setiap kata kunci penerapan kota kreatif di Kota Denpasar. Hasil akhir dari analisis isi ini berupa grafik yang menunjukan bahwa tidak ada hal yang signifikan dari penerapan kota kreatif di Kota Denpasar. Baik itu berupa penerapan yang signifikan ataupun belum terealisasi secara signifikan. Berdasarkan hasil ini, harapan dan tujuan dari penelitian ini masih dapat dikembangkan lebih luas lagi dengan pengumpulan data yang lebih banyak dan dapat memberikan pertimbangan kepada aspek pemerintah baik itu di Kota Denpasar ataupun kota-kota lain di Indonesia.
Daftar Pustaka
Alexandri, M. B. (2017). Creative city: Analysis of Bandung Creative City Indicators. In The 3rd PIABC (Parahyangan International Accounting and Business Conference), 737-744.
Antari, N. P. B. W., & Jannah, L. M. (2015). The Role of Denpasar Government in Supporting the Resources of Endek Fabric Creative Industry. BISNIS & BIROKRASI: Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 22(1), 16-35.
Antariksa, B. (2012). Konsep “Indonesia Kreatif”: Tinjauan Awal Mengenal Peluang dan Tantangannya bagi Pembangunan Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan. Retrieved from
http://www.kemenparekraf.go.id/post/konsep-indonesia-kreatif-tinjauan-awal-mengenai-peluang-dan-tantangannya-bagi-pembangunan-indonesia. 14 April 2020.
Anttiroiko, A.V. (2010). Creative City concept in local economic development: the case of Finnish cities. Finland: University of Tampere School of Management
Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) Indonesia. (2016). Sistem Ekonomi Kreatif Nasional Panduan Pemeringkatan Kabupaten/Kota Kreatif . Jakarta: Bekraf
Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) Indonesia. (2019). Data Statistik dan Hasil Survey Ekonomi Kreatif. Jakarta: Bekraf
Bilton, C. (2007). Management and Creativity: From Creative Industries to Creative Management. Oxford: Blackwell Publishing.
Bunse, K., Vodicka M., Schönsleben P., Brülhart M., & Ernst F.O. (2011). Integrating Energy Efficiency Performance in Production Management – Gap Analysis between Industrial Needs and Scientific Literature. Journal of Cleaner Production, 19(6-7), 667–679.
Carta, M. (2007). Creative City: Dynamics, Innovations, Actions List.
Dinas Komunikasi dan Informasi. (2019). Denpasar Kota Kreatif Indonesia Tahun 2019, Unggul dalam Inovasi Sistem Tata Kelola Pemerintah Dukung Ekonomi Kreatif. Retrieved from https://denpasarkota.go.id/berita/baca/15573. 14 April 2020.
Howkins, Jo. (2007). The Creative Economy: How People Make Money From Ideas. Penguin Press
Landry, C. (2014). Helsinki Creative City Index. Study Report: City of Helsinki Urban Facts.
Landry, C., & Bianchini, F. (1995). The Creative City. London: Demos.
Manach, L., & Pop, S. (2017). Creativity in Urban Context; An Action Research Project by Future Divercities.
Montalio V; Jorge, T. M. C., Langedijk, S., & Saisana, M. (2017). The Cultural and Creative Cities Monitor. DOI: 10.2760/58643
Ningdyah, R. W., dkk. (2015). Evaluasi Manajemen Insiden PT XYZ Menggunakan GAP Analysis. Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015), Yogyakarta.
Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Praat, A. C., (2008). Creative Cities?. Urban Design Journal, 105, 35.
Putra, I. G. P. A. (2018). Ekosistem Ekonomi Kreatif. Denpasar: Bekraf. Retrieved from https://www.denpasarkreatif.com/category/rubrik/. 8 Mei 2020
UNESCO. (2016). Culture Urban Future Summary. Global Report on Culture for Sustainable Urban Development.
20
SPACE - VOLUME 9, NO. 1, APRIL 2022
Discussion and feedback