Pola Pemanfaatan Ruang sebagai Tempat Usaha pada Rumah Tinggal di Koridor Jalan Gunung Rinjani, Perumnas Monang Maning Denpasar
on
POLA PEMANFAATAN RUANG
RUANG
SPACE
SEBAGAI TEMPAT USAHA PADA RUMAH TINGGAL
DI KORIDOR JALAN GUNUNG RINJANI, PERUMNAS MONANG MANING DENPASAR
Oleh: Ni Luh Made Marini1, I Nyoman Widya Paramadhyaksa2, Gusti Ayu
Made Suartika3
Abstract
Perumnas Monang Maning, Denpasar – Bali is an example of a state housing project in Indonesia that has gone through an unanticipated rapid development. Apart from retaining its initial function to shelter urban dwellers, this housing has been transformed into a potential commercial area. This phenomenon is clearly exhibited by its Gunung Rinjani Street Corridor, which is also taken as the locus of the study documented in this article. Discussion within the response to the following research questions: 1) what is the pattern of spatial utilization of houses which have dual function as a home and a place to conduct commercial activities; and 2) What are prominent spatial elements that have been adapted in order to accommodate this added function. This research applies qualitative-naturalistic approaches. Its findings demonstrate that the added function has brought changes to the overall layout of homes, both vertically and horizontally. These changes are then followed by the alteration of spatial elements that construct an adapted home to best accommodate the added commercial function and its extended activities.
Keywords: pattern of spatial; business space; residential home; housing; Denpasar
Abstrak
Dalam wilayah Kota Denpasar, Provinsi Bali, terdapat banyak perumahan yang dibangun pengembang sebagai upaya pemenuhan kebutuhan perumahan masyarakat kota ini. Salah satu perumahan yang mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah Perumnas Monang Maning Denpasar. Perumahan ini telah berubah menjadi suatu area usaha dan bisnis yang sangat prospektif. Salah satu fenomena keruangan yang menarik untuk dijadikan materi penelitian adalah berkenaan dengan terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang pada rumah tinggal menjadi tempat usaha dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) bagaimanakah pola pemanfaatan ruang yang cenderung terjadi pada tempat tinggal yang difungsikan sebagai tempat usaha; dan 2) bagaimana wujud elemen pembentuk ruang usaha di rumah tinggal yang difungsikan sebagai tempat usaha. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pola kecenderungan perubahan keruangan serta wujud elemen pembentuk. Penelitian dilaksanakan dengan menerapkan metode penelitian kualitatif naturalistik. Dipilihnya metode naturalistik pada penelitian ini karena informannya bersifat heterogen, mengingat bahwa subjek penelitian di Perumnas Monang Maning ini terdiri dari beragam latar belakang sosial. Pada penelitian kualitatif ini, pemilihan responden dilakukan secara purposive. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya pola kecenderungan pemanfatan ruang secara horizontal dan vertikal pada rumah tinggal. Perubahan yang terjadi disertai dengan adanya perubahan elemen-elemen pembentuk ruang pada rumah tinggal yang dijadikan sebagai tempat usaha.
Kata kunci: pola pemanfaatan; ruang usaha; rumah tinggal; perumahan; Denpasar
Pendahuluan
Kota Denpasar merupakan sebuah kota yang saat ini dikenal sebagai pusat berbagai kegiatan sosial budaya, pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan di Bali. Hal ini secara tidak langsung telah menyebabkan banyaknya warga dari daerah lain yang berpindah bahkan menetap di wilayah Kota Denpasar dengan tujuan bekerja, membuka usaha, maupun kegiatan studi. Banyaknya masyarakat yang memilih untuk menetap di Kota Denpasar secara tidak langsung juga berdampak yang sangat signifikan terhadap terjadinya peningkatan jumlah kebutuhan properti hunian sementara hingga pada properti rumah tinggal lainnya. Dalam perkembangannya, ada banyak perumahan yang terbangun dalam berbagai kualitas di berbagai lokasi di wilayah Denpasar dan sekitarnya. Perumahan-perumahan ini tidak hanya dibangun di lokasi-lokasi eksisting kota yang sudah bernilai strategis, akan tetapi juga di lokasi-lokasi yang semula berupa lahan terbuka hijau yang pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu daerah permukiman baru dalam wilayah kota ini seperti misalnya yang terjadi di Desa Batubulan, Gianyar.
Dari sekian banyak perumahan di Denpasar, terdapat suatu perumahan yang dibangun pada masa program perumahan nasional yang dicanangkan dalam masa Orde Baru. Perumahan ini dibangun sejak tahun 1983 sebagai suatu area perumahan untuk masyarakat umum yang didirikan di suatu area tepian Denpasar ketika itu. Perumahan tersebut diberi nama sesuai dengan nama lokasinya, yaitu Perumnas Monang Maning Denpasar yang proses kontruksinya dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Perumahan Perumnas ini pada mulanya merupakan sebuah perumahan murah yang memang dibangun dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap rumah murah layak huni di Denpasar.
Pada masa awal pendiriannya, lahan lokasi Perumnas Monang Maning Denpasar merupakan areal persawahan luas. Perumahan ini semula dibangun atas 10 blok, dengan beberapa tipe rumah. Luas lantai tiap unit hunian yang dibangun tergolong berukuran kecil, yaitu antara 15m2 sampai dengan 70m2 dalam area lahan yang terbatas. Dalam perkembangannya, area Perumnas Monang Maning Denpasar telah terjadi banyak fenomena keruangan pascahuni, seperti kegiatan renovasi rumah lama; perluasan lahan rumah; perubahan style bangunan; pemisahan bangunan; penambahan jumlah lantai; penambahan elemen bangunan antisipasi banjir; hingga pemanfaatan ruang sebagai lahan usaha, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak fenomena keruangan yang terjadi, fenomena pemanfaatan ruang pada rumah tinggal menjadi ruang usaha merupakan suatu materi yang menarik untuk dijadikan sebagai sebuah topik penelitian. Fenomena ini selanjutnya berkembang menjadi adanya perkembangan fungsi pada rumah tinggal di daerah ini. Perkembangan ini sekaligus juga melahirkan adanya berbagai kreasi dan strategi dalam pemanfaatan ruang dalam motif ekonomi sebagai lahan usaha. Pemanfaatan ruang sebagai lahan usaha, secara tidak langsung telah menunjukkan bukti tersendiri bahwa sebuah rumah tinggal tidak hanya dapat difungsikan sebagai tempat tinggal saja, akan tetapi juga dapat menjadi suatu tempat untuk berbagai kegiatan usaha.
Fenomena pemanfaatan ruang pada rumah tinggal di Perumnas Monang Maning menjadi tempat usaha ternyata relatif paling banyak terjadi di koridor Jalan Gunung Rinjani. Koridor jalan ini memang merupakan jalan akses utama perumahan. Setiap harinya, ada banyak kendaraan yang melalui jalan ini sebagai jalur alternatif dari atau menuju daerah lain di
sekitarnya, tanpa harus melalui jalan-jalan utama di pusat kota yang cenderung sering mengalami kemacetan. Rumah-rumah di koridor Jalan Gunung Rinjani pun menjadi paling banyak difungsikan sebagai bangunan usaha oleh banyak pihak. Pertimbangan lainnya, kavling-kavling rumah di Jalan Gunung Rinjani memang pada dasarnya direncanakan lebih luas dibandingkan dengan kavling rumah tinggal di zona lain di perumahan ini. Pertimbangan ini menjadi dasar yang kuat ditetapkannya rumah-rumah tinggal di jalur koridor ini sebagai tempat-tempat usaha baru.
Hal menarik lainnya yang dapat dijumpai di area koridor jalan tersebut adalah berupa adanya penggunaan area parkir pada beberapa tempat usaha yang juga digunakan pihak lain untuk melakukan kegiatan usaha nonformal lainnya seperti berjualan dengan menggunakan gerobak. Para pemilik rumah di koridor ini seperti berusaha memanfaatkan lahannya semaksimal mungkin sebagai tempat berbagai macam kegiatan usaha. Fenomena yang terjadi ini cukup menarik untuk dicermati serta diangkat sebagai sebuah topik kajian di bidang keruangan. Apabila dicermati lebih jauh, sesungguhnya area ini merupakan kawasan yang direncakan sebagai area permukiman dan perumahan, akan tetapi saat ini area ini ternyata sudah banyak berubah menjadi suatu zona perdagangan dan jasa baru di Kota Denpasar yang didukung dengan adanya banyak rumah tinggal yang telah terfungsikan juga sebagai tempat-tempat usaha baru.
Metode Penelitian
Lokasi penelitian hanya terfokus di koridor Jalan Gunung Rinjani, Denpasar. Terpilihnya jalur koridor sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa di area itu paling banyak terdapat rumah tinggal yang secara fisik sebagian besar bahkan sepenuhnya sudah terfungsikan sebagai tempat-tempat usaha. Selain dari pada itu, koridor ini merupakan suatu akses utama yang paling banyak dimanfaatkan oleh banyak pihak sebagai jalur akses alternatif, bukan hanya oleh para penghuni Perumnas Monang Maning akan tetapi juga oleh warga dari area lain.
Kegiatan grand tour dilakukan paling awal dalam proses penelitian. Pasca kegiatan ini dilakukan, telah ditetapkan beberapa hal terkait spesifikasi objek yang dijadikan sebagai materi penelitian, seperti bangunan rumah tinggal yang berfungsi penuh sebagai bangunan usaha, maupun bangunan rumah tinggal yang dilengkapi dengan tempat usaha. Di wilayah penelitian, yaitu koridor Jalan Gunung Rinjani tersebut, diperoleh ada 66 rumah tinggal yang sesuai dengan spesifikasi objek penelitian yang telah ditetapkan. Dalam tahap pemilihan kasus penelitian ditetapkan beberapa kriteria berdasarkan atas lokasi, jenis usaha, pola penggunaan ruang usaha, serta gambaran aspek rumah tinggal terkait dengan kronologi proses pemanfaatan serta wujud elemen pembentuk ruang. Berdasarkan hasil seleksi objek penelitian sesuai kriteria yang telah ditentukan tersebut, maka terpilihlah 19 rumah tinggal sebagai kasus penelitian.
Berdasarkan karakter fokus penelitian dan kasus-kasusnya maka metode yang digunakan adalah pendekatan metode kualitatif naturalistik yang bertujuan mengetahui aktualitas, realitas sosial dan persepsi manusia melalui pengakuan mereka, yang mungkin tidak dapat diungkap melalui penonjolan pengukuran formal atau pertanyaan penelitian yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu. Pada penelitian kualitatif ini, sumber data pada saat dilakukan wawancara dilakukan secara purposive. Adapun tahap pemilihan sampling adalah pertama, dicek satu persatu dari keseluruhan unit rumah tinggal yang terdapat tempat usaha hingga. Kedua, melihat unit rumah tinggal berdasarkan lokasinya. Kemudian dilakukan penelusuran lebih dalam bentuk dokumentasi sehingga diperoleh jumlah unit-unit hunian yang dideskripsikan dan dianalisis untuk memperoleh pola pemanfaatan ruang yang terjadi.
Gambaran Umum Perumnas Monang Maning Denpasar
Perumnas Monang Maning Denpasar termasuk dalam wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang terdiri dari dua buah desa yaitu Desa Tegal Kertha dan Desa Tegal Harum. Ada pun batas-batas wilayahnya yaitu: a) batas utara berbatasan dengan Padang Sambian; b) batas timur berbatasan dengan Pemecutan; c) batas selatan berbatasan dengan Desa Pemecutan Kelod; dan d) batas Barat berbatasan dengan Desa Padangsambian Kelod.
Gambar 1. Peta Pulau Bali, Peta Kota Denpasar, Peta Perumnas Monang Maning serta Lokasi Penelitian Sumber: RTRW Kota Denpasar dan Penulis, 2017
Persebaran Kasus Penelitian
Berikut ini persebaran ke-19 kasus penelitian yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 1dan Gambar 2 berikut.
Tabel 1. Jenis Usaha dan Durasi Waktu ke 19 Kasus Penelitian
Jenis Usaha |
Durasi Aktivitas | |
K1 |
game online, bengkel, PKL |
24 jam |
K2 |
usaha makanan, PKL |
Pagi – malam |
K3 |
penjual sepatu, tas |
Pagi – malam |
K4 |
usaha pakaian, jasa tiket penerbangan |
Pagi – malam |
K5 |
optik, usaha makanan |
Pagi – malam |
K6 |
usaha makanan, minuman,pakaian,PKL |
Pagi – malam |
K7 |
penjual sembako, usaha makanan, tempat kos |
Pagi – malam |
K8 |
usaha makanan |
Siang – malam |
K9 |
usaha makanan, salon |
Pagi – malam |
K10 |
toko sepeda, apotek, toko kain, PKL |
24 jam |
K11 |
usaha makanan, toko ban |
Pagi – malam |
K12 |
usaha makanan |
Siang – malam |
K13 |
apotek, toko perlengkapan bayi, usaha makanan, PKL |
Pagi – malam |
K14 |
toko peralatan rumah tangga |
Siang – malam |
K15 |
usaha komputer, cat, PKL |
Pagi – malam |
K16 |
game online, usaha makanan, PKL |
Pagi – malam |
K17 |
usaha makanan, PKL |
Pagi – malam |
K18 |
usaha makanan |
Siang – malam |
K19 |
toko pakaian, mainan, asesoris wanita |
Pagi – malam |
Gambar 2. Peta Persebaran 19 Kasus Penelitian Sumber: Penulis, 2017
Gambaran Awal 19 Kasus Penelitian
Kesembilanbelas kasus penelitian ini juga pada awalnya merupakan bangunan tempat tinggal tipe D.36 dengan luas lahan 150m2 dan luas bangunan sebesar 70m2 serta berlantai satu. Rumah tipe D.36 ini memiliki empat ruangan yang terdiri dari dua ruangan yang berfungsi sebagai tempat tidur, satu ruangan sebagai kamar mandi dan toilet, serta satu ruangan yang digunakan sebagai ruang serbaguna yakni sebagai ruang tamu, ruang makan dan dapur. Bangunan rumah tipe D.36 seperti aslinya masih dapat dijumpai di ruas Jalan Gunung Lempuyang Perumnas Monang Maning. Pada saat sekarang sudah tidak ada lagi bangunan seperti aslinya di ruas Jalan Gunung Rinjani.
Gambar 3. Bentuk Unit Hunian Tipe D36
di Awal Pengembangan Perumnas Monang Maning Denpasar Sumber: Penulis, 2017
Gambar 4. Denah Unit Hunian Tipe D36 di Awal Pengembangan Perumnas Monang
Maning Denpasar
Sumber: Hasil rekonstruksi, 2017
Gambaran Perkembangan ke-19 Kasus Penelitian
Perubahan rumah tinggal menjadi bangunan usaha di koridor Jalan Gunung Rinjani mulai terjadi di sekitar tahun 2007. Pada mulanya banyak penghuni yang mulai menjual tempat tinggalnya atau menyewakannya kepada pihak lain. Banyak alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, seperti misalnya penghuni memiliki tempat tinggal lain selain di Perumnas
Monang Maning; kondisi jalan yang semakin ramai; serta kebutuhan yang semakin meningkat. Akan tetapi, masih ada penghuni yang tetap tinggal di sana tetapi sudah mengubah bentuk rumahnya dan mulai menambahkan ruang-ruang usaha. Penggunaan lahan murah yang seefisien mungkin sangat terlihat pada bangunan berjenis ini. Paling banyak terjadi yakni penghuni yang mengubah bentuk rumah tinggalnya menjadi tempat usaha berupa toko kemudian menyewakannya kepada pihak lain. Pemanfaatan area toko sebagai tempat usaha juga banyak dilakukan dengan cara menyewa area parkir toko sebagai tempat untuk berjualan. Hal ini bisa terjadi di pagi dan di malam hari dengan aturan yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Gambar 5. Kegiatan Usaha dari Pagi Hingga Malam Hari di Jalan Gunung Rinjani Denpasar Sumber: Survey, 2017
Gambaran Pola Pemanfaatan Ruang
Berkenaan dengan rumah tinggal, Newmark (1977) mengemukakan pendapat mengenai definisi rumah sebagai tempat tinggal yang digambarkan mengandung arti antara lain: 1. Shelter yaitu sebagai tempat berlindung secara fisik.
-
2. House yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
-
3. Home yaitu sebagai tempat tinggal atau hunian bagi seseorang atau keluarga yang merupakan sebuah lingkungan psiko-sosial.
Dari pemaparan definisi diatas dapat diterangkan bahwa rumah merupakan tempat tinggal bagi seseorang atau keluarga untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan perkembangan dimana rumah tersebut berada. Turner (1972) juga mengemukakan bahwa standarisasi rumah tidak dilihat dari kualitas fisiknya saja, tetapi bagaimana rumah tersebut dapat memenuhi kepentingan ekonomi keluarga yang berkelanjutan. Rumah yang dipengaruhi oleh aspek non fisik dan fisik, terkait dengan penggunaan maupun peningkatan nilai rumah didasari oleh faktor ekonomi. Demikian pula yang terjadi pada bangunan yang berada di Jalan Gunung Rinjani, Denpasar. Pada mulanya area rumah hanya berfungsi sebagai tempat tinggal namun saat ini cenderung dijadikan area usaha sehingga terjadi pola pemanfaatan ruang yang menyesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan saat ini.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini sebuah pendekatan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk melakukan studi tentang pola pemanfaatan ruang pada rumah tinggal yang terjadi di koridor Jalan Gunung Rinjani Denpasar adalah dengan menggunakan teori rumah yang dipaparkan oleh Silas (2000). Rumah ada kalanya dapat menampung dua macam kegiatan yang berbeda, yaitu kegiatan berumah tangga dan kegiatan produksi. Berkenaan
dengan ini, Silas (2000) juga menyatakan bahwa rumah dalam fungsinya juga terdiri dari dua kategori, yaitu:
-
1. Rumah yang dipergunakan sebagai tempat tinggal tanpa ada kegiatan lain.
-
2. Rumah yang digunakan untuk usaha atau kegiatan ekonomi. Terdapat tiga macam untuk fungsi rumah seperti ini antara lain:
-
a. Campuran yaitu fungsi rumah tinggal menjadi satu dengan tempat usaha. Rumah dominan digunakan sebagai tempat tinggal dan masih menjadi fungsi utama.
-
b. Berimbang yaitu rumah tinggal dipisah dengan tempat usaha. Akses ke tempat usaha kadang dipertegas dan dipisahkan.
-
c. Terpisah yaitu jika tempat usaha menjadi dominan dan mengambil sebagian besar ruangan. Kemungkinan tempat tinggal diletakkan di belakang atau di tempat yang terpisah.
Dalam tahap pengklasifikasian pemanfaatan ruang di 19 kasus penelitian di Jalan Gunung Rinjani, dapat digolongkan adanya dua macam ruang yang lazim digunakan sebagai tempat usaha yang ditentukan oleh penggunaan ruangnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Golongan Pemanfaatan Ruang
Golongan |
Kasus Penelitian |
Pemanfaatan Ruang |
Berimbang |
Kasus 1 |
Sebagian ruangan lantai dasar |
Kasus 3 |
Sebagian ruangan lantai dasar | |
Kasus 5 |
Teras depan, garase | |
Kasus 7 |
Sebagian ruangan lantai dasar | |
Kasus 8 |
Teras dan halaman depan | |
Kasus 9 |
Sebagian ruangan lantai dasar | |
Kasus 12 |
Sebagian ruangan lantai dasar | |
Kasus 18 |
Teras depan, tempat parkir | |
Terpisah |
Kasus 2 |
Seluruh ruangan |
Kasus 4 |
Halaman depan | |
Kasus 6 |
Seluruh ruangan lantai dasar dan lantai atas | |
Kasus 10 |
Seluruh ruangan lantai dasar | |
Kasus 11 |
Seluruh ruangan lantai dasar | |
Kasus 13 |
Seluruh ruangan lantai dasar | |
Kasus 15 |
Seluruh ruangan lantai dasar | |
Kasus 16 |
Seluruh ruangan lantai dasar | |
Kasus 17 |
Seluruh ruangan lantai dasar | |
Kasus 19 |
Seluruh ruangan lantai dasar |
Dari 19 kasus penelitian terdapat 8 kasus yang tergolong berimbang. Hal ini menunjukkan adanya toleransi antara ruang untuk usaha dan ruang hunian, pemisahan akses masuk ke dalam ruang hunian. Adapun tipe rumah yang pemanfaatannya tergolong secara terpisah ditemukan sebanyak 11 kasus. Rumah yang tergolong dimanfaatkan secara terpisah ini cenderung menggunakan keseluruhan area lantai dasar sebagai ruang-ruang usaha. Tipe golongan ini merupakan bangunan yang berupa toko yang hanya digunakan sebagai tempat usaha dan tidak sebagai tempat tinggal.
Gambar 6 berikut ini memperlihatkan pola pemanfaatan ruang yang terjadi secara horizontal pada ke-19 kasus rumah tinggal di koridor Jalan Gunung Rinjani.
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3
Kasus 4
CAIlGUNAk
iΛNGlJNAN
BANGUNAN
TFMPAT
RANGlINAk
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 100m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 180m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 200m2
Kasus 5
Kasus 6
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 100m2
Kasus 9
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 200m2
Kasus 13
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Kasus 17
JL GN. RINJANI
Kasus 8
Luas lahan 300m2
Luas bangunan 480m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 100m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 100m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
8
Kasus 14
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Kasus 18
Luas bangunan 240m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 100m2
: Area Tempat Usaha
: Area Parkir
: Area Teras sebagai Tempat Usaha
: Area Pedagang Kaki Lima
: Area Parkir Pemilik
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 100m2
J.. GN. RIN,ΛNI
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Luas lahan 150m2
Luas bangunan 240m2
Gambar 6. Pola Pemanfaatan Ruang secara Horisontal
Proses perubahan rumah tercermin dari perubahan yang terjadi di Jalan Gunung Rinjani. Adanya ekspansi pada unit hunian yaitu adanya pola perluasan yang cenderung dilakukan ke arah luar. Penggunaan area depan rumah yang berbatasan langsung dengan jalan utama merupakan area yang digunakan sebagai tempat usaha, baik untuk disewakan kepada pihak kedua, maupun sebagai area usaha yang dijalankan oleh pemilik sendiri. Seperti yang terlihat pada Tabel 1 terlihat pola pemanfaatan ruang yang terjadi secara horizontal menunjukkan bahwa ke-19 kasus menggunakan area depan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan usaha. Ada 8 kasus yang menggunakan area parkir sebagai tempat usaha yakni pada K1, K2, K6, K10, K13, K15, K16 serta K17. Jenis usaha yang dilakukan pada area parkir ini sebagian besar berupa usaha makanan dan minuman yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima (PKL). Pemilik maupun penyewa yang menggunakan area teras dan area parkir sebagai tempat usaha terdapat pada 11 kasus. Penggunaan area parkir sebagai tempat usaha menyebabkan berkurangnya lahan parkir bagi pengunjung.
Adanya penambahan ruang juga terjadi pada unit hunian di koridor Jalan Gunung Rinjani. Hal ini terjadi pada kasus penelitian K1, K3, K4, K5, K7, K8, K9, K12, K14 serta K18. Penambahan ruang yang terjadi adalah adanya penambahan fungsi usaha pada bagian depan bangunan yang masih berfungsi sebagai tempat tinggal. Penggunaan ruang hunian terutama area teras dan halaman depan yang biasanya sebagai ruang untuk kegiatan bersosialisasi dapat berubah fungsi menjadi ruang untuk melakukan kegiatan usaha. Pada kasus ini pemilik menggunakan area bagian belakang sebagai tempat tinggal. Penambahan tempat usaha ini ada kalanya disertai dengan pembatas antara tempat tinggal serta tempat usaha seperti dengan menggunakan elemen railing besi. Adanya penambahan ruang pada kasus ini mengakibatkan para pemilik dapat menggunakan area samping rumah sebagai akses masuk ke area tempat tinggalnya. Akses masuk ini sekaligus dapat digunakan sebagai garase kendaraan oleh pemilik rumah.
Perombakan rumah dengan terjadinya perubahan struktur fisik rumah baik dari segi bentuk, bahan, jumlah ruang dan ukuran ruang melalui adanya perubahan total pada bentuk rumah, yakni dari rumah berlantai satu menjadi berlantai dua. Perubahan jumlah lantai juga disertai dengan adanya penambahan jumlah ruang serta luasan bangunan. Hal ini terjadi pada kasus penelitian K1, K2, K4, K6, K7, K8, K9, K10, K11, K13, K15, K16, K17 serta K19. Perubahan pada kasus-kasus tersebut terjadi pada bangunan tempat tinggal yang berubah menjadi bentuk toko dengan tetap mempertahankan fungsinya sebagai tempat tinggal. Perubahan struktur fisik rumah yang terjadi secara total pada kasus penelitian mengakibatkan penggantian bahan secara menyeluruh pada lantai, dinding dan plafon.
akses
Pemilik menggunakan area teras dan garase sebagai tempat usaha.
Pemilik menggunakan area belakang sebagai tempat
Gam bar 7. Area Teras dan Garase Menjadi Tempat Usaha Bagi Pemilik Sumber: Penulis, 2017
Gambar 8 berikut ini memperlihatkan pola pemanfaatan ruang pada rumah tinggal yang terjadi secara vertikal di koridor Jalan Gunung Rinjani.
Area T81 T. Usaha
Area PKL
Area T.lUsaha
Kasus 11
Area PKL
Area'“'T.sUsaha
Area -8, T. Usaha
a T Area1IP< Privasi
Area T. Usaha
Teras sebagai T. Usaha
T81 T. iUsaha
Teras
AreaTmT. * Usaha
Area PKL
Area Ten T. Usaha
Area8Privasi
Area PKL
Area .T8 T. ' Usaha
Kasus 16
Kasus 17
Area PKL
AreaT. ■ Usaha
Area .. T. • Usaha
Kasus 18
Teras
sebagai
Kasus 19
Area on T. ,l Usaha
Area PKL
Area T. Usaha
Keterangan :
: Area privasi
: Area Tempat Usaha
: Area Parkir
: Area Teras sebagai Tempat Usaha
: Area Pedagang Kaki Lima
: Area Parkir Pemilik
G ambar 8. Pola Pemanfaatan Ruang Secara Vertikal
Pola pemanfaatan ruang yang terjadi secara vertikal pada rumah tinggal dapat terlihat dari jumlah lantai dalam bangunannya. Jika dilihat berdasarkan susunan ruang secara vertikal, maka ruang-ruang pada lantai dasar merupakan ruang yang cenderung dijadikan sebagai area usaha. Area hunian dan privasi ditetapkan di lantai atas pada bangunan rumah. Pada kasus penelitian terdapat dua jenis bangunan yaitu bangunan yang berlantai satu dan berlantai dua. Terdapat 6 kasus penelitian untuk bangunan yang berlantai satu, sedangkan sisanya merupakan bangunan rumah tinggal berlantai dua. Bangunan rumah tinggal berlantai satu pada kasus penelitian merupakan bangunan tempat tinggal yang sudah berbeda dari bentuk awalnya dan terdapat tambahan ruang usaha. Pola penambahan lantai rumah tinggal hingga menjadi bangunan rumah berlantai dua terjadi pada 13 kasus penelitian. Bangunan berlantai dua ini sebagian sudah merupakan bangunan usaha berupa toko. Penggunaan area lantai 1 sebagai tempat usaha juga terdapat pada 9 kasus. Adapun 3 kasus lainnya menggunakan lantai 1 sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai tempat usaha. Ada 1 kasus yang mana bangunan usahanya disewakan kepada pihak lain. Bangunan rumah tinggal ini merupakan bangunan berlantai dua dan terletak di area depan bangunan rumah. Pemilik rumah dalam hal ini tidak ikut menggunakan bangunan usaha baru tersebut dan hanya menempati bangunan berlantai satu yang letaknya tepat di bagian belakang bangunan usaha tersebut.
Lantai atas pada bangunan berlantai dua, ada juga yang digunakan sebagai tempat usaha. Hal ini terjadi pada 7 kasus penelitian, 3 kasus yang menggunakan lantai atas sebagai tempat tinggal, sedangkan hanya 1 kasus bangunan yang tidak ada ada kegiatan pada lantai atasnya. Bangunan berlantai dua yang menggunakan area parkir sebagai tempat usaha PKL terdapat
pada 8 kasus penelitian. Adapun bangunan rumah tinggal yang menggunakan area parkir untuk meletakkan barang jualannya terjadi pada 3 kasus penelitian.
Adanya transformasi dalam penggunaan ruang menyebabkan terjadinya penyesuaian perilaku manusia terhadap perubahan tersebut. Berkenaan dengan hal ini, Turner (1972) telah mengemukakan beberapa pendapat, antara lain:
-
1. Housing Adaptation yaitu usaha penghuni dalam menyesuaikan perilakunya sebagai tanggapan atas kebutuhan ruang untuk melakukan aktifitas pada rumahnya.
-
2. Adjusment yaitu usaha memenuhi kebutuhan, ketika penghuni merasakan kekurangan ruang untuk beraktifitas pada rumahnya. Bentuk tindakannya dapat berupa pindah rumah, pengubahan atau melakukan penambahan ruang terhadap rumahnya, agar tingkat privasi lebih dapat tercapai.
Pola pemanfaatan ruang yang terjadi di Jalan Gunung Rinjani Denpasar berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Turner bahwa dapat terjadi penyesuaian prilaku (adaptations) terhadap ruang yang telah terbentuk atau terbangun dengan melibatkan elemen-elemen, seperti partisi atau penyekat ruangan. Adapun perubahan dengan menambah ruang (adjustments) untuk kegiatan usaha, terjadi jika penghuni merasakan kekurangan ruang untuk beraktifitas.
Tipologi Penghuni Rumah yang Sudah Mengalami Perubahan
Pada awalnya rumah atau hunian hanya merupakan tempat berlindung. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia, maka semakin meningkat pula apresiasi manusia terhadap unit hunian. Kebutuhan perumahan bagi tiap individu, dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masing-masing individu/masyarakat itu sendiri. Sarwono (1992) menyatakan bahwa manusia akan selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan mempertimbangkan unsur kelayakan huni (habitability), yaitu menyangkut seberapa jauh suatu lingkungan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pemilik dan pengguna bangunan rumah tinggal di koridor Jalan Gunung Rinjani, Denpasar saat ini menjadikan tempat tinggal juga sebagai tempat untuk usaha.
-
a. Pemilik Sekaligus sebagai Pengguna
Pemilik membuat tempat usaha bagi dirinya pada tempat tinggalnya. Tempat berjualan dan tempat tinggal berada dalam satu rumah dengan luas tempat berjualan yang tidak terlalu luas dan terbatas. Tempat usaha ini bisa berupa hanya penambahan ruang usaha serta tidak mengubah total bentuk bangunan awal. Pemilik menjadikan halaman depan untuk usaha agar dapat efisien ketika berjualan. Menurut Handayani (2011), ada beberapa alasan pemilik untuk membuka usaha yaitu disebabkan peluang investasi, coba-coba, bujukan keluarga/tetangga, menyediakan kebutuhan bagi pekerja dan mencari nafkah. Demikian pula halnya yang terjadi pada bangunan yang berada di koridor Jalan Gunung Rinjani. Pemilik sebagian besar ingin mengembangkan usahanya dengan memperluas atau menambah tempat usaha karena potensi peluang yang sangat tinggi dan kegiatan komersial yang semakin ramai. Selain itu pemilik membuka usaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun ada juga yang membuka usaha tersebut untuk kegiatan sampingan.
-
b. Pemilik dan Penyewa sebagai Pengguna
Pengguna yaitu pemilik dan penyewa bersama-sama menggunakan area atau tempat usaha secara bersama-sama. Saat ini tempat usaha sudah berupa toko-toko dan pemilik juga ikut serta menggunakannya. Pemilik melakukan hal ini karena dengan mengubah bentuk menjadi toko dapat menambah penghasilan. Dalam hal ini, pemilik ikut serta menggunakan salah satu toko sebagai tempat usahanya. Penggunaan tempat usaha bersama dengan penyewa lain menimbulkan adanya penggunaan pembatas antar toko seperti penggunaan pagar besi atau rantai besi sebagai pemisah.
-
c. Pemilik Menyewakan Tempat Usaha bagi Pihak Lain
Pemilik menyewakan tempat usaha yang sudah berupa toko kepada pihak lain dan pemilik tidak berada pada tempat usaha tersebut. Di samping menyewakan ruang untuk kegiatan usaha toko kepada pihak lain, pemilik juga menyewakan area parkirnya kepada penyewa lain. Dalam hal ini, pemilik berusaha memaksimalkan lahan yang ada sebagai tempat kegiatan komersial. Toko yang disewa oleh pihak penyewa juga melakukan pemanfaatan maksimal terhadap lahan yang tersedia. Hal yang dilakukan yakni dengan menggunakan area teras serta parkirnya untuk meletakkan barang yang dijual. Hal ini berakibat lahan parkir bagi pengunjung menjadi berkurang.
Pemilik dan penyewa menggunakan bangunan bersama-sama
Pemilik menggunakan area samping sebagai akses masuk ke tempat tinggalnya Terdapat penyekat diantara tempat usaha para penyewa
G ambar 9. Pemilik dan Penyewa Bersama-sama Sebagai Pengguna
Gambar 10. Usaha yang Dilakukan PKL di Area Parkir Toko
Elemen Pembentuk Ruang
Rumah tinggal di koridor Jalan Gunung Rinjani yang dijadikan sebagai rumah usaha cenderung mengalami perubahan wujud berupa penambahan elemen keruangan yang memungkinkan terbentuknya ruang-ruang baru pendukung kegiatan usaha dalam area rumah tersebut. Penambahan elemen keruangan tersebut dapat berupa penambahan elemen seting keruangan atas tipenya yang berupa fixed feature element, semifixed feature element, maupun nonfixed feature element, sesuai dengan teori yang dikemukakan Rapoport (1982). 1. Penambahan elemen yang bersifat fixed feature element
Fixed feature element merupakan elemen pembentuk ruang maupun seting aktivitas yang bersifat statis, permanen, atau bersifat tetap dan tidak dapat diubah atau dihilangkan dengan relatif mudah dan cepat. Elemen semacam ini pada kasus-kasus penelitian ditemukan dalam wujud berupa elemen bangunan lantai dan dinding bangunan yang memisahkan ruang aktivitas usaha dan ruang hunian privat, baik yang dikelola pemilik maupun yang dikelola penyewa ruang usaha. Pada umumnya, pemilik ruang akan memilih ruang di lantai dua ruang sebagai area huniannya, adapun ruang usaha yang disewakan dilakukan di lantai satu rumah. Ada jalur akses berupa tangga dari luar bangunan yang memungkinkan pemilik rumah dapat mencapai area huniannya di lantai dua dengan tanpa bersinggungan dengan aktivitas sewa usaha di lantai satu. Rumah tinggal dengan karakteristik yang berlantai lebih dari satu ini digunakan lazimnya sebagai tempat usaha toko.
-
2. Penambahan elemen yang bersifat semifixed feature element
Elemen semi fix yaitu elemen-elemen yang perubahannya dapat terjadi dengan cukup cepat dan mudah. Dalam hal ini yang termasuk dalam semi fix adalah adanya kanopi pada area parkir, rantai atau pagar pembatas, papan nama, tirai, serta pohon. Keberadaan elemen-elemen semi fix ini untuk menunjang kenyamanan serta rasa aman bagi pengguna bangunan.
Gambar 11. Elemen Semi Fix pada Tempat Usaha
-
3. Penambahan elemen yang bersifat nonfixed feature element
Elemen non fix adalah elemen-elemen yang berhubungan dengan perilaku manusia dalam menggunakan ruang. Keberadaan pengguna lain seperti PKL pada area parkir merupakan elemen non fix dalam penelitian ini. PKL ikut menggunakan area parkir toko untuk melakukan kegiatan usaha. Aktivitas PKL ini ada yang hanya di pagi hari serta ada di
malam hari hingga dini hari. Para PKL ini menggunakan gerobak sebagai fasilitas tempat usahanya. Gerobak-gerobak ini ada yang tetap diletakkan di area parkir namun adapula yang membawanya kembali ke tempat tinggal masing-masing.
Gambar 12. Keberadaan PKL di Pagi Hari dan Siang Hari
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disusun simpulan penelitian terkait pola pemanfaatan ruang pada rumah tinggal yang menjadi tenpat usaha di Jalan Gunung Rinjani, Denpasar, yaitu sebagai berikut.
-
1. Pola pemanfaatan ruang yang cenderung terjadi pada tempat tinggal yang difungsikan sebagai tempat usaha di lokasi penelitian adalah: a) Apabila dilihat tapak rumah secara horizontal, maka area depan rumah yang berbatasan langsung dengan jalan utama merupakan area yang dijadikan sebagai tempat usaha, baik yang disewakan kepada pihak kedua, maupun usaha yang dijalankan oleh pemilik rumah sendiri; dan b) apabila dilihat susunan ruang rumah secara vertikal, maka ruang-ruang di lantai dasar adalah ruang yang cenderung dijadikan sebagai area usaha. Area hunian dan privasi ditetapkan di lantai satu maupun dua bangunan rumah.
Di samping atas dasar motif ekonomi, penyewaan area rumah tinggal menjadi area usaha kepada pihak kedua, juga mendatangkan keuntungan lain secara tidak langsung kepada pemilik rumah. Area rumah menjadi ikut diproteksi secara bersama oleh penyewa area rumah sebagai tempat usaha tersebut.
-
2. Area teritori ruang rumah yang dimiliki oleh pemilik dan penyewa ruang rumah ditetapkan melalui konsensus antara pemilik dan (para) penyewa ruang rumah. Wujud elemen pembentuk ruang usaha yang terjadi terdiri dari beberapa jenis elemen pembatas teritori ruang yang digunakan sebagai penanda dan batas ruang aktivitas antara pemilik dan penyewa ruang rumah; dan antara dua atau beberapa jenis kegiatan yang berbeda sifat. Elemen pembatas dan penanda teritori tersebut pada umumnya berupa nonfixed element atau semifixed element. Di samping ruang antara pemilik rumah dan penyewa, maupun antarpara penyewa yang dirancang terpisah, ruang-ruang sirkulasi menuju ruang aktivitas mereka juga dirancang saling terpisah. Beberapa wujud ruang sirkulasi bagi pemilik rumah dan penyewa ruang usaha pada rumah adalah berupa tangga yang terpisah, area parkir yang terpisah, dan pintu yang saling terpisah. Metode ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya konflik dan masalah antara pemilik dan para penyewa ruang rumahnya dalam melakukan aktivitas dan rutinitas.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2016). Denpasar dalam Angka. Denpasar: Badan Pusat Statistik.
Handayani, dkk. (2011). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 13(1), 39 - 56.
Lang, J. (1987). Creating Architectural Theory, The Role of The Behavioral Sciences in Environmental Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company Inc.
Newmark & Thompson. (1977). Self, Space and Shelter: An Introduction to Housing. New York: Harper and Row Publizer Inc.
Pemerintah Kota Denpasar. (2014). Peraturan Walikota Denpasar Nomor 13 Tahun 2014 tentang Zonasi Kecamatan Denpasar Barat.
Putra, I D. G. (2013). Pemanfaatan Hunian Untuk Fungsi Komersial di Lingkungan Padang Tegal Tengah, Ubud. (Tesis), Universitas Udayana, Denpasar.
Rapoport, A. (1982). Human Aspect Urban Form. New York: Van Nostrand Reinhold Company Inc.
Sarwono, S.W. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Silas, J. (2000). Rumah Produktif, dalam Dimensi Tradisional dan Pemberdayaan. Surabaya: Laboratorium Perumahan dan Permukiman ITS.
Sueca, N. P. (2004). Transformasi Rumah : Prospeknya untuk Memperbaiki Keadaan Rumah di Indonesia: Suatu Studi Pendahuluan. Jurnal Permukiman Natah, 2(1), 1016.
Sutrisno, H. (2010). Perubahan Pola Ruang Pada Koridor Jalan Tjilik Riwut Kota Palangkaraya. Jurnal Perspektif Arsitektur, 5(2), 1-11.
Syahrir. (2010). Kajian Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan Menjadi Perdagangan & Jasa Komersial di Perumahan Tumbuh I & Perumahan Tumbuh II Kota Kendari. (Tesis), Universitas Diponegoro, Semarang.
Turner, J. F. C. (1972). Freedom to Build. New York: The Macmillan Company.
Walikota Denpasar. (2011). Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031.
Yuliastuti, N., dkk. (2016). Transformasi Perumahan Sosial dan Keberlanjutan Perumahan di Perumnas Sendangmulyo. Jurnal Pengembangan Kota, 4(1), 87-94.
Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
220
SPACE - VOLUME 7, NO. 2, OCTOBER 2020
Discussion and feedback