Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa
on
PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK
RUANG
SPACE
DI KAWASAN PESISIR PANTAI BERAWA
Oleh: Rangga Seta Ugrasena1, Ni Ketut Ayu Siwalatri2, Tri Anggraini Prajnawrdhi3
Abstract
The development of tourism in Bali has given tourism potential in the community in the coastal areas. On the one hand, the coast has the potential to provide economic opportunity to the surrounding community. On the other, it is a public open space that is supposedly accessible to general community members. Taking this understanding forward and selecting Berawa Coastal Area of Tibubeneng Village, North Kuta District, Badung Regency-Bali as its case study, this research attempts to study the positive impacts brought by the tourist industry. It corresponds to the following findings that the industry has contributed to the: 1) enhancement of the economic welfare of Tibubeneng Community; 2) improvement of the overall visual quality of the coast; 3) improvement of environmental qualities, such as the overall cleanliness of Berawa Coast; and 4) image creation by preparing the coast as a living stage to conduct colossal cultural festival activities of Kecak dancers to be enjoyed by tourists who come to visit. This study uses qualitative methods. Primary data were obtained from physical observations, photographic documentation, and interview.
Keywords: land use; public open space; the coastal area of Berawa Beach
Abstrak
Perkembangan pariwisata di Bali telah melahirkan potensi dalam masyarakat, khususnya pariwisata di kawasan pesisir. Satu sisi kawasan pesisir memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Di sisi lain, kawasan pesisir juga merupakan ruang terbuka publik, sehingga Kawasan Pesisir Pantai Berawa dapat dinikmati oleh semua orang. Fenomena yang terjadi saat ini adalah pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa yang dilakukan oleh berbagai pihak. Berdasarkan narasi tersebut, menjadi pertimbangan kemudian adalah bagaimana pengaruh pemanfaatan kawasan pesisir oleh berbagai pihak pada ruang terbuka publik di Pantai Berawa. Lokasi penelitian ini berada di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menunjukan pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa oleh berbagai pihak. Data primer diperoleh dari hasil observasi, dokumentasi, dan data hasil wawancara untuk mendapatkan informasi yang mendukung hasil penelitian. Hasil penelitian ini berupa identifikasi pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa, yang memberikan dampak pengaruh positif baik dari segi: 1) kesejahteraan ekonomi masyarakat Desa Tibubeneng; 2) peningkatan visual; 3) peningkatan lingkungan, terjaganya kebersihan Kawasan Pesisir Pantai Berawa; dan 4) peningkatan kesan, adanya kegiatan festival budaya kolosal penari kecak diharapkan dapat memberikan kesan tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Pantai Berawa.
Kata kunci : pemanfaatan ruang; ruang terbuka publik; pesisir Pantai Berawa
Pendahuluan
Ruang terbuka publik (public open space) sebagai sebuah obyek fisik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai ruang maupun bentuk yang secara spasial dapat dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas bersama kemasyarakatan atau dapat dimanfaatkan oleh siapapun dan untuk berbagai kegiatan. Ruang terbuka publik dapat direncanakan atau tanpa perencanaan. Ruang terbuka yang direncanakan biasanya jelas peruntukannya, karena sudah direncanakan dengan baik. Ruang terbuka tanpa perencanaan biasanya memanfaatkan sisa lahan yang kosong atau bahkan ruang yang tidak jelas fungsinya (Darmawan, 2003). Ruang terbuka publik mempunyai fungsi sebagai simpul dan sarana komunikatif serta sebagai pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antara kelompok masyarakat dan sebagai tempat berkumpul sehari-hari dan pada kesempatan khusus (Pratiwi, 2016). Maka dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka publik adalah ruang terbuka yang berada di luar bangunan yang dapat dipergunakan oleh manusia, baik secara individu maupun berkelompok untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti: berjalan, berolah-raga, rekreasi, sosialisasi, dan lain-lain (Hantono, 2017).
Sebagai salah satu ruang terbuka publik, kawasan pesisir memiliki berbagai keunikan yang mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat. Keindahan pantai dan ombaknya, pasir, panorama sunset dan sunrise, yang menakjubkan serta mengundang decak kagum siapapun yang melihatnya. Selain sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di pantai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bagi masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam dan rumput laut (Arimbawa, 2014).
Kawasan Pesisir Pantai Berawa saat ini berstatus sebagai daya tarik wisata Kabupaten Badung, yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Badung Tahun 2010. Beberapa bangunan penunjang pariwisata seperti Finns Beach Club, villa dan bungalow mulai berdiri di sekitar Kawasan Pesisir Berawa, yang menunjukkan kawasan ini mulai berkembang menyesuaikan dengan kemajuan pariwisata Bali Selatan. Perkembangan pariwisata di Bali khususnya di kawasan pesisir telah melahirkan dualisme dalam masyarakat, di satu sisi kawasan pesisir memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, di sisi lain kawasan pesisir juga merupakan ruang terbuka publik yang dapat diakses oleh umum, sehingga dapat dinikmati oleh semua orang.
Masalah yang timbul saat ini adalah pemanfaatan lahan pesisir yang dilakukan oleh pemilik modal yang tidak terbatas, sehingga masyarakat umum kehilangan akses terhadap ruang terbuka publik pesisir ini. Kegiatan ritual yang ada di Pesisir Berawa dan telah menjadi tradisi yang berlangsung selama ratusan tahun di khawatirkan akan kehilangan tempat sebagai dampak dari pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa serta perkembangan dari pariwisata itu sendiri. Keberadaan akomodasi wisata di Pesisir Berawa beberapa, di antaranya dibangun dekat dengan lokasi Pura Kahyangan Desa. Jelas hal ini telah melanggar batas kesucian pura, namun masyarakat masih mentoleransi keadaan tersebut. Kegiatan ritual yang telah menjadi tradisi masyarakat Pesisir Berawa layak dilestarikan dan diberi ruang, tanpa harus menutup fungsi sebagai ruang terbuka publik dan
destinasi wisata. Begitu pula bagi para masyarakat/pengunjung, Pesisir Berawa juga seharusnya menjadi ruang terbuka publik yang ramah, nyaman, dan humanis. Pemanfaatan Kawasan Pesisir Berawa untuk selama ini berjalan cukup baik, namun permasalahan akan terjadi bila suatu aktivitas mulai mendominasi suatu lahan. Penelitian ini akan sangat menarik bila ada upaya dan tindak lanjut dalam menyelaraskan lingkungan fisik dengan kebutuhan manusia akan ruang aktivitas, sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam kawasan ruang terbuka publik khususnya di Kawasan Pesisir Pantai Berawa.
Kajian Pustaka
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan, pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Berdasarkan uraian di atas, pemanfaatan ruang merupakan penyusunan dan pelaksanaan program dengan upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. Istilah pola pemanfaatan ruang dicerminkan dengan gambaran pencampuran atau keterkaitan spasial antar sumberdaya dan pemanfaatannya sedangkan struktur pemanfaatan ruang dicerminkan dengan gambaran mengenai hubungan (linkages) antara aspek-aspek aktivitas-aktivitas pemanfaatan ruang (Rustiadi, 2009).
Secara garis besar ruang publik adalah tempat untuk melakukan aktivitas sosial atau interaksi sosial dengan orang lain, sehingga proses sosial dan transformasi sosial lebih mudah terjadi (Dewi, 2015). Menurut Hakim (1987) ruang publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas/kegiatan tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun kelompok. Menurut Haryanti, (2008), Carr (1992) melihat ruang terbuka publik sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas pribadi dan kelompok. Aktivitas manusia dalam menciptakan ruang-ruang terbangun akhirnya sering mengakibatkan masalah di dalam ekosistem pesisir. Batasan kawasan terbangun seperti kota pesisir harus dilakukan. Perkembangan pemukiman, atau fasilitas lain harus dibatasi melalui sistem penataan ruang agar perkembangan ruang terbangun dapat terkendali dan arah pengembangan ke arah sepanjang pantai harus dicegah (Mogot, 2017).
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kawasan pesisir merupakan salah satu wadah kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, yang mengandung potensi sumber daya pesisir yang bersifat terbatas. Sebagai wadah, wilayah pesisir terbatas dalam hal konteks daya dukung lahannya. Sebagai fungsi budidaya, kawasan pesisir mengandung berbagai potensi pemanfaatan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi. Sebagai wadah dari berbagai aktivitas manusia dengan intensitas tinggi, kawasan pesisir sangat rentan untuk menjadi pusat konflik persaingan dalam memperebutkan lahan antara kepentingan sektor yang satu dengan sektor lainnya. Perkembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil makin lama mengalami kerusakan akibat aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan sumberdayanya. Selain itu juga
diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial di wilayah pesisir (Sitaniapessy, 2016).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian dengan pendekatan studi kasus bertujuan untuk melihat pemetaan yang ada di lapangan dengan cara obsevasi dari objek yang diamati. Dimana dalam metode ini, teori atau tinjauan pustaka kurang berperan dalam perumusan masalah, namun sangat mengandalkan masukan, informasi dan cerita dari partisipan. Teori atau tinjauan pustaka berperan sebagai dasar dan masukan awal untuk menunjukan pentingnya penelitian yang akan dilakukan (Semiawan, 2010). Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2015), adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang. Penelitian dengan metode kualitatif untuk memudahkan melihat dari segi pemanfaatan atau penggunaan ruang terbuka publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa yang dijadikan sebagai objek penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengelompokan berdasarkan fungsi dari pemanfaatan ruang, jenis kegiatan, dan pengguna dalam konteks ruang terbuka publik di kawasan pesisir. Dengan demikian pemanfaatan ruang kawasan pesisir Berawa dapat dilihat dengan jelas, baik dari segi fungsi, jenis kegiatan, dan penggunanya sebagai ruang terbuka publik. Lokasi penelitian ini berada di Pantai Berawa Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.
Gambaran Umum Kawasan Pesisir Pantai Berawa
Pantai Berawa merupakan wilayah selatan Desa Tibubeneng, yaitu tepatnya berada di Banjar Berawa. Secara geografis posisi Pantai Berawa terletak diantara, 8°39’59,8’’- 8°66’66,0’’ LS dan 115°08’22,9’’- 115°13’96,8’’BT dengan batas-batas wilayah administrasi yaitu sebagai berikut (Desa Tibubeneng, 2017): (1) Bagian Utara berbatasan dengan Daratan Banjar Berawa, (2) Bagian Timur berbatasan dengan Pantai Kayu Putih, (3) Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia (4) Bagian Barat berbatasan dengan Pantai Segare Perancak.
Gambar 1. Wilayah Kawasan Pesisir Berawa Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Kepemilikan lahan yang ada di Kawasan Pesisir Pantai Berawa dari ATR/BPN Nasional disajikan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Wilayah Kawasan Pesisir Berawa
Sumber: http://peta.atrbpn.go.id/, diakses tanggal 25 Februari 2018
Gambar 2 memperlihatkan pemetaan kepemilikan lahan di Kawasan Pesisir Pantai Berawa beberapa areal sudah menjadi kepemilikan pribadi atau perseorangan, namun di pesisir pantai Berawa sendiri merupakan lahan milik negara dan tidak ada peruntukan fungsi pada pesisir pantai Berawa, dimana area tersebut merupakan ruang publik yang dapat difungsikan atau dimanfaatkan oleh publik atau siapa saja.
Perkembangan Spasial di Wilayah Pesisir Pantai Berawa (2013 - 2017)
Wilayah Pantai Berawa pada tahun 2013 merupakan kawasan pesisir yang masih alami dimana masih banyak terdapat semak-semak dan pohon-pohon pandan. Dimana telah dikembangkan beberapa fasilitas pariwisata seperti hotel dan villa pada area timur kawasan pantai Berawa. Ditahun 2014 mulai masuk investor kembali dengan membangun beach club, yaitu Finns Beach Club di sebelah barat jalan menuju pantai Berawa. Pada saat itu masyarakat sekitar pantai juga mulai memanfaatkan kawasan pesisir untuk kegiatan berdagang yang bermula pada jalur akses utama menuju pantai. Dengan tujuan untuk
menarik minat para wisatawan (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Kondisi Wilayah Pesisir Pantai Berawa Pada Tahun 2013
Sumber: https://www.villabalitropic.com/bali-property/stunning-bali-beach-land-for-sale-in-the-area-of-canggu/, diakses tanggal 25 Februari 2018
Perkembangan pemanfaatan Kawasan Pesisir Pantai Berawa mengalami peningkatan terutama pada sektor perdagangan yang dipengaruhi oleh meningkatnya kunjungan wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan pada Tahun 2018 sebanyak 4.927.937 orang dengan pertumbuhan kunjungan wisatawan sebesar 23,14% (Kabupaten Badung Dalam Angka 2018). Meningkatnya kunjungan wisatawan pada Tahun 2016 memberi perubahan kepada pemanfaatan kawasan pesisir yang awal mulanya hanya kegiatan rekreasi, surfing, nelayan, dan ritual keagaman. Kini telah bertambah kegiataan perdagangan dan sewa menyewa dan festival (lihat Gambar 8).
Gambar 5. Zona Kegiatan Festival
Gambar 7. Zona Kegiatan Menikmati Pemandangan
Gambar 9. Zona Kegiatan Nelayan
Gambar 6. Zona Kegiatan Ritual Keagamaan
Gambar 8. Zona Kegiatan Penyewaan dan Perdagangan
Gambar 4. Pemetaan Pemanfaatan Wilayah Pesisir Pantai Berawa Tahun 2018 Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Pemanfaatan Pesisir Pantai Berawa
Dilihat dari penjabaran karakteristik pemanfaatan Pesisir Pantai Berawa yang terdiri dari beberapa zona pemanfaatan yaitu; (1) zona pemanfaatan dalam kegiatan festival; (2) zona pemanfaatan keagamaan; (3) zona pemanfaatan kegiatan penyewaan dan perdagangan; (4) zona pemanfaatan kegiatan nelayan. Pemanfaatan zona-zona tersebut memiliki pengelolaan baik dari masyarakat maupun pemerintah desa. Berikut ini pemaparan zona-zona pemanfaatan Kawasan Pesisir Pantai Berawa.
Definisi festival menurut Hartono (2018) adalah sebagai perayaan publik yang memiliki tema tertentu dimana didalamnya terdapat ekspresi dari sebuah event budaya. Bagi sebuah kelompok masyarakat, festival dijadikan sebagai ajang penting untuk mempertunjukkan budaya dan kreativitasnya. Karakteristik pemanfaatan Pesisir Pantai Berawa yang terdiri dari
beberapa zona pemanfaatan. Di antaranya adalah zona pemanfaatan dalam kegiatan festival kolosal. Festival kolosal penari kecak ini diadakan 1 tahun sekali oleh Pemerintah Desa Tibubeneng. Festival kolosal penari kecak dihadiri oleh 5.555 peserta yang terdiri dari peserta pria dan wanita. Terlihat pada zona warna putih yaitu zona pemanfaatan dalam kegiatan festival. Festival kolosal ini dikelola oleh Desa Dinas Tibubeneng sebagai daya tarik tersendiri dan mempromosikan Pantai Berawa sebagai kawasan pantai yang masih menjaga budaya asli Bali.
Gambar 10. Pemetaan Pemanfaatan Dalam Kegiatan Festival
Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Gambar 12. Pemetaan Pemanfaatan Keagamaan Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Kegiatan ritual menurut Sardiana (2010), susastra Agama Hindu menyuratkan bahwa berbagai bentuk ritus itu pada hakekatnya merupakan wujud pelestarian hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan komunitas sosialnya yang lazim dikenal sebagai filosofi Tri Hita Karana. Rangkaian lahir, hidup dan mati secara
spritual mesti diputar lewat ritus agama sehingga kehidupan akan berlangsung lestari. Zona pemanfaatan keagamaan di Kawasan Pesisir Pantai Berawa yaitu berupa kegiatan manusa yadnya yang berupa ngaben dan ngayut. Pada saat kegiatan manusa yadnya berlangsung para pengunjung pantai berawa sebelumnya diberitahukan bahwa nantinya ada ritual keagamaan sehingga para pengunjung pantai tidak merasa terganggu dengan adanya kegiatan tersebut. Untuk pengelolaannya sendiri dikelola oleh klian adat yang nantinya berkordinasi dengan beberapa pedagang yang ada di Kawasan Pesisir Pantai Berawa seperti pihak Finn Beach Club (Wawancara I Made Warsita, 56 tahun).
-
c. Zona Pemanfaatan Kegiatan Penyewaan dan Perdagangan
Gambar 15. Pemanfaatan
Kegiatan Perdagangan
Gambar 16. Pemanfaatan
Kegiatan Penyewaan Papan Surfing
Gambar 17. Pemanfaatan
Kegiatan Penyewaan Meja Kursi
Gambar 14. Pemetaan Pemanfaatan Kegiatan Penyewaan dan Perdagangan Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Penyewaan menurut Aqil, (2017) adalah dilakukan antara penyewa dan pemilik usaha sewa, yaitu penyewa membayar sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan kepada pemilik usaha sewa dengan ketentuan-ketentuan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Zona pemanfaatan kegiatan penyewaan dan perdagangan di Kawasan Pesisir Pantai Berawa berupa adanya kelompok pedagang yang berada di kawasan pesisir pantai. Mulai dari penyewaan papan surfing, penyewaan kursi serta payung, dan perdagangan berupa warung-warung yang ada di kawasan pesisir. Pedagang pada umumnya berasal dari Desa Tibubeneng dan dikelola oleh para pedagang Berawa Lestari. Daerah yang dimanfaatkan oleh para pedagang di pesisir Pantai Berawa tepat dari perbatasan daerah Pura Perancak hingga menuju ke arah selatan yaitu ke arah Pantai Kayu Putih. Berbagai jenis pedagang ada di Kawasan Pesisir Pantai Berawa baik penyewaan papan surfing, penyewaan kursi dan payung, warung makanan dan minuman, pedagang jagung bakar dan lain sebagainya. Gde Delut memaparkan bahwa di
Tahun 2014 dirinya merupakan pedagang pertama yang menyewakan papan surfing untuk tamu. Pada tahun itu wisatawan yang berkunjung masih dapat dihitung dengan jari, ramai pada saat pagi dan sore hari saja. Namun setelah para wisatawan mempromosikan Pantai Berawa dari mulut ke mulut tiap tahunnya jumlah wisatawan yang berkunjung meningkat, sehingga antusias warga desa khususnya Desa Tibubeneng ini memilih untuk berjualan di Kawasan Pesisir Pantai Berawa untuk biaya hidup sehari-hari. Kebanyakan para petani di Desa Tibubeneng ini beralih profesi yang awalnya petani sekarang memilih sebagai pedagang (Wawancara Gde Delut, 35 tahun).
Masyarakat Desa Tibubeneng juga ambil andil dalam pengelolaan ruang publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa yaitu dengan membentuk kelompok pedagang di kawasan pesisir pantai. Masyarakat yang berjualan di areal pantai diwajibkan menjaga kebersihan areal pantai dengan adanya jadwal piket setiap minggunya. Adanya peraturan yang mengikat oleh para pedagang yang berjualan merupakan salah satu upaya untuk menjaga areal pantai agar tetap bersih, sehingga pengunjung yang berkunjung ke Pantai Berawa tetap menikmati keindahan tanpa adanya sampah yang berserakan di Kawasan Pesisir Pantai Berawa.
-
d. Zona Pemanfaatan Kegiatan Nelayan
Gambar 18. Pemetaan Pemanfaatan Kegiatan Nelayan Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Gambar 19. Zona Kegiatan Nelayan
Menurut Amiruddin, (2014) nelayan merupakan kelompok masyarakat yang hidup dan berdiam di pesisir pantai secara turun temurun dengan menciptakan suasana kekerabatan dan memiliki karakteristik ketergantungan terhadap kondisi alam serta hasil tangkapan yang diperoleh. Zona pantai dari kegiatan nelayan ini berada di sebelah utara Pantai Berawa. Adapun zona pemanfaatan kegiatan nelayan yang ada di Pantai Berawa merupakan salah satu sumber mata pencaharian penduduk sekitar. Aktifitas para nelayan dengan perahu bermotor melaut sekitar pukul 04.00 – 10.00 pagi. Kegiatan nelayan ini merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung sebagai objek wisata. Warga sekitar juga memanfaatkan area pantai dengan cara memancing ikan.
Pengaruh Pemanfaatan Kawasan Pesisir oleh Berbagai Pihak terhadap Ruang Terbuka Publik di Pantai Berawa
Pola pemanfaatan ruang adalah persebaran kegiatan-kegiatan budidaya dan perlindungan beserta keterkaitannya untuk mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan sosial, ekonomi dan budaya sesuai potensi sumber daya alam, manusia dan buatan (Chamdany dalam Haryanti, 2008). Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk hubungan antar berbagai aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, budaya, ekonomi, teknologi, informasi, administrasi, pertahanan keamanan, fungsi lindung budidaya dan estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu yang dalam kesatuan secara utuh menyeluruh serta berkualitas membentuk tata ruang. Pemanfaatan pesisir Pantai Berawa memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat Desa Tibubeneng. Kegiatan yang terdapat pada pemanfaatan ruang terbuka publik tersebut adalah kegiatan festival kolosal penari kecak, kegiatan ritual, kegiatan penyewaan dan perdagangan, serta kegiatan nelayan. Pemetaan zona dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 20 berikut.
G ambar 20. Pemetaan Pemanfaatan Wilayah Pesisir Pantai Berawa Sumber: Googlemaps, diakses tanggal 25 Februari 2018
Gambar 21. Zona Kegiatan Ritual Keagamaan
Gambar 22. Zona Kegiatan Festival
Gambar 23. Zona Kegiatan Nelayan
Gambar 24. Zona Kegiatan Penyewaan dan Perdagangan
Gambar 25. Zona Kegiatan Menikmati Pemandangan
Kegiatan yang terdapat di masing-masing zona tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan ruang publik khususnya di Kawasan Pesisir Pantai Berawa. Pengaruh tersebut berupa: (1) peningkatan kesajahteraan ekonomi masyarakat desa; (2) peningkatan kondisi visual kawasan pesisir; (3) peningkatan kondisi lingkungan pesisir, peningkatan ekonomi; dan (4) peningkatan kesan terhadap ruang terbuka publik pesisir Pantai Berawa.
Pengaruh dari pemanfaatan kawasan pesisir terhadap ruang terbuka publik tersebut dapat dijelaskan melalui analisis di bawah ini:
Menurut Carr dalam Haryanti, (2008:42) kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama di dalam pembangunan. Kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat memberikan motivasi dasar dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik yang menyediakan jalur untuk pergerakan, pusat komunikasi, dan tempat untuk merasa bebas dan santai. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang ada di zona yang telah dipetakan seperti penjelasan berikut:
-
1) Zona kegiatan penyewaan dan perdagangan, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap kesejahteraan masyarakat di zona kegiatan penyewaan dan perdagangan adalah tersedianya tempat untuk membuka usaha dagang dan penyewaan peralatan surfing, meja, dan kursi di Kawasan Pesisir Pantai Berawa. Kegiatan penyewaan dan perdagangan ini merupakan alternatif bagi masyarakat Desa Tibubeneng, pasalnya sebelum masyarakat berdagang mereka rata-rata adalah seorang petani yang masih banyak memiliki lahan kosong untuk mereka manfaatkan seperti menanam padi sebagai sumber penghasilan. Pada awal tahun 2014 masuklah investor dengan membangun sebuah beach club, yaitu Finns Beach Club di sebelah barat jalan menuju Pantai Berawa. Pada saat itu masyarakat yang awalnya berprofesi sebagai petani mulai melihat adanya potensi untuk kegiatan berdagang yang bermula pada jalur akses utama menuju pantai. Sampai saat ini banyak pedagang yang berjualan diarea pesisir Pantai Berawa dimana penghasilan mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil bertani (Wawancara Gde Delut, 35 tahun).
Gambar 26. Wawancara Kepada Bapak Gde Delut sebagai salah satu pedagang sekaligus ketua dari Kelompok Pedagang Berawa Asri
-
2) Zona kegiatan nelayan, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap kesejahteraan masyarakat di zona kegiatan nelayan adalah para nelayan tersebut menggunakan area zonansi untuk memulai aktivitas melaut dan dimanfaatkan bagi para nelayan Desa Tibubeneng, seperti melabuhkan perahunya di pinggir pantai. Terdapat juga sirkulasi atau jalur pergerakan bagi para nelayan menuju zona tersebut dengan bebas dan santai. Sehingga berdasarkan pemaparan bapak I Made Warsita (56 tahun) dengan adanya perkembangan pemanfaatan ruang terbuka publik yang diakibatkan oleh perkembangan pariwisata di pesisir pantai berawa tidak mengurangi atau membatasi aktivitas para nelayan di Desa Tibubeneng.
Gambar 27. (kiri) Akivitas Nelayan di Kawasan Pesisir Pantai Berawa; (kanan) Perahu Nelayan yang berlabuh
-
b. Peningkatan Visual (Visual Enhancement)
Peningkatan visual (visual enhancement) menurut Carr dalam Haryanti (2008:42) adalah keberadaan ruang publik di suatu kota akan meningkatkan kualitas visual kota tersebut menjadi lebih manusiawi, harmonis, dan indah. Adapun pemanfaatan ruang terbuka publik pesisir Pantai Berawa memberikan pengaruh terhadap peningkatan visual kawasan. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang ada di zona yang telah dipetakan seperti penjelasan berikut:
-
1) Zona kegiatan penyewaan dan perdagangan, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan visual di zona kegiatan penyewaan dan perdagangan adalah tampilan pinggiran pantai yang selaras, hal ini yang dikarenakan adanya jajaran lapak atau bangunan para penyedia jasa wisata dan para pedagang yang didesain indah di sepanjang tepian pesisir Pantai Berawa lengkap dengan fasilitas tempat beristirahat berupa tempat duduk santai yang diletakan di depan bangunan pedagang. Akan tetapi di balik keindahan arsitektur dan kelengkapan fasilitas yang disediakan tersebut terdapat permasalahan yang cukup mendasar yang menjadikan perhatian penulis pada penelitian ini yaitu adalah pemanfaatan ruang oleh para pedagang dan penyedia jasa sewa yang berada di areal ruang terbuka publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa. Tampilan visual tersebut dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. (kiri) Peningkatan visual pada zona penyewaan (papan surfing); (kanan) Peningkatan visual pada zona penyewaan dan perdagangan (kursi dan cafe)
-
2) Zona kegiatan nelayan, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap kondisi visual di zona kegiatan nelayan adalah tampilan zona kegiatan yang dirasa kurang harmonis dan manusiawi. Hal ini sangat disayangkan dikarenakan ditengah perkembangan pariwisata
yang begitu pesat, zona kegiatan nelayan yang pada dasarnya merupakan potensi dari Kawasan Pesisir Berawa tidak diimbangi dengan adanya fungsi penunjang seperti ruang beristirahat dan toilet mengakibatkan zona kegiatan nelayan ini tidak berjalan dengan baik.
-
c. Peningkatan Lingkungan (Environmental Enhancement)
Peningkatan lingkungan (environmental enhancement) menurut Carr dalam Haryanti, (2008:42) adalah penghijauan pada suatu ruang terbuka publik sebagai sebuah nilai estetika juga paru-paru kota yang memberikan udara segar di tengah-tengah polusi. Dari penjelasan tujuan ruang terbuka publik tersebut jika dilihat dari pemanfaatan ruang terbuka publik pesisir Pantai Berawa pengaruh tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang ada di zona yang telah dipetakan seperti:
-
1) Zona kegiatan menikmati pemandangan, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan lingkungan di zona menikmati pemandangan adalah terjaganya kebersihan lingkungan dari sampah-sampah plastik maupun organik yang berasal dari kegiatan wisata dan kiriman saat angin atau air laut pasang. Menjaga kebersihan di lingkungan para pedagang adalah hal yang wajib dilakukan oleh para pedagang maupun penyedia jasa wisata di pesisir pantai Berawa (Gede Delut, 35 tahun selaku ketua kelompok pedagang di pantai Berawa).
Gambar 29. Kelompok Pedagang Bersama Menjaga Kebersihan Kawasan Pesisir Pantai Sebagai Salah Satu Daya Tarik Wisawatan yang berkunjung ke Pantai Berawa
-
2) Zona kegiatan penyewaan dan perdagangan. Pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan lingkungan di zona kegiatan penyewaan dan perdagangan adalah adanya rasa nyaman yang diakibatkan berkurangnya sampah-sampah para bedagang yang berceceran disepanjang pantai Berawa. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Gede Delut, 35 tahun selaku ketua kelompok pedagang di pantai Berawa, mengatakan bahwa selain diwajibkan menjaga kebersihan di areal masing-masing, kelompok pedagang yang berjumlah 23 orang ini juga diajak untuk bersama menjaga kebersihan di zona-zona yang bebas dari aktivitas berdagang atau penyedia jasa wisata.
Peningkatan kesan (image enhancement) menurut Carr dalam Haryanti (2008:42) adalah merupakan tujuan yang tidak tertulis secara jelas dalam kerangka penciptaan suatu ruang terbuka publik namun selalu ingin dicapai. Dari penjelasan tujuan ruang terbuka publik tersebut jika dilihat dari pemanfaatan ruang terbuka publik pesisir Pantai Berawa
memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesan kawasan bagi pengunjung dan pelaku wisata. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang ada di zona yang telah dipetakan seperti berikut:
-
1) Zona kegiatan festival kolosal penari kecak, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan kesan di zona kegiatan festival kolosal penari kecak menurut pemaparan Bapak I Made Warsita (56 tahun) selaku Kelian Adat Banjar Berawa selain bertujuan untuk melestarikan budaya Bali dan media promosi wisata pantai Berawa, kegiatan festival budaya yang diadakan setiap tahun ini juga diharapkan dapat memberikan kesan tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung sehingga wisatawan tersebut dapat kembali mengunjungi Pantai Berawa.
Gambar 30. Peningkatan kesan pada zona kegiatan festival kolosal Sumber: Observasi 25 Februari 2018
-
2) Zona kegiatan ritual, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan kesan di zona kegiatan ritual adalah dengan adanya kegiatan ritual seperti manusa yadnya di zona ini memberikan gambaran kepada para wisatawan tentang prosesi ritual keagamaan yang ada di Pantai Berawa khususnya di Bali. Menurut pemaparan Bapak I Made Warsita (56 tahun) selaku Kelian Adat Banjar Berawa dengan adanya pemanfaatan ruang tersebut diharapkan dapat memberikan suatu kesan tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Pantai Berawa.
Gambar 31. Peningkatan kesan pada zona kegiatan ritual Sumber: Observasi 25 Februari 2018
-
3) Zona kegiatan menikmati pemandangan, pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan kesan di zona kegiatan menikmati pemandangan adalah menurut hasil wawancara Bapak Gede Delut (35 tahun) selaku ketua kelompok pedagang pada zona ini merupakan area yang khusus yang tidak diperbolehkan adanya kegiatan pendirian bangunan untuk berdagang. Hal ini dikarenakan pembangunan yang berupa fisik bangunan untuk berdagang dapat mengganggu jarak pandang pada hotel yang berada di belakang untuk menikmati potensi Pantai Berawa seperti ombak dan pemandangan sunset disore hari. Menurut Sodikin (2011), kepariwisataan alam merupakan suatu kegiatan yang bermodalkan kondisi dan kualitas alam. Kualitas alam yang bagus merupakan atraksi alam yang pada umunya memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan, sehingga dalam penglolaannya harus dilaksanakan dengan hati-hati. Penciptaan suatu ruang terbuka publik yang selalu ingin dicapai sudah sesuai dengan tujuan dari landasan teori yang sudah dipaparkan sebelumnya. Dapat dilihat dari hasil wawancara kepada Bapak Gde Delut (35 tahun), jika tidak dibuatkan peraturan tersebut maka hotel yang berada dibelakang bangunan pedagang akan kehilangan view ke arah pantai, sehingga kesan menikmati pemandangan pun hilang. Hal ini akan mempengaruhi kunjungan tamu/pengunjung yang akan menginap di hotel tersebut.
Gambar 32. Peningkatan kesan pada zona kegiatan menikmati pemandangan Sumber: Observasi 25 Februari 2018
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat dirangkum dalam penelitian ini adalah pemanfaatan yang dilakukan oleh para pedagang di pesisir Pantai Berawa memberikan pengaruh positif terhadap beberapa peningkatan diantaranya: a) peningkatan visual (visual enhancement), di zona kegiatan penyewaan dan perdagangan berupa tampilan di tepi pantai yang selaras dengan adanya jajaran lapak atau bangunan para penyedia jasa wisata dan para pedagang yang didesain dengan indah di sepanjang tepian pesisir Pantai Berawa lengkap dengan fasilitas pendukung seperti tempat beristirahat berupa tempat duduk santai yang diletakkan di depan bangunan pedagang; b) peningkatan kesan (image enhancement) kawasan, di zona kegiatan festival kolosal penari kecak selain bertujuan untuk melestarikan budaya Bali dan media promosi wisata pantai Berawa, kegiatan festival budaya yang diadakan setiap tahun ini juga diharapkan dapat memberikan kesan tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung sehingga wisatawan tersebut dapat kembali mengunjungi Pantai Berawa disetiap tahunnya; dan c) peningkatan lingkungan (environmental enhancement), pengaruh pemanfaatan ruang terbuka publik terhadap peningkatan lingkungan terjaganya kebersihan
lingkungan dari sampah-sampah plastik maupun organik yang berasal dari kegiatan wisata dan kiriman saat angin atau air laut pasang. Menjaga kebersihan di lingkungan para pedagang adalah hal yang wajib dilakukan oleh para pedagang maupun penyedia jasa wisata di pesisir pantai Berawa. Dengan adanya penyedia jasa wisata dan kelompok pedagang ini peningkatan dan kualitas lingkungan menjadi jauh lebih baik.
Daftar Pustaka
Amiruddin, S. (2014). Jaringan Sosial Pemasaran Pada Komunitas Nelayan Tradisional Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia. Research & Learning in Sociology and Anthropology. Jurnal Komunitas, 6(1), 106-115.
Aqil, I. (2017). Praktik Sewa Menyewa Lapak di Fajar Toserba Luragung Menurut Tinjauan Hukum Ekonomi Islam. Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon. Jurnal Ekonomi, 2(3), 45-57.
Arimbawa, W. (2014). Kompetisi Kepentingan Dalam Pemanfaatan Ruang Publik di Kawasan Pesisir Sanur, Bali. USDI Universitas Udayana.
Carr, S., dkk. (1992). Public Space. USA: Combridge University Press.
Darmawan, E. (2003). Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Dewi, D. I. K. (2015). Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Berdasarkan Gaya hidup di Kota Semarang. Proceedings of Conference on Urban Studies and Development.
Hakim, R. (1987). Unsur Perancangan Dalam Arsitektur Lansekap. Jakarta.
Hantono, D. (2017). Pola Aktivitas Ruang Terbuka Publik Pada Kawasan Taman Fatahillah Jakarta. Jurnal Arsitektur Komposisi, 11(6), 265-277.
Hartono, Y., & Zulandari, P. (2018). Memasarkan Tradisi: Klasifikasi Kegunaan Twitter dalam Festival Budaya. Universitas Prasetiya Mulya. Jurnal Pariwisata Terapan, 2(2), 84-95.
Haryanti, D. T. (2008). Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Mogot, P. J. A. V., Tilaar, S., & Tarore, R. C. (2017). Analisis Pemanfaatan Ruang Terbangun Di Kawasan Pesisir Lokasi Studi Kasus: Sepanjang Pesisir Kota Manado. Jurnal Pesisir dan Lautan, 4(1), 103-112.
Moleong, L. J. (2015). Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Pratiwi, Y. (2016). Transformasi Fungsi Ruang Terbuka Publik Di Perkotaan Studi Kasus: Taman Pedestrian Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jurnal Arsitektur Nalars, 15(1), 63-72.
Rustiadi, E, dkk. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Sardiana, I. K. (2010). Studi Pemanfaatan Tanaman Pada Kegiatan Ritual (Upakara) oleh Umat Hindu di Bali. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Jurnal Bumi Lestari, 10(1), 123-127.
Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.
Sitaniapessy, J. (2016). Pola Pemanfaatan Dan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah. The Journal of Fisheries Development, 3(1), 17-24.
Sodikin. (2011). Karakteristik Dan Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Di Kawasan Pantai Kabupaten Indramayu. Jurnal Gea, 11(2), 200-208.
202
SPACE - VOLUME 7, NO. 2, OCTOBER 2020
Discussion and feedback