RUANG


SPACE


POLA PENGGUNAAN RUANG PUBLIK UNTUK BERDAGANG TIDAK TETAP DI AREA SEKITAR PASAR BADUNG, DENPASAR

Oleh: Putu Surya Pranata Putra1, I Nyoman Widya Paramadhyaksa2, Tri Anggraini Prajnawrdhi3

Abstract

Non-permanent trading activities in the area around Badung Market, Denpasar City, Bali Province caused several problems such as obstructed vehicle traffic and pedestrian access, as well as giving a poor visual impression. The aforementioned problems form the basis of this research so that it can be studied how the pattern of non-permanent trading occurs, and how the background of non-permanent trading activities around Badung Market formed. This study aims to determine the pattern of non-permanent trading activities in the area around the Badung Market and factors underlying the non-permanent trading activities around Badung Market. The research method used is a qualitative research method with a naturalistic approach. The results of this study indicate the pattern of non-permanent trading activities which is concentrated in a particular function and the background of how non-permanent trading activities formed caused by several factors such as licensing factors. This research is expected to be useful as a reference for the Denpasar City Government in drafting local regulations in the future so that it can realize temporary trading activities in the area around the Badung Market which has visual beauty and does not impede the flow of vehicle traffic.

Keywords: public space; non-permanent traders; Badung market

Abstrak

Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung, Kota Denpasar, Provinsi Bali menyebabkan beberapa permasalahan seperti terhambatnya lalu lintas kendaraan dan akses pejalan kaki, serta memberi kesan visual yang kurang baik. Permasalahan tersebut menjadi landasan penelitian ini dilakukan agar dapat dipelajari bagaimana pola berdagang tidak tetap terjadi, serta bagaimana latar belakang kegiatan berdagang tidak tetap di sekitar Pasar Badung terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung serta faktor-faktor yang melatarbelakangi kegiatan berdagang tidak tetap di sekitar Pasar Badung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan naturalistik. Hasil penelitian ini menunjukkan pola berdagang tidak tetap yang terkonsentrasi pada suatu fungsi tertentu dan latar belakang terbentuknya kegiatan berdagang tidak tetap disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor perizinan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan Pemerintah Kota Denpasar dalam menyusun peraturan daerah kedepannya sehingga dapat terwujud kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung yang memiliki keindahan visual dan tidak menghambat kelancaran lalu lintas kendaraan.

Kata kunci: ruang publik; pedagang tidak tetap; Pasar Badung

Pendahuluan

Pasar Badung mengalami kebakaran sebanyak tiga kali pada tahun 1975, 2000, dan tahun 2016 yang berdampak terhadap sebagian besar pedagang terpaksa direlokasikan ke tempat lain seperti bangunan bekas pasar swalayan Tiara Grosir di Jalan H.O.S Cokroaminoto, Pasar Loak di Jalan Gunung Agung, serta di area lapangan Parkir Kompyang Sujana. Akan tetapi beberapa pedagang menolak untuk relokasi tempat berdagang, dan memutuskan berdagang di area sekitar Pasar Badung. Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung ini seperti telah dianggap lumrah keberadaannya oleh masyarakat Kota Denpasar hingga sekarang. Hasil grand tour yang dilakukan pada Bulan Oktober 2018 menunjukkan kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung menimbulkan beberapa permasalahan, di antaranya adalah permasalahan penurunan kualitas visual seperti fasad bangunan tertutup kegiatan berdagang tidak tetap, limbah sampah, serta permasalahan lalu lintas seperti terhambatnya lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki yang tidak dapat menggunaakan jalur pejalan kaki. Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung memiliki pola yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor keterkaitan jenis barang dagangan dengan keberadaan fungsi di sekitar lokasi berdagang, faktor kepraktisan, faktor perizinan, serta faktor perekonomian pedagang tidak tetap. Pedagang tidak tetap adalah pedagang yang tidak memiliki sarana berdagang permanen dan dapat berpindah dengan mudah (Sinrang, 2019). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola berdagang tidak tetap serta faktor-faktor yang melatarbelakangi kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Denpasar sebagai acuan dalam menyusun peraturan daerah terkait pola penggunaan ruang publik di sekitar pasar, sehingga dapat terwujud kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung yang memiliki keindahan visual dan tidak menghambat kelancaran lalu lintas kendaraan.

Teori Kutub Pertumbuhan

Gunawan (2007) menjelaskan bahwa fungsi yang ada mempengaruhi perkembangan wilayah di sekitar fungsi tersebut dan adanya pusat-pusat pertumbuhan akan berdampak langsung terhadap kegiatan ekonomi yang ditandai dengan munculnya peluang kerja di berbagai sektor yang relatif terbuka. Terdapat pengertian lain tentang pusat pertumbuhan (growth pole) oleh Amiruddin (2014) yang menjelaskan pusat pertumbuhan secara fungsional sebagai suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar. Hamri (2016) juga menjelaskan pusat pertumbuhan sebagai sekumpulan kegiatan ekonomi yang menumbuhkan kegiatan ekonomi lainnya.

Teori Pola-Pola Perkembangan

Yunus (1994) menjelaskan pola ribbon development sebagai penjalaran pertumbuhan mengikuti pola jaringan jalan. Wardana (2016) menjelaskan pola perkembangan yang umum ditemukan pada koridor jalan adalah pola ribbon development, dimana pada pola perkembangan ini ditemukan tersebarnya beragam aktivitas di sepanjang koridor jalan raya yang terkadang tidak terencana dalam pertumbuhannya dan biasanya tergantung terhadap arus lalu lintas yang ada. Selain pola ribbon development, terdapat pola leap frog

development yakni pola pertumbuhan yang tidak mengikuti pola tertentu (Harvey, 1971). Azzizi (2016) juga menjelaskan pola leap frog development merupakan jenis pengembangan yang melompat-lompat, tidak berpola dan tidak memiliki keterkaitan dengan lahan yang sudah terbangun sebelumnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan naturalistik yang bertujuan mengetahui aktualitas, realitas sosial dan persepsi manusia melalui pengakuan mereka (Bogdan Wolf dan Tymiz, dalam Sukardi, 2006). Lokasi penelitian berada di area sekitar Pasar Badung, yang kemudian dibagi menjadi beberapa zona. Objek penelitian yang diamati adalah penggunaan ruang-ruang publik seperti trotoar dan badan jalan oleh pedagang tidak tetap. Data yang dikumpulkan guna menjawab penelitian ini adalah data terkait pola penggunaan ruang publik sebagai tempat berdagang tidak tetap, elemen seting dari pedagang tidak tetap, fungsi penting yang ada di area penelitian, peraturan daerah yang berlaku, serta proses perizinan kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung. Data-data tersebut diperoleh dengan teknik pengumpulan data observasi lapangan dan wawancara dengan sumber data pedagang tidak tetap. Obervasi lapangan dilakukan pada Bulan Oktober 2018 hingga Juli 2019 dalam rentang waktu pukul 21.00 hingga 07.00wita.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada dalam wilayah Kota Denpasar, tepatnya di sekitar area Pasar Badung yang berlokasi pada titik koordinat 8°39'20.5" lintang selatan dan 115°12'45.5" lintang timur dengan lingkup objek area publik yang digunakan sebagai tempat berdagang. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Sisi utara dari lokasi penelitian dibatasi oleh ruas Jalan Gajah Mada, sisi timur dari lokasi penelitian dibatasi oleh ruas Jalan Sumatera, sisi selatan dibatasi oleh ruas Jalan Hasanuddin, dan sisi barat lokasi penelitian dibatasi oleh ruas Jalan Thamrin. Terdapat tiga pasar yang dikelola oleh pihak Perusahaan Daerah Pasar Kota Denpasar di lokasi penelitian ini, yaitu Pasar Seni Kumbasari oleh Perusahaan Daerah Pasar Kumbasari, Pasar Badung oleh Perusahaan Daerah Pasar Badung, dan Pasar Suci Sari Jaya oleh Perusahaan Daerah Pasar Suci Sari Jaya.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Google Maps dengan adaptasi, diakses pada 1 Juni 2019

Gambaran Umum Zona Berdagang Tidak Tetap

Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa zona, yakni zona Jalan Gajah Mada, zona Jalan Gunung Kawi, zona Jalan Ternate, zona Jalan Sumatera, dan zona Jalan Sulawesi. Area dari zona-zona tersebut akan digambarkan pada Gambar 2. Beberapa fungsi penting yang ada di sekitar Pasar Badung adalah Bale Banjar Adat Pemeregan, Bale Banjar Adat Titih, Pura Agung Taman Sari Luhuran Batan Sandat, Pura Taman Beji Tukad Badung, Pura Desa Adat Denpasar, Pasar Seni Kumasari, dan Pasar Badung. Posisi objek-objek dengan fungsi khusus tersebut dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Pembagian Zona pada Lokasi Penelitian

Gambar 3. Fungsi Penting yang Terdapat pada Area Sekitar Pasar Badung Sumber: Observasi Lapangan, 2 Juni 2019

Gambaran Pola Kegiatan Berdagang Tidak Tetap berdasarkan Jenis Barang Dagangannya

Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung memiliki pola jika ditinjau berdasarkan keterkaitan jenis barang dagangan dengan lokasi mereka berdagang. Observasi lapangan yang dilakukan pada Bulan Oktober 2018 hingga Juni 2019 menunjukkan data jumlah pedagang tidak tetap berdasarkan jenis barang dagangannya. Data dari observasi lapangan dijabarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Pedagang Tidak Tetap berdasarkan Jenis Barang Dagangan

Jenis Dagangan

Zona

Kebutuhan Upacara Hindu Bali

Pedagang Sayur

Pedagang Daging

Pedagang Buah

Pedagang Makanan / Cemilan

Total

Jalan Gajah Mada

42

2

0

0

0

44

Jalan Gunung Kawi

36

5

0

13

0

54

Jalan Ternate

0

0

0

17

2

19

Jalan Sumatera

0

0

0

9

0

9

Jalan Sulawesi

3

7

11

2

1

24

Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Hasil observasi lapangan menggambarkan beberapa pola segmentasi zona berdagang berdasarkan jenis barang dagangan. Penjabaran zona berdagang tidak tetap berdasarkan jenis barang dagangan pada area sekitar Pasar Badung adalah sebagai berikut, (a) di ruas Jalan Gajah Mada dan Jalan Gunung Kawi, mayoritas kegiatan berdagang tidak tetap dilakukan oleh pedagang dengan jenis barang dagangan kebutuhan upacara Hindu Bali seperti bunga, canang, banten, dan kebutuhan upacara lainnya, (b) di ruas Jalan Ternate dan Jalan Sumatera, mayoritas kegiatan berdagang tidak tetap dilakukan oleh pedagang dengan jenis barang dagangan buah-buahan, serta (c) di ruas Jalan Sulawesi, mayoritas kegiatan berdagang tidak tetap dilakukan oleh pedagang dengan jenis barang dagangan kebutuhan pangan seperti sayur dan daging. Gambar 4 menggambarkan zonasi kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung.

Gambar 4. Zonasi dari Kegiatan Berdagang Tidak Tetap berdasarkan Barang Dagangan Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Gambaran Tipologi Pedagang Tidak Tetap berdasarkan Perabotan Berdagang

Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung menggunakan beberapa jenis perabotan guna mendukung kegiatan berdagang tidak tetap. Rachmayanti (2018) mengelompokkan jenis perabotan berdagang ke dalam beberapa tipe yakni gelaran alas, keranjang, meja, dan gerobak. Tipologi perabotan berdagang yang digunakan oleh pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung ditinjau berdasarkan elemen seting pendukung perabotan berdagang dan digambarkan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Tipologi Pedagang Tidak Tetap berdasarkan Perabotan Berdagang

No.    Tipologi Pedagang berdasarkan Perabotan Berdagang

Keterangan


1 Tipe pedagang berdasarkan jenis perabotan gelaran alas




Tipe perabotan berdagang lesehan, memiliki lantai emperan toko, dinding toko, serta atap emperan toko sebagai elemen fixed. Elemen semi fixed berupa alas tempat berdagang serta barang dagangan pedagang tidak tetap. Elemen non fixed berupa kegiatan berdagang antara pedagang dan pembeli. Tipologi pedagang dengan perabotan berdagang lesehan umumnya berdagang menggunakan ruang publik seperti trotoar, emperan toko, hingga badan jalan. Hal tersebut mengganggu akses pejalan kaki dalam menggunakan trotoar serta kelancaran lalu lintas kendaraan.

2 Tipe pedagang berdasarkan jenis perabotan keranjang




Tipe perabotan berdagang keranjang memiliki lantai emperan toko, dinding toko, serta atap emperan toko sebagai elemen fixed. Elemen semi fixed berupa alas tempat berdagang, keranjang serta barang dagangan pedagang tidak tetap. Elemen non fixed berupa kegiatan berdagang antara pedagang dan pembeli. Tipologi pedagang dengan perabotan berdagang keranjang umumnya berdagang menggunakan ruang publik seperti trotoar, emperan toko, hingga badan jalan. Hal tersebut mengganggu akses pejalan kaki dalam menggunakan trotoar serta kelancaran lalu lintas kendaraan.


No.    Tipologi Pedagang berdasarkan Perabotan Berdagang


3 Tipe pedagang berdasarkan jenis perabotan meja


Keterangan.

Tipe perabotan berdagang meja memiliki lantai emperan toko, dinding toko, serta atap emperan toko sebagai elemen fixed. Elemen semi fixed berupa meja tempat berdagang serta barang dagangan pedagang tidak tetap. Elemen non fixed berupa kegiatan berdagang antara pedagang dan pembeli. Tipologi pedagang dengan perabotan berdagang meja umumnya berdagang menggunakan ruang publik seperti emperan toko. Hal tersebut mengganggu akses pejalan kaki yang berjalan melalui emperan toko


4 Tipe pedagang berdasarkan jenis perabotan gerobak




Tipe perabotan berdagang gerobak memiliki badan jalan sebagai elemen fixed. Elemen semi fixed berupa gerobak serta barang dagangan pedagang tidak tetap. Elemen non fixed berupa kegiatan berdagang antara pedagang dan pembeli. Tipologi pedagang dengan perabotan berdagang gerobak umumnya berdagang menggunakan ruang publik seperti trotoar dan badan jalan. Hal tersebut mengganggu akses pejalan kaki dalam menggunakan trotoar serta kelancaran lalu lintas kendaraan.


5 Tipe pedagang berdasarkan jenis perabotan mobil pick up





Tipe perabotan berdagang mobil pick up memiliki area badan jalan sebagai elemen fixed. Elemen semi fixed berupa mobil pick up serta barang dagangan pedagang tidak tetap. Elemen non fixed berupa kegiatan berdagang antara pedagang dan pembeli. Tipologi pedagang dengan perabotan berdagang mobil pick up umumnya berdagang menggunakan ruang publik seperti trotoar dan badan jalan. Hal tersebut mengganggu akses pejalan kaki dalam menggunakan trotoar serta kelancaran lalu lintas kendaraan.


Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Penjabaran pada Tabel 2 menunjukkan kecenderungan kegiatan berdagang tidak tetap untuk memilih tempat berdagang yang memiliki elemen fixed minimal pada bidang lantai sehingga pedagang tidak tetap dapat meletakkan perabotan/barang dagangannya dengan baik.

Gambaran Kebijakan Keruangan terkait Penggunaan Ruang Publik sebagai Tempat Berdagang

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 2 Tahun 2015 Pasal 13 Ayat (2) menjelaskan bahwa lokasi yang dapat digunakan untuk berdagang tidak tetap adalah bangunan kantor-kantor pemerintahan yang sudah tidak digunakan, bagian depan mall, serta daerah sekitar lapangan olah raga. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Pasal 4 Ayat (2), dijelaskan bahwa guna melindungi hak pejalan kaki maka dilakukan penertiban trotoar. Berdasarkan dua peraturan daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan trotoar untuk kegiatan berdagang tidak tetap tidak dianjurkan. Meskipun telah diatur dalam peraturan daerah, kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung tetap berlangsung dan seolah-olah mendapatkan permakluman dari masyarakat dan pemerintah. Permakluman kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung disebabkan oleh adanya beberapa faktor. Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung terjadi disebabkan oleh belum ditemukannya solusi yang tepat dari Pemerintah Kota Denpasar terkait lokasi berdagang yang baru dan dapat diterima oleh pedagang tidak tetap. Kapasitas kios pada bangunan Pasar Badung dan pasar pendukung di sekitar lokasi penelitian yang terbatas serta biaya penyewaan kios yang kurang terjangkau bagi sebagian besar pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung juga menambah faktor penyebab permakluman keberadaan pedagang tidak tetap tersebut. (Swastini, Wawancara. 4 Juni 2019)

Gambar 5. Kegiatan Berdagang Tidak Tetap pada Jalan Gunung Kawi yang Menggunakan Area Trotoar sebagai Tempat Berdagang.

Sumber: Observasi Lapangan, 29 Mei 2019

Gambaran Perizinan Kegiatan Berdagang Tidak Tetap di Area Sekitar Pasar Badung

Hasil observasi lapangan penggunaan ruang publik sebagai tempat berdagang tidak tetap menggambarkan bagaimana alur proses perizinan tempat untuk kegiatan berdagang tidak tetap. Alur tersebut akan diilustrasikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Bagan Alur Proses Perizinan Tempat untuk Kegiatan Berdagang Tidak Tetap di Area Sekitar Pasar Badung

Sumber: Wawancara Lapangan, 29 Mei 2019

Pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung umumnya langsung memilih tempat berdagang di area yang mereka rasa layak untuk digunakan sebagai tempat berdagang. Setelah memilih tempat berdagang, pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung pun membayar iuran kepada petugas parkir setempat sebagai kompensasi penggunaan tempat untuk berdagang. Petugas parkir memiliki tugas lain yakni mengatur jalannya kegiatan berdagang tidak tetap, dari aspek tempat berdagang, kebersihan, serta waktu berdagang. Pada umumnya kegiatan berdagang tidak tetap dibatasi hingga pukul 06.00 pagi. Sebelum waktu tersebut pedagang tidak tetap harus membersihkan tempat yang mereka gunakan sebagai tempat berdagang seperti semula. Dana iuran yang diterima oleh petugas parkir tersebut selanjutnya diteruskan kepada pihak banjar adat setempat selaku pengurus wilayah di sekitar area Pasar Badung. Pihak banjar adat juga mendata jumlah pedagang tidak tetap yang berjualan di wilayahnya (Sudiarti, Wawancara. 4 Juni 2019)

Pembahasan

Hasil observasi lapangan terkait penggunaan ruang publik sebagai tempat berdagang tidak tetap menggambarkan adanya pola persebaran pedagang tidak tetap terkait dengan jenis barang dagangannya di area sekitar Pasar Badung sebagai berikut, (a) jenis pedagang dengan barang dagangan perlengkapan upacara Hindu Bali cenderung terkonsentrasi di ruas Jalan Gajah Mada, ruas Jalan Gunung Kawi, dan ruas Jalan Gunung Raung pada rentang waktu 02.00-06.00wita, (b) jenis pedagang dengan barang dagangan buah-buahan cenderung

terkonsentrasi di ruas Jalan Ternate dan Jalan Sumatera pada rentang waktu 02.00-06.00wita, (c) jenis pedagang dengan barang dagangan kebutuhan pangan seperti sayuran segar, daging, ikan, dan telur cenderung terkonsentrasi di ruas Jalan Sulawesi pada rentang waktu 02.00-06.00wita. Fenomena persebaran pedagang seperti ini apabila dikaji dengan teori kutub pertumbuhan, maka akan didapat beberapa fungsi yang dapat dianggap sebagai kutub pertumbuhan. Fungsi tempat persembahyangan umat Hindu Bali yakni Pura Desa Adat Denpasar di Jalan Gajah Mada ternyata cukup mempengaruhi arah pertumbuhan pedagang tidak tetap dengan jenis barang dagangan perlengkapan ritual Hindu Bali disebabkan oleh adanya keterkaitan fungsi pura dengan barang dagangan canang dan kebutuhan upacara Hindu Bali. Gambaran keberadaan Pura Desa Adat Denpasar dan pengaruhnya pada arah persebaran pedagang tidak tetap diilustrasikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Ilustrasi Pengaruh Pura Desa Adat Denpasar terhadap Arah Persebaran Pedagang Tidak Tetap dengan Jenis Barang Dagangan Perlengkapan Ritual Hindu Bali

Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Pedagang tidak tetap berdagang berdekatan dengan pedagang tidak tetap lainnya yang menjual barang sejenis. Hal tersebut disebabkan oleh pedagang tidak tetap saling membutuhkan antar pedagang tidak tetap lainnya untuk menjaga barang dagangannya pada saat perlu meninggalkan dagangannya. Pedagang tidak tetap juga memerlukan bantuan pedagang tidak tetap lainnya seperti pada saat memerlukan barang dagangan dari pedagang lainnya ketika persediaan barang dagangannya habis dan memerlukan persediaan barang dagangan dengan segera. Fenomena tersebut sesuai dengan teori aglomerasi yang dijelaskan oleh Montgomery dalam Kuncoro (2012) tentang pemusatan secara spasial dari aktivitas ekonomi berdasarkan pada faktor lokasi yang berdekatan. Bale Banjar Adat Titih memiliki citra sebagai pusat aktivitas pedagang buah-buahan, berada dalam Zona Jalan Ternate dan Jalan Sumatera. Pedagang tidak tetap dengan barang dagangan buah-buahan cenderung berdagang terkonsentrasi di sekitar Bale Banjar Adat Titih dan hal ini sesuai dengan teori kutub pertumbuhan yang dijelaskan oleh Gunawan (2007) bahwa dari suatu fungsi yang dianggap sebagai kutub pertumbuhan selanjutnya akan terjadi proses pembangunan dan menyebar ke wilayah lain di sekitarnya. Gambaran keberadaan Bale Banjar Adat Titih dan pengaruhnya terhadap arah persebaran pedagang tidak tetap dengan jenis barang dagangan buah-buahan dapat diilustrasikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Ilustrasi Pengaruh Bale Banjar Adat Titih terdahap Arah Persebaran

Pedagang Tidak Tetap dengan Jenis Barang Dagangan Buah-Buahan

Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Gerbang timur Pasar Badung sebagai akses Pasar Badung berada di dalam zona Jalan Sulawesi. Fungsi tersebut mempengaruhi arah pertumbuhan pedagang tidak tetap dengan jenis barang dagangan kebutuhan pangan. Keberadaan gerbang timur Pasar Badung dan citra Pasar Badung sebagai tempat membeli kebutuhan pangan, menjadi peluang bagi pedagang tidak tetap untuk mendapatkan pembeli sehingga pedagang tidak tetap dengan jenis barang dagangan kebutuhan pangan cenderung berdagang terkonsentrasi di sekitar gerbang timur Pasar Badung. Fenomena tersebut sesuai dengan teori kutub pertumbuhan yang dijelaskan oleh Gunawan (2007) bahwa dari suatu fungsi yang dianggap sebagai kutub pertumbuhan selanjutnya akan terjadi proses pembangunan dan menyebar ke wilayah lain di sekitarnya. Gambaran keberadaan gerbang timur Pasar Badung dan pengaruhnya terhadap arah persebaran pedagang tidak tetap dengan jenis barang dagangan kebutuhan pangan diilustrasikan pada Gambar 9.

Teori kutub pertumbuhan (Gunawan, 2007) juga menjelaskan adanya pusat-pusat pertumbuhan akan berdampak langsung terhadap kegiatan ekonomi masyarkat yang ditandai dengan munculnya peluang kerja di berbagai sektor. Hal tersebut sejalan dengan kondisi lapangan dimana kutub-kutub pertumbuhan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat melalui pertumbuhan pedagang tidak tetap. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang tidak tetap di zona Jalan Gajah Mada, zona Jalan Gunung Kawi, zona Jalan Ternate, zona Jalan Sumatera, dan zona Jalan Sulawesi, didapat kecenderungan bahwa pedagang tidak tetap menganggap keberadaan suatu fungsi cukup berpengaruh terhadap kesesuaian suatu tempat untuk berdagang berdasarkan jenis barang dagangan tertentu, sehingga area tersebut akan dimanfaatkan oleh pedagang tidak tetap untuk berdagang dan mendukung pertumbuhan perekonomian pedagang tidak tetap. Pertumbuhan pedagang tidak tetap cenderung mengikuti alur jalan yang ada. Seperti pedagang buah yang berjualan megikuti alur Jalan Sumatera dan Jalan Ternate, pedagang kebutuhan pangan yang mengikuti alur Jalan Sulawesi, serta pedagang canang dan kebutuhan upacara Hindu Bali yang mengikuti alur Jalan Gajah Mada, Jalan Gunung Kawi, dan Jalan Gunung Raung. Fenomena tersebut jika

dikaitkan dengan teori pola-pola perkembangan yang dikemukakan oleh Yunus (1994), sesuai dengan pola ribbon development. Pola ini menunjukkan penjalaran pertumbuhan mengikuti alur jaringan jalan. Terdapat fenomena lain yakni munculnya beberapa pedagang tidak tetap yang menjual barang dagangan tidak sejenis dengan pedagang di sekitarnya, sepertinya pedagang makanan dan camilan dengan perabotan dagang gerobak di Jalan Ternate, sedangkan Jalan Ternate merupakan zona pedagang buah (Gambar 10). Fenomena ini sesuai dengan pola leap frog development yakni pola pertumbuhan yang tidak mengikuti pola tertentu (Harvey, 1971).

Gambar 9. Ilustrasi Pengaruh Gerbang Timur Pasar Badung terdahap Arah Persebaran Pedagang Tidak Tetap dengan Jenis Barang Dagangan Kebutuhan Pangan

Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Gambar 10. Foto Kiri Merupakan Pedagang dengan Pola Leap Frog Development (Pedagang Bakso Berjualan di Jalan Ternate yang Merupakan Zona Pedagang Buah), Foto Kanan Merupakan Pedagang Dengan Pola Ribbon Development (Pedagang Canang dan Kebutuhan Hindu Bali Berjualan Sepanjang Jalan Gunung Kawi yang Merupakan Zona Pedagang Kebutuhan Hindu Bali)

Sumber: Observasi Lapangan, Oktober 2018 – Juli 2019

Pedagang canang cenderung memilih tempat yang mudah dan praktis untuk diakses pembeli tanpa harus turun dari kendaraannya, sehingga pedagang canang akhirnya memilih berjualan di area publik seperti trotoar dan badan jalan pada Jalan Gajah Mada. Hal tersebut berbeda dengan pedagang dengan barang dagangan kebutuhan pangan dikarenakan untuk berbelanja barang kebutuhan pangan, pembeli perlu turun dari kendaraannya serta terdapat kecenderungan bahwa pembeli akan memilih sebelum membeli. Fenomena tersebut sesuai dengan teori pola perilaku menurut Trope (2007) yang menjelaskan suatu kegiatan dipengaruhi oleh faktor jarak seperti jarak pedagang dan pembeli saat melakukan kegiatan jual beli, serta faktor waktu seperti waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan jual beli oleh pedagang dan pembeli.Fenomena penempatan palet kayu guna membatasi wilayah berdagang antar pedagang merupakan bentuk dari teritorialitas pedagang antar pedagang lainnya. Fenomena ini sesuai dengan teori teritorialitas (Mantha, 2009) yang menjelaskan teritori sebagai ruang terbatasi dimana seseorang atau kelompok menggunakan dan mempertahankannya sebagai sebuah batas pemisah, serta membentuk pola tingkah laku yang memiliki hubungan dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat (Ongelina, 2014). Kegiatan berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung dapat dikatakan tidak sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku yakni Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 2 Tahun 2015 Pasal 13 Ayat (2) tentang lokasi yang dapat digunakan untuk berdagang tidak tetap dan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Pasal 4 Ayat (2) tentang penertiban area publik trotoar. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh belum ditemukannya solusi yang paling tepat oleh Pemerintah Kota Denpasar untuk mengatur lokasi berdagang yang baru dan dapat diterima oleh pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung. Faktor lain penyebab penggunaan ruang publik sebagai tempat berdagang tidak tetap adalah kemampuan sewa pedagang tidak tetap yang tidak sesuai dengan biaya sewa kios yang ada di Pasar Badung (Trianta, Wawancara. 5 Juni 2019).

Simpulan

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, maka didapat beberapa simpulan mengenai pola penggunaan ruang publik untuk berdagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung. Terbentuknya pola berdagang yang terkonsentrasi pada titik tertentu disebabkan oleh keterkaitan jenis barang dagangan dengan keberadaan fungsi di sekitar lokasi berdagang, dimana fungsi tersebut berperan sebagai kutub pertumbuhan. Terkonsentrasinya pedagang canang dan perlengkapan ritual Hindu Bali di sekitar Pura Desa Adat Denpasar disebabkan oleh area di sekitar Pura Desa Adat Denpasar memiliki akses jalan yang lancar sehingga mendukung kegiatan berdagang tidak tetap. Keterkaitan citra lokasi yang dipengaruhi keberadaan Pura Desa Adat Denpasar dengan barang dagangan canang dan perlengkapan ritual Hindu Bali lainnya juga mempengaruhi fenomena tersebut. Terkonsentrasi pedagang buah di sekitar Bale Banjar Adat Titih disebabkan oleh keterkaitan barang dagangan dengan citra Bale Banjar Adat Titih sebagai tempat berjualan buah, serta di sekitar gerbang timur Pasar Badung terkonsentrasi pedagang kebutuhan pangan seperti sayur dan daging disebabkan oleh keberadaan gerbang timur Pasar Badung sebagai akses pembeli menuju Pasar Badung yang identik dengan tempat membeli kebutuhan pokok. Pola persebaran pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung pada umumnya sesuai dengan pola ribbon development yakni pola yang mengikuti penjalaran jalan namun beberapa pedagang tidak

tetap sesuai dengan pola leap frog development yaitu pola pertumbuhan secara acak. Kecenderungan pada pedagang tidak tetap di sekitar Pasar Badung untuk mencari tempat berdagang yang memiliki elemen fixed terlengkap dan layak sebagai lokasi berdagang. Kegiatan berdagang tidak tetap di sekitar Pasar Badung dilatarbelakangi oleh faktor belum ditemukannya solusi tempat terbaik untuk pedagang tidak tetap berjualan oleh Pemerintah Kota Denpasar, kapasitas kios Pasar Badung yang terbatas, serta kemampuan sewa kios pada Pasar Badung oleh pedagang tidak tetap di area sekitar Pasar Badung.

Daftar Pustaka

Amiruddin, A. (2014). Pengaruh Keberadaan Universitas Haluoleo Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kawasan Andonuohu Kota Kendari. Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 2(1), 73-88.

Azzizi, V.T., & Ariastita, P.G. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Pola Perumahan Leapfrog di Kawasan Peri Urban Kota Malang. Jurnal Teknik ITS, 5(2), C156-C159.

Gunawan, T. (2007). Fakta dan Konsep Geografi. Jakarta: Inter Plus.

Hamri, E. (2016). Kebijakan Pemekaran Wilayah dan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi Kota Tasikmalaya. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 7(1), 111-125.

Harvey, R. O., & Clark, W. A. (1971). The Nature and Economics of Urban Sprawl, In Internal Structure of the City, ed. L. S. Bourne. New York: Oxford University Press.

Kuncoro, M. (2012). Perencanaan Daerah; Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Mantha, A. (2009). Territoriality, Social Boundaries and Ancestor Veneration in The Central Andes of Peru. Journal of Anthropological Archaeology, 28(2), 158-176.

Ongelina, S. (2014). Teritorialitas dan Interaksi Multi- Etnik di Tanjung Benoa, Bali. Ruang: Jurnal Lingkungan Binaan (Space: Journal of The Built Environment), 1(2), 161174.

Sinrang, A. (2019). Influence of Usage Alteration to the Spatial Occupancy of Urban Areas Case Study: Street Vendors on A.P. Pettarani Street Tamalate Sub-District, Makassar, Indonesia. Jurnal Urban and Regional Planning Review, 6, 64-83.

Sukardi. (2006). Penelitian Kualitatif-Naturalistik dalam Pendidikan. Jakarta: Usaha Keluarga.

Trope, Y., Liberman, N., & Wakslak, C. (2007). Construal Levels and Psychological Distance: Effects On Representation, Prediction, Evaluation, and Behavior. Journal of Consumer Psychology, 17(2), 83-95.

Wardhana, I.W., & Haryanto, R. (2016). Kajian Pemanfaatan Ruang Kegiatan Komersial Koridor Jalan Taman Siswa Kota Semarang. Jurnal Pengembangan Kota, 4(1), 4957.

Rachmayanti, I., Moriko, D., & Pratama, A.F. (2018). Rekonstruksi Warung Rokok Kaki Lima: Mengemas Potret Budaya Asli Masyarakat Jakarta Dalam Media Baru. Jurnal Dimensi Seni Rupa dan Desain, 14(2), 75-92.

Yunus, H. (1994). Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.

170

SPACE - VOLUME 7, NO. 2, OCTOBER 2020