KAJIAN RASIO D/H PADA KORIDOR JALAN LAKSAMANA, KELURAHAN SEMINYAK, KABUPATEN BADUNG

Oleh: Ida Ayu Catur Maharani1, Widiastuti2, Ciptadi Trimarianto3

Abstract

Jalan Laksamana is one of three commercial corridors located in the allotment of trade and services in Seminyak Village. As a commercial corridor, one important consideration to be discussed here is the level of visitor comfort. One factor influencing this issue is a ratio of distance (D) over height (H) - (D/H). Calculation on this ratio is seen fundamental since it will determine the spatial impression one may get when standing in a certain position in this corridor. The study is conducted with a descriptive qualitative method and a deductive. It is carried out in three different segments of Jalan Laksamana, namely Segment 1, Segment 2, and Segment 3. This categorization is done based on level of crowd (visitors) who actively use the corridor at a certain timing of the day. The study results show that spatial impressions felt by the crowd when they are standing in these three segments are as follows. First, openness and spaciousness are felt when one stands in segment 1. The D/H ratio within this segment also enables one to observe details a building. Second, the spatial impression felt in segment 2 varies from one spot to another. This largely depends on the physical state of various buildings that one passes by. While in Segment 3, the spatial impression begins to disappear, and building details are invisible. Buildings are seen in relation to their surroundings and the presence of decorative plants has created artificial walls which indeed form a more comfortable space to the crowd.

Keywords: commercial corridor, Ratio (D/H), Proportion

Abstrak

Jalan Laksamana merupakan salah satu dari tiga koridor komersial yang berada pada Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa di Kelurahan Seminyak. Sebagai koridor komersial, hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kenyamanan pengunjung. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan pengunjung adalah rasio D/H. Perbandingan jarak antara bangunan (D) dengan ketinggian bangunan (H) menghasilkan nilai proporsi. Nilai setiap perbandingan akan menghasilkan kesan ruang yang berbeda-beda. Nilai rasio D/H merupakan salah satu fenomena keruangan yang menarik untuk diteliti berkenaan dengan pengaruhnya terhadap kesan ruang yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan deduktif untuk mengetahui kesan ruang yang ditimbulkan secara teori berdasarkan pembagian jarak antara bangunan dan ketinggian bangunan yang ada di Jalan Laksmana. Penelitian dilakukan pada tiga segmen yaitu Segmen 1, Segmen 2, dan Segmen 3 yang dipenggal berdasarkan tingkat keramaian pengunjung yang beraktifitas di sekitar jalan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada Segmen 1 ruang berkesan terbuka dan luas namun pengamat masih bisa melihat detail bangunan. Pada Segmen 2 kesan ruang yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada bangunan yang dilewati sehingga kesan ruang pada Segmen 2 tidak dapat didefinisikan. Sedangkan pada Segmen 3 kesan ruang mulai hilang, detail bangunan tidak tampak, dan bangunan dilihat dalam hubungan dengan sekelilingnya. Keberadaan vegetasi di sekitar jalan dapat menciptakan dinding semu dan membentuk ruang yang lebih nyaman untuk pengunjung.

Kata kunci: koridor komersial, rasio (D/H), proporsi

Pendahuluan

Koridor komersial biasanya berupa jalan yang pada sisi kanan dan kirinya dipenuhi oleh perpetakan lahan properti komersial berupa perkantoran maupun aktivitas komersial lainnya (Wardana dan Haryanto, 2016). Sebagai salah satu ruang publik, koridor komersial menjadi sarana untuk melakukan berbagai aktivitas disamping fungsi utamanya sebagai ruang pergerakan. Koridor komersial digunakan untuk mewadahi berbagai macam interaksi sosial, dimana pelaku kegiatan dapat dengan mudah mengaksesnya. Seperti halnya Jalan Laksamana yang merupakan salah satu koridor komersial yang berada di Kelurahan Seminyak, Kabupaten Badung. Seiring dengan banyaknya kunjungan wisatawan ke sektor pariwisata di Kelurahan Seminyak, di Jalan Laksamana banyak bermunculan fasilitas penunjang pariwisata yang saling berdekatan untuk mempermudah wisatawan mengakses fungsi – fungsi yang akan dituju.

Pemanfaatan jalan sebagai penunjang kegiatan pariwisata yang tidak didasari dengan perencanaan, menyebabkan bangunan-bangunan di sepanjang Jalan Laksamana tidak mengikuti kebijakan penataan ruang yang ada. Seperti halnya Garis Sempadan Bangunan (GSB). Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 7 Tahun 2018 Pasal 75 huruf c Perihal Ketentuan Masa Bangunan dimana GSB minimum 1 x ruang milik jalan + telajakan 1 meter dihitung dari as jalan. Sedangkan bangunan-bangunan di sepanjang koridor Jalan Laksamana tidak semua mengikuti aturan tersebut. Perbedaan GSB dan ketinggian bangunan menghasilkan kesan ruang yang berbeda-beda. Fenomena yang terjadi ini menarik untuk dicermati lebih jauh. Sebagai koridor komersial yang di dalamnya terdapat bangunan dengan fungsi – fungsi penunjang pariwisata yang saling berdekatan, banyak wisatawan yang memilih untuk berjalan kaki agar lebih efisien dan mempermudah akses menuju tempat tujuan. Untuk menunjang kegiatan wisatawan yang berjalan-jalan disekitar koridor, dibutuhkan lingkungan yang nyaman. Hal tersebut juga berdampak terhadap keberlangsungan koridor agar tetap sering dikunjungi. Salah satu aspek yang mempengaruhi kenyamanan lingkungan adalah rasio D/H. Rasio D/H merupakan representasi pengukuran enclosure ruang perkotaan seperti jalan (Kim, 2017).

Teori Proporsi dan Skala

Koridor komersial biasanya berupa jalan yang pada sisi kanan dan kirinya dipenuhi oleh perpetakan lahan properti komersial berupa perkantoran maupun aktivitas komersial lainnya. Secara fisik koridor membentuk ruang luar yang memiliki unsur utama yaitu dinding, alas dan kanopi. Ruang dapat diukur serta diamati berupa dimensi skala dan proporsi serta wujud dan bentuk (Ardhiansyah, 2012). Salah satu aspek penting dalam komposisi sebuah koridor adalah proporsi dan skala. Proporsi adalah hubungan dimensi antara elemen-elemen yang berada dalam satu objek. Sedangkan skala menekankan pada hubungan dimensi antara objek yang berbeda. Kualitas spasial kawasan dapat dicapai tergantung pada tinggi rendahnya perbandingan antara ketinggian bangunan (H) dengan jarak antara bangunan yang berhadapan (D). Nilai setiap perbandingan akan menghasilkan kesan ruang yang berbeda-beda (Ashihara, 1983, dalam Nugroho, 2014). Dalam menganalisis keterlingkupan ruang, dilakukan analisis terhadap proporsi dan skala ruang sebagai sebuah proses dalam pengenalan ruang.

Teori Hierarki/ Derajat Ketertutupan Ruang

D/H merupakan pengukuran yang sudah lama digunakan oleh arsitek untuk mengukur enclosure (Kim, 2017). Nilai yang dihasilkan dari jarak antara ruang (D), dibagi oleh ketinggian (H) dari bangunan yang mengelilinginya merupakan derajat dari enclosure. Secara umum enclosure (ketertutupan) didefinisikan oleh rasio antara dimensi horizontal dan vertikal dari dimensi ruang. Umumnya, semakin dekat dimensi horizontal dengan dimensi vertikal akan menghasilkan karakteristik enclosure dan rasa keruangannya akan semakin kuat (Spooner, 2007). Menurut Ashihara (1983) dalam Nugroho (2014) jika D/H≤0.25, ruang berkesan sempit dan sesak, pengamat yang melalui koridor ini akan merasakan seperti di tebing yang sempit, dan hanya seperempat elevasi bangunan yang dapat dilihat. Jika D/H<1, ruang akan berkesan intim, timbul sense of enclosure, wujud bangunan dapat terlihat walaupun tidak keseluruhan. Jika D/H=1, keseimbangan dicapai antara bangunan dan jarak diantaranya. Jika D/H>1, ruang berkesan luas dan terbuka. Pengamat dapat melihat lebar bangunan. Saat perbandingan D/H=2, maka sense of enclosure makin tidak terasa, dan detail bangunan tidak tampak. Berikut hubungan Proporsi dan Enclosure menurut Ashihara yang dijabarkan pada Tabel 1. Teori yang dikemukakan oleh Ashihara berada pada tingkatan skala ruang makro, dimana proporsi terendah D/H = 4 dan D/H>2) dianggap sebagai ruang yang kehilangan ketertutupannya. Simulasi rasio enclosure dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Hubungan Proporsi dan Enclosure Menurut Ashihara

Proporsi              Derajat/Hierarki Ketertutupan (Enclosure)

d/h = 1      Ruang terasa seimbang dalam perbandingan jarak dan tinggi bangunan

d/h < 1       Ruang yang terbentuk akan terlalu sempit dan memberikan rasa tertekan

d/h > 1       Ruang terasa agak besar

d/h > 2       Pengaruh ruang tidak terasa

Sumber: Basuki, 2015 : 56

'                 d

  • -I— ⅞ O O__QjiL=C

IU 7.0' IOU I 10.0 7.0' 90'

  • 1—----MU-----I

  • —----------500 ---I

_a⅛

»4β'∙- 8,o'I ∣∣Λ, I Iiu . uu I Iiu I ιισ 00 - uo1» --------------------IWU--------------------

(a)

(b)


∏                                      □

- ;. - : I- 1 .- -                      w                     - -Iiu- 70' - ιwx -

- ιeu                                            ιou-1

(c)


G ambar 1. (a) rasio 1:1;  (b) rasio 2:1;  (c) rasio 3:1;

Sumber: Steiner, 2007 : 165

Selain Ashihara, Spreiregen juga memiliki pandangan sendiri mengenai derajat ketertutupan ruang. Selain Ashihara, Spreiregen juga memiliki pandangan sendiri mengenai derajat ketertutupan ruang yang didasari oleh rasio D/H. Berikut derajat ketertutupan ruang menurut Spreiregen dan pengaruhnya terhadap townscape (Tabel 2).

Tabel 2. Hubungan Proporsi dan Enclosure Menurut Spreiregen

Proporsi

Derajat/Hierarki Ketertutupan (Enclosure)

Pengaruh pada Townscape

D/H = 1

Full enclosure, sangat tertutup, jika melebihi batas tersebut akan timbul kesan menekan

Perhatian pada detail daripada keseluruhan bangunan

D/H = 2

Threshold of enclosure, merupakan batas terendah untuk membuat kesan ruang tertutup

Melihat bangunan sebagai sebuah komposisi keseluruhan bersama dengan detailnya

D/H = 3

Minimum enclosure, ruang mulai kehilangan ketertutupan

Melihat bangunan dalam hubungan dengan sekelilingnya

D/H = 4

Loss of enclosure, ruang kehilangan kualitas ketertutupannya

Bangungan sebagai edge depan (foreground) dalam keseluruhan pemandangan

Sumber: Basuki, 2015, hal. 55

Menurut Jacobs (1995) dalam Nugroho (2014) selain bangunan, yang menjadi batas ruang vertikal sebuah jalan atau koridor adalah pepohonan (vegetasi). Vegetasi dapat meningkatkan kualitas visual kawasan, secara psikologis akan membuat pengamat menjadi nyaman. Vegetasi juga dapat menciptakan kesan kolom (memisahkan secara visual). Deretan pepohonan di sepanjang jalan menciptakan sikuen linier (Gehl, 2010, dalam Nugroho, 2014).

Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif. Pada pendekatan deduktif, teori menjadi alat penelitian sejak memilih dan menemukan masalah, maupun melakukan pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data (Setyawan, 2017). Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif deskriptif digunakan untuk menentukan ketinggian dari bangunan (H) dan pengukuran jarak antara bangunan (D) yang kemudian dicari perbandingannya untuk menentukan proporsi dari tiap bangunan. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil observasi dan interpretasi data kuantitatif. Penyajian hasil penelitian dilakukan dalam bentuk gambar, tabel, dan teks deskriptif.

Pengumpulan data primer dilakukan oleh peneliti dengan terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data faktual. Observasi dilakukan secara sistematik dengan mengamati objek penelitian yang disimpan dalam bentuk foto, penggambaran peta, tampak bangunan dan penjelasan yang dibuat secara deskriptif. Penentuan ketinggian bangunan dan vegetasi (H) ditentukan berdasarkan asumsi pengamat yang melihat objek penelitian dari seberang bangunan. Penentuan jarak antara bangunan (D) ditentukan berdasarkan pengukuran lebar jalan, jarak bangunan hingga bahu jalan, dan jarak bangunan dengan garis as jalan (setback). Berdasarkan cara pengambilan data tersebut, kemudian secara visual data diolah dengan memetakan bangunan dan vegetasi di kedua sisi jalan yang membentuk dinding jalan (street

wall), serta memetakan ukuran setback bangunan. Street wall dan jarak diantaranya merupakan point penting dalam pembentukan skala ruang jalan. Proporsi ruang jalan ditentukan dengan menggambarkan potongan-potongan antara jarak bangunan (D) dengan ketinggian street wall (H) pada titik-titik yang dianggap representatif, yaitu potongan dengan bangunan yang ketinggian dan setback-nya bisa mewakili bangunan-bangunan lain disekitarnya yang memiliki ukuran sama. Setelah ditemukan data skala ruang dengan bentuk potongan-potongan jalan, kemudian data tersebut akan dijelaskan sesuai dengan data yang mendukung, dalam hal ini mengacu pada teori rasio D/H menurut Ashihara dan Spreiregen. Ilustrasi D/H pada jalan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi D/H pada Jalan

Gambaran Umum Jalan Laksamana

Jalan Laksamana termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Seminyak. Berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 28 Tahun 2017, Jalan Laksaman memiliki panjang lebih kurang 1.3 kilometer. Sepanjang 800 meter dari Jalan Laksamana merupakan salah satu dari tiga koridor yang merupakan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa yang berada di Kelurahan Seminyak (RTRW Kabupaten Badung Tahun 2013). Adapun batas-batas lokasi penelitian ini yaitu: (1) Kecamatan Kuta Utara, (2) Jalan Drupadi, (3) Seminyak Square.

⅛≡,2

Gambar 3. (a) Peta Pulaui Bali ;  (b) Peta Kecamatan Kuta; (c) Peta Kelurahan

Seminyak; (d) Peta Jalan Laksamana

Jalan Laksamana merupakan jalan penghubung antara Jalan Petitenget menuju Jalan Drupadi dengan titik koordinat awal x=-868382 dan y=115157344, serta berakhir pada titik koordinat x=-8683493 dan y=115164412. Koridor Jalan Laksamana memiliki lebar daerah manfaat jalan (damaja) selebar 8.6 meter, yang terdiri dari perkerasan aspal selebar 6 meter dengan sistem kendaraan dua arah dan jalur trotoar selebar 1.2 meter di kedua sisinya. Di sisi kiri dan kanan Jalan Laksamana terbangun sebanyak 163 bangunan dengan berbagai fungsi seperti butik atau toko pakaian, restoran, bar, hotel, villa, salon, spa, convenience store, bangunan pemerintahan, klinik, dan jasa pelayanan lainnya. Penelitian akan dilakukan pada 3 segmen Jalan Laksamana yang dipenggal berdasarkan spot dengan tingkat keramaian pengunjung paling banyak yang beraktivitas di sekitar koridor. Berikut segmen-segmen Jalan Laksamana yang menjadi lokasi penelitian (Tabel 3):

Tabel 3. Deskripsi Segmen 1, Segmen 2, dan Segmen 3 Jalan Laksamana

Segmen Jalan Laksamana sebagai


Foto Kondisi Jalan


lokasi penelitian


Laksamana




(a)


(b)


(c)



(a)



(b)


(c)


Deskripsi Segmen

Segmen 1 merupakan penggalan Jalan Laksamana sepanjang ± 70 meter dan terdiri dari 6 bangunan yang berfungsi sebagai restoran, convenience store, butik, dan klinik:

  • 5 bangunan dengan ketinggian ±

  • 5.5 meter

  •    1 bangunan dengan ketinggian ±10.5 meter

  •    Setback bangunan berkisar antara 4.5 – 5.7 meter.

  •    Selain bangunan, terdapat vegetasi berupa pohon palem dengan ketinggian ±7 meter dan billboard dengan ketinggian 10 meter

Segmen 2 merupakan penggalan Jalan Laksama sepanjang ± 90 meter dan terdiri dari 15 bangunan yang berfungsi sebagai villa, hotel, butik, dan restoran:

  •    5 bangunan dengan ketinggian ±

  • 5.5- 6.5 meter

  •    6 bangunan dengan ketinggian ±10.5 meter

  •    3 bangunan dengan ketinggian ±13 meter

  •    1 bangunan dengan ketinggian ±15 meter

  •    Setback bangunan berkisar antara 4.5 – 12.2 meter.

  •    Selain bangunan, terdapat deretan vegetasi dengan ketinggian 80 centimeter hingga ±7 meter.



(a)



(b)


(c)


Segmen 3 merupakan penggalan Jalan Laksamana sepanjang 90 meter dan terdiri dari 18 bangunan yang berfungsi sebagai restoran, bar, supermarket, dan butik:

  •    9 bangunan dengan ketinggian ± 5.5-6.0 meter

  •    7 bangunan dengan ketinggian ±9.0-10.5 meter

  •    2 bangunan dengan ketinggian ±8.0 meter

  •    Setback bangunan berkisar antara 4.5 – 12.2 meter.

  •    Selain bangunan, terdapat vegetasi berupa pohon mangga dengan ketinggian ±10 meter dan billboard dengan ketinggian 10 meter


Analisis Hierarki/ Derajat Ketertutupan Ruang di Jalan Laksamana

Derajat ketertutupan pada koridor Jalan Laksamana dibentuk oleh perbandingan jarak antara bangunan dibagi dengan ketinggian masing-masing bangunan yang membentuk street wall. Segmen 1 yang terdiri dari 6 bangunan, didominasi oleh bangunan dengan ketinggian 5.5 meter. Masing-masing bangunan memiliki setback yang berbeda-beda. Setback dari bangunan berkisar antara 4.5-5.7 meter. Perbandingan jarak (D) dengan ketinggian bangunan (H) pada Segmen 1 menghasilkan nilai Rasio D/H=1.76 hingga D/H=1.98. Satu bangunan berlantai dua memiliki ketinggian melebihi bangunan lain disepanjang Segmen 1 dengan tinggi ±10.5 meter dan menghasilkan nilai Rasio D/H=0.97. Namun karena hanya satu bangunan yang memiliki nilai D/H<1, kesan ruang yang ditimbulkan tidak mendominasi. Rasio D/H pada Segmen 1 didominasi dengan nilai D/H>1. Menurut Ashihara, nilai D/H>1 berarti ruang berkesan luas dan terbuka. Pengamat dapat melihat lebar bangunan. Sedangkan menurut Spreiregen nilai D/H=1.76-1.98 menandakan kesan ruang berada diantara full enclosure dan threshold enclosure. Pengamat dapat melihat bangunan sebagai sebuah komposisi keseluruhan, bersama dengan detailnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat pengamat berada pada Segmen 1, pengamat merasakan ruang jalan terkesan luas dan terbuka, namun masih bisa mengamati bangunan yang berada diseberangnya secara menyeluruh hingga ke detail bangunan. Pada Segmen 1 juga terdapat vegetasi berupa pohon palem dengan ketinggian ±7 meter dan signage berupa billboard dengan ketinggian 10 meter. Nilai rasio D/H yang dihasilkan berkisar antara 0.87-1.24. Vegetasi dan signage hanya ada pada satu spot saja. Hal tersebut menyebabkan keberadaannya tidak mempengaruhi kesan ruang yang ditimbulkan oleh bangunan. Berikut ilustrasi rasio D/H pada Segmen 1 koridor Jalan Laksamana yang dapat dilihat pada Gambar 4.

(1)


(a)

(b)


(2)

(3)

Gambar 4. (1) Peta Segmen 1 ; (2) Eksisting Ruang Jalan pada Segmen 1; (3) Ilustrasi D/H

pada Segmen 1


Segmen 2 terdiri dari bangunan terdiri dari 15 bangunan yang didominasi oleh bangunan berlantai 2 dengan ketinggian 10.5 meter. Berbeda dengan Segmen 1, bangunan - bangunan pada segmen 2 memiliki ketinggian yang lebih beragam. Selain ketinggian, setback dari tiap bangunannya juga beragam. Setback dari bangunan yang terdapat pada Segmen 2 berkisar antara 4.5 meter, 5.7 meter, 6.2 meter, 8.2 meter, hingga 12.2 meter. Keberagaman jarak (D) dan ketinggian bangunan (H) menyebabkan kesan ruang yang dihasilkan juga beragam. Berbeda dengan Segmen 1, Segmen 2 tidak memiliki nilai rasio D/H yang mendominasi. Nilai rasio D/H yang dihasilkan diantaranya: 5 bangunan memiliki nilai D/H=0.60-D/H=0.92 (D/H<1), 2 bangunan memiliki nilai D/H=1.01 (D/H=1), 5 bangunan memiliki nilai D/H=1.2-D/H=1.9 (D/H>1), dan 3 bangunan memiliki nilai D/H=2.7-D/H=3.2 (D/H>2). Namun, pada Segmen 2 terdapat deretan vegetasi dengan berbagai jenis tanaman seperti pohon palem, pohon kelapa, pohon palem botol, pohon palem kuning, pohon jepun, serta vegetasi penghias lainnya dengan ketinggian ±80 centimeter – 7.0 meter. Keberadaan

vegetasi di sekitar bangunan memberikan efek kolom pada ruang jalan dan membentuk dinding semu. Keberadaan vegetasi di sekitar koridor juga dapat menyamarkan kesan ruang yang dihasilkan oleh bangunan dan menjadikan ruang jalan terasa lebih nyaman untuk dilewati. Vegetasi juga meningkatkan kualitas visual dari kawasan. Berikut ilustrasi rasio D/H pada Segmen 2 koridor Jalan Laksamana yang dapat dilihat pada Gambar 5.

a b

(a)

(2)

D1∕H1 = 0.92

D2∕H2 = 2.5

D3∕H3 = 0.87

D4∕D4 = 1.2

D5∕D5 = 2.57


(b)


(3)

Gambar 5. (1) Peta Segmen 2 ; (2) Eksisting Ruang Jalan pada Segmen 2; (3) Ilustrasi D/H

pada Segmen 2

Sama halnya dengan Segmen 2, Segmen 3 terdiri dari 18 bangunan dengan ketinggian bangunan (H) dan jarak antara bangunan (D) yang beragam. Street wall pada Segmen 3 dibentuk oleh 9 bangunan dengan ketinggian ±5.5 hingga 6.0 meter, 7 bangunan dengan ketinggian ±9.0 hingga 10.5 meter, 2 bangunan dengan ketinggian ± 8 meter, serta setback bangunan dengan jarak berkisar antara 4.5 meter, 5.2 meter, 8.5 meter, 9.0 meter, dan 12.2 meter. Walaupun memiliki ketinggian dan jarak yang beragam, Segmen 3 memiliki nilai rasio D/H yang mendominasi. Sebanyak 11 bangunan pada Segmen 3 memiliki nilai rasio D/H=2.0-3.5 (D/H>2). Sebanyak 6 bangunan memiliki nilai rasio D/H=1.33-1.63 dan 1 bangunan memiliki nilai rasio D/H=1.07. Terdapat banyak vegetasi yang ada disekitar

Segmen 3, namun tidak berderetan seperti halnya pada Segmen 2. Sehingga vegetasi tersebut tidak membentuk dinding semu pada koridor Segmen 3. Nilai rasio D/H yang dibentuk oleh vegetasi yang berada pada Segmen 3 berkisar antara D/H=0.75 hingga D/H=6.0. Berikut ilustrasi rasio D/H pada Segmen 3 koridor Jalan Laksamana yang dapat dilihat pada Gambar 6.


(3)                                      (b)

(2)


(3)


Gambar 6. (1) Peta Segmen 3 ;  (2) Eksisting Ruang Jalan pada Segmen 3; (3) Ilustrasi D/H

pada Segmen 3

Menurut Ashihara, saat nilai rasio D/H<1 ruang akan berkesan intim, timbul sense of enclosure, wujud bangunan dapat terlihat walaupun tidak keseluruhan. Namun menurut Spreiregen, saat nilai D/H<1 menimbulkan kesan menekan dan perhatian pada detail daripada keseluruhan bangunan. Sehingga dapat disimpulkan kesan ruang yang ditimbulkan saat pengamat berada pada koridor dengan nilai rasio D/H<1, pengamat merasakan ruang terkesan intim dan pengamat dapat melihat bangunan hingga detailnya namun tidak secara keseluruhan bangunan. Seperti halnya saat pengamat berada pada Segmen 1, kesan ruang yang ditimbulkan saat pengamat berada pada koridor dengan nilai rasio D/H<1, pengamat merasakan ruang jalan terkesan luas dan terbuka, namun masih bisa mengamati bangunan yang berada diseberangnya secara menyeluruh hingga ke detail bangunan. Sedangkan pada

koridor dengan nilai rasio D/H>2, menurut Ashihara pengaruh ruang tidak terasa, sense of enclosure makin tidak terasa, dan detail bangunan tidak tampak. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Spreiregen D/H>2 menandakan proporsi ruang berada diantara threshold enclosure dengan minimum enclosure dimana ruang mulai kehilangan kesan ketertutupannya.

Pada Segmen 2 yang memiliki nilai rasio D/H yang beragam, kesan ruang yang ditimbulkan tidak dapat didefinisikan, karena setiap pengamat melewati bangunan yang berbeda, kesan ruang yang ditimbulkan juga berubah. Kesan ruang pada koridor di Segmen 2 diperkuat dengan adanya vegetasi yang berderet disekitar jalan dan membuat koridor pada segmen ini lebih nyaman untuk dilewati. Sedangkan pada Segmen 3, ketinggian bangunan (H) dengan jarak antara bangunannya (D) memang beragam, namun kesan ruang dengan nilai rasio D/H>2 lebih mendominasi dibandingkan kesan ruang lain yang ditimbulkan. Sehingga dapat disimpulkan ketika pengamat berada pada Segmen 3, kesan ketertutupan dari ruang mulai hilang dan pengamat tidak dapat melihat detail bangunan.

Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka disusun simpulan penelitian terkait rasio D/H pada koridor Jalan Laksamana sebagai koridor komersial di Kelurahan Seminyak, Kabupaten Badung. Simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

  • 1.    Nilai D/H pada Jalan Laksamana dibentuk oleh elemen rasio antara dimensi horizontal (D) yang dibentuk oleh jarak antara dinding bangunan yang terdiri dari setback bangunan, pedestrian, dan lebar jalan, dibagi dengan dimensi vertikal (H) yang dibentuk oleh ketinggian bangunan dan vegetasi.

  • 2.    Kesan ruang yang dihasilkan pada Segmen 1 adalah ruang jalan terkesan luas dan terbuka, namun pengamat masih bisa mengamati bangunan yang berada diseberangnya secara menyeluruh hingga ke detail bangunannya. Vegetasi dan signage yang terdapat di Segmen 1 tidak mempengaruhi kesan ruang yang terbentuk oleh rasio bangunan dengan jaraknya.

  • 3.    Kesan ruang yang dihasilkan pada Segmen 2 tidak dapat didefinisikan. Hal tersebut disebabkan oleh keberagaman ketinggian bangunan (H) dan jarak antara bangunan (D), sehingga menghasilkan nilai rasio D/H yang beragam. Pengamat merasakan kesan ruang yang berbeda setiap melewati bangunan yang berada pada Segmen 2. Vegetasi yang berada disekitar jalan memberikan dinding semu yang membuat ruang jalan lebih nyaman untuk dilewati.

  • 4.    Kesan ruang yang dihasilkan pada Segmen 3 adalah pengaruh ruang tidak terasa, sense of enclosure makin tidak terasa, bangunan lebih dilihat dalam hubungan dengan sekelilingnya, dan detail bangunan tidak tampak.

Saran

Dari analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kesan ruang yang dihasilkan oleh tiap bangunan beragam sesuai dengan perbandingan rasio ketinggian dinding dan jaraknya. Untuk kesan ruang jalan dimana pengamat dapat melihat detail bangunan, fasade bangunan sangatlah penting untuk diperhatikan. Sehingga pengunjung tertarik untuk tetap melihat-

lihat disekitar koridor. Selain itu, keberadaan vegetasi dan signage disekitar koridor sangat penting untuk membentuk dinding semu pada bangunan-bangunan yang memiliki nilai rasio yang berbeda-beda, sehingga kesan ruang yang dihasilkan dapat didefinisikan dan pengunjung lebih merasa nyaman saat berada di koridor komersial ini.

Daftar Pustaka

Ardiansyah, N. N. (2012). Peningkatan Kualitas Ruang Jalan pada Fungsi Komersial di Kawasan Candi Borobudur. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, 10(2), 133-148.

Basuki, K. H. (2015). Kajian Spatial Enclosure Pada Penataan Ruang Jalan Studi Kasus: Penataan Koridor Perdagangan di Kawasan Teluk Betung Bandar Lampung. Jurnal Rekayasa, 19, 53-66.

Kim, J. (2017). Comparing the Influence of the D/H Ratio, Size, and Façade Design of an Enclosed Square on Its Perceptual Qualities as a Sustainable Urban Space in South Korea. Retrieved from https://www.mdpi.com/2071-1050/9/4/675. 29 Agustus 2019.

Nugroho, S. (2014). Peningkatan Kualitas Visual dan Spasial Kawasan Krembangan Kota Surabaya. (Tesis). Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Setyawan, F. E. B. (2017). Pedoman Metodologi Penelitian: (Satistika Praktis). Siduarjo : Zifatama Jawara.

Spooner, D. D. (2007). Enclosure and Walkability : An Italian Street Study (Serial Online).

Retrieved from http://www.edra.org/sites/default/files/publications/EDRA38-Spooner_1.pdf. 29 Agustus 2019.

Steiner, F. R. (2006). Planning and Urban Design Standards. United Stated of America : John Wiley & Sons, Inc.

Wardhana, I. W., & Haryanto, R. (2016). Kajian Pemanfaatan Ruang Kegiatan Komersial Koridor Jalan Taman Siswa Kota Semarang. Jurnal Pengembangan Kota, 4(1), 4957.

170

SPACE - VOLUME 6, NO. 2, OCTOBER 2019