IDENTIFIKASI KRITERIA PERANCANGAN ‘EKS

PALAGUNA’ DI CBD KOTA BANDUNG

BERDASARKAN IDENTITAS KOTA MELALUI SENSE

OF PLACE

Oleh: Angela Upitya Paramitasari1, Witanti Nur Utami2, Aria Adrian3

Abstract

The 'Ex Palaguna' area was the original mall in Bandung City, but has since been abandoned due to high competition. The mall was destroyed at the end of 2014. The area became a parking lot and deprived the city of a certain identity. The following research aims to re-create such urban identity as part of central Bandung. The research seeks the aspects and criteria that should be considered for 'Ex Palaguna' development as the basis for planning and design that are appropriate to its contribution to city identity and a sense of place. The method used in this research is qualitative with case study analysis. The results suggest that traditional qualities in defining ‘place’, such as form, activity, and image are highly significant to the proposed 'Ex Palaguna' area.

Keywords: ex Palaguna, mall, sense of place, city identity

Abstrak

Lahan ‘Eks Palaguna’ awalnya merupakan mall pertama di Kota Bandung, namun saat ini sudah tidak lagi menjadi fungsi mall diakibatkan tidak mampu bersaing dengan pusat kegiatan lain di Kota Bandung. Saat ini, mall tersebut sudah dihancurkan sejak akhir tahun 2014 dan aktivitas yang ada hanya sebagai lahan parkir kendaraan, berbanding terbalik dengan kondisi sebelumnya yang mana fungsi yang ada dapat memberikan gambaran ruang sekaligus identitas bagi setiap orang ketika sedang berada di pusat kota. Sebagai upaya untuk menciptakan kembali identitasnya sebagai bagian dari objek dan fungsi ruang pusat Kota Bandung, maka dilakukan penelitian ini. Hal tersebut dipengaruhi oleh belum ditemukannya aspek dan kriteria yang seharusnya dipertimbangkan mengenai pembangunan ‘Eks Palaguna’ berdasarkan identitas kotanya. Tujuan penulisan ini adalah mencari aspek dan kriteria yang perlu dipertimbangkan bagi pengembangan lahan ‘Eks Palaguna’ sebagai dasar perencanaan dan perancangan ‘Eks Palaguna’ yang tepat fungsi dan penggunaanya, sesuai dengan identitas kota yang dimiliki melalui sense of place. Metode yang digunakan di dalam penulisan adalah metode kualitatif dengan analisis case study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kriteria dari masing-masing aspek perancangan sense of place pada lahan ‘Eks Palaguna’ yaitu berkaitan dengan aspek bentuk, aktivitas, dan gambaran ruang.

Kata kunci: eks palaguna, mall, sense of place, identitas

Pendahuluan

Kawasan Pusat Kota identik dengan pusat dari segala aktivitas yang bernilai sosial ekonomi tinggi (Pawitro, 2015), sehingga perannya menjadi lebih dominan terhadap pusat perdagangan dan jasa. Pada awalnya, Palaguna merupakan mall pertama yang berdiri sejak 1980-an dan terletak di kawasan pusat Kota Bandung, yaitu Alun-alun. Namun kini, mall tersebut sudah tidak ada lagi yang mana disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam bersaing dengan beberapa pusat aktivitas lain yang dibangun di beberapa titik keramaian aktivitas Kota Bandung. Akhirnya mall tersebut mulai ramai ditinggalkan oleh para pengunjung, hingga pada akhir tahun 2014, bangunan mall tersebut dihancurkan dan direncanakan untuk pembangunan baru dengan fungsi hotel, mall, dan rumah sakit (Ramdhani, 2017). Secara legalitas, lahan eks Palaguna merupakan aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang perizinannya dipegang oleh Pemerintah Kota Bandung sehingga rencana tata ruangnya menjadi urusan pemerintah Kota Bandung. Berkaitan dengan implementasi pembangunan berdasarkan rencana tata ruang, tentunya mengacu pada zona kegiatan yang direncanakan pada suatu kota selama 20 tahun ke depan melalui dokumen RTRW Kota Bandung. ‘Eks Palaguna’ sebagai bagian dari PPK Alun-alun, berperan sebagai kawasan strategis sudut kepentingan ekonomi serta bagian dari kawasan cagar budaya Kawasan Pusat Kota Bersejarah. Secara konteks Kota Bandung, kawasan studi merupakan kawasan heritage-nya Bandung, di mana kawasan tersebut berada di sekitar Jalan Braga dan Jalan Asia Afrika yang memiliki nilai kental terhadap unsur historis kawasan (momen konferensi Asia Afrika, pembangunan Jalan Raya Pos pada masa Daendels dengan titik nol pembangunan Kota Bandung) sehingga dengan begitu kawasan studi berada pada kawasan pusat kota yang memiliki nuansa bangunan lama yang menjadi daya tarik dari Kawasan Alun-Alun sebagai pusat Kota Bandung. Hingga kini ‘Eks Palaguna’ direncanakan untuk peruntukan kawasan perdagangan dan jasa yang mampu melayani kebutuhan skala regional (RTRW Kota Bandung Tahun 2011 – 2031). Berkaitan dengan identitas kota, pada tahun 1980-an, Palaguna merupakan bangunan mall yang berperan sebagai sentra tujuan wisata belanja pertama di Kota Bandung, namun kini kondisinya sudah tidak lagi seperti dulu, di mana ‘Eks Palaguna’ menjadi lahan kosong yang difungsikan sebagai lahan parkir sementara, alih-alih menunggu tahapan pembangunan dari apa yang direncanakan ke depannya yaitu sebagai fungsi hotel, mall, dan rumah sakit dengan ketinggian 16 sampai 18 lantai (Fauzan, 2017).

Keberadaan fungsi mall Palaguna sebelumnya mampu membangkitkan gambaran ruang pusat kota pada masa saat itu, namun kini, hal tersebut menjadi polemik apakah ke depannya pembangunan pada lahan ‘Eks Palaguna’ dapat menyesuaikan kembali dengan identitasnya sebagai bagian dari kawasan pusat Kota Bandung atau tidak, terlepas dari perdebatan antara ketentuan arahan tata ruang mengenai fungsinya yang ditetapkan sebagai perdagangan atau harapan masyarakat terkait kebutuhan ruang publik di perkotaan. Selain itu, pengembangan fungsi atas lahan ‘Eks Palaguna’ dihadapkan juga pada persoalan identitas yang mana menjadi bagian dari gambaran ruang perkotaan (image of a city) (Kaymaz, 2013), dengan kondisinya sekarang, terdapat perubahan gambaran dan makna ruang yang diterima oleh masyarakat pada saat fungsinya sebagai mall dan ketika berubah menjadi lahan kosong. Gambaran ruang (image) bagi sebuah kota menjadi bagian dari komponen pembentuk sense

of place (Carmona, Tim, OC, & Steve, 2003), sehingga sense of place bagi pengembangan lahan ‘Eks Palaguna’ menjadi pertimbangan di dalam merancang fungsi ‘Eks Palaguna’ kedepannya dengan tidak hanya melibatkan gambaran ruang (image) saja tetapi juga bentuk (form) dan aktivitas (activity), ketiga komponen tersebut pada akhirnya dapat menciptakan ‘place’ pada lahan ‘Eks Palaguna’.

Berdasarkan uraian di atas mengenai ‘Eks Palaguna’ sebagai bagian dari perkembangan kawasan pusat kota yang memiliki unsur historis dari bentuk fisik kawasan serta makna ruang yang ditangkap oleh masyarakat, maka yang menjadi dasar dari penelitian ini yaitu belum ditemukannya aspek dan kriteria seperti apa yang seharusnya dipertimbangkan terkait pembangunan ‘Eks Palaguna’ berdasarkan identitas kotanya. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini yaitu mencari aspek dan kriteria yang perlu dipertimbangkan bagi pengembangan lahan ‘Eks Palaguna’ sebagai dasar untuk merancang ‘Eks Palaguna’ yang tepat fungsi dan penggunaannya sesuai dengan identitas kota yang dimiliki melalui sense of place.

Identitas Kota

Identitas sering kali berhubungan dengan pembuktian diri atas sesuatu yang berbeda, khas, ataupun unik. Identitas pun menjadi salah satu aspek penting dalam lingkup lingkungan binaan, karena berhubungan dengan konteks sejarah, budaya, sosial, politik, ekologis yang telah tercipta sejak awal terbentuknya lingkungan tersebut. Kaymaz (2013) menyimpulkan konsep identitas ke dalam beberapa aspek, seperti:

  • >    Konsep identitas berpusat kepada keunikan sesuatu ataupun seseorang

  • >    Identitas membutuhkan perbandingan antara dua bentuk individual

  • >    Makna dan pengalaman memberikan peran penting dalam membentuk persepsi identitas

  • >    Identitas tidak pernah menjadi struktur yang stabil, namun terus berevolusi dan menjadi fenomena yang dinamis

  • >    Identitas membutuhkan interaksi dengan sekitar

Pemahaman akan identitas masih dapat dijabarkan secara lebih luas dan lebih komprehensif ke dalam berbagai bidang ilmu, namun secara garis besar penjabaran aspek-aspek identitas tersebut merupakan salah satu cara untuk mengintegrasikan konsep identitas ke dalam perencanaan dan perancangan lingkungan binaan.

Identitas dapat dibentuk apabila terjadi hubungan antara bentuk fisik, aktivitas, dan makna (Garnham, 1985). Relph (2008) juga menjelaskan bahwa identitas suatu tempat berhubungan erat dengan keberadaan dari sense of place yang otentik. Sense of place dapat berarti pemaknaan manusia dalam memahami tempat. Adapun pemaknaan akan sebuah tempat melalui ‘image’ berkaitan dengan sesuatu yang ada/pernah ada atau melekat pada kota atau pengenalan obyek-obyek fisik yang meliputi bangunan dan elemen fisik lain serta obyek non fisik seperti aktivitas yang hadir dan terbentuk dari waktu ke waktu. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek historis dan pengenalan atas ‘image’ yang dipahami oleh masyarakat menjadi hal penting dalam pemaknaan identitas kota/citra kawasan (Amar, 2009).

Tempat merupakan komponen fisik yang mendapatkan pengaruh dari dimensi pengalaman dan subyektif (Kaymaz, 2013). Sesuai dengan definisi dari Rogan et al. (dari Najafi M., 2011) terdapat variabel sense of place, yaitu keterbacaan (legibility), persepsi dan preferensi terhadap visual lingkungan dan kesesuaian aktivitas dengan kebutuhan pengguna. Ketiga variabel tersebut dilihat dari komponen sense of place (Punter, 1991) berupa bentuk fisik, aktivitas, dan makna sama halnya dengan yang diungkapkan oleh (Carmona, Tim, OC, & Steve, 2003) yang mana penciptaan sebuah tempat melibatkan komponen bentuk, aktivitas serta meaning yang lebih diartikan sebagai gambaran ruang (image).

Gambar 1. Komponen Sense of Place

Sumber: (a) Punter, 1991, (b) (Carmona, Tim, OC, & Steve, 2003)

Sesuai dengan argumen Relph (2008) bahwa mengabaikan makna yang terikat pada tempat akan merusak otentisitas yang telah tercipta pada tempat tersebut, yang dikenali sebagai placelessness. Ruang (space) akan menjadi tempat (place) apabila mendapatkan makna yang kontekstual dari aspek regional atau budaya (Trancik, 1986). Unsur pembentuk place antara lain gambaran ruang (image), bentuk, dan aktivitas. Perencanaan dan perancangan lingkungan yang memperhatikan unsur-unsur place akan mampu menciptakan sense of place khusus dalam rangka memperkuat identitas tempat.

Metode

a.    Metode Pengumpulan Data

Metode pada penulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yang dilakukan dengan cara menguraikan berbagai fenomena dan hasil keterkaitan antara fenomena yang satu dengan yang lainnya (Clarke, 2005). Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu terkait tinjauan terhadap perkembangan kawasan studi yakni ‘Eks Palaguna’ dari saat berfungsi sebagai mall hingga pada kondisi terbaru saat ini berupa lahan kosong yang difungsikan sebagai lahan parkir. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer melalui observasi/pengamatan dan pengumpulan data sekunder yang dilakukan melalui studi literatur terkait pusat kota (CBD) dan hal-hal yang berkaitan dengan identitas kota dan sense of place.

  • b.    Metode Analisis Data

Metode analisis pada penulisan ini menggunakan analisis data kualitatif yang dilakukan dengan cara menginterpretasikan hasil temuan, asumsi yang digunakan serta penggunaan teori sebagai sudut pandang yang dilakukan oleh peneliti terkait identitas kota melalui sense of place. Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan case study di mana peneliti mengeksplorasi hasil pengamatan terkait fenomena, isu, kejadian yang ada pada kawasan studi (Creswell, 2007).

Tabel 1. Metode Analisis yang Digunakan di dalam Penelitian

Variabel

Sub Variabel

Data yang

Sumber

Teknik

Hasil

Dibutuhkan

Data

Analisis

Karakter Fisik

Kondisi objek ruang

Survei

Analisis

Bentuk

dan lingkungan

Primer

Visual

Mengetahui

(Form)

objek

kondisi objek

Intensitas

Intensitas Bangunan

Survei

Analisis

ruang

di sekitar objek

Primer

Visual

berdasarkan

ruang

karakteristik

Permeabilitas

Gambaran jaringan

Survei

Analisis

dan bentuk

jalan serta kondisi

Primer,

Visual

kawasan

objek pada lingkup

Survei

blok

Sekunder

Guna Lahan

Sebaran fungsi di

Survei

Analisis

Aktivitas

sekitar objek ruang

Primer

Visual

Mengetahui

(Activity)

(sejauh mana variasi

kondisi

dalam penggunaan

aktivitas

lahan di kawasan)

yang terjadi

Sirkulasi

Pola pergerakan di

Survei

Analisis

sekitar objek

sekitar objek ruang

Primer

Visual

ruang

Vitality,

Ragam Aktivitas,

Survei

Analisis

Diversity

sejauh mana jam aktivitas yang berlangsung

Primer

Visual

Symbolism &

Imajinasi yang

Survei

Analisis

Gambaran

Memory

dibangun oleh

Primer dan

Visual

Mengetahui

Ruang

sebuah ruang

Sekunder

gambaran

(Image)

Imageability

Visual terhadap

Survei

ruang

ruang

Primer

sekaligus

Legibility

Pola jalur

Survei

makna

pergerakan, titik

Primer

sebuah

keluar masuk kawasan, keberadaan fungsi di sekitar ruang

tempat

Analisis

a.    Bentuk (Form)

Pengembangan bentuk dari lahan ‘Eks Palaguna’ yang kontekstual secara fisik dapat dilakukan dengan analisis bentuk (Form). Analisis bentuk merupakan analisis yang teraba dan terlihat dengan memperhatikan karakter visual yang terbentuk di dalam konteks kawasan. Analisis komponen bentuk (form) sebagai komponen sense of place dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi kawasan sekitar tapak ‘Eks Palaguna’ dilihat dari

intensitas, karakter fisik, dan permeabilitas kawasan di sekitar ‘Eks Palaguna’. Intensitas salah satunya berfungsi membentuk visual kawasan berupa streetscape dan skyline. Perlu adanya pengelolaan khusus dalam aspek intensitas dan kesesuaian dalam membentuk ruang (Montgomeri, 1998). Karakter fisik dapat dilihat dari langgam arsitektur yang tercipta dengan keseragaman atau kekhasan visual yang dapat dilihat oleh pengunjung atau pengguna. Terakhir, permeabilitas dapat menunjukkan kepadatan antar bangunan yang terbentuk di dalam kawasan.

Bentuk fisik di lahan ‘Eks Palaguna’ yang sekarang sudah hancur menjadikan pengembangan bentuk yang baru sesuai konteks dan responsif dengan lingkungan sekitar. Bentuk fisik dengan karakter yang kuat di sekitar lahan antara lain koridor Jalan Asia – Afrika di sisi utara, Alun-alun Bandung dan Masjid Raya Bandung di sisi barat, serta koridor komersial Jalan Dalem Kaum di sisi Selatan. Koridor Jalan Asia Afrika merupakan salah satu kawasan heritage penting Kota Bandung yang dibangun pada kolonial Belanda dengan ciri khas arsitektur Indis pada tata massa dan intensitas bangunannya serta koridor Jalan Dalem Kaum merupakan kawasan dominan rumah toko (ruko) dengan fungsi perdagangan.

Gambar 2. Identifikasi Komponen Bentuk

Elemen pertama dalam analisis bentuk dapat dilihat dari intensitas bangunan di sekitar tapak. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa rata-rata koefisien lantai bangunan (KLB) memiliki nilai maksimal 2, koefisien dasar bangunan (KDB) 80%-100%, garis sempadan (GSB) 0 dan koefisien dasar hijau (KDH) 0% - 10%. Langgam arsitektur pada ruas jalan Asia-Afrika didominasi oleh bangunan cagar budaya dengan langgam Indis dan art deco sementara pada ruas jalan Dalem Kaum didominasi oleh bangunan rumah toko (ruko). Terlihat pula dari hasil pemetaan solid-void, bangunan-bangunan tersebut membentuk sebuah perimeter blok

dan di tengah terdapat ruang terbuka atau innercourt yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) serta akses pencahayaan dan udara bangunan. Namun terjadi kekontrasan pada area Alun-alun sebagai ruang terbuka terbesar di kawasan tersebut. Hasil analisis yang telah didapat menunjukkan adanya kesamaan fisik antar bangunan di sekitar kawasan tapak ‘Eks Palaguna’, baik dari gubahan massa, intensitas, maupun langgam arsitekturnya. Kesamaan bentuk-bentuk fisik tersebut menjadi salah satu komponen penting dari identitas kawasan di sekitar tapak yang membantu konteks pengembangan tapak ‘Eks Palaguna’.

  • b.    Aktivitas (Activity)

Aktivitas kawasan di sekitar lahan ‘Eks Palaguna’ dapat dilihat berdasarkan tata guna lahan, sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan, serta kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kawasan sekitar tapak. Berdasarkan hasil pengamatan, tata guna lahan di sekitar tapak pada jalan Asia Afrika didominasi oleh perdagangan dan jasa melalui cara adaptive-reuse pada bangunan cagar budaya, sedangkan pada jalan Dalem Kaum didominasi oleh rumah toko (ruko). Selain itu, terdapat pula fungsi perkantoran dan pariwisata berupa museum yang juga hasil dari adaptive-reuse pada bangunan cagar budaya serta hunian di sekitar pertokoan jalan Dalem Kaum. Fungsi berbeda ditemukan pada sisi barat tapak, berupa Alun-alun dan masjid yang merupakan ruang terbuka dan fasilitas umum kawasan. Fungsi-fungsi tersebut mewadahi kegiatan-kegiatan sehari-hari yang terjadi di kawasan sekitar tapak. Kegiatan yang terjadi di sekitar tapak antara lain berupa kegiatan rekreasi di Alun-alun, ibadah di masjid, berwisata dengan berjalan-jalan dan menikmati suasana sepanjang ruas jalan Asia Afrika dengan obyek bangunan-bangunan cagar budaya, kegiatan perdagangan dan jasa dan pertokoan Kaum Dalem, serta kegiatan berjualan para pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang jalan Homan dan Cikapundung Barat. Kegiatan seremonial juga sering terjadi di sepanjang jalan Asia Afrika dan jalan Soekarno, berupa parade, pasar seni ataupun pertunjukan seni. Lahan ‘Eks Palaguna’ sendiri yang bukan lagi fungsi pusat perbelanjaan, telah berubah sementara menjadi ruang parkir bagi kendaraan-kendaraan seperti bis dan mobil bagi pengunjung wisata di sekitar tapak. Fungsi parkir pada lahan ‘Eks Palaguna’ dapat terjadi karena kebutuhan parkir yang kurang mencukupi di sekitar kawasan Asia Afrika serta kemudahan akses untuk menjangkau kawasan sekitarnya.

Akses dan sirkulasi pada kawasan sekitar tapak ‘Eks Palaguna’ dapat dibagi menjadi dua, yaitu sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jalur pejalan kaki lebih mudah diakses dibandingkan jalur kendaraan yang didominasi oleh jalur searah. Akses pejalan kaki membentuk pola perimeter blok akibat sempadan bangunan 0 meter dan dapat menyeberang dengan mudah ketika lalu lintas kendaraan yang padat dan lambat. Melalui hasil identifikasi komponen aktivitas, didapatkan adanya dominasi kegiatan ekonomi dan rekreasi serta sirkulasi yang berorientasi kepada pedestrian di sekitar lahan ‘Eks Palaguna’, yang dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan pengembangan lahan.

Aktivitas di sekitar tapak ‘Eks Palaguna’ cukup beragam, pada kawasan ini kegiatan dimulai pada saat pagi ketika para pekerja memasuki kantor dan toko, kemudian pada saat siang hari para pekerja melakukan kegiatan istirahat makan siang, pada saat sore hingga malam hari

dimulai banyak pengunjung berdatangan memenuhi kawasan terutama pada saat akhir pekan.

Batasan Taoak

Gambar 3. Identifikasi Komponen Aktivitas

  • c.    Gambaran Ruang (Image)

Gambaran ruang pada lahan ‘Eks Palaguna’ terlihat dari bagaimana masyarakat Kota Bandung memiliki kesan atau imajinasi terhadap ruang dari pada saat berdirinya Palaguna hingga sampai pada saat ini. Saat ini, Palaguna kehilangan maknanya sebagai pusat kegiatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di mana lahan Palaguna menjadi placeless akibat sudah tidak ada lagi aktivitas yang bervariasi lagi pada tempat tersebut, aktivitas yang ada hanya berupa lahan kosong yang difungsikan sebagai parkir.

Perubahan-perubahan yang terjadi terhadap ruang tersebut, berdampak pada kesan-kesan yang dirasakan oleh masing-masing individu, terutama masyarakat Kota Bandung, yang mengenali ruang tersebut dari pertama kali berdiri hingga kondisi saat ini. Kesan akan sebuah tempat tersebut saat ini menjadi hilang, dan akan bisa berubah terhadap kesan lama yang ditimbulkan akibat perubahan pengembangan fungsi atau pembangunan atas fungsi yang sama tetapi dengan kesan yang berbeda, hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Spencer & Dixon, 1983 dalam Montgomery, 1998) di mana apa pun yang menyangkut gambaran ruang tentunya bagi setiap individu harus melibatkan perasaan dan kesan akan sebuah tempat tersebut.

Berdasarkan gambar di bawah, dapat terlihat bahwa banyak perubahan yang terjadi tidak hanya pada objek ruang (Eks Palaguna) pada Gambar 3, tetapi juga terjadi di sekitar kawasan di sepanjang tahun 2015-2017 (Gambar 4), perubahan-perubahan tersebut berpengaruh terhadap persepsi masing-masing individu terhadap kesan yang dibangun dari perubahan-perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi pada sekitar objek ruang (Alun-alun, Pendopo,

Kawasan Braga, Kawasan Dalem Kaum-Kepatihan) terasa menjadi lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, beda halnya dengan yang terjadi pada lahan ‘Eks Palaguna’ yang seakan belum matang terkait perancangan seperti apa yang tepat pada lahan tersebut tersebut berdasarkan konteks kawasan sekitar.


Pusat perbelanjaan pertama yg mulai beroperasi th 80-an, dengan fungsi bangunan 4 lantai


per satu toko dan kios yang dulunya ramai mulai tutup akibat berdirinya pusat perbelanjaan lain

i


Mall mulai dirubuhkan, dengan wacana pengembangan kawasan terpadu mixed use menggantikan Palaguna Nusantara


Lahan kosong berfungsi sebagai parkir yang Jigunakanoleh bis wisata dan parkir motor dan mobil



Menjadi satu-satunya ikon belanja dan wisata di Kota Bandung


> Munculnyawacanaterkait perubahan fungsi menjadi ruang terbuka hijau

> Mall ditutup untuk umum. Tidak ada Iagi aktivitas dalam Mall tersebut


Lahan kosong berfungsi sebagai parkir yang digunakan oleh bis Wisatadan parkir motor dan mobil



Lahan kosong masih berfungsi sebagai parkir Muncul gerakan Save X Palaguna, sebagai bentuk protes masyarakat terhadap pembangunan lahan √∙ Ex-Palaguna yang akan dibangun mall, apartemen, hotel dh∏ U Tumahsakitoleh perusahaan Pengembangasal Singapura, Lippo Group


Iiiim


2017



Gambar 4. Perkembangan Makna Ruang Pada Lahan Eks Palaguna


A PaIagunaNusantara

Mali palaguna semakin terpuruk kondisinya dan sepi akan kehadiran pengunjung,, mail mulai ditutup di tahun 2011, dan mulai direncakan untuk dirubuhkan pada akhir tahun 2014


2015-2017


A Palaguna Nusantara

Mall palaguna berada di sebrang Alun-Alun yang berdiri sejak 1980-an.mall tersebut mulai sepi ditinggalkan oleh pengunjung

B Alun-Alun

Taman Alun-Alun, sudah dirancang sejak zaman Belanda (1810), dimana dalam rancangannya satu kesatuan dengan bangunan-bangunan lain (Mesjid Agung, Pendopo Walikota), Padatahun 2001-2003, bentuk morfologi bangunan Masjid Agung Bandung bersatu dengan taman Alun-Alun Bandung.

C Pendopo

Pendopo ini didirikan pada 1321 dan menjadi gedung pemerintahan pertama di Kota Bandung. Kemudian baru pada 1993. pendopo diresmikan Sebagairurnah dinas wali kota

D Kawasan Braga

Kawasan Pertokoan Deret (Shopping Street) yang merupakan bagian dari kawasan wisata KotaTua Bandung dengan nama jalan yang cukup dikenal sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda

E Kawasan Dalem Kaum- Kepatihan

Kawasan Pertokoan Deret (Shopping Street) yang berkembang dibarengi dengan tumbuhnya sektor informal (PKL)


B Alun-Alun

MorfoIogisTaman Alun-Alun masih sama dengan tahun sebelumnya, di mana bentuk morfologi bangunan Masjid Agung Bandung bersatu dengan taman Alun-Alun Bandung, seringkali Taman Alun-alun dijadikan tempat Pedangan Kaki Lima, dan kondisi tersebut semakin ramai saat akhir pekan

C Pendopo

Pendopo masih menjadi rumah dinas walikota Bandung


D Kawasan Braga

Kawasan Pertokoan Deret (Shopping Street) mulai diwacanakan pada tahun 2008 akan dikembalikan menjadi kawasan pedestrian dengan didukung material koridor jalan dengan batu andesit

E KawasanDaIemKaum-Kepatihan

Kawasanpertokoan masih dibarengi dengan perdagangan sektor informal (PKL)


Mali palaguna sudah dihancurkan pada akhir tahun 2014, dan difungsikan saat ini sebagai lahan parkir selagi menunggu kawasan yang diwacanakan akan menjadi kawasan terpadu mixed use


MorfologisTanianAIun-AIun mengalami perubahan dengan keseluruhan plaza dibuat dengan rumput Sintetisdan tidak ada Iagi PKL yang menempai lokasi tersebut, Plaza tersebut juga didukung dengan Spotbermain anak dan bangunan perpustakaan Alun-Alun


Pendopo masih menjadi rumah dinas walikota Bandung, dan mulai dibuka untuk umum/wisatawan terutama pada akhir pekan atau ketika ada agenda-agenda tertentu


Kawasan Pertokoan Deret (Shopping Street) tidak seutuhnya menjadi kawasan milik pedestrian, koridor sudah bermaterial andesit, namun masih dilalui oleh kendaraan, dan mulai adanya aktivitas pendukung di hari-hari tertentu seperti agenda Festival Braga Culinary Night Kawasan Dalem Kaum- Kepatihan

Koridor Jalan Dalem Kaum sebelah barat dijadikan sebagai pedestrian mall, dan kawasan Datem Kaum-Kepatlhan ini sudah menjadi kawasan yang tidak ada PKLsepertidi tahun-tahun sebelumnya (zona merah PKL)


Gambar 5. Perkembangan Makna Ruang Pada Objek Ruang dan di Sekitar Objek Ruang

Kesimpulan dan Rekomendasi

Lahan ‘Eks Palaguna’ memiliki unsur ‘place’ yang kuat, dari ketiga komponen sense of place (bentuk, aktivitas, dan gambaran ruang), masing-masing komponen saling mempengaruhi dalam menciptakan identitas ‘Eks Palaguna’ sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa terkait unsur identitas yang dinilai melalui komponen sense of place mengantarkan kepada aspek dan kriteria yang dipertimbangkan sebagai pengembangan perancangan terhadap lahan ‘Eks Palaguna’ yaitu sebagai berikut:

  • a.    Bentuk (Form)

Kriteria dari aspek bentuk yang dipertimbangkan sebagai perancangan terhadap lahan ‘Eks Palaguna’ yaitu:

  • >    Intensitas, yang harus menyesuaikan dengan skyline kawasan, dengan tidak melebihi tinggi kedua Menara Masjid Raya Bandung yang memiliki ketinggian 81 m

  • >    Gubahan, perancangan GSB dengan adanya innercourt yang dapat difungsikan sebagai focal point yang dapat menarik pengunjung pada saat memasuki jalur masuk (entrance) serta dapat menjadi ‘ruang luar’ yang berfungsi sebagai ruang gerak (G) dan ruang tinggal (T).

  • >    Fasad Bangunan, langgam harmonis dengan konteks sekitar yang mana memperhatikan kondisi langgam pada bangunan-bangunan di sekitar Jalan Asia Afrika dan Jalan Dalem Kaum

  • b.    Aktivitas (Activity)

Kriteria dari aspek aktivitas yang dipertimbangkan sebagai perancangan terhadap lahan ‘Eks Palaguna’ yaitu:

  • >    Guna lahan, guna lahan yang dapat difungsikan sebagai dasar adanya aktivitas pada objek ruang yaitu berupa perdagangan dan jasa serta keberadaan ruang publik sebagai respon terhadap ruang publik pada Alun-alun.

  • >    Sirkulasi, sirkulasi yang ada harus merespons lingkungan sekitar, khususnya sirkulasi yang menjembatani hubungan antara Alun-alun dengan Palaguna serta Palaguna dengan Dalem Kaum

  • >    Keberagaman aktivitas, objek ruang dapat mewadahi aktivitas berupa rekreasi dan aktivitas perdagangan/komersial dan jasa

  • c.    Gambaran Ruang (Image)

Kriteria dari aspek gambaran ruang (image) yang dipertimbangkan sebagai perancangan terhadap lahan ‘Eks Palaguna’ yaitu:

  • >    Unsur simbolis dan memori, objek ruang yang dirancang dapat memberikan kesan terhadap masing-masing individu berupa kesan yang dapat menggali suatu ingatan/memori dengan adanya aktivitas rekreasi dan aktivitas perdagangan/komersial dan jasa. Adapun ingatan/memori tersebut akan dibawa oleh masing-masing individu untuk jangka waktu yang lama, sehingga menjadi memori terhadap ruang yang tidak akan terlupakan

  • >    Imageability, visual ruang dirancang dengan skala bangunan memberikan jarak antar bangunannya dengan dibuat berbeda antar bangunan lainnya agar memudahkan

manusia mengenali/mengetahui keberadaan bangunan pada jarak yang jauh serta visual ruang menciptakan suasana yang sebagai pusat kota lama

> Legibility, keterbacaan ruang dengan titik masuk dan keluar yang menghubungkan Jalan Asia Afrika dan Jalan Dalem Kaum

Daftar Pustaka

Carmona, M., T. H., OC, T., & S. T. (2003). Public Places Urban Spaces: The Dimension of Urban Design. Oxford: Architectural Press.

Clarke, R. J. (2005). Research Models and Methodologies. Dipetik September 13, 2016, dari http://www.uow.edu.au/content/groups/public/@web/@commerce/documents/doc/ uow012042.pdf

Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design:Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc.

Fauzan, A. (2017, Februari 7). Komersialisasi Eks Palaguna: Gurita Kapitalisme Akut di Jantung Kota Bandung! Tim Divisi Kajian Strategis GEMA Pembebasan Kota Bandung. Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Dipetik Juli 21,  2017, dari

http://kabarkampus.com/2017/02/komersialisasi-eks-Palaguna-gurita-kapitalisme-akut-di-jantung-kota-bandung/

Kaymaz, I. (2013). Urban Landscape and Identity. INTECH. doi:10.5772/55754

Mina Najafi, M. K. (2011). The Concept of Place and Sense of Place In Architectural Studies. International Journal of Social, Behavioral, Educational, Economic, Business and Industrial Engineering, 5(8), 1054-1060.

Montgomery, J. (1998). Making a city: Urbanity, vitality and Urban Design. Journal of Urban Design, 93-116.

Pawitro, U. (2015). Peningkatan Aspek 'Keindahan Kota (The Urban Esthetic) di Kawasan Pusat Kota. Media Matrasin, 1-16.

Punter, J. (1996). Developments in Urban Design Review: The Lessons of West Coast Cities of The United States for British. Journal of Urban Design, 23-43.

Ramdhani, D. (2017, Januari 17). Polemik Lahan Eks Palaguna Menghangat, Ini Kata Ridwan Kamil. Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Dipetik Juli 20, 2017, dari http://regional.kompas.com/read/2017/01/17/10462281/polemik.lahan.eks.Palaguna .menghangat.ini.kata.ridwan.kamil

Relph, E. (1976). Place and Placelessness. Washington DC: Pion Ltd.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031. Bandung: Walikota Bandung Provinsi Jawa Barat.

Trancik, R. (1986). Finding Lost Space:Theories of Urban Design. New York: John Wiley & Sons.

76

SPACE - VOLUME 5, NO. 1, APRIL 2018