Perilaku Pengunjung dalam Memanfaatkan Fungsi Ruang Publik di Area Monumen Ground Zero Legian Kuta
on
RUANG
SPACE
PERILAKU PENGUNJUNG DALAM MEMANFAATKAN FUNGSI RUANG PUBLIK DI AREA MONUMEN GROUND ZERO LEGIAN, KUTA
Oleh: I Wayan Yogik Adnyana Putra1
Abstract
Ground Zero Monument is a remembrance for Bali bombing attack that took place on October the 12th 2002. Its development however has invited various unanticipated informal activities such as those entail food vendors' effort to sell their products and the use of the surrounding sidewalks as sitting areas by tourists and visitors. These have in subsequence reduced the scale of public space surrounding the Monument and thus hindered the comfort of pedestrians who use the sidewalks. The main objective of this research is to examine behavioral patterns of visitors in using public space available around the Ground Zero Monument. This research applied qualitative descriptive method. It indeed concludes several findings. First, the use of public space surrounding the monument takes place at certain times only. Second, there are two types of behaviors takes place: innate (natural) and imitative behaviors. Reasons behind these behaviors include personal; situational, cultural, and space availability factors.
Keywords: behavior, public space, innate, imitative, Ground Zero Monument
Abstrak
Monumen Ground Zero didirikan bertujuan untuk memperingati peristiwa ledakan bom Pada tanggal 12 Oktober 2002. Seiring dengan perkembangan pariwisata di kawasan Legian, Monumen Ground Zero tanpa didukung dengan ketersediaan lahan yang mencukupi, berdampak pada munculnya sektor informal (seperti pedagang kaki lima (PKL) dan perilaku pengunjung duduk di atas trotoar), sehingga mengakibatkan berkurangnya luasan ruang publik dan kenyamanan pejalan kaki. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik. Paper berikut ini menjawab pertanyaan terkait perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik serta faktor-faktor yang menjadi pemicu pengunjung dalam memanfaatkan ruang publik di area Monumen Ground Zero. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan fungsi ruang publik dilakukan oleh pengunjung pada jam-jam tertentu, sebagai rangkaian perilaku secara sengaja dilakukan oleh pengunjung. Perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik berdasarkan jenis perilaku didasari oleh perilaku alami (innate behavior) dan perilaku meniru (imitate behavior). Faktor utama pendorong perilaku pengunjung memanfaatkan fungsi ruang publik didasari oleh faktor personal, faktor situasi, faktor budaya dan faktor ketersediaan lahan.
Kata kunci: perilaku, ruang publik, innate, imitative, Monumen Ground Zero
1
Pendahuluan
Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang sudah terkenal sampai ke mancanegara dan memiliki kedudukan yang dapat disejajarkan dengan daerah-daerah tujuan wisata lain yang ada di dunia. Sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia, Pergembangan pariwisata di Bali telah mengalami kemajuan yang sangat pesat baik dari kualitas maupun kuantitas. Perkembangan pariwisata di Bali dibarengi dengan adanya isu sentral yang dihebohkan oleh teroris. Perdebatan tentang ada tidaknya “teroris“ di tanah air terjawab terutama setelah terjadinya tragedi bom Bali Pada tanggal 12 Oktober 2002 tepatnya di Legian, Kuta.
Saat ini di Legian Kuta telah didirikan sebuah monumen peringatan yang dikenal dengan nama Monumen Bom Bali atau sering disebut dengan Monumen Ground Zero. Monumen ini sekaligus menjadi sebuah tempat wisata di Bali yang banyak menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Hal ini dikarenakan terdapat ruang publik yang digunakan untuk memperingati memori atau kejadian terorisme yang pernah terjadi di Bali. Antusias wisatawan untuk mengetahui Monumen Ground Zero sangatlah tinggi, terutama wisatawan mancanegara yang pertama kali wisata di Bali. Di monumen peringatan ini terpampang nama-nama korban dan negara asal dari korban bom Bali tersebut (Stephen 1992).
Area Monumen Bom Bali (Ground Zero) ini berfungsi sebagai ruang publik baru di Legian Kuta yang sekaligus menjadi spot pariwisata yang biasanya dijadikan tempat berkumpul untuk melakukan aktivitas seperti sekedar duduk-duduk atau foto-foto. Spot pariwisata adalah area atau kawasan geografis yang berbeda dalam suatu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat unsur; daya tarik wisata, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, masyarakat serta wisatawan yang saling terkait dan melengkapi untuk terwujudnya kegiatan kepariwisataan (Yoeti 1996).
Didirikannya monumen ini tentu perancang merencanakan ataupun mendesain suatu monumen lengkap dengan sarana dan prasarananya begitu juga dengan gambar yang indah. Namun, disisi lain terdapat penggunaan fungsi-fungsi sarana publik yang tidak sesuai dengan fungsi utamanya. Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas diupayakan untuk memenuhi kemungkinan kebutuhan yang diperlukan manusia, yang artinya menyediakan ruang yang memberi kepuasan bagi pemakainya (Rapoport 1982). Faktor lain yang mendasari perencanaan peningkatan kualitas ruang publik antara lain; keamanan, kenyamanan, pencapaian, vitalitas dan citra. Seperti halnya trotoar yang berada di sekitar area monumen dijadikan tempat duduk oleh para pengunjung ataupun para sopir pemilik kendaraan pribadi yang menyewakan mobilnya sambil menunggu para penumpangya. Trotoar yang memiliki fungsi utama untuk pejalan kaki juga dimanfaatkan sebagai tempat berjualan (menawarkan) sesuatu kepada para pengunjung yang dilakukan oleh para pemilik bar atau restoran disekitar area Monumen Ground Zero. Hal ini dalam pencapaian faktor kualitas dari ruang publik yaitu kenyamanan tidak tercapai. Disisi lain, pemanfaatan area parkir yang tidak sesuai dengan rambu lalu lintas juga sering terjadi, seperti halnya terdapat penanda dilarang parkir tetapi tetap dijadikan tempat parkir oleh para sopir angkutan taxi maupun mobil pribadi (Darmawan 2009).
Ruang publik yang mempunyai karakter ruang yang terbuka dan akses visual maupun fisik bagi semua tanpa kecuali dan tempat bagi pengunjung untuk berinteraksi, melakukan beragam kegiatan secara berbagi maupun bersama dengan menggunakan fasilitas yang telah disediakan (Sunaryo 2010). Hal ini tidak sejalan dengan fenomena yang terjadi di lapangan, pemanfaatan fungsi sarana publik untuk fungsi tambahan ini justru menyebabkan tak terhindarnya kemacetan di sekitar area Monumen Ground Zero. Bagi masyarakat sekitar, kemacetan merupakan hal yang sudah biasa, namun di balik itu para pengambil kebijakan publik yang terkait dengan masalah transportasi itu terus berusaha keras untuk mengatasi masalah tersebut. Baik melalui pembangunan prasarana dan sarana transportasi maupun melalui pengoptimalan penggunaan jaringan jalan yang telah ada. Namun dalam kenyataan di lapangan, hal ini tidak sesuai karena banyak kebijakan yang diambil cenderung memihak kepada pemilik kendaraan pribadi dengan tujuan efisiensi.
Di sisi lain diperlukan terciptanya aparatur pemerintah yang mengayomi masyarakat pengguna jalan raya untuk mewujudkan ketertiban dan kelancaran lalu lintas, serta angkutan jalan seharusnya ditinjau dari segala unsur-unsur yang terlibat dalam aktivitas pembentuk ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan. Pada waktu-waktu tertentu seperti pagi hari saat jam berangkat kerja dan sekolah sekitar jam 07.00 WITA sampai dengan 08.30 WITA, siang hari pada saat jam makan siang sekitar jam 11.30 WITA sampai dengan 13.00 WITA, serta sore sampai malam sekitar jam 23.00 WITA. Malam hari terjadi tingkat kemacetan lalu lintas yang paling tinggi dibandingkan pagi dan siang harinya, hal ini disebabkan wilayah tersebut sebagai wilayah sentra diskotik atau club malam yang lebih aktif pada malam hari. Ketidaklancaran lalu lintas terjadi pada lokasi-lokasi tertentu, salah satu titik kemacetan yang terjadi yaitu di persimpangan jalan tepat di depan Monumen Ground Zero. Area tersebut seringkali menjadi area krodit lalu lintas, selain masalah kemacetan di area tersebut terdapat juga pemanfaatan fungsi sarana publik yang tidak sesuai dengan fungsinya yang berdampak terjadinya kemacetan.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu metode yang menuntun peneliti untuk terjun langsung ke lapangan tanpa berbekal kerangka teori yang jelas, sehingga member peluang terjadinya perkembangan dari topik kajian selama dilakukan penelitian. Penelitian ini bermaksud mendeskripsikan fenomena perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik di area Monumen Ground Zero. Penggunaan metode kualitatif deskriptif dalam penelitian ini untuk memaparkan kajian-kajian mengenai perilaku pengunjung, bentuk perilaku pengunjung, pengaruh perilaku pengunjung dalam pemanfaatan fungsi ruang publik. Masalah yang akan dikaji berdasarkan rumusan masalah penelitian dan sumber-sumber lain yang relevan. Berdasarkan tujuan penelitian kualitatif, maka prosedur sampling yang penting adalah bagaimana menemukan informasi kunci. Orientasi mengenai responden adalah bukan berapa jumlah pengunjung yang dijadikan responden tetapi apakah data yang terkumpul sudah mencukupi atau belum untuk disaring menjadi data yang valid. Dengan demikian, penelitian kualitatif deskriptif yang dilakukan dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan fenomena perilaku pengunjung yang memanfaatkan fungsi ruang publik,
bentuk perilaku, pengaruh perilaku dan faktor-faktor pendorong perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik (Nuraini 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan fungsi ruang publik dilakukan oleh pengunjung pada jam-jam tertentu, sebagai rangkaian perilaku secara sengaja dilakukan oleh pengunjung. Perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik berdasarkan jenis perilaku didasari oleh perilaku alami (innate behavior) dan perilaku meniru (imitate behavior). Faktor utama pendorong perilaku pengunjung memanfaatkan fungsi ruang publik didasari oleh faktor personal, faktor situasi, faktor budaya dan faktor ketersediaan lahan. Manfaat akademis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data mengenai hubungan antara ilmu arsitektur dengan ilmu sosial yang berkaitan dengan interaksi sosial pengunjung. Manfaat praktisnya, bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu acuan dalam perencanaan ruang publik kedepannya perlu memperhatikan serta mengantisipasi tentang perilaku pengunjung, agar rancangan dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Sehingga desain yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dari pengunjung.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kuta merupakan daerah dengan perkembangan pariwisata paling pesat di Bali. Kuta memenuhi hampir segala kebutuhan wisatawan, seperti pantai pasir putih, tempat yang sangat sempurna untuk mengunjungi bar, restauran, kafetaria, disko dan lain. Disepanjang jalan banyak terdapat kios-kios yang menjual beranekaragam barang keperluan wisatawan. Salah satu objek wisata baru di kawasan Kuta adalah monumen yang dibangun terkait dengan tragedi bom Bali. Wilayah monumen ini yang dijadikan lokasi penelitian karena merupakan kawasan pariwisata untuk memperingati tragedi ledakan Bom Bali pada 12 Oktober 2002. Lokasi dari Paddy’s Pub inilah yang dijadikan sebagai lokasi Monumen Ground Zero. Dipilihnya wilayah Monumen Ground Zero sebagai lokasi penelitian adalah didasarkan atas empat pertimbangan. Pertama, posisi letak geografisnya sangat strategis di pusat kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik terbanyak di Bali. Kedua, wilayah monumen merupakan wilayah yang dikenang karena akibat terjadinya suatu peristiwa terorisme di Bali. Ketiga, belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku pengunjung di wilayah monumen sebagai ruang publik terhadap kunjungan wisatawan di Legian, Kuta. Keempat, terjadinya pemanfaatan fungsi ruang publik serta kepadatan dan kesesakan.
Bom Bali Pertama yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 12 Oktober 2002, sekitar pukul 23.10 WITA, selain menelan 202 korban jiwa, juga menyebabkan sekitar 209 orang lainnya mengalami luka-luka berat dan ringan. Ledakan yang terjadi di jalan Legian, khususnya di Paddy’s Pub dan Sari Club, menyebabkan kedua bangunan tersebut porak poranda, dan beberapa bangunan di sekitarnya rusak berat dan ringan. Menurut cacatan pihak kepolisian, korban terbesar berasal dari Australia sejumlah 88 orang, diikuti dengan Indonesia sejumlah 38 orang, Britania Raya sejumlah 26 orang, Warga Negara Inggris sejumlah 50 orang. Untuk mengenang tragedi ini, dibuat sebuah ‘bangunan bersejarah’ yang diberi nama Monumen Ground Zero di Legian, Kuta Bali (www.museum.polri.go.id).
Gambar 1. Lokasi Penelitian Area Monumen Ground Zero
Sumber : Bappeda Badung, diolah Salain. Sumber Foto, Salain, 2002
Gambaran Fisik Area Monumen Ground Zero
Monumen Ground Zero terletak di Desa adat Legian, dilihat dari sisi ketinggian berada pada ketinggian kurang lebih 5m di atas permukaan laut, dengan koordinat 8o 42’ 24” LS dan 115 o 9’ 56” BT. Data ini sesuai dengan data yang didapat dari BMG Bali. Monumen Ground Zero sendiri didesain oleh Ir. Wayan Gomudha MT., dan selesai dibangun pada tahun 2003. Setahun kemudian diresmikan pada 12 Oktober 2004 ketika Bupati Badung dijabat AA Ngurah Oka Ratmadi. Dalam desain monumen tersebut terdapat beberapa makna yang tersirat didalmnya. Makna pertama, yaitu altar berarti sebagai tempat sesaji dalam memberi penghormatan kepada para korban tragedi ledakan bom Pada Tanggal 12 Oktober 2002. Makna kedua, yaitu prasasti yaitu memuat seluruh nama korban ledakan bom tersebut. Makna ketiga, yaitu tiang bendera menjadi penanda asal Negara dari seluruh korban. Makna keempat, yaitu kayonan (ukiran seperti gunung dalam pewayangan) artinya kehendak yang seharusnya dikendalikan, tri kona nemu gelang (tembok berbentuk setengah lingkaran seperti gelang sebanyak tiga posisi) yang melambangkan simbol kehidupan. Sedangkan kolam yang berada di tengah berbentuk lingkaran dengan sembilan air mancur merupakan simbol kumbanda (roh). Dengan harapan monumen ini dibangun dapat memancarkan kedamaian dan perdamaian ke seluruh penjuru mata angin (www.museum.polri.go.id).
Gambar 2. Makna Desain Monumen Ground Zero Sumber : Survey lapangan, 2016
Kawasan ini merupakan kawasan teramai dan terpadat di Bali karena menjadi ikon periwisata Bali. Di sepanjang jalan ini terdapat banyak café, club, toko-toko cinderamata, spa, bank, restaurant, minimarket dan hotel tempat menginap para turis. Sehingga suasana aktivitas kawasan ini hampir tidak pernah berhenti dari siang dan malam. Jalan Legian ini merupakan salah satu akses menuju objek wisata Pantai Kuta, selalu ramai orang lalu lalang baik itu penduduk lokal begitu juga para pelancong yang kebetulan melintas dan menyempatkan waktunya untuk mampir.
Kawasan monumen bom Bali memiliki akses utama datang dari sisi utara dengan lebar badan jalan 4,25 meter dengan material jalan berupa paving yang dipasang berpola, sekaligus trotoar di kiri dan kanan sepanjang jalan dengan lebar trotoar 1,6 meter dan berbahan lantai keramik sedangkan tepat didepan monument memiliki trotoar yang berbentuk lengkung dengan lebar mencapai 3,5 m. Di sebelah barat monumen terdapat lahan kosong bersertifikat yang merupakan bekas Sari Club ketika bom meledak pada tahun 2002. Saat ini lahan tersebut masih kosong yang hanya difungsikan sebagai tempat parkir oleh para pengunjung monumen ataupun para supir taxi.
Gambar 3. Kawasan Monumen Ground Zero Sumber : Survey lapangan, 2016
Salah satu kajian dari Prof. Dr. Ir. I Putu Rumawan Salain, MSi yang berupa usulan mengenai pembangunan Bali Peace Park dan Museum yang akan dibangun di lahan bekas Sari Club yang berada di sebelah barat Monumen Ground Zero menjadi sebuah simbol sekaligus pertanda bagi semua pihak, khususnya bagi wisatawan yang berkunjung ke situs tersebut. Fungsi tersebut diyakini akan memperkuat dan menjadi satu kesatuan dengan Monumen Ground Zero yang telah dibangun oleh pemerintah lebih dahulu. Pembangunan Bali Peace Park dan Museum di atas lahan Sari Club diyakini akan memberikan mafaat ekonomi dan sosial yang cukup signifikan bagi bukan hanya industri pariwisata, namun
jauh di balik itu realitas dan representasi Bali bagi perdamaian dan kesetaraan sebagai masyarakat multietnik akan mengharumkan Bali di pergaulan Internasional.
Gambaran Aktivitas Perilaku Pengunjung di Area Monumen Ground Zero
Area di sekitar monumen menjadi spot baru kunjungan wisatawan karena diantara bar, diskotik, restauran, toko dan hotel terdapat ruang terbuka yang difungsikan untuk publik, baik untuk hanya sekedar untuk berkumpul, berfoto dan melihat-lihat nama korban tragedi ledakan bom tersebut. Pengunjung yang datang ke monumen ini sebagain besar berkelompok baik itu wisatawan asing ataupun domestik. Para pengunjung biasanya akan melakukan aktivitas berfoto dengan latar belakang foto adalah monumen tersebut, meskipun banyak juga pengunjung yang datang unutk berkunjung pertama kali akan tertarik untuk membaca nama-nama korban ledakan bom tersebut. Perilaku pengunjung tidak hanya sebatas sampai disitu, setelah cukup melihat-lihat dan berfoto pengunjung biasanya akan duduk berkelompok diatas trotoar karena memang tidak tersedianya tempat duduk untuk pengunjung di area Monumen Ground Zero. Hal ini suatu pola perilaku alami (innate behaviour) yang dimiliki dari kelompok tersebut. Sedangkan pengunjung lain yang berkunjung ke Monumen Ground Zero melakukan aktivitas yang sama, hal ini disebabkan karena jenis perilaku yang ada pada masing-masing pengunjung yaitu perilaku meniru (imitate behaviour). Dengan meniru perilaku pengunjung yang sudah terlebih dahulu duduk diatas trotoar akan membuat perilaku pengunjung lain untuk duduk diatas trotoar.
Gambar 4. Perilaku Pengunjung di Area Monumen Ground Zero Sumber : Survey lapangan, 2016
Perilaku lain yang dilakukan pengunjung yang berkunjung ke Monumen Ground Zero adalah melakukan pemujaan atau menghaturkan sesajen kepada para korban baik itu merupakan saudara, teman ataupun kerabat dari korban. Setelah selesai melakukan pemujaan pengunjung biasanya akan melakukan aktivitas foto-foto di sekitar area monumen, kemudian pengunjung akan duduk-duduk secara berkelompok di atas trotoar sambil mengobrol dengan rekan-rekan mereka. Hal ini dilakukan di atas trotoar dikarenakan terbatasnya lahan sehingga tidka memungkinkan untuk menyediakan tempat duduk bagi para pengunjung, sehingga pengunjung memilih untuk duduk di atas trotoar meskipun mereka mengetahui tortoar itu difungsikan oleh pejalan kaki.
Perilaku Pengunjung Dalam Memanfaatkan Fungsi Ruang Publik di Area Monumen Ground Zero Legian, Kuta
Area Monumen Bom Bali (Ground Zero) ini berfungsi sebagai ruang publik baru di Legian Kuta yang sekaligus menjadi spot pariwisata yang biasanya dijadikan tempat berkumpul untuk melakukan aktivitas seperti sekedar duduk-duduk atau foto-foto selain dari fungsi utamanya, yaitu merupakan tempat untuk mengenang para korban dari ledakan bom pada tahun 2002. Spot pariwisata adalah area atau kawasan geografis yang berbeda dalam suatu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat unsur; daya tarik wisata, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, masyarakat serta wisatawan yang saling terkait dan melengkapi untuk terwujudnya kegiatan kepariwisataan.
Pengunjung yang berkunjung ke Monumen Ground Zero ini melakukan suatu interaksi sosial dalam melakukan aktivitas di area monumen. Interaksi sosial terjadi karena secara sosiologi manusia tidak terlepas dari manusia lainnya (Dharmayudha dan Cantika, 1991). Artinya manusia dalam kehidupannya berperan sebagai makhluk sosial yang pasti melakukan aktivitas interaksi dengan manusia lainnya. Dalam melakukan suatu aktivitas terdapat individu yang saling berinteraksi baik hanya sekedar untuk ngobrol ataupun untuk berfoto bersama, namun terdapat juga individu yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan tersebut. Pelaku kegiatan dari setiap aktivitas selalu berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan, tempat dan waktu. Penekanan dalam kajian seting perilaku adalah bagaimana cara mengidentifikasikan perilaku-perilaku yang secara konstan atau berkala muncul pada suatu tempat atau seting tersebut (Haryadi 2010)
Interaksi sosial yang dilakukan berbentuk aktivitas. Saat individu ataupun kelompok dalam melakukan aktivitas terdapat tindakan yang mendasarinya. Bentuk interaksi dalam suatu aktivitas berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Tindakan tersebut kemudian menciptakan suatu perilaku sosial (aktivitas). Aktivitas yang terjadi dapat dikelompokkan dalam beberapa tindakan sosial. Pengelompokan aktivitas ke dalam tindakan sosial dapat membantu dalam menentukan waktu serta frekuensi suatu kegiatan. Secara teoritis, terdapat dua syarat terjadinya interaksi sosial, yaitu terdapat kontak sosial dan komunikasi (Syarbaini 2009).
Terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung di area Monumen Ground Zero. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung berhubungan erat dengan perilaku sosial. Saat individu ataupun kelompok dalam melakukan suatu aktivitas pasti terdapat tindakan-tindakan yang menyertainya. Tindakan-tindakan tersebut inilah yang akan
menciptakan suatu perilaku sosial. Perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik berdasarkan jenis perilaku didasari oleh perilaku alami (innate behavior) dan perilaku meniru (imitate behavior). Perilaku alami yaitu perilaku yang dilakukan berdasarkan insting dari individu pengunjung untuk duduk di atas trotoar tanpa ada perintah dari orang lain. Sedangkan perilaku meniru yaitu perilaku yang dilakukan pengunjung belajar dari belajar atau meniru perilaku orang lain yang sudah atau telah duduk memanfaatkan fungsi ruang publik, dalam hal ini memanfaatkan trotoar untuk tempat duduk-duduk (Skinner 1976).
Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan sering kekuatannya lebih besar dari faktor individu. Dalam hubungan antara perilaku dengan lingkungan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu lingkungan alam/fisik (kepadatan, kebersihan dan kesehatan), lingkungan sosial (organism sosial, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan tingkat pendapatan), lingkungan budaya (adat istiadat, peraturan, hukum). Di area monumen sendiri, berbicara mengenai faktor lingkungan alam/fisik sudah tentu area tersebut bisa dikatakan area dengan tingkat kepadatan hampir setiap saat, dan puncak tingkat kepadatannya itu terjadi pada malam hari di area monumen tersebut pengunjung banyak berkumpul untuk sekedar duduk-duduk bersama teman/keluarganya ataupun banyak yang mengabadikannya dengan berfoto yang berlatarbelakang monumen tersebut. Sedangkan untuk lingkungan sosial di sekitar area monumen selain terdapat pemanfaatan fungsi trotoar yang dijadikan tempat untuk duduk-duduk oleh pengunjung, pemanfaatan fungsi lain dari trotoar juga difungsikan oleh pemilik bar atau café-café untuk menawarkan baik itu makanan ataupun minuman yang mereka jual, hal ini tentunya akan berpengaruh pada kenyamanan dari pejalan kaki saat berjalan di trotoar (Azwar 1998).
Gambar 4. Pemanfaatan Fungsi Trotoar & Parkir Sembarangan di Area Monumen Ground Zero Sumber : Survey lapangan, 2016
Interaksi sosial pengunjung dilihat dari hubungan antara pengunjung satu dengan pengunjung lainnya yang ada di area Monumen Ground Zero. Dimana kelakuan suatu individu akan mempengaruhi atau mengubah kelakuan individu lain dan sebaliknya. Sebelum membahas mengenai hubungan interaksi antar pengunjung perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu aktivitas yang ingin diteliti sesuai dengan wadahnya, karena tidak semua ruang atau fasilitas publik dapat diteliti dalam penelitian ini. Fasilitas publik yang sangat beragam harus dipilih dan disesuaikan dengan masalah penelitian dan kemampuan peneliti agar hasil yang didapatkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dari seluruh
aktivitas interaksi pengunjung yang diketahui akan diklasifikasikan. Pengklasifikasian aktivitas interaksi pengunjung dilihat dari wadah yang menampung kegiatan tersebut (Saripudin 2010).
Wadah yang dipilih atau dijadikan fokus penelitian adalah ruang-ruang yang memiliki fungsi utama kemudian dimanfaatkan menjadi memiliki fungsi tambahan. Dengan kata lain ruang yang memiliki teritori sendiri dimanfaatkan untuk teritori tertentu. Hal ini disebabkan ruang yang dimanfaatkan bersama itu memiliki zona yang bersifat publik, sehingga faktor yang menjadi keanekaan teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan situasi baik berupa tatanan fisik maupun situasi sosial budaya seseorang (Laurens 2004). Berdasarkan penjelasan dari ruang atau tempat yang ingin dijadikan fokus, maka ruang yang dimaksud di sini adalah fasilitas trotoar, penggunaan area parkir dan lingkungan di sekitar area Monumen Ground Zero yang mendukung terjadinya perilaku tersebut. Fasilitas trotoar di sekitar monumen yang sesuai fungsi utamanya digunakan untuk pejalan kaki, kemudian dimanfaatkan untuk duduk-duduk sehingga ruang pelajan kaki menjadi berkurang akibat adanya aktivitas tersebut, yang mengakibatkan pejalan kaki harus turun dari trotoar untuk melanjutkan perjalanan. Penggunaan area parkir yang tidak sesuai dengan rambu-rambu lalu lintas, pemberhentian kendaraan angkutan umum secara sembarangan, hal ini juga menyebabkan kemacetan yang tidak bisa dihindari terutama pada saat sore menjelang malam.
Faktor-faktor Pendorong Perilaku Pengunjung Dalam Memanfaatkan Fungsi Ruang Publik di Area Monumen Ground Zero Legian, Kuta
Penggunaan ruang untuk berinteraksi antar pengunjung berbeda-beda dipengaruhi oleh lokasi dan aktivitas yang dilakukannya, waktu dan frekuensi dilakukannya suatu kegiatan. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik di area Monumen Ground Zero. Interaksi pengunjung yang diteliti adalah zona yang merupakan tempat menghaturkan pemujaan, zona yang merupakan tempat untuk aktivitas yang masih berhubungan dengan pemujaan, karena aktivitas pada zona ini yang sering dilakukan seperti tabur bunga pada kolam dan sekaligus dapat membaca nama-nama korban tragedi ledakan bom tersebut. Zona yang juga diteliti yaitu zona yang menjadi ruang untuk para pengunjung yang sekedar mampir ke monumen tanpa melakukan pemujaan ataupun menghaturkan persembahan, melainkan hanya sekedar berkumpul untuk melakukan aktivitas seperti melihat-lihat, foto-foto, duduk-duduk, ataupun hanya sekedar ngobrol di area zona tersebut.
Karakteristik seseorang, seperti jenis kelamin, usia dan kepribadian yang diyakini mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan penggunaan suatu ruang. Pria dominan menggambarkan ruang gerak atau teritori mereka lebih besar dari pada wanita, sehingga ini akan mempengaruhi ruang gerak individu yang ingin masuk dalam suatu teritori lainnya. Usia juga memberikan pengaruh dalam penggunaan suatu ruang. Pada umumnya orang yang lebih tua akan cenderung merasa kurang nyaman bila bergabung dengan kumpulan anak muda dan sebaliknya, anak muda juga merasa canggung bila berinteraksi bersama dengan orang yang lebih tua dalam suatu rungan. Dalam menggunakan ruang bersama, mereka cenderung berpisah satu sama lain (Laurens 2004).
Faktor karakteristik budaya dapat mempengaruhi penggunaan ruang dan perilaku. Terdapat perbedaan sikap yang dilatarbelakangi oleh budaya masing-masing pengunjung yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi suatu ruang yang jauh berada di luar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap atau perilakunya. Ketersediaan lahan dalam suatu wilayah akan memberikan dampak yang cukup signifikan dalam penentuan teritori dan perilaku. Suatu bangunan atau ruang yang fungsinya dapat berubah-ubah dipengaruhi oleh kurangnya lahan untuk membangun ruang baru akan mempengaruhi perilaku yang akan terjadi pada ruang tersebut. Hal ini terlihat dari penggunaan ruang yang berfungsi sebagai ruang publik, yaitu trotoar yang juga manfaatkan menjadi tempat duduk dari para pengunjung yang mengunjungi monumen dengan waktu kunjungan cukup lama sehingga mereka akan memilih untuk duduk di atas trotoar, karena tidak tersedianya tempat untuk duduk dikarnakan keterbatasan lahan.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap perilaku pengunjung dan faktor pendorong perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik, maka berikut ini adalah kesimpulan atas analisis sebagai berikut:
-
1. Perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik di area Monumen Ground Zero dikaji berdasarkan jenis perilaku pengunjung, diantaranya didasari oleh perilaku alami (innate behavior) dan perilaku meniru (imitate behavior). Perilaku alami yang dilakukan pengunjung adalah memanfaatkan fungsi ruang publik (dalam hal ini duduk di atas trotoar) tanpa ada perintah dari orang lain. Sedangkan perilaku meniru yang dilakukan pengunjung adalah meniru atau belajar dari orang lain yang sudah memanfaatkan fungsi ruang publik lebih dahulu. Selain berdasarkan jenis perilaku, pemanfaatan fungsi ruang publik juga didasari oleh pembentukan perilaku pengunjung, yaitu: pembentukan perilaku dengan kebiasaan, yang dimaksud dalam hal ini adalah pengunjung yang tidak biasa berdiri terlalu lama sehingga kebiasaan untuk duduk sambil mengobrol akan mereka lakukan tanpa disadari duduk di atas trotoar. Pembentukan perilaku yang kedua, yaitu pembentukan perilaku berdasarkan model atau contoh, dalam hal ini seorang pengunjung yang melihat pengunjung lain yang sedang duduk di atas trotoar akan membuat pengunjung lain meniru perilaku tersebut. Perilaku seperti ini termasuk pembelajaran secara fisik yaitu mengikuti secara fisik perilaku pengunjung lainnya.
-
2. Faktor-faktor pendorong perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik pada Monumen Ground Zero terdiri dari empat faktor yaitu faktor personal, faktor situasi, faktor budaya dan faktor ketersediaan lahan. Pertama, faktor personal yaitu faktor yang secara umum di lokasi penelitian jenis kelamin pria lebih dominan menggambarkan ruang gerak dari pada wanita, sehingga ini akan mempengaruhi ruang gerak individu yang ingin masuk dalam suatu teritori lainnya. Kedua, faktor situasi yaitu faktor yang mengakibatkan perilaku pengunjung dalam memanfaatkan fungsi ruang publik. Dalam hal ini seorang pengunjung melakukan suatu aktivitas pemanfaatan fungsi ruang publik dikarenakan mereka melihat situasi dan kondisi sekitar sudah banyak pengunjung lain yang duduk di atas trotoar, sehingga mereka akan melakukan perilaku yang sama. Ketiga, faktor budaya yaitu faktor yang dapat
mempengaruhi penggunaan ruang dan perilaku karena terdapat perbedaan sikap yang dilatarbelakangi oleh budaya masing-masing pengunjung yang sangat beragam. Seorang mengunjungi suatu ruang yang jauh berada di luar kultur budayanya akan sangat berbeda sikap dan perilakunya. Keempat, faktor ketersediaan lahan, faktor ini dikarenakan ketersediaan lahan dalam suatu wilayah memberikan dampak yang cukup signifikan dalam penentuan perilaku. Suatu ruang yang fungsinya dapat berubah-ubah dipengaruhi oleh kurangnya lahan untuk membangun ruang baru akan mempengaruhi perilaku yang akan terjadi pada ruang tersebut. Pada area Monumen Ground Zero karena keterbatasan lahan tidak disediakan tempat untuk duduk bagi para pengunjung, hal ini mengakibatkan perilaku pengunjung duduk di atas trotoar yang merupakan akses untuk pejalan kaki.
Daftar Pustaka
Azwar, A. (1990). Pengantar Ilmu Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Bom Bali I dan II. Retrived from http://www.museum.polri.go.id/lantai2_gakkum_bom-bali.html. 12 Oktober 2016.
Darmawan, E. (2009). Ruang Publik Dalam Arsitektur Kota. Semarang: Univesitas Diponegoro.
Dharmayuda, I M. S., & Cantika, I W (1991). Filsafat Adat Bali. Denpasar: Upada Sastra.
Haryadi, S.B. (2010). Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Laurens, J. M. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Grasindo.
Nuraini, C. (2004). Permukiman Suku Batak Mandailing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rapoport, A. (1982). The Meaning of the Buildt Environment. London: Sage Publication.
Saripudin, A. (2010). Hambatan Interaksi dan Komunikasi. (Laporan Penelitian) Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sunaryo, R. G. (2010). Makalah Seminar Nasional Riset Arsitektur dan Perencanaan #1. Yogyakarta.
Stephen, C. (1992). Public Space. Australia: Cambridge University Press.
Sujaya, I. M. (2004). Sepotong Nurani Kuta Catatan Seputar Sikap Warga Kuta Dalam Tragedi 12 Oktober 2002. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta.
Syarbaini, S. S. (2009). Dasar-dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yoeti, O. A. (1996). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
188
SPACE - VOLUME 4, NO. 2, OCTOBER 2017
Discussion and feedback