RUANG


SPACE


RUMAH TINGGAL BERBASIS GREEN BUILDING DI KOTA DENPASAR

Oleh: A. A. Ayu Sri Ratih Yulianasari 1

Abstract

A comforting home does not simply refer to a beautifully designed and built form, but it is also about involving environmentally conscious decisions. A great challenge faces many cities, such as Denpasar, nowadays is how to impose and implement green architecture related concepts and practices, thus the progressive housing developments taking place in many urban areas all over the world incur less (no) destruction to nature. The green architecture idealism comes under the umbrella of a greater concept of sustainable development. It aims at reducing negative impacts brought by any form of development on the built forms, human health and ultimately on our natural environment. This research uses qualitative-descriptive approach. Data collection was done using several methods, which are interviews with developers, site observations, and literature study. The purpose of this research is to develop environmentally friendly solutions in overcoming problems associated to housing developments in Denpasar City. Study results reveal that such solutions can be applied in four manners, such as: (i) efficiency and energy savings by adjusting windows positions and the installment of additional ventilations; (ii) water conservation, i.e. by planting grass as a media to cover the soil and create a rain garden; (iii) the use of recycled materials, for example by using building debris as materials for ground coverage; (iv) creation of healthy and comfortable living space by reducing indoor partitions, the use of bright colors but have shading effects, especially to ones' eyes, high ceiling, and nature friendly waste management mechanisms and practices.

Keywords: house, green architecture, environmentally friendly, Denpasar

Abstrak

Kenyamanan sebuah rumah tinggal tidak hanya terlihat dari bentukya atau desain yang indah melainkan juga dapat bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang memiliki tingkat pembangunan perumahan cukup tinggi. Tantangan yang dihadapi daerah perkotaan saat ini adalah bagaimana menerapkan dan mengimplemenyasikan konsep serta praktek-praktek yang berkenaan dengan Green Architecture sehingga pembangunan perumahan di seluruh muka bumi akan menimbulkan dampak lingkngan yang lebih kecil atau malahan nol. Konsep Green Building adalah solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut karena merupakan konsep pembangunan berkelanjutan yang bertujuan mengurangi dampak negatif lingkungan terbangun terhadap manusia dan lingkungan alam. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara dengan pemilik perusahaan properti di Denpasar, observasi model perumahan di Denpasar dan studi pustaka mengenai konsep Green Building. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan solusi dalam mengatasi permasalahan perumahan di Kota Denpasar, berbasis konsep Green Building. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek yang bisa diterapkan melalui beberapa upaya, yaitu (i) efisiensi dan penghematan energi dengan cara mengatur posisi jendela dan menambahkan ventilasi; (ii) konservasi air dengan cara menanam rumput sebagai media menutup tanah dan membuat taman hujan; (iii) pengunaan material daur ulang, misalnya menggunakan bekas puing bangunan sebagai urugan tanah; (iv) kesehatan dan kenyamanan ruang dapat ditempuh dengan cara mengurangi sekat dalam ruangan, menggunakan warna cat terang namun teduh dipandang mata, meninggikan plafond, pengolahan limbah serta penghijauan.

Kata kunci: rumah tinggal, green building, ramah lingkungan, Denpasar

1


Pendahuluan

Rumah tinggal adalah kebutuhan dasar tiap umat manusia yang mampu memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Secara fungsi, rumah tidak hanya menjadi tempat tinggal saja tetapi juga sebagai tempat berkumpulnya dengan keluarga, tempat berlindung dari segala bentuk ancaman maupun tempat untuk menghilangkan rasa lelah setelah seharian beraktivitas (Gunawan 2009). Oleh karena itu, rumah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan pangan.

Rumah tinggal yang ideal adalah dambaan setiap manusia di muka bumi ini. Tidak hanya terlihat indah saja, tetapi juga dapat memberi kenyamanan bagi penghuni dan lingkungan sekitarnya. Kenyamanan dalam konteks ini adalah sebuah keadaan dimana penghuni merasa bahagia, senang dan kerasan berada di dalam rumah tinggal, tidak akan menimbulkan dampak negatif atau minimal mengurangi pencemaran terhadap lingkungan (Evierni dkk, 2010).

Kota Denpasar merupakan kota metropolitan yang memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yakni mencapai angka 880.600 jiwa (Denpasar dalam Angka 2016: 42). Kondisi tersebut tentunya akan berdampak pada tingginya kebutuhan akan rumah tinggal. Beberapa tahun belakangan ini, pembangunan perumahan di Kota Denpasar begitu pesat. Fenomena tersebut berdampak pada semakin terbatasnya lahan untuk ruang terbuka hijau. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Green Building Councill Indonesia (2009) mengungkapkan bahwa penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di bumi berasal dari bangunan, yaitu sekitar 3040% (Firsani dan Utomo 2012). Hal tersebut mengungkapkan bahwa tingginya pembangunan perumahan di Kota Denpasar dapat menjadi salah satu penyebab turunnya kualitas lingkungan.

Di tengah situasi keterbatasan lahan, mulai berkembang perumahan bergaya modern minimalis. Perumahan jenis ini biasanya memiliki luas lahan maksimal 1 are dengan luas bangunan 60m2. Fenomena itu dilatarbelakangi oleh melambungnya harga tanah di Kota Denpasar tetapi tetap ingin memaksimalkan perencanaan ruang, sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Hal ini terkadang berdampak pada tidak adanya jarak bebas antara bangunan satu dengan bangunan lain, yang dapat mengurangi perencanaan bukaan tiap ruangan.

Keadaan tersebut tidak sejalan dengan iklim Kota Denpasar yang tergolong tropis namun suatu waktu terjadi perubahan musim yang tidak menentu. Berdasarkan data keadaan temperatur Kota Denpasar rata-rata di tahun 2015 disebutkan bahwa pada bulan agustus mencapai suhu 26,3°C dari suhu normal yaitu 26,2°C dan di bulan November mencapai suhu 29,7°C dari suhu normal 28,3°C. Ketidakstabilan ini mengakibatkan musim kemarau berkepanjangan atau musim hujan yang cukup singkat. Fenomena alam tersebut, secara tidak langsung menggiring masyarakat untuk bersikap konsumtif apabila bangunan tidak didesain ramah lingkungan. Salah satu sikap konsumtif yang menimbulkan dampak negatif pada lingkungan adalah penggunaan AC secara berlebihan dan menyalakan lampu pada situasi yang tidak tepat.

Green Building merupakan sebuah konsep pembangunan berkelanjutan yang dapat menjawab permasalahan penurunan kualitas lingkungan. Konsep ini menekankan pada

sebuah proses pembangunan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan efisiensi sumber daya sepanjang usia bangunan. Menurut Green Building Council Indonesia (GBCI) bahwa konsep ini meliputi perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun mutu dari kualitas udara di dalam ruangan dan memperhatikan kesehatan penghuninya (Wiyono dkk 2011).

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara dengan pemilik perusahaan properti di Denpasar, observasi model perumahan di Denpasar dan studi pustaka mengenai konsep green building. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan solusi dalam mengatasi permasalahan perumahan di Kota Denpasar, berbasis konsep Green Building. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek yang bisa diterapkan melalui beberapa upaya, yaitu (i) efisiensi dan penghematan energi dengan cara mengatur posisi jendela dan menambahkan ventilasi; (ii) konservasi air dengan cara menanam rumput sebagai media menutup tanah dan membuat taman hujan; (iii) pengunaan material daur ulang, misalnya menggunakan bekas puing bangunan sebagai urugan tanah; (iv) kesehatan dan kenyamanan ruang dapat ditempuh dengan cara mengurangi sekat dalam ruangan, menggunakan warna cat terang namun teduh dipandang mata, meninggikan plafond, pengolahan limbah serta penghijauan.

Artikel ini membahas mengenai upaya dalam mengatasi permasalahan perumahan di Kota Denpasar yang berbasis konsep green building. Sasaran penelitian terfokus pada tipe perumahan di Kota Denpasar yang luas lahannya kurang dari 1 are dengan luas bangunan 60m2. Model perumahan seperti ini biasanya dikembangkan oleh pihak swasta, yaitu kaum developer. Kasus penelitian banyak dijumpai di Kecamatan Denpasar Selatan. Artikel ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara kepada pemilik usaha properti di Denpasar, observasi model perumahan yang berkembang di Denpasar dan studi pustaka mengenai konsep green building.

Kondisi Perumahan di Kota Denpasar

Kota Denpasar adalalah salah satu kota yang kental akan nuansa kebudayaan Bali namun sangat terbuka terhadap perkembangan zaman. Hal tersebut terlihat dari beberapa jenis rumah tinggal yang terdapat di kota ini, yaitu rumah Bali, rumah semi modern, dan rumah modern. Salah satu jenis rumah tinggal yang tengah marak di Kota Denpasar adalah rumah tinggal bergaya semi modern dengan luas bangunan 60m2 di atas lahan kurang dari 1are. Jenis rumah seperti ini biasanya diproduksi oleh developer yang berorientasi pada ekonomi saja.

Luas lahan yang minim dikombinasikan dengan luas bangunan yang besar merupakan salah satu tuntutan pasar. Dalam sebuah wawancara dengan pemilik perusahaan developer PT. Putra Pande Rijasa, I Wayan Pageh Santosa (2017) mengungkapkan bahwa konsumen rata-rata mencari rumah berdasarkan jumlah kamar tidur. Tuntutan tersebut tidak sebanding dengan harga tanah di Denpasar yang melambung tinggi. Oleh karena itu, banyak perumahan

yang diproduksi kurang memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup, serta terhindar dari kebisingan yang menggangu (Fitriani 2008:11).


Tidak ada jarak bebas antar bangunan disebabkan oleh lahan yang sempit dan berakibat pada kurangnya bukaan dalam ruangan

Gambar 1. Keadaan salah satu contoh perumahan di daerah Pemogan Sumber: Hasil Observasi, 2017

Perwali Denpasar Nomor 12 Tahun 2014 Pasal 27 menyebutkan bahwa pada zona perumahan yang tingkat kepadatan tinggi memiliki ketentuan bahwa Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 70% dan luas persil minimal 100m2 dengan jarak bebas antar bangunan minimal 1 meter serta sempadan bangunan ½ kali ruang milik jalan. Pada studi kasus, banyak ditemui jenis perumahan sesuai aturan di atas tetapi tidak sedikit pula yang tidak sesuai. Fenomena tersebut menimbulkan desain sebuah rumah tinggal yang tidak nyaman seperti, kurangnya jumlah bukaan (jendela maupun ventilasi) yang berdampak pada kurangnya pencahayaan dalam ruang. Hal tersebut akan menumbuhkan sikap konsumtif yang berlebihan, misalnya penggunaan lampu pada siang hari serta menyalakan AC secara terus-menerus. Luas bangunan yang tinggi juga akan mengurangi kesempatan lahan untuk dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau. Hal tersebut dikarena sisa lahan biasanya dimanfaatkan untuk fasilitas lain seperti garase. Keadaan yang demikian akan mengurangi daya resap tanah terhadap air hujan.

Pembangunan rumah tinggal yang berorientasi pada ekonomi terkadang mengabaikan kandungan bahan dalam material bangunan. Point utama pemilihan bahan bangunan hanya terfokus pada harga material saja. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2015 Pasal 8 telah diatur mengenai persyaratan perencanaan teknis bangunan gedung hijau, yang salah satunya adalah penggunaan material ramah lingkungan. Pada pengertian ini, kandungan bahan pada material bangunan merupakan bagian penting yang harus diperhatikan. Apabila luput dari perhatian, secara tidak langsung dapat membahayakan kesehatan penghuninya.

Di sisi lain, faktor ekonomi juga berdampak pada pembuatan sanitasi yang seadanya yaitu hanya menyediakan septictank saja tanpa sumur resapan. Situasi tersebut terkadang berimbas pada lingkungan sekitar yang mana limbah cair rumah tangga langsung disalurkan ke got. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2015 Pasal 8 ayat 8 disebutkan bahwa masing-masing bangunan perlu menyediakan fasilitas pengelolaan limbah padat dan limbah cair sebelum dibuang ke

saluran kota. Oleh karena itu setiap rumah tinggal wajib menyediakan septictank dan sumur peresapan.

Perilaku Masyarakat Denpasar Terhadap Lingkungan

Psikologis manusia dalam kecintaannya terhadap lingkungan dapat dibedakan menjadi dua paradigma, yaitu Frontier Mentality dan Sustainable Ethics (Chiras dalam Putrawan 2014). Frontier Mentality merupakan sebuah pemahaman bahwa sumber daya alam di Bumi tidak terbatas, alam dapat diatasi dengan hukum maupun teknologi. Sustainable Ethics merupakan sebuah pemahaman bahwa sumber daya alam di Bumi terbatas dan dapat diatasi dengan cara daur ulang serta memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui, selain hukum serta teknologi baru.

Pada dasarnya paradigma masyarakat Hindu di Bali, khususnya Kota Denpasar menganut paham Sustainable Ethics. Hal tersebut dapat dilihat pada setiap rumah tradisional yang biasanya memiliki teba pada areal belakang rumah. Areal tersebut dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam yang terkadang memiliki nilai ekonomis. Ditinjau dari segi nilai ekologi, keberadaan teba berperan sebagai penjaga kesimbangan lingkungan (http://agusaryawancwz.blogspot.co.id/2012/05/teba-sebagai-kearifan-lokal-di-bali.html, diakses 19 Juli 2017). Hal tersebut dikarenakan teba dapat menjaga keragaman biodiversitas dan merupakan lahan yang memiliki kemampuan menyerap air hujan.

Akan tetapi, apabila ditinjau berdasarkan kecenderungan perilakunya, masyarakat Kota Denpasar termasuk dalam kategori frontier mentality.Hal tersebut disebabkan oleh perubahan pola pikir yang lebih maju, tidak terikat dan sangat terbuka akan hal-hal baru.

G ambar 2. Areal Teba yang jarang ditemukan pada rumah Bali di Kota Denpasar

Sumber: Hasil Observasi, 2017

Pembangunan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pergeseran sistem nilai budaya yang berdampak pada perubahan sikap individu dalam menanggapi berbagai aspek kehidupan (Pasaribu 2015: 91). Pada pengertian ini, masyarakat Kota Denpasar cenderung menyukai hal-hal yang bersifat instan, praktis, mudah dan murah. Hal tersebut tercermin pada salah satu perlakuannya dalam menghadapi keterbatasan lahan, seperti memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga. Tindakan tersebut dapat merusak ekosistem sungai dan bahkan menimbulkan masalah baru, seperti meluapnya air sungai, banjir, serta munculya wabah penyakit. Jika ditinjau berdasarkan fungsi, sungai memiliki peran penting bagi keseimbangan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Onrizal 2005: 1).

Gambar 3. Keadaan sungai di Kelurahan Panjer, Denpasar Selatan Sumber: Hasil Observasi, 2014

Konsep Green Building

Fenomena di atas dapat diatasi dengan penerapan konsep Green Building. Konsep ini juga dikenal dengan istilah green construction atau sustainable building (US Environmental Protection Agency dalam Buys dan Hurbissoon 2011; Sueca 2014). Berbagai hal teknis seperti organisasi ruang, sirkulasi udara, pencahayaan alami, bahan bangunan yang sehat, bahan daur ulang, sistem air bersih, dan pengolahan limbah menjadi pusat perhatian dalam mengimplementasikan konsep green construction.

Tujuan utama konsep green building adalah untuk mengurangi dampak negatif dari keseluruhan lingkungan terbangun terhadap kesehatan manusia dan lingkungan alam, dengan cara penggunaan energi, air, dan sumber daya lain secara efisien, melindungi kesehatan pemakai dan meningkatkan produktivitas pekerja, serta mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan semaksimal mungkin (Sueca 2014).

Tingkat kehijauan suatu bangunan harus dapat diposisikan dalam level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan tertentu. Berbagai standar pengukuran dikembangkan oleh berbagai Negara yang masing-masing memiliki sejarah, ketelitian, kelengkapan, dan keunikannya masing- masing yang satu dengan yang lainnya tidak dapat diperbandingkan. Di Indonesia sendiri, standar bangunan hijau dikembangkan oleh Lembaga Konsul Bangunan Hijau di Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI). GBC Indonesia menyusun standar bangunan hijau yang disebut dengan Greenship. Terdapat enam aspek yang dinilai dalam standar greenship (Green Building Council Indonesia 2014: 7-17; Karyono 2010:126-129) , yaitu:

  • 1.    Appropriate Site Development (Ketepatan Pengembangan Tapak)

Pemilihan dan pengolahan tapak sangat penting untuk dipertimbangkan karena pada beberapa lokasi sangat rawan terhadap bencana alam seperti banjir, longsor, gempa bumi, gunung meletus. Selain itu pemilihan lokasi yang tepat akan meminimalisir proses cut and fill yang akan berdampak pada penurunan kualitas bangunan.

  • 2.    Energi Efficiency and Conservation (Efisiensi Energi dan Penghematan energi)

Suatu bangunan dikatakan baik bila dalam mewadahi aktivitas manusia, konsumsi terhadap energi rendah tetapi kenyamanan termal, visual, dan spasial dapat terpenuhi. Oleh karena itu pemanfaatan energi terbarukan, seperti sinar matahari, angina, panas buni, minyak nabati, dan lain sebagainya dapat dimaksimalkan karena emisi karbon dioksidanya sangat rendah.

  • 3.    Water Conservation

Dewasa ini, beberapa daerah di Indonesia, tidak terkecuali daerah – daerah di Bali mengalami krisis air. Persediaan yang semakin terbatas ditengah melonjaknya kebutuhan air menjadi dilema dalam sebuah pembangunan. Oleh karena itu kriteria bangunan yang baik, khususnya rumah tinggal adalah bangunan yang rendah dalam mengkonsumsi air.

  • 4.    Material resource and cycle (Sumber Material dan daur ulang)

Dalam arsitektur hijau menuntut penggunaan material yang tidak menkontaminasi lingkungan, dapat menyerap CO2 di udara dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Bahan – bahan tersebut adalah material terbarukan seperti kayu, bambu, dahan, dan daun. Disamping itu, penggunaan material reuse dan recycle juga merupakan kriteria dalam green building.

  • 5.    Indoor Health and Comfort (Kesehatan Ruang dalam dan kenyamanan)

Kualitas ruang dalam suatu bangunan merupakan hal yang penting karena menyangkut kualitas kimiawi udara dan kualitas fisik ruangan. Kualitas kimiawi menyakut komposisi gas pembentuk udara, seperti Oksigen (O2) , Nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), Uap air (H2O), dan lain sebagainya. Sedangkan kualitas fisik ruangan meliputi; kenyamanan ruang (spatial), kenyamanan suhu, kenyamanan visual (penglihatan/cahaya), kenyamanan auditorial (pendengaran/ suara), dan keyamanan olfaktual (penciuman/ bau).

  • 6.    Building Environment Management (manajemen lingkungan bangunan)

Salah satu aspek penting dalam penerapan green building adalah manajemen lingkungan bangunan yang meliputi pengelolaan sampah, keterlibatan Greenship Professional dalam konstruksi green building, pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.

Pembahasan

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam perumahan berlahan sempit yaitu ruang yang dihasilkan cenderung sempit dan pengab, kurangnya perencanaan bukaan (jendela), bangunan boros energi, terbatasnya lahan untuk ruang terbuka hijau, kurangnya perhatian terhadap kandungan material bangunan. Apabila hal tersebut terabaikan akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Beberapa aspek dalam konsep green building dapat dijadikan acuan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Akan tetapi, perilaku masyarakat Kota Denpasar yang cenderung frontier mentality, sangat mengutamakan hal-hal bersifat praktis, murah dan mudah. Dalam konteks studi, upaya implementasi aspek green building harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Syarat utama pengaplikasian konsep ini adalah bernilai ekonomis, mudah untuk dilakukan, dan tidak sulit untuk menemukan bahannya.

Pada salah satu aspek green building, diatur mengenai ketepatan pemilihan dan pengolahan tapak. Akan tetapi pada studi kasus, pemilihan tapak merupakan wewenang pemilik perusahaan properti. Hal tersebut dikarenakan pada tahap ini, terjadi transaksi yang berkaitan dengan nilai rupiah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Pageh Santosa (2017) mengungkapkan bahwa terdapat tiga kriteria utama pemilihan lokasi perumahan yaitu akses menuju tapak, keadaaan lingkungan sekitar tapak dan harga lahan. Pengolahan tapak merupakan upaya teknis yang direncanakan setelah terjadinya kesepakatan jual beli. Oleh karena itu, dalam penelitian ‘Rumah Tinggal Berbasis green building di Kota Denpasar’ kriteria pemilihan dan pengolahan tapak tidak dibahas secara mendalam.

Dalam studi kasus, mendesain rumah tinggal mengacu pada berapa jumlah kamar tidur yang dapat direncanakan. Tuntutan tersebut terkadang berbanding terbalik dengan luas lahan yang cenderung sempit. Perpaduan kedua hal itu seringkali menghasilkan ruang yang sempit, kurang pencahayaan, dan pengap. Akibatnya penghuni ruangan tersebut mengkonsumsi energi secara berlebihan. Dalam konsep green building disebutkan bahwa sebuah bangunan dikatakan baik apabila konsumsi terhadap energi tergolong rendah tetapi kenyamanan termal, visual, dan spasial dapat terpenuhi.

Cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengurangi penyekat ruang. Jika ingin membedakan antara ruang satu dengan yang lain, dapat menggunakan pembatas “semu”. Salah satu contohnya adalah dengan membedakan warna keramik lantai, membedakan level lantai, atau menggunakan partisi yang masih memperlihatkan sedikit ruangan disebelahnya. Aplikasikan warna cat yang terang tetapi tetap memberikan kenyamanan pada mata, misalnya warna putih, krem, atau warna-warna pastel yang banyak beredar di pasaran. Metode ini akan memberikan kesan luas pada ruangan.

Penghematan penggunaan energi dapat dilakukan dengan cara mengatur tata letak ruangan, sehingga tercapai suhu ruang minimal namun maksimal dalam pencahayaan. Prinsip utama

dalam menurunkan suhu (panas) ruangan adalah mengurangi perolehan panas radiasi matahari yang jatuh mengenai bangunan. Metode tersebut diperoleh melalui “bayangan” bangunan lain atau pohon di sekitar halaman rumah. Pada pengertian ini, tata letak jendela diatur sedemikian rupa agar sinar matahari tidak dipantulkan secara langsung. Cara ini merupakan upaya mendapatkan bias cahaya matahari untuk menerangi ruangan. Tidak dianjurkan untuk menggunakan material full kaca pada dinding yang terkena sinar matahari langsung karena akan memaksimalkan radiasi sinar matahari dan membuka celah naiknya suhu dalam ruangan.

Meminimalkan suhu ruangan dan memaksimalkan pencahayaan dapat dilakukan dengan memasang ventilasi yang tepat, menempatkan ruang-ruang servis pada sisi jatuhnya sinar matahari langsung, atau dengan melakukan penyelesaian rancangan tertentu. Pada pengertian ini, ruang utama seperti ruang tidur, ruang keluarga diletakkan di tengah yang diapit oleh ruang-ruang penunjang/ servis. Hindari menempatkan ruang tersebut di sisi barat kecuali ada bayangan dari bangunan lain atau pohon pada sisi tersebut.

Alternatif lain adalah dengan cara membuat “ruang atap”, yakni ruang diantara penutup atap diberi ventilasi semaksimal mungkin. Hal ini bermaksud agar udara panas yang terperangkap dibawah penutup atap akibat pemanasan matahari dapat dialirkan keluar. Mengoptimalkan ventilasi silang pada setiap ruang juga berfungsi untuk mengatur terjadinya aliran udara sehingga mengurangi udara panas dalam ruangan. Dapat pula dengan cara memposisikan plafond lebih tinggi, yaitu 3,2 meter sampai 3,5 meter dari lantai.

Aksen kolom yang menjadi pembatas “semu” antara areal dapur dan tangga

Perbedaan tinggi lantai juga menjadi pembatas “semu” antara areal dapur dan tangga

Pemilihan warna krem kecoklatan pada dinding memberi kesan ruangan luas dan terang.


Tinggi Plafond 3,2 m2 dari lantai

Gambar 4. Salah Satu Ruangan yang Mengaplikasikan Konsep Green Building pada Perumahan Gedong Mekar Tunjung Residence

Sumber: Hasil Observasi, 2017

Orientasi pembangunan perumahan pada ekonomi terkadang tidak memperhatikan kualitas bahan bangunan yang dipakai. Pada konsep green building disebutkan bahwa kualitas ruang dalam suatu bangunan merupakan hal penting karena kualitas ruang dalam suatu bangunan merupakan hal penting karena menyangkut kualitas kimiawi udara dan kualitas fisik ruangan. Dalam konteks kasus, penerapan Konsep green building tidak hanya bertujuan

untuk melestarikan lingkungan, tetapi juga bertujuan untuk membuat kehidupan manusia lebih baik dan lebih sehat.

Pada konteks kasus, pihak developer cenderung memilih bahan bangunan dengan harga murah tanpa disertai pertimbangan dampak atas lingkungan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tuntutan pangsa pasar yang menginginkan rumah dengan harga murah. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan material re-use. Pada pengertian ini, material merupakan bahan yang berasal dari pembongkaran struktur atau bangunan. Sebagian material yang sudah digunakan, dapat dimanfaatkan kembali. Material yang tidak dapat digunakan lagi seperti bongkahan beton dan bongkahan dinding, dapat dijadikan sebagai bahan urugan bangunan. Material berbahan baku besi, logam, atau plastik dapat dilebur kembali untuk dijadikan bahan bangunan sejenis atau bahan bangunan baru. Penggunaan material lokal juga disarankan untuk menekan biaya transportasi. Material seperti halnya kayu dan bambu merupakan material terbarukan karena dapat ditanam kembali.

Alternatif tersebut di atas dapat diterapkan pada situasi developer memiliki stok material daur ulang. Apabila hal tersebut tidak memungkinkan, terdapat beberapa tips untuk menghindari bahaya bahan bangunan bagi kesehatan, yaitu (i) memilih bahan finishing yang berbahan dasar air karena lebih ramah lingkungan dan kandungan bahan kimia lebih sedikit, (ii) pilih bahan bangunan seperti batu alam, tanah liat, batako, kayu, bambu, genteng tanah, conblok, ijuk, dan lain sebagainya, (iii) apabila rumah baru selesai difinishing, sebaiknya tidak dihuni sementara waktu atau beberapa ventilasi dibiarkan terbuka agar gas yang dihasilkan dapat menetralisir oleh udara segar (CV Astro diakses tanggal 30 April 2017).

Gambar 5. Urugan bangunan dengan menggunakan bekas bongkaran bangunan

Sumber: Hasil Observasi, 2017

Pembangunan yang berorientasi pada jumlah kamar tidur berdampak pada terbatasnya lahan untuk ruang terbuka hijau. Pada konteks ini keberadaan ruang terbuka hijau bertujuan untuk menselaraskan antara bangunan dan lingkungan. Dalam keterbatasan tersebut, penghijauan dapat disiasati dengan beberapa cara sederhana, seperti menanam beberapa jenis tumbuhan atau menempatkan beberapa tanaman dalam beberapa pot, sehingga membentuk taman kecil. Tindakan tersebut dapat “membersihkan” udara kotor karena tanaman bersifat menyerap udara CO2 pada siang hari. Alternatif lain adalah dengan memanfaatkan dinding

sebagai media penghijauan. Cara ini dapat meniminalisasi penggunaan lahan dengan menggunakan tanaman rambat atau menempatkan tanaman dalam sebuah pot yang dapat ditempel di dinding.

Gambar 6. Beberapa alternative penghijauan pada rumah dengan lahan terbuka yang sempit Sumber: Hasil observasi, 2017

Keberadaan ruang tebuka pada areal perumahan tidak hanya berfungsi sebagai penghijauan saja tetapi juga sebagai media untuk mengkonservasi air. Berdasarkan data dari Balai Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah III Denpasar, curah hujan Kota Denpasar pada tahun 2014 termasuk dalam kategori sedang (BPS 2015: 4). Sebuah studi menyatakan bahwa permukaan air tanah di sekitar wilayah Denpasar dan Badung telah mengalami penurunan drastis (Sudiajeng dkk 2014). Hal tersebut berdampak pada mengeringnya air sumur, bahkan sebagian sudah tercemar dan tidak layak konsumsi. Isu lain yang muncul sebagai akibat dari fenomena tersebut adalah kelangkaan air. Faktanya jumlah penduduk kota Denpasar mengalami peningkatan tiap tahunnya dan air merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Oleh karena itu, dalam upaya mengantisipasi hal tersebut, pemerintah tengah mengupayakan konservasi di daerah imbuhan air tanah untuk menjaga keseimbangan air (Sudiajeng dkk 2014)

Berdasarkan Perda Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 16 menyebutkan bahwa konservasi air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi air tanah agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Tindakan mengkonservasi air dapat dimulai dari lingkungan perumahan. Salah satu cara sederhana adalah menggunakan rumput sebagai penutup tanah yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan aliran air hujan menuju saluran drainase (Halief dkk 2011: 52). Upaya tersebut merupakan langkah kecil dalam menimimalisir luapan air saluran drainase yang akan berdampak pada terjadinya banjir.

Fenomena yang telah menjadi tren pada perumahan di seputaran Kota Denpasar adalah penggunaan material perkerasan pada areal terbuka sebagai alternatif untuk mengatasi masalah becek, kebersihan dan estetika lingkungan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan metode konservasi air yang menggunakan rumput sebagai media penutup tanah. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, hanya saja diperlukan beberapa pertimbangan dalam memilih perkerasan terkait upaya konservasi air. Salah satunya adalah memilih perkerasan

yang dapat menyerap air, menggunakan perkerasan pada area tertentu saja. Apabila keadaan mewajibkan menggunakan perkerasan pada seluruh permukaan tanah maka perlu disediakan beberapa titik biopori.

Biopori adalah sebuah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air tanah (Brata, 2009). Resapan tersebut berupa lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm dengan kedalaman sekitar 100 cm atau kedalaman tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang tersebut di isi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya aktivitas fauna tanah (Hilwa 2009: 5)

Gambar 6. Detail Biopori

Sumber: https://alamendah.files.wordpress.com/2009/10/lubang-biopori.jpg, diakses tanggal 30 April 2017

Alternatif ketiga adalah dengan membuat taman hujan. Secara umum, taman hujan menyerupai sumur resapan hanya saja metode ini dapat menambah keindahan halaman rumah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009, pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa Sumur Resapan adalah lubang yang dibuat untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah atau lapisan batuan pembawa air. Pada konteks studi kasus, membuat taman hujan merupakan metode konservasi air yang lebih efektif dibandingkan dengan sumur resapan. Desain taman hujan dapat dibuat sederhana seperti mangkuk atau cekungan tanah dangkal yang ditanami berbagai jenis tumbuhan berakar dalam. Pada bagian lapisan di bawah tanaman di isi gravel, pasir, dan lapisan tanah alami (Halief dkk 2011: 53-55). Fungsi taman hujan ini adalah sebagai penyerap air hujan secara efektif karena menyerap hingga 40% air limpasan lebih banyak dibangdingkan dengan taman biasa.

Gambar 7. Salah Satu Contoh Penerapan Taman Hujan

Sumber: https://rahmafir.files.wordpress.com/2014/01/planting2.jpg?w=470&h=353 (kiri) dan https://rahmafir.files.wordpress.com/2014/01/standridge.jpg?w=466&h=382 (kanan)

diakses tanggal 30 April 2017

Selain mempertimbangkan pengolahan air hujan, pengolahan limbah juga merupakan hal penting yang wajib dipertimbangkan dengan baik. Seperti yang diketahui bahwa limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu limbah padat dan limbah cair. Pada konteks ini, yang dimaksud dengan limbah padat adalah sampah. Beberapa tahun belakangan, Pemerintah Daerah Kota Denpasar telah mensosialisasikan mengenai pemisahan tempat sampah antara sampah organik dan sampah non organik. Pada beberapa titik ruang publik di Denpasar pun sudah menerapkan sistem ini. Pemisahan jenis sampah tersebut bertujuan untuk mempermudah pengolahannya, seperti sampah organik dapat diolah menjadi pupuk dan sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi sebuah karya yang bernilai jual.

Cara tersebut cukup mudah diterapkan pada lingkungan rumah tangga sehingga sampah dapat dimanfaatkan kembali. Metode ini sangat sederhana, tanpa mengeluarkan biaya banyak, tetapi memberikan dampak postitif bagi penghuninya. Apabila cara ini benar-benar diterapkan, maka sangat membantu dalam menghemat biaya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan mengurangi kebutuhan lahan tempat pembuangan sampah akhir (TPA).

Limbah rumah tangga yang kedua adalah limbah cair. Limbah ini biasanya berasal dari limbah dapur, kamar mandi/ WC, dan limbah cucian. Begitu banyak teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair, baik dilakukan secara mandiri maupun oleh pemerintah. Salah satu yang cara umum yang dapat diterapkan secara mandiri adalah sanitasi septictank dan sumur peresapan. Setiap rumah tinggal di Kota Denpasar pasti memiliki septictank, akan tetapi tidak semua menyiapkan sumur peresapannya. Ditinjau berdasarkan fungsinya, sumur peresapan ini dapat menghemat biaya sedot tinja. Sumur ini dapat dibuat dengan cara sederhana dan tidak memerlukan biaya berlebih.

Bahan yang diperlukan hanya drum bekas, koral, kayu,ijuk, pipa pralon. Cara pengerjaannya pun sangat sederhana, yaitu drum dilubangi dengan garis tengah 1cm, jarak antara lubang 10cm. Pembuatan lubang di luar dapur dengan ukuran panjang, lebar dan dalam masing-masing 110cm. Di dasar lubang diberi koral/ijuk setebal 20cm dan drum dimasukkan ke dalam lobang tersebut. Sela-sela drum diselingi dengan koral/ijuk. Kemudian dibuat saluran air limbah ukuran ½ buis, atau dari pasangan batu bata. Drum ditutup dengan kayu/bambu atau kalau ingin lebih tahan lama dicor dengan campuran semen dan pasir yang diberi penguat besi.

Gambar 8. Ilustrasi Saluran Septictank ke Sumur Peresapan

sumber : http://www.iptek.net.id/ind/warintek/5e8.html, diakses tanggal 4 desember 2014

Pemerintah Kota Denpasar melalui Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) juga telah menyiapkan jaringan untuk pembuangan limbah cair. Hal tersebut tentunya akan membantu masyarakat dalam menangani limbah cair yang dihasilkan masing- masing rumah tangga. Keberadaan DSDP ini merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap sumber daya air. Garis besar sistem kerja proyek ini adalah menghubungkan saluran limbah dari rumah penduduk melalui jaringan pipa menuju instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Suwung. Pada tempat tersebut, limbah akan diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan air yang aman untuk disalurkan kembali ke laut (Muchsin dan Nur Jaman, 2013: 51).

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulan bahwa terdapat empat aspek dalam konsep green building yang dapat dijadikan acuan solusi dalam mengatasi permasalahan perumahan di Kota Denpasar, antara lain efisiensi dan penghematan energi, konservasi air, pengunaan material daur ulang, faktor kesehatan dan kenyamanan ruang. Upaya penerapan konsep juga disesuaikan dengan perilaku masyarakat Kota Denpasar yang cenderung menginginkan cara sederhana, murah dan praktis.

Upaya penghematan energi pada ruangan yang sempit dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu memposisikan jendela pada area yang tidak terkena sinar matahari langsung, apabila ruangan terpapar sinar matahari langsung, dapat diakali dengan memberikan dinding atau pohon besar untuk menghalanginya. Cara lain dapat dengan cara menambahkan ventilasi dengan posisi yang tepat, meninggikan plafond dan menambah ventilasi pada ruang atap.

Konservasi air pada tingkat rumah tinggal dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menanam rumput sebagai media menutup tanah, menggunakan perkerasan yang memiliki daya serap air tinggi, membuat biopori, atau membuat taman hujan pada sisa lahan di halaman rumah.

Menggunakan material re-use sebagai alternatif memilih bahan bangunan misalnya bekas puing bangunan dijadikan sebagai urugan tanah. Hindari penggunaan bahan yang mengandung asbestos, pilih bahan finishing yang berbahan dasar air, jangan masuk ruangan yang baru selesai difinishing, apabila ruangan baru selesai difinishing, beberapa ventilasi dibiarkan terbuka agar gas yang dihasilkan dapat menetralisir oleh udara segar. Hal tersebut dapat meminimalisir bahaya material bangunan bagi kesehatan manusia.

Memperoleh kesehatan dan kenyamanan ruang dapat disiasati dengan mengurangi sekat dalam ruangan dengan cara menggunakan partisi, perbedaan level lantai, atau perbedaan warna lantai. Selain dari pada itu mengaplikasikan warna cat yang terang namun sejuk di mata, seperti putih, krem maupun warna pastel juga merupakan solusi untuk memperoleh ruang yang nyaman. Selain dari pada itu, pengolahan limbah rumah tangga juga merupakan faktor penting terwujudnya lingkungan sehat dan nyaman. Pengolahan limbah baik limbah cair maupun limbah padat dapat ditempuh dengan beberapa cara sederhana. Pengolahan limbah padat yang dalam hal ini adalah sampah, dimulai dari pemisahan tempat sampah organik dan anorganik. Pengolah limbah cair dapat dilakukan dengan cara membuat sumur resapan atau memanfaatkan fasilitas DSDP dari Pemerintah Kota Denpasar.

Penghijauan merupakan bagian pendukung dalam terciptanya rumah sehat dan nyaman. Pada areal rumah yang areal sempit, penghijauan dapat dilakukan dengan cara terdapat beberapa cara, yaitu: memanfaatkan lahan sisa dengan menanam beberapa tanaman dalam beberapa pot sehingga terbentuk taman kecil, menggunakan dinding sebagai media tanam untuk tanaman rambat atau tanaman yang ditanam dalam pot dinding.

Daftar Pustaka

Brata. (2009). Lubang Resapan Biopori untuk Mitigasi Banjir, Kekeringan dan Perbaikan. Paper presented at Seminar Lubang Biopori (LBR) dapat Mengurangi Bahaya Banjir diselenggarakan di Gedung BPPT, Jakarta.

CV Astro (T.t). Tips Memilih Material (bahan) Bangunan Untuk Kesehatan. Retrived from https://cvastro.com/tips-memilih-material-bahan-bangunan-untuk-kesehatan.htm. 30 April 2017

BPS. (2017). Denpasar dalam Angka 2016.

Halief, dkk. (2011). Pengembangan Teknik Bioretention dalam Mengatasi Limpasan Air Hujan. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma. 18-19 Oktober 2011.

Hilwa (T.t). Lubang Resapan Biopori (LRB) Pengertian dan Cara Membuatnya di Lingkungan Kita. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

Evierni, dkk. (2010). Perumahan dan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Bina Husada, 6(1), 4448.

Firsani, T. & Utomo, C. (2012). Analisa Life Cycle Cost pada Green Buildingi Diamond Building Malaysia. Jurnal Tenik ITS, 1(1), 34-39.

Fitriani, A. (2008). Rumah Sederhana Sehat. (Skripsi), Departemen Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Gunawan, R. (2009). Rencana Rumah Sehat. Yogyakarta: Kanisius.

Karyono, T. H. (2010). Green Architcture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muchin, N. J. (2013). Metode Pelaksanaan Konstruksi Denpasar Sewerage Development Project. Retrived from https://atpw.files.wordpress.com/2013/03/f6-muchsinl.pdf diakses 30 April 2017

Onrizal. (2015). Ekosistem Sungai dan Bantaran Sungai. e-USA Repository Universitas Sumatera Utara.

Pasaribu, R. B. F. (2015). Kebudayaan dan Masyarakat. Retrived from http://eprints.dinus.ac.id/14516/1/[Materi]_Bab_04_kebudayaan_dan_masyarakat.p df. 24 oktober 2015.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pemanfaatan Air Hujan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung Hijau.

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Pengolahan Air Tanah.

Peraturan Walikota Denpasar Denpasar Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Peraturan Zonasi Kecamatan Denpasar Selatan.

Putrawan, I M. (2014). Konsep-Konsep Dasar Ekologi Dalam Berbagai Aktivitas Lingkungan. Bandung: Alfabeta.

Pengelolaan    Air    Limbah    Rumah    Tangga    II.    Retrived    from

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/5e8.html. 4 desember 2014

Sueca, N. P. (2014). Strategi Penanggulangan Permukiman Kumuh Melalui Konsep Green Building Menuju Bali yangGreen and Clean’. Paper presented at Seminar Penyebar

luasan Informasi bidang penataan Bangunan dan Lingkungan dalam Rangka Hari Habitat, Denpasar. 13 Oktober 2014.

Sudiajeng, L., Parwita, I G. L, Mudhina, M., dkk. (2014). Kajian Teknis Pengelolaan Air Tanah Kota Denpasar. Laporan Akhir Tahun 2014.

Wiyono, dkk. (2014). Pengaruh Parameter Bangunan Hijau GBCI Terhadap Fase Proyek.

Jurnal Dimensi Utama Teknik Sipil, 1(1), 1-6.

Gambar

http://www.iptek.net.id/ind/warintek/5e8.html, diakses 19 Maret 2015

https://alamendah.files.wordpress.com/2009/10/lubang-biopori.jpg, diakses 30 April 2017

https://rahmafir.files.wordpress.com/2014/01/planting2.jpg?w=470&h=353,       diakses

tanggal 30 April 2017

https://rahmafir.files.wordpress.com/2014/01/standridge.jpg?w=466&h=382,      diakses

tanggal 30 April 2017

Narasumber

I Wayan Pageh Santosa, pemilik perusahaan PT. Putra Pande Rijasa

176

SPACE - VOLUME 4, NO. 2, OCTOBER 2017