RUANG


PLACE ATTACHMENT PADA KAWASAN KOMERSIAL DI JALAN DANAU TAMBLINGAN, SANUR

SPACE


Oleh: I Gusti Ayu Canny Utami 1

Abstract

Commercial buildings nowadays are not merely functioned as places for buying and selling products and/or services. However, they also provide spaces for socializing, as well as recreational purposes. Fact shows that visitors have a tendency to spend times regularly at places that are not only able to accommodate their needs but also have the capacity to generate emotional ties between them and these places they are in (place attachment). The goal of this study is to identify as to how a sense of place attachment emerges between Jalan Danau Tamblingan-Sanur Corridor and visitors who visited public spaces and commercial buildings located along this corridor. It applies quantitative research metode accompanied with various deskriptive explanations. Data was collected by distributing questionnaires to 100 visitors who were selected using an accidental sampling technique. Research findings show that a place attachment in Jalan Danau Tamblingan Corridor reaches the highest level of 60% and the lowest of 40%. This statistic has been influenced by both physical and social factors, which are listed respectively from the highest to the lowest, as follows: built environment with a variant of 35, 912 %; natural environment with a varian of 11,249 %; social factor with a variant of 10, 134 %; and social symbols with a variant of 8,338%.

Keywords: place attachment, commercial buildings, Jalan Danu Tamblingan, Sanur

Abstrak

Bangunan komersial saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat aktifitas jual beli barang dan/atau jasa saja, tetapi juga menjadi tempat bersosialisasi, serta hiburan. Pengunjung memiliki kencendrungan beraktifitas dan menghabiskan waktu pada suatu tempat secara berkala, pada tempat yang mampu memenuhi kebutuhan mereka akan menciptakan ikatan emosional pada tempat tersebut (place attachment). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana place attachment pengunjung terhadap ruang publik / bangunan komersial yang berlokasi di Jalan Danau Tamblingan, Sanur. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif yang disertai dengan penjelasan secara deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan kuisioner yang diberikan kepada 100 orang yang ditentukan melalui teknik accidental sampling. Hasil penelitian menunjukan place attachment pada kawasan ini pada tingkat tinggi sebesar 60% dan rendah sebesar 40%. Faktor fisik dan sosial yang paling mempengaruhi place attachment pengunjung pada kawasan komersial secara berurutan dari yang paling dominan yaitu: faktor built environment yang paling dominan dengan nilai varians adalah 35, 912 %, faktor natural environment dengan nilai varians 11,249 %, faktor social arena dengan nilai varians 10, 134 %, dan yang terakhir social symbol dengan nilai varian sebesar 8,338%.

Kata kunci: place attachment, bangunan komersial, Jalan Danu Tamblingan, Sanur

1


Pendahuluan

Pengalaman tentang sebuah tempat atau ruang merupakan sesuatu yang unik bagi setiap individu dan secara langsung berkaitan dengan pengalaman hidupnya. Rubinstein dan Parmelee dalam Altman (1992) mengemukakan bahwa pengalaman hidup memiliki kualitas emosional yang menghasilkan ikatan pada tempat, kejadian, peristiwa Manusia memiliki kebutuhan untuk membentuk keterikatan tidak hanya dengan sesama manusia tetapi juga dengan lingkungan dan tempat di sekitar mereka. Perasaan senang dan betah secara tidak sadar membuat penggunaan ruang terus berulang sehingga dapat menciptakan keterikatan emosi pada tempat tersebut. Perasaan emosional yang mengikat orang pada suatu tempat tertentu dan perkembangan hubungan antara orang dan ruang tersebut menghasilkan place attachment / keterikatan wisatawan pada tempat.

Terdapat dua definisi utama yang digunakan dalam sejarah penelitian place attachment. Definisi pertama, yang paling dikenal dan digunakan mengenai place attachment diusulkan oleh Altman dan Low (1992), dikatakan bahwa place attachment adalah ikatan emosional yang mendalam atau hubungan yang dikembangkan pada suatu tempat tertentu dari waktu ke waktu melalui interaksi positif yang diulang. Studi definisi kedua menempatkan place attachment sebagai identitas tempat dan tempat ketergantungan (Vaske dan Kobrin, 2001; Williams & Roggenbuck, 1989). Ketergantungan pada tempat (place dependence) diartikan sebagai pentingnya seorang individu melekat pada penggunaan suatu tempat tertentu.. Identitas tempat (place identity) dimensi diri yang menentukan identitas individu dalam kaitannya dengan lingkungan fisik. Tuan (1980) menduga adanya keadaan yang mengakar pada, kepribadian seseorang sehingga menyatu dengan suatu tempat. Fungsi utama tempat ini adalah untuk menimbulkan rasa memiliki dan keterikatan. Dengan demikian, konsep place attachment didasarkan pada ikatan emosional yang kuat pada suatu tempat yang berkembang dari waktu ke waktu.

Penelitian tentang place attachment dilakukan melalui berbagai pandangan dan disiplin. Bidang ilmu yang meneliti tentang hal ini antara lain psikologi lingkungan, geografi, dan sosiologi, dengan rumah tinggal, kota, dan tempat rekreasi sebagai objek penelitian. Penelitian yang membahas fenomena place attachment di ruang publik masih terbatas. Salah satu contoh bentuk ruang publik yang menarik untuk diteliti adalah bangunan komersial.

Dengan berkembangnya masyarakat urban, berbagai bangunan komersial baik café, restaurant, retail, coffee shop, serta pusat perbelanjaan menjadi tempat favorit kaum muda untuk berkumpul, serta telah melekat menjadi gaya hidup anak muda masa kini. Kecenderungan beraktivitas pada tempat yang mampu memenuhi kebutuhan mereka secara rutin dan berulang dapat menciptakan keterikatan emosi pada tempat tersebut (place attachment). Hal inilah yang mengakibatkan pentingnya meneliti keterikatan terhadap ruang publik khususnya pada bangunan komersial sebagai tempat yang mampu memfasilitasi pemenuhan kebutuhan hidup seseorang.

Metode Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana place attachment pengunjung pada kawasan komersial di Jalan Danau Tamblingan, Sanur maka penulis menggunakan metode kuantitatif yang disertai

dengan penjelasan secara deskriptif kualitatif. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan skala likert dan analisis faktor Data diperoleh berdasarkan sebaran kuisioner kepada sebanyak 130 orang responden yang dipilih melalui teknik accidential sampling dengan ketentuan sudah pernah berkunjung ke tempat tersebut sebelumnya.

Definisi Place Attachment

Place attachment merupakan suatu ikatan yang dibentuk manusia dengan tempat (Low dan Altman, 1992). Ikatan ini terbentuk secara positif, dan tumbuh seiring dengan panjangnya waktu manusia beraktivitas di tempat tersebut.

Kata “attachment” mengacu pada pengaruh, sedangkan kata “place” mengacu pada “pengaturan lingkungan di mana orang secara emosional dan budaya melekat”. Place attachment berpotensi menawarkan prediktabilitas dalam rutinitas sehari-hari, tempat untuk bersantai dari kehidupan formal, dan kesempatan untuk mengontrol berbagai bidang kehidupan. Hal ini juga memberikan kesempatan untuk berhubungan dengan teman dan masyarakat secara nyata. Hubungan sejarah dan budaya dapat terjadi melalui tempat atau simbol yang berkaitan dengan tempat. Tempat ini kemudian menjadi bagian dari pengalaman hidup, jalinan komponen pengalaman hidup, dan tidak terlepas darinya (Low & Altman, 1992). Menurut Vaske dan Kobrin (2001), dilihat dari perspektif psikologis hubungan antara orang dengan tempat menunjukkan bahwa makna suatu tempat dibagi dalam dua indikator place attachment yaitu tempat ketergantungan (place dependence) dan identitas tempat (identity place).

Ketergantungan pada tempat (place dependence): Ketergantungan pada tempat (keterikatan fungsional) merefleksikan pentingnya sebuah tempat dalam menyediakan fasilitas dan fitur yang mendukung tujuan spesifik atau aktivitas yang diinginkan (William &Roggenbuck, 1989). Place attachment fungsional mencakup karakteristik fisik suatu area dan dapat meningkat ketika lokasi suatu tempat cukup dekat sehingga memungkinkan untuk sering dikunjungi. Ketergantungan pada tempat menunjukkan hubungan yang berkelanjutan dengan sebuah setting tertentu. Ketergantungan pada tempat juga berhubungan positif untuk mendukung pengembangan fasilitas yang berkaitan dengan kelengkapan flow dan penyaringan penggunaan fungsi fasilitas ketika identitas kurang memberikan peran. Fasilitas alam (misalnya: ruang terbuka masyarakat) merupakan area yang ideal untuk membangun keterikatan fungsional.

Identitas tempat (place identity): Identitas sebuah tempat atau (keterikatan emosional) mengacu pada kepentingan simbolik sebuah tempat sebagai tempat tersembunyi untuk mencurahkan emosi dan hubungan yang memberikan makna serta tujuan hidup. Place identity (keterikatan emosional) bukan akibat langsung dari salah satu pengalaman khusus, melainkan investasi psikologis dengan pengaturan yang telah berkembang dari waktu ke waktu. Riwayat kunjungan berulang karena place attachment dapat memunculkan identitas tempat tersebut. Place identity diartikan sebagai cara orang menggabungkan tempat ke dalam konsep terbesar dalam identitas mereka atau indera mereka. Kepekaan akan suatu tempat (sense of place) terjadi ketika muncul kenyamanan dan perasaan aman yang

dirasakan seseorang ketika berhubungan dengan tempat tersebut, yang bagi banyak orang diterjemahkan sebagai rasa memiliki. Dari beberapa konsep place attachment di atas, dapat disimpulkan bahwa place attachment merupakan kualitas hubungan antara manusia dengan suatu tempat yang menunjukkan keterikatan emosi antara manusia dengan ruang serta pemenuhan kebutuhan akan tempat dan identitas (Grace, Imam dan Achmad, 2015).

Pemahaman Place Attachment dalam “Tripatriate Organizing Framework”

“We propose a three-dimensional framework of place attachment that usefully structures the varied definitions in the literature. This framework proposes that place attachment is a multidimensional concept with person, psychological process, and place dimensions. The first dimension is the actor: who is attached? To what extent is the attachment based on individually and collectively held meanings? The second dimension is the psychological process: how are affect, cognition, and behavior manifested in the attachment? The third dimension is the object of the attachment, including place characteristics: what is the attachment to, and what is the nature of, this place? This threedimensional framework of place attachment organizes the main definitions in the literature and, as knowledge grows about the specific levels within each of these dimensions, a comprehensive understanding of place attachment will be reached” (Scannel dan Gifford, 2010).

Gambar 1. The Tripatriate Model of Place Attachment Sumber: Scannel dan Gifford, 2010

Fungsi Place Attachment

“According to our person–process–place (PPP) framework, place attachment is a bond between an individual or group and a place that can vary in terms of spatial level, degree of specificity, and social or physical features of the place, and is manifested through affective, cognitive, and behavioral psychological processes. However, the question of why people develop such enduring psychological bonds with place remains. Most likely, place attachment bonds exist because they serve several functions. Of those speculated upon in the literature, the most common include survival and security, goal support, and temporal or personal continuity” (Scannel dan Gifford, 2010).

Beberapa fungsi lain dari place attachment diantaranya: meningkatkan rasa memiliki seseorang terhadap suatu tempat (Giulani, 2003) dan melalui kualitas sosial atau fisik yang berbeda dengan yang lainnya dapat meningkatkan identitas dan meningkatkan harga diri seseorang ( Twiger-Ross dan Uzzell, 1996). Chattarjee, 2015 juga menyebutkan:

“Some have suggested that place attachment is a precursor for place friendship in children.”

Mengukur Place Attachment

Untuk mengetahui tingkat place attachment dalam penelitian ini akan digunakan skala pengukuran Place Attachment Index (PAI) oleh Williams dan Vaske (2003). Terdapat dua

faktor utama dalam mengidentifikasikan adanya place attachment, yaitu place dependency dan place identity. Kedua faktor tersebut terdapat dalam 12 Place Attachment Indeks yang akan digunakan dalam menemukan tingkat place attachment masyarakat pada kawasan komersial di Jalan Danau Tamblingan Sanur. Berikut ini adalah Place Attachment Index (PAI) oleh Williams dan Vaske (2003) dan interpretasi tanpa penghilangan makna yang akan digunakan dalam penelitian ini (nomor ganjil menggambarkan place identity dan nomor genap menunjukan place dependency:

Tabel 1. Interpretasi Place Attachment Index (PAI) oleh Williams dan Vaske (2003)

Place Attachment Index (PAI)       Interpretasi Place Attachment Index (PAI)


  • 1.    I feel (place name) is a part of me.

  • 2.    (Place name) is the very best place for what I like to do.

  • 3.    (Place name) is very special to me.

  • 4.    No other place can compare to (place name).

  • 5.    I identify strongly with (place name).

  • 6.    I get more satisfaction out of visiting (place name) than any other.

  • 7.    I am very attached to (place name).

  • 8.    Doing what I do at (place name) is more important to me than doing it in any other place.

  • 9.    Visiting (place name) says a lot about who I am.

  • 10.    I wouldn’t substitute any other area for doing the types of things I do at (place name).

  • 11.    (Place name) means a lot to me.

  • 12.    The things I do at (place name) I would enjoy doing just as much at a similar site.


  • 1.    Saya merasa tempat ini adalah bagian dari diri saya.

  • 2.    Tempat ini adalah tempat terbaik untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

  • 3.    Tempat ini sangat spesial bagi saya.

  • 4.    Tidak ada tempat lain yang dapat menandingi tempat ini.

  • 5.    Saya sangat mengenali/familiar dengan tempat ini.

  • 6.    Saya meras sangat nyaman berada di tempat ini dibandingkan dengan berada di tempat lain.

  • 7.    Saya sangat betah dan terikat dengan tempat ini.

  • 8.    Saya lebih memilih melakukan hal yang saya sukai di tempat ini dibandingkan dengan di tempat lain.

  • 9.    Tempat ini mampu merepresentasikan diri saya.

  • 10.    Saya tidak memilih tempat lain untuk menghabiskan waktu dan melakukan hal yang saya suka selain di tempat ini.

  • 11. Tempat ini sangat berarti bagi saya

  • 12. Saya akan merasa nyaman menghabiskan waktu dan melakukan hal yang saya sukai pada tempat yang serupa dengan tempat ini.


Koridor Komersial

Menurut Moughtin (1992: 41), suatu koridor biasanya pada sisi kiri kanannya telah ditumbuhi bangunan-bangunan yang berderet memanjang di sepanjang ruas jalan tersebut. Keberadaan bangunan-bangunan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menampilkan kualitas fisik ruang pada lingkungan tersebut. Menurut Bishop (1989:93), terdapat dua macam urban koridor, yaitu koridor komersial dan scenic koridor. Bentuk koridor komersial dimulai dari area-area komersial menuju pusat urban berupa kompleks bangunan perkantoran dan pusat-pusat pelayanan jasa perdagangan yang terbentuk di sepanjang koridor, disertai kondisi aktivitas padat. Koridor komersial termasuk di dalamnya memiliki jalur pejalan kaki untuk aktivitas dan pergerakan manusia dan jalan untuk transportasi kendaraan utama yang melewati kawasan kota. Menurut Carr, et al. dalam

Carmona, dkk. (2003: 88), bentuk fisik koridor dapat berperan secara baik jika mengandung unsur comfort, relaxation, passive engagement, active angagement, dan discovery.

Faktor Fisik dan Sosial Pembentuk Koridor Komersial

Place attachment pada suatu tempat dipengaruhi oleh faktor fisik dan sosial tempat tersebut. Untuk mengidentifikasi place attachment pada koridor komersial maka teori pembentuk koridor dapat dijadikan sebagai indikator. Faktor fisik pembentuk koridor yaitu : Sebaran Fungsi Komersial, Sistem Sirkulasi dan Parkir (Sirculation and Parking), Bentuk dan Masa Bangunan : Eksterior dan Interior, Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways), Ruang Terbuka dan Tata Hijau (Open Space), Sistem Petanda, Landmark, dan Street Furniture. Faktor sosial pembentuk koridor yaitu: Hubungan Kekerabatan, Aktivitas, Komunitas, Interaksi Sosial, Budaya, dan Keamanan.

Lokasi Penelitian : Jalan Danau Tamblingan – Sanur

Gambar 1. Peta Lokasi Jalan Danau Tamblingan – Sanur Sumber : Google Map, 2016

Lokasi penelitian berada pada kawasan komersial di Jalan Danau Tamblingan – Sanur. Tepatnya di wilayah sekitar pesisir Pantai Sanur. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu kawasan komersial yang berkembang di sepanjang Pantai Sanur, dan ramai pengunjung baik domestik maupun mancanegara setiap harinya. Jalan Danau Tamblingan membentang dari ujung utara hingga selatan sepanjang kurang lebih 2 km. Setiap harinya kawasan ini ramai dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun international. Berbagai fasilitas yang ada di kawasan komersial ini diantaranya : restaurant, coffee shop, toko souvenir, ice cream shop, butik, money changer, toko retail, mini market, supermarket, villa, hotel dan lainnya.

Karakteristik Responden

Karakterisitik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Responden

Variabel

Karakteristik

Jumlah (orang)

Persentase (%)

a) 21 - 30 Tahun

33

33

b) 31 - 40 tahun

44

44

Umur

c) 41 - 50 tahun Jenis Kelamin

23

23

a) Laki – laki

42

42

Jenis kelamin

b) Perempuan Intensitas Kunjungan

58

58

Intensitas Kunjungan

a.) Jarang

38

38

b.) Sering

62

62

Kewarganegaraan a) WNI

43

43

Kewarganegaraan

b.) WNA

57

57

Sumber: Data Primer diolah, 2017

Place Attachment pada Kawasan Komersial di Jalan Danau Tamblingan

Tingkat place attachment diolah hanya menjadi 2 kelompok, yaitu yang pertama pada tingkat rendah dan yang kedua pada tingkat tinggi. Kelompok tingkat place attachment sedang ditiadakan untuk menghindari kerancuan hasil. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan skala linkert. Untuk melihat penilaian responden terhadap setiap variabel dan indikatornya secara keseluruhan dapat dilihat dari nilai persentase skor ideal yang diperoleh dari hasil pembagian antara skor aktual (skor hasil penjumlahan dari jawaban responden) dengan skor ideal (skor tertinggi yang mungkin dicapai). Untuk menginterpretasikan hasil penilaian responden digunakan kriteria persentase skor tanggapan responden terhadap skor ideal sebagai berikut:

Tabel 3. Kreteria Persentase Skor Tanggapan Responden Terhadap Skor Ideal

No.

% Jumlah Skor

Kreteria

1.

25,00 – 62,50

Rendah

2.

62,50-100

Tinggi

Sumber : Analisis Penulis 2017

Berikut ini disajikan skor tanggapan responden terhadap place attachment. Tabel II menjelaskan skor tanggapan responden terhadap place identity. Dari tabel tersebut diketahui bahwa skor aktual untuk place identity adalah sebesar 1536 dan skor ideal sebesar dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 64%, berada pada rentang interval 62,50 - 100. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanggapan responden terhadap place identity tergolong dalam kategori tinggi. Tabel III menjelaskan skor tanggapan responden terhadap place dependece. Dari tabel tersebut diketahui bahwa skor aktual untuk place dependence sebesar 1521 dan skor ideal sebesar 1080 dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 63,33%, berada pada rentang interval 62,50-100. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanggapan responden terhadap place dependence tergolong pada kategori tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat persentase nilai place identity lebih tinggi dibandingkan dengan persentase nilai place

dependence, walaupun persentase nilai akhir tidak memiliki perbedaan yang signifikan namun hal tersebut cukup menunjukan bahwa place attachment pengunjung kawasan komersial Jalan Danau Tamblingan cendrung berada pada kategori place identity. Hal tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terciptanya place attachment pada pengunjung.

Tabel 4. Place Identity

Place Identity

Jawaban Responden

Total

Skor Aktual

Skor Ideal

STS

TS

S

SS

Saya merasa tempat ini adalah bagian dari diri saya.

10

34

37

19

100

265

400

Tempat ini sangat spesial bagi saya.

15

31

42

12

100

251

400

Saya sangat mengenali/familiar dengan tempat ini.

3

14

80

3

100

283

400

Saya sangat betah dan terikat dengan tempat ini.

10

42

39

9

100

248

400

Tempat ini mampu merepresentasikan diri saya.

16

27

55

2

100

243

400

Tempat ini sangat berarti bagi saya

11

36

49

4

100

246

400

Total

Persentase

Kategori

1536

2400

64 % Tinggi

Sumber : Analisis Penulis 2017

Tabel 5. Place Dependance

Place Dependance

Jawaban Responden

Total

Skor Aktual

Skor Ideal

STS

TS

S

SS

Tempat ini adalah tempat terbaik untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

10

29

50

11

100

262

400

Tidak ada tempat lain yang dapat menandingi tempat ini.

16

32

48

4

100

240

400

Saya meras sangat nyaman berada di tempat ini dibandingkan dengan berada di tempat lain.

6

28

61

5

100

265

400

Saya lebih memilih melakukan hal yang saya sukai di tempat ini dibandingkan dengan di tempat lain.

26

20

50

4

100

243

400

Saya tidak memilih tempat lain untuk menghabiskan waktu dan melakukan hal yang saya suka selain di tempat ini.

16

23

54

7

100

252

400

Saya akan merasa nyaman menghabiskan waktu dan melakukan hal yang saya sukai pada tempat yang serupa dengan tempat ini.

4

36

57

3

100

259

400

Total

1521

2400

Persentase

63,33%

Kategori

Tinggi

Sumber : Analisis Penulis 2017

Selanjutnya hasil jawaban responden diolah secara menyeluruh. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan SPSS 15.0 diperoleh bahwa sebanyak 40% dari responden berada pada tingkat place attachment rendah, sedangkan sebanyak 60% dari responden berada pada kategori tingkat place attachment tinggi.

Tabel 6. Tingkat Place Attachment

Statistics

Skor

N

Valid

100

Missing

0

Skor

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid   Rendah

40

40.0

40.0

40.0

Tinggi

60

60.0

60.0

100.0

Total

100

100.0

100.0

Faktor – factor yang Berkontribusi dalam Terbentuknya Place Attachment pada Kawasan Komersial di Jalan Danau Tamblingan

  • 1.    Uji Asumsi Analisis Faktor

Analisis faktor membutuhkan serangkaian asumsi, antara lain; korelasi antar variabel independen, dalam analisis faktor, harus > 0,5 dengan signifikansi < 0,05. Hasil uji korelasi antar variabel independen ada pada output KMO and Bartlett’s Test, sebagai berikut:

Tabel 7. Output KMO and Bartlett’s Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

.559

Bartlett's Test of

Approx. Chi-Square

1524.376

Sphericity

df

561

Sig.

.000

Dari ke-34 variabel yang ada, maka selanjutnya dapat dilihat nilai MSA-nya. Apabila ada nilai MSA yang dibawah 0,5 maka variabel tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut. Dari 34 variabel terdapat 20 variabel yang nilai MSA yang tidak memenuhi syarat. Langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian ulang ke 14 variabel yang memenuhi syarat. Berikut ini adalah nilai KMO dan Barlett Test serta Nilai MSA setelah dilakukan pengujian ulang.

Tabel 8. Output KMO and Bartlett’s Test (pengujian ulang)

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

Bartlett's Test of       Approx. Chi-Square

Sphericity              df

Sig.

.802

895.968

91 .000

Dari hasil output pada tabel – dapat diihat bahwa nilai KMO dan Barlet Test mengalami kenaikan dari 0,559 menjadi 0,802 dengan tingkat signifikansi tetap (0,000). Hal ini disebabkan oleh penghilangan variabel dengan angka MSA < 0,5. Dengan demikian nilai

MSA semua variabel sudah diatas 0,5. Berdasarkan buku Singgih Santoso (2004:19) angka KMO dan Bartlett Test harus diatas 0,5 dan signifikan harus dibawah 0,005. Karena sudah tidak terdapat variabel dengan nilai MSA dibawah 0,5 maka dapat dilakukan analisis lebih lanjut.

  • 2.    Penjelasan Variabel Oleh Faktor

Dari penjelasan variabel oleh faktor adalah seberapa besar faktor yang nantinya terbentuk mampu menjelaskan variabel. Untuk itu harus dilihat tabel Communalities sebagai berikut:

Tabel 9. Communalities

Initial

Extraction

X1

1.000

.575

X31

1.000

.665

X33

1.000

.931

X44

1.000

.480

X51

1.000

.721

X61

1.000

.478

X72

1.000

.616

X82

1.000

.756

X91

1.000

.335

Y11

1.000

.477

Y23

1.000

.743

Y42

1.000

.918

Y51

1.000

.906

Y6

1.000

.587

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Menurut Singgih Santoso (2004:42), tabel Communalities pada dasarnya adalah jumlah varian (dalam persentase), suatu variabel yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada. Berdasarkan nilai yang ada pada tabel Communalities, maka dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar nilai Communalities pada variabel yang terbentuk maka semakin erat hubungan tersebut dengan faktor yang terbentuk.

  • 3.    Faktor Yang Mungkin Terbentuk

Menurut Singgih Santoso (2004:43), tabel Total Variance Explained, menggambarkan jumlah faktor yang terbentuk. Untuk melihat faktor yang terbentuk dapat dilihat pada nilai eigenvalue-nya, dengan ketentuan nilainya harus > 1. Eigenvalue menunjukan kepentingan relative masing-masing faktor dalam menghitung varians dari total variabel yang ada. Jumlah angka eigenvalue susunannya diurutkan dari nilai yang terbesar. Banyak faktor yang mungkin terbentuk dapat dilihat pada tabel Total Variance Explained sebagai berikut:

Tabel 10. Total Variance Explained

Component

Initial Eigenvalues

Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadings

Total

% of Variance

Cumulative %

Total

% of Variance

Cumulative %

Total

% of Variance

Cumulative %

1

5.028

35.912

35.912

5.028

35.912

35.912

4.308

30.774

30.774

2

1.575

11.249

47.161

1.575

11.249

47.161

2.058

14.698

45.472

3

1.419

10.134

57.295

1.419

10.134

57.295

1.462

10.445

55.917

4

1.167

8.338

65.633

1.167

8.338

65.633

1.360

9.716

65.633

5

.933

6.666

72.299

6

.881

6.292

78.591

7

.791

5.652

84.243

8

.663

4.733

88.977

9

.469

3.353

92.330

10

.435

3.106

95.435

11

.320

2.286

97.722

12

.253

1.809

99.531

13

.051

.367

99.898

14

.014

.102

100.000

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 14 variabel yang dimasukan ke dalam analisis faktor yakni : Sebaran dan Keanekaragaman Fungsi komersial (X1), Eksterior Bergaya Modern (X31), Eksterior Bergaya Campuran Modern dan Tradisional Bali (X33), Design Ruang yang Terbuka dan Mengundang (X44), Jalur Pejalan Kaki yang Rapi dan Bersih (X51), Ruang Terbuka Hijau yang Meneduhkan (X61), Street Furniture (Tempat Sampah) yang Memadai (X72), Sistem Petanda yang Jelas dan Menarik (X82), Landmark berupa Pantai Sanur (X91), Relasi (Teman/Keluarga) Sebagai Referensi (Y11), Aktivitas (Bersantai, Mengerjakan Sesuatu, Makan/Minum) yang Mampu Diwadahi (Y23), Keramahan Pelayanan (Y42), Pertunjukan Bernuansa Tradisional Bali (Y51), dan Jaminan Keamanan (Y6)

  • 4.    Faktor Loading

Setelah mengetahui bahwa faktor maksimal yang bisa terbentuk adalah 4, selanjutnya dilakukan penentuan masing-masing variabel independen yang akan masuk ke dalam faktor 1, faktor 2, faktor 3 atau faktor 4. Cara menentukannya adalah dengan melihat tabel Rotated Component Matrix berikut.

Tabel 11. Rotated Component Matrix

Component

1

2

3

4

X1

.679

.094

-.292

-.147

X31

.640

.326

.074

.376

X33

.952

-.156

.008

-.006

X44

.556

.026

.405

.078

X51

.664

-.511

.049

-.128

X61

.175

.573

.255

.236

X72

.747

-.152

-.212

.000

X82

.867

-.048

.039

-.039

X91

.005

.639

-.009

.432

Y11

-.066

.143

.262

.620

Y23

-.311

.621

-.509

.037

Y42

.006

-.133

.030

.949

Y51

.034

-.141

.941

-.008

Y6

.065

-.043

.122

.753

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

a. Rotation converged in 7 iterations.

Penentuan input variabel ke faktor tertentu tergantung pada besaran korelasi antar variabel dengan faktor, yaitu dengan ketentuan dipilih yang memiliki korelasi lebih besar. Menurut Singgih Santoro (2004:45), menjelaskan bahwa Component Matrix menunjukan distribusi variabel yang ada dengn faktor yang terbentuk. Sedangkan angka-angka pada tabel Component Matrix adalah factor loading yang menunjukan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor-faktor yang ada. Dengan demikian, ke-14 variabel yang direduksi menjadi 4 faktor sebagai berikut :

  • a)    Faktor 1 terdiri dari : Sebaran dan Keanekaragaman Fungsi komersial, Eksterior Bergaya Modern, Eksterior Bergaya Campuran Modern dan Tradisional Bali, Design Ruang yang Terbuka dan Mengundang, Jalur Pejalan Kaki yang Rapi dan Bersih, Street Furniture (Tempat Sampah) yang Memadai, dan Sistem Petanda yang Jelas dan Menarik.

  • b)    Faktor 2 terdiri dari : Ruang Terbuka Hijau yang Meneduhkan, dan Landmark berupa Pantai Sanur

  • c)    Faktor 3 terdiri dari : Aktivitas (Bersantai, Mengerjakan Sesuatu, Makan/Minum) yang Mampu Diwadahi dan Pertunjukan Bernuansa Tradisional Bali

  • d)    Faktor 4 terdiri dari : Keramahan Pelayanan, Relasi (Teman/Keluarga) Sebagai Referensi, dan Jaminan Keamanan

Sebagai langkah akhir dari penentuan faktor, maka dapat dilihat pada tabel Component Transformation Matrix berikut.

Tabel 12. Component Transformation Matrix

Component

1

2

3

4

1

.890

-.413

.190

-.038

2

.451

.750

-.446

.191

3

-.022

.127

.545

.828

4

.064

.502

.684

-.525

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Baik Faktor 1, Faktor 2 , Faktor 3 ataupun Faktor 4 memiliki korelasi sebesar 0,890, 0,750, 0,684, 0,828 yang artinya cukup kuat karena memiliki nilai > 0,5. Dengan demikian Faktor 1, Faktor 2, Faktor 3, dan Faktor 4 dapat dikatakan tepat untuk merangkum ke-14 variabel independen.

Diskusi: Interpretasi Faktor yang Terbentuk

Berdasarkan analisis sebelumnya telah diperoleh 4 faktor yang terbentuk yaitu : (1) Faktor 1; (2) Faktor 2; (3) faktor 3; dan (4) faktor 4. Setelah diperoleh faktor baru tersebut kemudian masing-masing faktor diberi nama. Menginterpretasikan faktor yang telah terbentuk dilakukan agar bisa mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut. Menurut Zaini Hasan dalam Fajar S. Saputro : 2007, menyatakan pemberian nama dan konsep tiap faktor ditentukan berdasarkan makna umum variabel yang tercakup di dalamnya.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat 4 faktor yang berkontribusi dalam terciptanya Place Attachment pada Kawasan Komersial di Jalan Danau Tamblingan, Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Scanell dan Giffort bahwa yang mempengaruhi terciptanya Place Attachment dapat dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor fisik yang terbagi lagi menjadi 2 bagian : built environtment dan natural environment sedangkan faktor sosial yang terdiri dari social arena dan social symbol. Berdasarkan hal tersebut maka pengelompokan faktor yang terbentuk diberi nama sesuai dengan teori tersebut yaitu :

  • a.    Faktor 1 yang dinamai dengan Built Environtment terdiri dari : Sebaran dan Keanekaragaman Fungsi komersial, Eksterior Bergaya Modern, Eksterior Bergaya Campuran Modern dan Tradisional Bali, Design Ruang yang Terbuka dan Mengundang, Jalur Pejalan Kaki yang Rapi dan Bersih, Street Furniture (Tempat Sampah) yang Memadai, dan Sistem Petanda yang Jelas dan Menarik.

  • b.    Faktor 2 yang dinamai dengan Natural Environment terdiri dari : Ruang Terbuka Hijau yang Meneduhkan, dan Landmark berupa Pantai Sanur

  • c.    Faktor 3 yang dinamai dengan Social Arena terdiri dari : Aktivitas (Bersantai, Mengerjakan Sesuatu, Makan/Minum) yang Mampu Diwadahi dan Pertunjukan Bernuansa Tradisional Bali

  • d.    Faktor 4 yang dinamai dengan Social Symbol terdiri dari : Keramahan Pelayanan, Relasi (Teman/Keluarga) Sebagai Referensi, dan Jaminan Keamanan

Berdasarkan penelitian Ujianto Jan Abdurrachman (2002:49), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penentuan faktor-faktor yang paling dominan dengan melihat pada total varians pada tabel Total Variance Explained hasil penelitian tersebut dan hasil analisis secara keseluruhan. Dengan demikian faktor –faktor yang berkontribusi terhadap terciptanya Place Attachment pada Kawasan Komersial di Jalan Danau Tambilingan secara berurutan adalah : faktor built environment, merupakan faktor yang paling dominan dengan nilai varians adalah 35, 912 %, faktor natural environment dengan nilai varians 11,249 %, faktor social arena dengan nilai varians 10, 134 %, dan yang terakhir social symbol dengan nilai varian sebesar 8,338%.

Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan spss diperoleh bahwa sebanyak 40% dari responden berada pada tingkat place attachment rendah, sedangkan sebanyak 60% dari responden berada pada kategori tingkat place attachment tinggi.

Keterikatan pada tempat (place attachment) yang terjadi di kawasan komersial Jalan Danau Tamblingan, karena bentuk fisik serta sosial kawasan ini mampu bersinergi dan menciptakan unsur comfort, relaxation, passive engagement, active angagement, dan discovery. Hal ini sesuai dengan tulisan Carr, et al. dalam Carmona, dkk. (2003: 88).

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep place

Rekomendasi

Kawasan komersial Jalan Danau Tamblingan merupakan salah satu kawasan yang memiliki daya tarik bagi wisatawan domestik maupun internasional. Terlepas dari kekurangan yang ada pada kawasan ini, hasil penelitian mampu menujukan faktor-faktor yang mempengaruhi place attachment pengunjung, yang dapat digunakan sebagai bahan acuan atau pertimbangan di dalam menata sebuah kawasan komersial yang sesuai dengan minat dan kebutuhan pengunjung di kemudian hari.

Penelitian lebih lanjut mengenai place attachment pada kawasan komersial sangat diperlukan untuk memaksimalkan keefektifan sebuah kawasan komersial. Untuk itu mudah-mudahan penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penelitian lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Alain, D., Hermen, O., & Zeynep (2013). Place Attachment in Commercial Settings: A Gift Economy Perspective. Journal of Comsumer Research.

Grace, S., Imam S., & Achmad S. (2015). Gender dan Place Attachment Pada Coffee Shop di Bandung. Jurnal Sosioteknologi, 14(3).

Hidalgo, Maria C., & Bernardo, H. (2001). Place Attachment: Conceptual and Empirical Questions. Journal of Environmental Psychology, 21(3), 273–281.

Low, S.M., & Altman, I. (1992). Place Attachment: Human Behavior and Environment. Advances in Theory and Research. New York: Plenum Press.

Micael-Lee J., & Denise M. C. (2008). Place Attachment: The Social Dimensions of the Retail Environment and the Need for Further Exploration. Advances in Consumer Research, 35.

Narimawati, U. (2007). Riset Manajemen Sumber Daya Manusia: Aplikasi Contoh dan Perhitungan. Jakarta: Agung Media.

Okoli, D.T. (2013). Sense of Place and Student Engagement among Undergraduate Students at A Major Public Research University. (Dissertation), Colorado State University.

Priyatno, D. (2012). Cara Kilat Belajar Analisis Data Dengan Spss 20. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.

Riger, S, & Larvakas, P.J. (1981). Community Ties: Patterns of Attachment and Aosial Interaction in Urban Neighbourhood. American Jurnal of Community Psychology, 9, 55-56.

Rogers, Z., & Bragg, E. (2012). The Power of Connection: Sustainable Lifestyle and Sense of Place. Ecopsychology, 4(4).

Rubinstein, R. L. & Patricia A. P. (1992). Attachment to Place and the Representation of the Life Course by the Elderly. In Altman, I. & Setha M. L., Place Attachment. New York: Plenum Press.

Scannell, L. & Gifford, R. (2010a). Defining Place Attachment: A Tripartite Organizing Framework. Journal of Environmental Psychology. 30(1), 1–10.

Tuan, Y. F. (1977). Space and Place: The Perspective and Experience. London: Edward Arnold.

Vaske & Kobrin (2001). Place Attachment and Environmentally Responsible Behaviour. The Journal of Environmental Education, 16-21.

Waluya, B., & Maryani, E. (2007). Handout Geografi Ekonomi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

William & Roggenbuck. (1989). Measuring Place Attachment: Some Preliminary Results. Paper presented at NRPA Symposium on Leisure Research October 20- 2, 1989.

Website :

www.sanur.denpasarkota.go.id, diakses pada 22 Desember 2016

staff.uny.ac.id, “Pengetian dan Jenis Bangunan Komersial” diakses pada 10 Mei 2016

160

SPACE - VOLUME 4, NO. 2, OCTOBER 2017