PENGADAAN PERUMAHAN SKALA MENENGAH DI DENPASAR: STUDI BERDASARKAN STRATEGI PENGEMBANG
on
RUANG
SPACE
PENGADAAN PERUMAHAN SKALA MENENGAH DI DENPASAR: STUDI BERDASARKAN STRATEGI PENGEMBANG
Oleh: Dewa Ngakan Made Juliastika1, I Nyoman Widya
Paramadhyaksa2, Ciptadi Trimarianto3
Abstract
In Denpasar, demands for housing are increasing rapidly and creating a potential economic opportunity in housing development. Since housing is seldom provided by the state, its provision relies heavily on developers, who, to date, have successfully delivered various housing types as well as competitive marketing strategies to attract more consumers. But problems occur when developers focus more on generating profits than conforming to the housing development guidelines and policies that have been established. Taking this situation as a point of departure, this paper suggests seven sets of strategies implemented by various developers at seven different housing developments. Utilizing qualitative research methods, the study has identified three important strategies in the development of medium-scale housing by developers in Denpasar, including: (1) those used during pre-construction; (2) those implemented during the construction phase; and those applied in the aftermath of sales post-construction. All three strategic groupings of strategies are the basis for developing the characteristics of medium-scale housing delivery in Denpasar.
Keywords: housing delivery; strategy of housing development; developer
Abstrak
Pertambahan penduduk di kota Denpasar menyebabkan peningkatan permintaan akan kebutuhan perumahan,sehingga pihak swasta, khususnya developer, berupaya mengembangkan perumahan dengan berbagai tipe. Adanya persaingan antar pengembang dalam pengadaan perumahan memunculkan berbagai konsep strategi untuk menarik calon pembeli. Permasalahan yang sering terjadi adalah pihak pengembang kurang memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam mengembangkan perumahan yang sudah diatur pada kebijakan-kebijakan terkait pengadaan perumahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif induktif. Lokasi penelitian terletak di Kota Denpasar dengan mengambil tujuh kasus yang mewakili masing-masing kecamatan. Hasil penelitian ini adalah: (1) Konsep pengadaan perumahan skala menengah pada tahap pra konstruksi dan juga tahap konstruksi; (2) Pengelolaan perumahan skala menengah pada tahap pasca konstruksi, yaitu pada tahap purna jual; dan (3) Karakteristik pengadaan perumahan skala menengah di Denpasar. Ketiga hasil penelitian ini ditinjau dari strategi yang dilakukan oleh pengembang. Dialog dilakukan meliputi dialog antar isu di lapangan, serta dialog antara isu di lapangan dengan pemahaman umum secara etik.
Kata kunci: pengadaan perumahan, strategi pengadaan perumahan, pengembang swasta
Pendahuluan
Kebutuhan mendasar setiap manusia sebagai makhluk hidup terdiri dari sandang, pangan dan papan. Kebutuhan akan papan merupakan rumah sebagai tempat untuk bernaung atau tinggal bersama keluarga. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
1
2
3
Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pasal 1, didefinisikan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Dalam lingkup makro, terdapat perumahan yang merupakan kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni (UU RI No. 1 Tahun 2011).
Denpasar merupakan sebuah ibu kota provinsi di Indonesia yang sedang berkembang sangat pesat. Banyak warga pendatang dari kota lain datang ke Denpasar untuk mencari nafkah. Hal ini merupakan salah satu pemicu laju pertumbuhan penduduk di kota Denpasar berkembang cepat, selain dari faktor kelahiran. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar, pertambahan penduduk pendatang di Denpasar setiap tahunnya terus meningkat. Laju pertumbuhan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2014 adalah 2.06%/ tahun(Badan Pusat Statistik Kota Denpasar 2015).
Pertambahan penduduk di Kota Denpasar yang sangat cepat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan permintaan perumahan di Denpasar begitu besar. Hal ini juga yang mengakibatkan terjadinya perkembangan pembangunan perumahan yang begitu cepat di Denpasar. Maraknya permintaan rumah tinggal di Kota Denpasar, menyebabkan banyak pihak swasta khususnya para pengembang melakukan pengembangan properti berupa perumahan dengan berbagai tipe hunian baik tipe sederhana, menengah maupun mewah.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di Denpasar (2015), permasalahan yang sering terjadi adalah pihak pengembang yang kurang memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam mengembangkan suatu perumahan, yang dalam hal ini sudah diatur pada kebijakan-kebijakan terkait pengadaan perumahan baik berupa Undang-undang, Perda, maupun adat setempat. Fenomena lainnya yang sering terjadi di lapangan yakni dalam aspek legalitas, pengembang cenderung membangun suatu area perumahan terlebih dahulu sebelum mengurus administrasi dalam bentuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) melalui pihak-pihak terkait yang berwenang. IMB justru diselesaikan bersamaan pada tahap konstruksi kawasan perumahan tersebut.
Fenomena lain yang terjadi adalah tingginya harga lahan di Bali, khususnya di Denpasar, secara tidak langsung mempengaruhi konsep dari pengembang dalam menyediakan perumahan di Denpasar. Para pengembang cenderung mengembangkan kawasan perumahan skala menengah yang tidak memerlukan lahan luas untuk membangun. Kondisi ini juga berdampak pada konsep perencanaan dari pengembang yang mayoritas mendesain hunian dengan tipe menengah dan menengah ke atas. Gaya hunian minimalis yang memang sedang marak saat ini, juga merupakan salah satu konsep developer dalam hal desain yang bertujuan untuk menekan biaya pembangunan.
Berdasarkan pada gambaran fenomena tersebut maka penelitian mengenai pengadaan perumahan skala menengah oleh pengembang di Denpasar dengan studi berdasarkan pada strategi pengembang ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan meneliti konsep pengadaan perumahan oleh pengembang pada tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, serta tahap pasca konstruksi dalam mengembangkan suatu perumahan. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui karakteristik dalam pengadaan perumahan skala menengah oleh pengembang di Denpasar. Hasil dari penelitian nantinya diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak pengembang dalam pengadaan suatu perumahan yang baik dan nyaman untuk
dihuni dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kota Denpasar. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan bagi pihak pemerintah serta instansi-instansi terkait dalam hal kebijakan-kebijakan dalam penyelenggaraan perumahan di Kota Denpasar.
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada metode penelitian kualitatif induktif. Metode penelitian kualitatif induktif pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan fakta-fakta yang ada di lapangan terkait dengan pengadaan suatu perumahan oleh pengembang. Fakta-fakta tersebut meliputi konsep pengadaan suatu perumahan skala menengah pada tahap pra konstruksi, konstruksi, hingga tahap purna jual di Denpasar. Kasus penelitian diambil pada setiap kecamatan di Denpasar, dengan mengambil tujuh kompleks perumahan skala menengah yang memiliki jumlah kavling ≥ 40 kavling yang tersebar di setiap kecamatan di Denpasar. Kasus ini dipilih berdasarkan perbandingan jumlah perumahan di Kota Denpasar tahun 2013 pada masing-masing kecamatan. Ketujuh kasus terpilih yakni, Perumahan Taman Wira Gatsu, Perumahan Nuansa Seroja, Perumahan Graha Adi Village, Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi, Pitik Residence, Kertha Dalem Mansion, serta Perumahan Griya Pererepan. Informan ditentukan dengan teknik purposive (bertujuan), yaitu memilih informan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan pengembangan perumahan di Denpasar. Pihak-pihak yang dijadikan informan pada penelitian ini adalah pengembang perumahan di Denpasar, konsultan maupun kontraktor, pengelola perumahan, serta penghuni perumahan. Informan ini yang memberi informasi terkait kondisi yang terjadi di lapangan.
Deskripsi Studi Kasus Penelitian
Kasus Studi 1: Perumahan Taman Wira Gatsu the Town House
Perumahan Taman Wira Gatsu terletak di Jalan Gatot Subroto 1A, Banjar Tegeh Sari, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Utara. Perumahan ini dikembangkan oleh perusahaan pengembang yaitu PT. Wira Mitra Utama sejak tahun 2009.

Jalan lingkungan perumahan
Hunian Tipe 100
Balai pertemuan dan Pura di lingkungan perumahan
Gambar 1. Kondisi lingkungan perumahan Taman Wira Gatsu The Town House Sumber: Survei lapangan, 2015
Kasus 2
Perumahan Nuansa Seroja
Kasus 3
Perumahan Graha Adi Village
Kasus 4 Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Kasus 7
Perumahan Griya Pererepan
Gambar 2. Sebaran tujuh kompleks perumahan sebagai kasus studi penelitian Sumber: Survei lapangan, 2015
Pengadaan perumahan Taman Wira Gatsu ini terjadi melalui beberapa tahapan yakni, tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, serta tahap pasca konstruksi. Pada tahap pra konstruksi, pengembang melakukan pemilihan lokasi perumahan, melakukan pembagian kavling dengan perencanaan, mendesain tipe perumahan yang dikembangkan yaitu tipe 70/100 dan tipe 100/150 dengan menggunakan gaya minimalis yang sedang berkembang pada tahun 2000. Pada tahap ini PT. Wira Mitra Utama selaku pengembang menunjuk PT. Rekamasa sebagai konsultan perencana.
Tahap selanjutnya adalah tahap konstuksi, tahap ini dimulai pada tahun 2009 dimana pengembang melakukan pematangan site dengan membuat fasilitas umum dan fasilitas sosial. Pengembang melakukan pembangunan untuk unit yang telah laku terjual bersamaan dengan pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Tahap terakhir yakni tahap pasca konstruksi, pada tahapan ini pengembang melakukan pengembangan kawasan perumahan karena melihat segmen pasar dan permintaan akan rumah semakin banyak. Pengembang melakukan perluasan kawasan perumahan melalui 3 tahap pengembangan. Tahap pertama, pengembang membeli lahan 45 are dengan memecah menjadi 22 kavling. Tahap kedua, pengembang membeli lahan 31 are dengan memecah menjadi 19 kavling. Tahap ketiga, pengembang membeli tanah 37 are menjadi 21 kavling. Pengembangan tersebut dilakukan di sekitar area pengembangan awal, sehingga total hunian menjadi 86 unit dengan tipe70/100 dan tipe 100/150. Selain tahap pengembangan, pada tahap pasca konstruksi juga terjadi tahap purna jual yang terkait dengan manajemen pengelolaan kawasan perumahan. Pada tahap ini pengembang menunjuk salah satu penghuni menjadi ketua kelompok di lingkungan perumahan Taman Wira Gatsu yang bertugas untuk mengelola lingkungan di dalam kawasan perumahan. Keamanan lingkungan perumahan dijaga oleh satpam selama 24 jam secara bergantian. Status penghuni perumahan dalam hal ini adalah sebagai anggota Banjar Dinas Tegeh Sari.
Kasus Studi 2: Perumahan Nuansa Seroja
Perumahan Nuansa Seroja berada di Jalan Seroja Gang Belimbing, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Utara. Lokasi perumahan ini berada di lokasi yang jauh dari keramaian, namun fasilitas umum di sekitar lokasi masih bisa dijangkau dengan mudah. Perumahan Nuansa Seroja dikembangkan pada tahun 2008 oleh perusahaan pengembang PT. Gema Karya.

Pos Keamanan
Jalan lingkungan perumahan
Hunian Tipe 70
Gambar 3. Kondisi lingkungan Perumahan Nuansa Seroja Sumber: Survei lapangan, 2015
Pada pengadaan perumahan Nuansa Seroja terjadi melalui beberapa tahapan yakni, tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, dan tahap pasca konstruksi. Tahap pra konstruksi terjadi melalui dua proses yakni, (1) tahap pra rencana, pada tahap ini pengembang mulai menentukan lokasi site serta sasaran konsumen yang dituju yaitu masyarakat golongan menengah dan menengah ke atas; (2) tahap perencanaan, pengembang mulai melakukan pembagian kavling dengan luasan rata-rata per kavling yaitu 100-150 m² sehingga diperoleh 40 kavling. Pengembang juga menentukan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) serta tipe hunian yang akan dibangun yaitu, tipe 50, tipe 70, dan tipe 100. Pada tahap ini pengembang sudah mulai melakukan pemasaran kavling maupun desain hunian yang sudah direncanakan.
Tahap berikutnya adalah tahap konstruksi. Pada tahap ini pengembang mengerjakan konstruksi bangunan sesuai dengan desain yang sudah disiapkan sebelumnya. Pihak pembeli dapat mengusulkan tambahan desain untuk unit hunian ataupun kavling lahan yang sudah dibeli. Tahap terakhir yakni tahap pasca konstruksi, terkait pengelolaan, pengembang menunjuk langsung ketua kelompok yang sekaligus sebagai staf pada perusahaan pengembang. Sementara keamanan lingkungan perumahan dijaga oleh satpam selama 24 jam dengan sistem 2 pintu. Status penghuni perumahan hanya sebagai anggota Banjar Dinas Tegeh Kori, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan warga sekitar.
Kasus Studi 3: Perumahan Graha Adi Village
Graha Adi Village terletak di Jalan Bikini, Padangsambian Kelod, Denpasar Barat. Lingkungan perumahan Graha Adi Village merupakan lingkungan yang padat penduduk, dengan sarana dan prasarana yang sangat mendukung.
Jalan Lingkungan Perumahan
Tempat Suci
Hunian Tipe 90
Gambar 4. Kondisi lingkungan Perumahan Graha Adi Village Sumber: Survei lapangan, 2015
Proses pengadaan perumahan pada Graha Adi Village terjadi dalam beberapa tahapan yakni tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, serta tahap pasca konstruksi. Pada tahap pra konstruksi, PT. Adi Jaya selaku pengembang memilih lahan yang terletak di daerah Padangsambian Kelod dengan nilai investasi yang tinggi pada saat itu. Lokasi site juga sangat strategis dengan fasilitas penunjang yang ada di sekitar lokasi. Sasaran konsumen yang dituju oleh pengembang berasal dari golongan menengah ke atas. Proses selanjutnya, pengembang mulai melakukan pembagian kavling dari total luasan site yaitu 75 are dan diperoleh jumlah kavling sebanyak 64. Pengembang kemudian mengurus ijin kavling dan menentukan fasos dan fasum pada perumahan tersebut. Tipe hunian yang
direncanakan adalah tipe 90 dan tipe 100 dengan gaya modern minimalis. Pada tahap ini pengembang juga sudah mulai mengurus IMB dari hunian tersebut.
Tahap konstruksi perumahan ini mulai dikerjakan pada tahun 2012 oleh PT. Adi Jaya. Pembeli yang ingin merubah desain hunian yang sudah mereka beli akan dikenakan biaya sesuai perubahan yang diinginkan. Pada tahap ini proses pemasaran sudah mulai dilakukan oleh pihak pengembang.
Pada tahap pasca konstruksi, sering terjadi transaksi over kontrak hunian oleh pihak pembeli pertama dengan pembeli kedua. Hal ini dapat dilakukan antara kedua belah pihak tanpa adanya keterlibatan langsung dari pihak pengembang.
Kasus Studi 4: Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi terletak di Jalan Tunjung Sari, Padangsambian Kaja, Kecamatan Denpasar Barat. Perumahan ini mulai dikembangkan pada tahun 2008 oleh PT. Adi Jaya yang berkantor tepat di depan Perumahan Pesona Tunjung Sari ini.
Perumahan Pesona Tunjung Sari berada di pinggir jalan utama yakni Jalan Tunjung Sari, Padangsambian Kaja. Pada lokasi site perumahan ini sudah banyak bangunan dengan fungsi permukiman pada saat itu, serta fasilitas-fasilitas komersial di sekitar perumahan.

Gate Masuk Perumahan
Hunian Tipe 70/100
Pelinggih pada Pertigaan Jalan
Gambar 5. Kondisi lingkungan Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi Sumber: Survei lapangan, 2015
Tahap pra konstruksi pada pengadaan perumahan ini dilakukan dalam 2 tahapan yakni pra rencana dan perencanaan. PT. Adi Jaya selaku pengembang memilih lokasi site di wilayah Padangsambian Kaja dengan kondisi yang sangat strategis. Sasaran konsumen yang dituju berasal dari masyarakat golongan menengah ke atas dengan desain hunian tipe 70, 90, dan tipe 110. Pada tahapan ini pengembang juga mulai memasarkan kavling maupun unit hunian yang telah didesain sebelumnya.
Tahap konstruksi dikerjakan pada tahun 2008 dengan pengerjaan dilakukan per unit hunian sesuai dengan tipe-tipe hunian yang telah terjual. IMB per hunian mulai diurus seiring dengan pengerjaan konstruksi bangunan. Tahap selanjutnya adalah tahap pasca konstruksi. Terkait sistem keamanan, kawasan perumahan ini menggunakan sistem one gate yang dijaga oleh pihak keamanan selama 24 jam secara bergantian.
Kasus Studi 5: Perumahan Pitik Residence
Pitik Residence terletak di Jalan Pulau Bungin, Gang IX, Denpasar Selatan. Perumahan ini di kembangkan oleh PT. Dua Jaya Graha Pertiwi pada tahun 2010. Lingkungan Pitik Residence terletak di kawasan yang jauh dari keramaian akan tetapi sarana dan prasarana di sekitar sangat mendukung keberadaan perumahan ini.

Jalan lingkungan perumahan
Hunian Tipe 100
Balai pertemuan dan Pura di
lingkungan perumahan
Gambar 6. Kondisi lingkungan Perumahan Pitik Residence Sumber: Survei lapangan, 2015
Pada tahap pra konstruksi, pengembang menentukan lokasi site yakni di daerah Pedungan. PT. Dua Jaya Graha Pertiwi memilih lokasi di Gang IX dengan jarak ± 300 meter dari jalan Pulau Bungin. Sasaran konsumen yang dituju oleh pengembang adalah masyarakat menengah dan menengah ke atas. Pada tahap perencanaan, pengembang membagi lahan seluas 73 are menjadi 48 kavling yang disertai fasos dan fasum perumahan. Tipe hunian yang didesain adalah tipe 70/100 dan juga tipe 100/125 dengan gaya arsitektur minimalis, yang kemudian langsung dipasarkan oleh pengembang.
Tahap konstruksi dikerjakan mulai tahun 2010 oleh pihak pengembang yang sekaligus menjadi pihak kontraktor. Pembangunan perumahan dilakukan secara bertahap atau dibangun sesuai dengan kavling yang telah laku dijual dan tipe bangunan yang diinginkan oleh pembeli.
Tahap pasca konstruksi merupakan tahap dimana para konsumen yang sudah membeli unit hunian di perumahan ini sudah mulai menempati perumahan ini. Dalam kawasan perumahan terdapat banjar yang khusus mengelola lingkungan perumahan Pitik Residence. Struktur organisasi adalah penghuni kawasan perumahan itu sendiri. Terdapat juga satu balai pertemuan sebagai wadah untuk melakukan aktifitas sosial.
Kasus Studi 6: Perumahan Kerta Dalem Mansion
Kerta Dalem (KD) Mansion terletak di Jalan Kerta Dalem, Sidakarya. Disekitar kawasan KD Mansion masih banyak terdapat area persawahan, serta terdapat sungai di seberang jalan perumahan ini. Perumahan ini dikembangkan oleh perusahaan pengembang PT. Binar Rejeki yang dikembangkan mulai tahun 2009.

Pos keamanan perumahan
Hunian Tipe 110
Jalan lingkungan perumahan
Gambar 7. Kondisi lingkungan Perumahan Kerta Dalem Mansion Sumber: Survei lapangan, 2015
Pengadaan perumahan KD Mansion terjadi melalui beberapa tahapan sama halnya seperti pada kasus lainnya. Pada tahap pra konstruksi, PT. Binar Rejeki selaku pengembang menentukan lokasi lahan yang berada di daerah Desa Sidakarya. Sasaran konsumen yang dituju oleh pengembang adalah masyarakat golongan menengah ke atas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan minat masyarakat saat itu (sekitar tahun 2009) akan investasi di bidang properti sangatlah tinggi. Pengembang membagi lahan seluas 120 are menjadi 74 kavling dengan fasos dan fasum perumahan. Tipe hunian yang didesain adalah tipe 130/110 (2 lantai).
Tahap Pelaksanaan Kerta Dalem Mansion ini dimulai pada tahun 2009, yang dikerjakan oleh PT. Binar Rejeki yang juga merupakan pihak pengembang perumahan ini. Pihak konsumen yang sudah membeli unit hunian di lingkungan perumahan ini dapat mengajukan perubahan atau tambahan desain pada unit hunian yang sudah mereka beli, namun tetap menyesuaikan dengan desain yang sudah ditawarkan oleh pihak pengembang. Seiring dengan berjalannya tahap pelaksanaan per unit hunian maka, pihak pengembang akan mengurus masalah legalitas dari masing-masing hunian.
Tahap pasca konstruksi terkait pengelolaan fasilitas yang ada di lingkungan perumahan ini, sepenuhnya dikelola oleh pihak pengembang. Dalam hal menjaga hubungan baik dengan warga sekitar, penghuni perumahan ini diwajibkan untuk menjadi anggota banjar dinas yang tidak memberatkan penghuni perumahan.
Kasus Studi 7: Perumahan Griya Pererepan
Perumahan Griya Pererepan terletak di Jalan Raya Pemogan, Denpasar Selatan. Lokasi perumahan ini dekat dengan By pass Ngurah Rai sehingga lokasi perumahan ini sangat mudah dijangkau. Perumahan ini dibangun di lokasi yang dekat dengan pusat kota dengan kondisi permukiman yang padat di sekitar perumahan tersebut.
Tahap pra konstruksi pada pengadaan perumahan Griya Pererepan ini dimulai dengan melakukan pemilihan lokasi site. Lokasi site yang dipilih oleh pengembang (PT. Dream House) berada di Desa Pemogan yang letaknya dekat dengan jalan By Pass Ngurah Rai. Sasaran konsumen yang dituju oleh pengembang adalah masyarakat menengah dan menengah ke atas. Pengembang membagi lahan seluas 60 are menjadi 40 kavling dengan fasos dan fasum perumahan, untuk selanjutnya pengembang mengurus aspek legalitas yakni ijin kavling. Tipe hunian yang ditentukan oleh pihak pengembang adalah tipe 70 dan juga tipe 110 dengan gaya bangunan minimalis yang memadukan arsitektur lokal.

Gate Masuk Kawasan Perumahan
Jalan Lingkungan Perumahan Griya Pererepan
Gambar 8. Kondisi lingkungan Perumahan Griya Pererepan Sumber: Survei lapangan, 2015
Tahap konstruksi perumahan Griya Pererepan ini dilakukan pada tahun 2008 yang dilaksanakan oleh pengembangnya sendiri yaitu PT. Dream House. Pada tahap ini pengembang membangun dari unit kavling yang sudah laku terjual. Pada tahap pasca konstruksi, PT. Dream House selaku pengembang berperan langsung sebagai pengelola yang bekerjasama dengan pihak penghuni perumahan. Sistem keamanan menggunakan one gate system. Status penghuni dari perumahan ini adalah sebagai bagian dari banjar dinas desa Pemogan. Mereka hanya akan dikenakan biaya-biaya dari banjar dinas terkait dengan kebersihan lingkungan, keamanan, ataupun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam lingkup banjar dinas.
Isu-Isu di Lapangan
Isu-isu yang terungkap di lapangan di setiap studi kasus pada penelitian melalui observasi lapangan serta pada saat wawancara dengan informan maupun responden adalah, pemilihan site, perancangan bangunan, tahap konstruksi, pasca konstruksi, dan purna jual.
Dari pengamatan terhadap semua kasus studi dan wawancara dengan para informan dan responden, terungkaplah beberapa isu penting, diantaranya pemilihan site, perancangan bangunan, tahap konstruksi, pasca konstruksi, dan purna jual.
Proses pemilihan site pada kasus yang diteliti terjadi dalam beberapa tahapan yakni, pemilihan lokasi, pembelian lahan dan kerjasama, legalitas/administrasi, pengkavlingan, dan upacara/ritual. Pada tahap pertama yaitu pemilihan lokasi pada kasus yang diteliti, sebagian besar kasus, dalam pemilihan site pengembang langsung menentukan lahan yang akan dibangun tanpa menentukan alternatif site lainnya terlebih dahulu, namun tetap memperhitungkan dasar-dasar pertimbangan yang sudah ditentukan sebelumnya dalam pemilihan lokasi yakni, lokasi yang strategis dan dekat dengan fasilitas-fasilitas umum.
Tabel 1. Tahap Pemilihan Site pada Proses Pengadaan Perumahan

Keterangan:
Kasus 1 : Perumahan Taman Wira Gatsu The Town House
Kasus 2 : Perumahan Nuansa Seroja
Kasus 3 : Perumahan Graha Adi Village
Kasus 4 : Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Kasus 5 : Perumahan Pitik Residence
Kasus 6 : Perumahan KD Mansion
Kasus 7 : Perumahan Griya Pererepan
Pada tahapan pembelian lahan, terdapat 2 tipe pembelian lahan yang terjadi pada kasus penelitian. Tipe pertama adalah pembelian lahan secara langsung yang dilakukan oleh pihak pengembang, tipe kedua yakni pembelian dengan sistem kerjasama antara pihak pengembang dengan pihak pemilik lahan.
Tahap berikutnya adalah tahap legalitas/administrasi yang dilakukan dalam proses ijin kavling. Proses pengkavlingan dilakukan melalui pengkavlingan unit-unit hunian dan pematangan lahan. Proses upacara/ritual yang dilakukan pada tahap ini adalah upacara ”ngeruak”. Ketiga tahap ini dilakukan oleh setiap kasus perumahan yang diteliti.
Proses perancangan merupakan tahapan yang dilakukan oleh pengembang setelah tahap pemilihan site selesai dilakukan. Pada proses perancangan ini terdiri dari beberapa tahapan yakni, menentukan sasaran konsumen, menentukan tipe hunian, menentukan style bangunan dan estimasi harga jual hunian, menentukan arah orientasi bangunan, menentukan desain bangunan, dan pemasaran atau promosi unit hunian.
Tahap pertama pada proses perencanaan adalah penentuan sasaran konsumen. Sasaran konsumen dalam hal ini erat kaitannya dengan tipe hunian yang akan direncanakan nantinya. Pada kasus 2 sasaran konsumen yang ditentukan oleh pengembang yakni dari masyarakat golongan menengah. Pada kasus 1 sasaran konsumen yang dituju adalah masyarakat golongan menengah dan golongan menengah ke atas dengan perbandingan 25:75. Pada kasus 5 dan 7, sasaran konsumen yang dituju adalah masyarakat golongan menengah dan golongan menengah ke atas dengan perbandingan 50:50, sedangkan pada kasus 3,4, dan 6 sasaran konsumen yang dituju yakni masyarakat golongan menengah ke atas.
Tabel 2. Tahap-tahap pada Proses Perancangan Bangunan

Keterangan:
Kasus 1 : Perumahan Taman Wira Gatsu The Town House
Kasus 2 : Perumahan Nuansa Seroja
Kasus 3 : Perumahan Graha Adi Village
Kasus 4 : Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Kasus 5 : Perumahan Pitik Residence
Kasus 6 : Perumahan KD Mansion
Kasus 7 : Perumahan Griya Pererepan
Secara tidak langsung sasaran konsumen yang dituju berpengaruh juga terhadap tipe hunian yang dibangun, yakni hunian tipe menengah (tipe <90) dan tipe mewah (tipe ≥90). Gaya bangunan yang digunakan dari keseluruhan kasus perumahan yang diteliti menggunakan style minimalis dipadukan dengan elemen-elemen arsitektur lokal dengan perbandingan 25:75 (elemen lokal:gaya minimalis) pada kasus 4, dan 50:50 pada kasus 5 dan 7. Gaya yang minimalis dapat menekan biaya konstruksi, sehingga harga jual hunian juga dapat ditekan.
Desain bangunan dalam hal ini ditentukan oleh pihak pengembang, dan adapula yang dilakukan dengan tambahan ide desain dari konsumen yang akan menempati hunian bersangkutan, dengan tetap berpedoman pada desain awal. Tahap terakhir adalah tahap pemasaran dan promosi uniat hunian perumahan. Teknik pemasaran yang dilakukan oleh pengembang pada semua kasus yang diteliti memiliki persamaan, yakni menggunakan media cetak dan elektronik (brosur dan website) dan juga menggunakan jasa marketing yang khusus menangani promosi kawasan perumahan tersebut.
Proses konstruksi dilakukan setelah proses perancangan selesai dilakukan. Proses konstruksi terdiri dari beberapa tahapan yakni, penetapan pihak kontraktor, revisi desain, upacara (ritual) pra konstruksi, tahap finishing, serta pemasaran dan promosi.
Tahap pertama yang dilakukan pengembang pada proses konstruksi adalah penetapan pihak kontraktor yang akan melaksanakan pekerjaan konstruksi perumahan tersebut. Pada Tabel 3 terlihat mayoritas pihak pengembang dalam hal ini sekaligus menjadi pihak kontraktor. Adapula yang melakukan kerjasama antara pihak pengembang dengan sub kontraktor diluar pengembang. Tahap berikutnya adalah tahap revisi desain. Tahap ini
dilakukan pada bersamaan dengan tahap pelaksanaan konstruksi bangunan. Pihak pembeli dapat mengajukan revisi desain (tanpa merubah struktur dan konstruksi) kepada pihak kontraktor/pengembang pada tahap ini. Berdasarkan analisis yang dilakukan, perbandingan antara ketentuan desain awal dan penambahan desain dari pembeli sebesar 75:25. Revisi desain ini juga akan dikenakan biaya sesuai dengan banyaknya perubahan yang dilakukan. Kondisi ini terjadi pada setiap kasus perumahan yang diteliti.
Tabel 3. Tahap-tahap pada Proses Konstruksi

Keterangan:
Kasus 1 : Perumahan Taman Wira Gatsu The Town House
Kasus 2 : Perumahan Nuansa Seroja
Kasus 3 : Perumahan Graha Adi Village
Kasus 4 : Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Kasus 5 : Perumahan Pitik Residence
Kasus 6 : Perumahan KD Mansion
Kasus 7 : Perumahan Griya Pererepan
Berdasarkan pada adat dan budaya setempat, sebelum tahap konstruksi dilakukan, pihak pengembang melaksanakan upacara (ritual) ngeruak. Upacara ini merupakan upacara pembersihan lahan yang bertujuan untuk menjauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan pada tahap konstruksi. Tahap berikutnya adalah tahap finishing merupakan tahap akhir yang dilakukan pada proses konstruksi. Pada tahap finishing ini pembeli kembali dapat mengusulkan tambahan desain kepada pihak pengembang.
Tahap pasca konstruksi merupakan suatu proses yang dilakukan pada saat proses konstruksi selesai dilaksanakan. Proses pasca konstruksi ini terdiri dari beberapa proses yakni, proses pelunasan, serah terima, renovasi, sosialisasi fasilitas perumahan, proses pengelolaan, menjalin hubungan dengan desa setempat, serta pemasaran dan promosi.
Tabel 4. Tahap-tahap pada Proses Pasca Konstruksi

Keterangan:
Kasus 1 : Perumahan Taman Wira Gatsu The Town House
Kasus 2 : Perumahan Nuansa Seroja
Kasus 3 : Perumahan Graha Adi Village
Kasus 4 : Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Kasus 5 : Perumahan Pitik Residence
Kasus 6 : Perumahan KD Mansion
Kasus 7 : Perumahan Griya Pererepan
Proses pertama yang dilakukan setelah proses konstruksi selesai adalah proses pelunasan pembayaran oleh pihak pembeli. Pelunasan pembayaran dapat dilakukan secara kontan maupun kredit. Sistem kredit ini mayoritas terjadi pada kasus perumahan yang sasaran konsumennya adalah golongan menengah, dan sistem kredit ini akan meringankan konsumen dalam proses memiliki suatu hunian.
Setelah proses pembayaran selesai, tahap berikutnya adalah tahap serah terima. Serah terima hunian pada seluruh kasus yang diteliti dilakukan melalui jasa notaris. Jika suatu saat setelah acara serah terima selesai dilakukan, pemilik hunian ingin melakukan renovasi rumah, penghuni melakukannya sendiri dan ada juga yang meminta bantuan kepada pihak pengembang untuk melakukan renovasi tersebut.
Pada suatu kawasan perumahan, pembeli tidak hanya mendapatkan hunian namun juga fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya yang berada dalam kawasan perumahan tersebut. Pada kasus 1 (Taman Wira Gatsu) memiliki fasilitas yang paling lengkap dibandingkan kasus lainnya. Fasilitas tersebut yakni taman, tempat parkir umum, balai pertemuan, dan tempat suci komunal.
Aspek lain dalam proses pasca konstruksi adalah hubungan antara penghuni perumahan dengan pihak luar. Penghuni perumahan pada seluruh kasus yang diteliti secara langsung masuk menjadi anggota banjar dinas pada masing-masing banjar di perumahan bersangkutan. Pada tahap pasca konstruksi, pemasaran dan promosi masih tetap dilakukan baik dengan teknik media cetak dan elektronik, ataupun melalui jasa marketing. Perbandingan antara teknik pemasaran melalui media cetak dan elektronik dengan teknik jasa marketing yakni sebesar 75:25. Promosi ini dilakukan karena pada masa pasca konstruksi masih ada beberapa hunian yang belum laku terjual.
Tahap terakhir dalam suatu proses pengadaan perumahan adalah tahap purna jual. Pada fase ini terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan yakni, proses pindah tangan, keluhan dan penanganannya, serta penambahan fungsi ekonomis pada beberapa hunian.
Tabel 5. Tahap-tahap pada Proses Purna Jual

Keterangan:
Kasus 1 : Perumahan Taman Wira Gatsu The Town House
Kasus 2 : Perumahan Nuansa Seroja
Kasus 3 : Perumahan Graha Adi Village
Kasus 4 : Perumahan Pesona Tunjung Sari Graha Adi
Kasus 5 : Perumahan Pitik Residence
Kasus 6 : Perumahan KD Mansion
Kasus 7 : Perumahan Griya Pererepan
Aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah proses pindah tangan. Pindah tangan yang dimaksud dalam hal ini adalah proses dimana pihak pemilik rumah ingin menjual rumahnya kepada pembeli lainnya. Pihak developer ikut terlibat dalam proses pindah tangan yang dilakukan oleh pihak pemilik, dan ada juga proses yang mana tidak ada keterlibatan dari pihak developer.
Aspek penting lainnya pada tahap purnajual adalah penanganan jika terjadi masalah ataupun keluhan-keluhan dalam lingkungan perumahan. Pada kasus yang diteliti, mayoritas keluhan-keluhan yang terjadi ditangani oleh pihak pengelola yang telah dibentuk sebelumnya oleh penghuni perumahan, namun ada juga yang ditangani oleh pihak pengelola dari penghuni dengan dibantu oleh pihak developer jika masalah yang terjadi tidak bisa ditangani oleh pengelola. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada umumnya dan penghuni perumahan pada khususnya, terdapat kecenderungan penambahan fungsi ekonomis di dalam lingkungan perumahan. Fungsi ekonomis tersebut seperti misalnya fasilitas klinik kesehatan, salon kecantikan, warung-warung kecil, serta rumah kost.
Dialog Antar Isu di Lapangan
Dialog antar isu di lapangan merupakan keterkaitan atau perpaduan antara tema-tema temuan (isu di lapangan) yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Keseluruhan tema-tema temuan ini baik makro maupun mikro, kemudian didialogkan dan menghasilkan delapan temuan antara lain:
Strategi pengembang dalam mengembangkan suatu kawasan perumahan skala menengah yang banyak terjadi pada kasus yang diteliti adalah, pengembang cenderung membeli lahan terlebih dahulu dan lahan tersebut tidak langsung dibangun melainkan didiamkan selama waktu yang ditentukan. Pada saat itu pengembang menunggu momentum saat harga lahan semakin meningkat dari harga beli sebelumnya.
Segmen pasar yang menjadi sasaran dari pengembang dalam penelitian ini berasal dari golongan menengah dan menengah keatas. Harga lahan di Bali khususnya di Kota Denpasar yang tinggi pada saat itu (sekitar tahun 2000) menyebabkan para pengembang cenderung mengembangkan perumahan dengan sasaran konsumen dari golongan menengah dan menengah keatas.
Karakter pembeli yang terjadi di setiap kasus cenderung memilih perumahan dengan mengutamakan kondisi perumahan yang aman, nyaman dan berada di kawasan yang strategis dengan sarana dan prasarana di sekitar kawasan perumahan yang lengkap. Sistem gated community yang disesuaikan dengan budaya setempat yang diterapkan oleh pengembang menjadi pembeda dengan perumahan lain di kota-kota lainnya. Karakter konsumen dilihat dari segi desain hunian cenderung melakukan perubahan desain baik pada tahap awal konstruksi, maupun pada tahap purna jual setelah hunian tersebut ditempati.
Dari keseluruhan kasus penelitian, kawasan perumahan ini dikembangkan sekitar tahun 2000, sehingga tren gaya bangunan yang digunakan oleh pengembang adalah gaya minimalis yang sedang digemari pada saat itu. Terkait administrasi, strategi pengembang dalam hal ini adalah menerapkan gaya bangunan yang minimalis dengan mengkombinasikan elemen-elemen arsitektur lokal pada fasad bangunan seperti motifmotif ukiran yang sederhana, serta penggunaan material lokal.
Kelengkapan fasilitas perumahan yang dimaksud adalah bagaimana strategi pengembang dalam mendesain kawasan perumahan agar memiliki fasilitas umum dan fasilitas sosial yang lengkap dan juga sistem utilitas kawasan perumahan yang tertata dengan baik.
Hubungan antara pengembang dengan pemerintah yang terjadi dalam pengembangan suatu kawasan perumahan yakni dalam pengurusan ijin kavling, dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Proses administrasi di dinas terkait juga berlangsung sangat lama, sehingga pengembang cenderung mengurus perijinan tersebut seiring dengan tahap
konstruksi. Strategi pengembang tersebut dilakukan agar pada saat tahap konstruksi selesai dilakukan, IMB juga sudah dikeluarkan, sehingga hunian dapat langsung ditempati oleh konsumen.
Strategi yang dilakukan pengembang dengan menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar adalah dengan diterapkannya sistem gated community yang tetap memberikan akses bagi masyarakat di lingkungan sekitar untuk dapat masuk ke kawasan perumahan namun tetap ada pengawasan dari pihak keamanan. Hubungan dengan lingkungan sekitar juga terlihat pada proses pengelolaan yang terjadi di dalam kawasan perumahan. Proses pengelolaan tersebut seperti misalnya, proses pengangkutan sampah, pengelolaan jaringan listrik, telepon serta pengelolaan limbah yang tidak bisa terlepas dari lingkungan di sekitar perumahan.
Strategi pengembang dalam hal kepercayaan dan budaya yang ada di lingkungan setempat terlihat mulai dari tahap pra rencana dengan melakukan upacara mecaru dan ngeruak. Pada tahap pasca konstruksi juga dilakukan upacara pemelaspasan agar hunian dapat ditempati. Upacara ini dilakukan pada keseluruhan kasus perumahan yang disesuaikan dengan adat dan budaya di lingkungan setempat. Keseluruhan upacara-upacara yang dilakukan bertujuan untuk menjaga keharmonisan secara sekala dan niskala, sehingga proses pembangunan berjalan lancar dan penghuni merasa aman dan nyaman tinggal di lingkungan perumahan tersebut.
Dialog Antara Isu di Lapangan dengan Pemahaman Umum Secara Etik
Etik merupakan pendekatan yang mengacu pada hal-hak yang berkaitan dengan budaya yang menggambarkan klasifikasi dan fitur-fiturnya menurut temuan pengamat/peneliti (Duranti, 1997). Pada penelitian ini pemahaman umum secara etik yang dimaksud adalah peneliti mengaitkan hasil penelitian dengan teori, konsep dan juga peraturan yang terkait dengan pengadaan perumahan skala menengah di Denpasar. Hasil yang dieperoleh dari dialog antar isu di lapangan dengan pemahaman umum secara etik sebagai berikut:
Pada tahap pra konstruksi terdapat proses pemilihan lahan yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan suatu kawasan perumahan. Keterbatasan lahan di Kota Denpasar dan harga lahan yang sangat tinggi memberikan dampak pada pengembang dalam menentukan lokasi. Kecenderungan para pengembang tidak memiliki alternatif dalam pemilihan lokasi lahan. Mayoritas pengembang hanya menentukan 1 lokasi lahan yang strategis dan sesuai dengan pertimbangan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Lahan terpilih kemudian dipecah kavling oleh pengembang beserta administrasinya ke pemerintah terkait. Pada saat blok plan sudah ada, pengembang kemudian melakukan pemasaran kavling terlebih dahulu. Dari hasil penjualan kavling tersebut, pengembang mulai melakukan tahap konstruksi. Desain hunian dan perumahan dalam hal ini menjadi hal yang sangat penting yang dapat menarik minat masyarakat untuk membeli hunian pada suatu kawasan perumahan.
Komunitas berpagar (gated community) adalah kawasan permukiman dengan akses terbatas yang membuat ruang publik menjadi privat. Akses dikendalikan oleh pembatas fisik, dinding atau pagar, dan gerbang atau penjaga pintu masuk (Blakely dan Snyder, 1998). Konsep komunitas berpagar (Gated Community) menjadi suatu tren yang berkembang saat ini khususnya di Kota Denpasar. Latar belakang munculnya permukiman ini adalah munculnya masyarakat kelas menengah ke atas mengharapkan suatu tempat hunian yang dapat menjamin kenyamanan, privasi, keamanan di tengah keramaian. Dari sisi penawaran, pengembang properti di Bali dengan jeli melihat tren ini dan mencoba menawarkan suatu hunian yang ekslusif. Konsep ini terlihat dengan adanya pos keamanan pada kawasan perumahan yang berjaga selama 24 jam, serta sistem one gate yang bertujuan mengontrol orang-orang yang keluar masuk lingkungan perumahan. Berdasarkan adat dan budaya yang ada di lingkungan sekitar perumahan, mengakibatkan gated community ini tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Sistem ini di kolaborasikan dengan sistem kemasyarakatan setempat, dengan adanya interaksi antara penghuni perumahan dengan lingkungan di sekitar perumahan.
Pada tahap konstruksi pengembang cenderung membuat fasilitas umum dan fasilitas sosial terlebih dahulu sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan. Dari observasi dilapangan yang telah dilakukan, semua kasus menyedikan fasilitas jalan dan juga saluran drainase sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akan tetapi yang menjadi daya tarik dalam pengembangan perumahan di Bali adalah adanya fasilitas tambahan berupa pura dan juga balai banjar yang diperuntukan untuk penghuni perumahan. Selain penambahan fasilitas seperti pura dan juga balai banjar, pengembang pada tahap konstruksi juga melakukan prosesi upacara ngeruak yang merupakan prosesi upacara awal yang dilakukan dalam pembangunan di bali. Upacara ini bertujuan agar proses pembangunan berjalan dengan lancar.
Hasil wawancara dengan pengembang (PT. Adi Jaya) menyebutkan, pembuatan pura yang dilakukan bertujuan agar lingkungan perumahan yang dikembangkan menjadi aman secara niskala, sehingga penghuni yang beragama Hindu pada khususnya merasa nyaman dalam menempati rumahnya. Daripada itu, pembuatan pura dan balai banjar ini bertujuan agar penghuni melakukan interaksi di dalam kawasan perumahan, sehingga terjadi hubungan yang harmonis antar penghuni perumahan.
Pada tahap kontruksi, hampir di semua kasus terjadi perubahan desain. Pembeli melakukan penambahan ruang sesuai dengan kebutuhannya dengan kosekwensi penambahan biaya dari harga yang telah disepakati. Pada tahap konstruksi dilakukan pengembang mengurus ijin mendirikan bangunan yang telah laku terjual. Pembangunan dilakukan bersamaan dengan pengurusan ijin mendirikan bangunan. Hal ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku yang menyebutkan sebelum membangun harus mengurus ijin mendirikan bangunan terlebih dahulu.
Setelah tahap konstruksi selesai dilaksanakan, dilakukan juga prosesi (upacara) pemelaspasan guna membersihkan bangunan agar bisa ditempati. Prosesi upacara pemlaspasan ini dilakukan oleh pembeli perumahan di setiap rumahnya. Daripada itu juga apabila tahap konstruksi telah slesai, pengembang melakukan upacara pecaruan di pura bersama guna membersihkan area pekarangan sehingga penghuni merasa aman secara skala dan niskala.
Beberapa pengembang pada kasus perumahan juga memberikan layanan purna jual kepada penghuni perumahan yang ingin menjual kembali hunian yang telah menjadi hak miliknya. Layanan purna jual adalah jasa yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumennya setelah transaksi penjualan dilakukan sebagai jaminan mutu untuk produk yang ditawarkannya atau layanan yang diberikan oleh prinsipal kepada konsumen terhadap barang yang dijual dalam hal daya tahan dan kehandalan operasional. Berdasarkan pada kasus perumahan yang diteliti, mayoritas pengembang tidak melakukan hal itu. Pengembang cenderung memberikan tanggung jawab penuh kepada pemilik hunian untuk menjual kembali huniannya tanpa melibatkan pihak pengembang.
Aspek lainnya yang perlu diperhatikan dalam pasca konstruksi adalah pembentukan pihak pengelola. Pada kasus yang diteliti, pihak pengelola dipilih oleh penghuni perumahan yang juga merupakan penghuni di lingkungan perumahan tersebut. Pihak pengelola dalam hal ini bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan-keluhan yang terjadi di dalam lingkungan perumahan.
Pada tahap purna huni, unsur budaya yaitu sistem kemasyarakatan menjadi hal penting terutama di Bali. Dimana hal ini berkaitan dengan hubungan antara penghuni perumahan dengan masyarakat di sekitar lingkungan perumahan. Pada keseluruhan kasus perumahan yang diteliti penghuni perumahan langsung menjadi anggota banjar Dinas di desa setempat. Hal ini secara tidak langsung bertujuan untuk menjaga hubungan baik antara penghuni perumahan dengan masyarakat sekitar.
Simpulan
Dari keseluruhan hasil penelitian yang dipaparkan, dapat disimpulkan inti dari penelitian ini yakni terdapat isu-isu penting yang ditemukan di lapangan dalam suatu pengadaan perumahan skala menengah di Denpasar yang terdiri dari, tahap pemilihan site, tahap perancangan bangunan, tahap konstruksi, tahap pasca konstruksi, dan tahap purnajual. Pada tahap pemilihan site terdiri dari beberapa aspek yang tarkait di dalamnya yakni, pemilihan lokasi, pembelian lahan dan kerjasama, administrasi/legalitas, pengkavlingan, dan upacara. Pada tahap perancangan bangunan, aspek-aspek yang terkait dalam tahap ini adalah, sasaran konsumen, penentuan tipe hunian, style bangunan dan estimasi biaya, arah orientasi, penentuan desain bangunan, serta pemasaran dan promosi. Pada tahap berikutnya yaitu tahap konstruksi terdapat beberapa aspek terkait diantaranya, penetapan kontraktor, revisi desain, upacara pra konstruksi, tahap finishing, dan pemasaran/promosi. Pada tahap pasca konstruksi terdapat juga beberapa aspek yang terkait yakni, pelunasan, serah terima, renovasi, fasilitas perumahan, pengelolaan, hubungan dengan desa dinas, dan pemasaran/promosi. Tahapterakhir yaitu tahap purna jual terdapat beberapa aspek pada tahap ini yakni, pindah tangan, keluhan dan penanganan, dan penambahan fungsi ekonomis. Isu-isu yang ditemukan tersebut kemudian didialogkan dengan pemahaman secara umum (emik) dan disimpulkan menjadi beberapa aspek yakni: pengembangan disesuaikan dengan momentum harga lahan, segmen pasar, karakter pembeli, tren gaya bangunan, kelengkapan fasilitas perumahan, hubungan dengan administrasi pemerintah, hubungan dengan lingkungan sekitar, serta kepercayaan dan budaya setempat.
Daftar Pustaka
Appraisal Institute (1993) The Dictionary of Real Estate Appraisal Illinois: Appraisal Institute.
Astuti, S I F (2014) ‘Perilaku Pengembang Real Estate dalam Menentukan Lokasi Perumahan di Kabupaten Sleman’ Tesis, Program Magister Perencanaan Kota dan Derah Universitas Gajah Mada.
Badan Pusat Statistik Denpasar (2015) Denpasar Dalam Angka Denpasar: BPS.
Bourne, L S (1982) Internal Structure of the City - Readings on Urban Growth and Policy Inc. Oxford: Oxford University Press.
Budihardjo, E (1997) Tata Ruang Perkotaan Bandung: Alumni Bandung.
Direktorat Jendral Cipta Karya, Direktorat Perumahan (1997) Rencana Kawasan Perumahan Kota Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Cipta Karya Satker Pengembangan Kawasan Permukiman Bali (2010) Jakarta: Kementerian PU.
Koestoer, R H (2001) Dimensi Keruangan Kota, Teori dan Kasus Jakarta: UI Press.
Putro, D J (2008) ‘Kajian Pola Pengembangan Perumahan Ditinjau dari Unsur-unsur Pembentuk Karakter Lingkungan dan Bangunan: Studi Kasus Perumahan Bale Agung Residence, Jogja Regency dan Casa Grande Yogyakarta’ Tesis, Program Studi S2 Teknik Arsitektur Universitas Gajah Mada.
Sastra M, Suparno dan Endy M (2006) Perencanaan dan Pengembangan Perumahan Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Tunggal, H S (2011) Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Undang-Undang R.I. Nomor 1 Tahun 2011) Jakarta: Harvarindo.
UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Yunus, H S (2002) Struktur Tata Ruang Kota Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
346
SPACE - VOLUME 3, NO. 3, OCTOBER 2016
Discussion and feedback