RUANG


FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN LOKASI DAN SEBARAN MINIMARKET WARALABA DI KECAMATAN DENPASAR BARAT

SPACE


Oleh: I Made Agus Dharmadiatmika1


Abstract

Denpasar has been faced with a rapid proliferation of the so called ‘minimarket’ (modernized warung). While on the one hand this has meant a provision of more space for youth to congregate, it has caused economic deprivation for various small warung whose customers divert their purchases to these new enterprises on the other. Supporting the idea of regulating the development of commercial functions in an urban area, this article offers a preliminary study of considerations used before the location for any minimarket is finalized by owners, prior to building permit application to the government. Since this in fact corresponds to a franchised warung, these considerations are subject to locational constraints set by the main company. The study also investigates how this list of priorities is negotiated to either accommodate or adapt to given economic and other circumstances encountered in any potential new location. This research was undertaken in with West Denpasar as its focus, since it has the highest density of minimarkets in Denpasar. The highest concentration of such minimarts are located in the areas of Kertha Tega , Tegal Harum and Pemecutan Kelod.

Keywords: minimarket; location; economic functions; urban development

Abstrak

Pertumbuhan minimarket waralaba yang sangat cepat di Kecamatan Denpasar Barat mengakibatkan berdampak pada termarginalkannya warung/toko tradisional. Hal mendasar yang perlu dilakukan adalah menganalisa keberadaan lokasi minimarket waralaba, sehingga menjadi pedoman dalam penataan ruang di Kota Denpasar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menjawab permasalahan awal, yaitu faktor pemilihan lokasi, faktor utama pemilihan lokasi terkait karakteristik pemanfaatan lahan, dan kecenderungan sebaran minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba dipengaruhi oleh sepuluh faktor, dengan faktor utama pemilihan lokasi adalah faktor kawasan perdagangan dan jasa/komersial, faktor kedekatan terhadap fasilitas pendidikan, faktor kedekatan terhadap fasilitas kesehatan, dan faktor pola hidup modern. Minimarket waralaba pertama kali berlokasi pada daerah yang belum terdapat pesaing. Masuknya pesaing menyebabkan sebaran lokasi terjadi secara acak dengan mempertimbangan keuntungan aglomerasi dan adanya konsentrasi permintaan pasar. Sebaran minimarket secara tidak langsung cenderung membentuk spasial, mengelompok secara sentralisasi pada daerah pusat kota, dan menyebar ke arah barat, yaitu daerah Desa Tegal Kertha, Desa Tegal Harum, dan Desa Pemecutan Kelod. Secara tidak langsung ini membentuk desentralisasi dari pusat kota.

Kata kunci: lokasi, sebaran lokasi, minimarket waralaba

Pendahuluan

Dalam industri ritel lokasi merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan sebuah ritel. Pertumbuhan pembangunan lokasi pusat-pusat perbelanjaan dan dicanangkannya era-otonomi daerah memicu pertumbuhan industri ritel modern yang cukup pesat di Indonesia. Berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (2014) Pada tahun

1


2013 perkembangan ritel modern tumbuh 11% dengan pendapatan mencapai 150 trilliun Rupiah. Dari tahun ke tahun, jumlah ritel modern tumbuh mengalami peningkatan yang signifikan. Tumbuh berkembangnya ritel modern secara garis besar cenderung berlokasi pada pusat kota yang dikenal sebagai sentralisasi lokasi ritel.

Di Kota Denpasar perkembangan industri ritel modern telah berubah menjadi tidak hanya sekedar tempat belanja tetapi juga dimanfaatkan sebagai tempat bertemu dan berkumpul bersama teman dan kerabat, khususnya bagi konsumen yang berusia muda. Salah satu ritel modern yang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di Kota Denpasar adalah ritel modern jenis minimarket dengan konsep waralaba atau yang disebut juga dengan franchise (Kusuma dkk 2010). Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, jumlah ritel modern tahun 2014 berjumlah 136 unit dengan rincian: 88 memiliki jaringan, 48 milik perorangan, 2 unit hypermarket, 3 unit supermarket. Menurut Kusuma dkk (2010) perkembangan toko modern kenyataannya telah berkembang dan menjamur berada pada daerah strategis di sepanjang jalan Kota Denpasar.

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar tahun 2014 jumlah minimarket waralaba tebanyak di Kota Denpasar yaitu dengan brand Circle K. Minimarket Circle K mulai berdiri dari tahun 2007 dengan kosentrasi jumlah gerai terbanyak berada di Kecamatan Denpasar Barat. Keberhasilan usaha tersebut tidak lain dikarenakan keberhasilan pemilihan lokasi sehingga keberadaannya mampu bertahan dari tahun ketahun hingga saat ini. Eksistensi minimarket waralaba tidak lepas dari meningkatnya perkembangan pemukiman, kepadatan lalulintas dan adanya daerah pusat perdagangan yang berada di Jalan Teuku Umar, Jalan Imam Bonjol, dan Jalan Dipoenogoro. Perkembangan toko modern yang semakin cepat berdampak terhadap perubahan fungsi ruang kearah ritelisasi, kemacetan, penurunan kualitas lingkungan dan tidak kalah pentingnya mulai terpinggirkannya keberadaan warung/toko tradisional. Upaya pengaturan keberadaan ritel modern dengan adanya regulasi pusat mulai dengan adanya Keppres No. 99 Tahun 1998, Keppres No. 96 Tahun 2000, Perpres No. 112 Tahun 2007 hingga peraturan daerah dengan adanya Perwali No 9 Tahun 2009 belum mampu memberikan ruang yang ideal bagi keberadaan minimarket dan warung/toko tradisional.

Menjamurnya minimarket yang agresif sebagai salah satu efek dari era globalisasi ekonomi dimana pelaku industri minimarket yang justru mengejar keberadaan konsumen dengan melihat kondisi-kondisi strategis. Perkembangan kondisi tata ruang Kecamatan Denapasar Barat berkembang dari sisi timur/pusat kota kearah utara, timur, barat dan selatan. Pemanfaatan lahan sebagian besar diperuntukkan sebagai pemukiman, pusat perdaganagan jasa pada jalur-jalur transportasi. Seiring dengan kondisi tersebut pola pemanfaatan ruang di Kecamatan Denpasar Barat tersebut akan diikuti oleh perkembangan minimarket waralaba secara besar-besaran dengan melihat potensi-potensi yang ada. Berdasarkan fenomena diatas, maka penting untuk dilakukannya penelitian mendasar tentang mengetahui pengaruh pemilihan lokasi minimarket waralaba terhadap pola ruang Kecamatan Denpasar Barat. Pemilihan brand Circle K dilakukan dikarenakan jumlah yang dominan dibanding brand minimarket waralaba lainnya. Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memaparkan sejumlah faktor-faktor pemilihan lokasi dan sebaran minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat.

Secara keseluruhan tulisan dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk:

  • 1.    Mengetahui faktor-faktor yang menjadipertimbangan dalam pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat.

  • 2.    Mengetahui faktor utama pemilihan lokasi minimarket waralaba terkait karakteristik pemanfaatan lahan di Kecamatan Denpasar Barat.

  • 3.    Mengetahui kecenderungan persebaran minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat.

Melalui tulisan ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan masukan bagi pemerintah guna mengakomodasi kepentingan industri ritel, masyarakat, dan pemerintah Kota Denpasar. Perhatian terhadap keberadaan warung/toko tradisional sebagai penunjang ekonomi kerakyatan setelah maraknya pendirian minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat. Sehingga, nantinya pemerintah diharapkan mampu merumuskan kebijakan yang mampu melindungi kepentingan ekonomi sektor informal. Sedangkan bagi masyarakat tulisan ini diharapkan mampu memberikan gambaran keberadaan minimarket waralaba dan faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat, sehingga masyarakat pemilik warung tradisional mampu mengambil tindakan untuk keberlangsungan usaha mereka.

Oleh karena adanya keterbatasan waktu dan sumber daya penulis, maka lokasi studi yang diambil difokuskan pada Kecamatan Denpasar Barat yang memiliki jumlah minimarket waralaba terbanyak dengan brand Circle K. Artikel ini memiliki empat bagian utama yakni, abstrak, pendahuluan, isi tulisan dan kesimpulan. Untuk memecahkan permasalahan penelitian tersebut, digunakan metode kualitatif. Metode kualitatif fenomenologi dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara secara mendalam/deep interview. Penentuan informan berdasarkan teknik purposive sampling/teknik penentuan informan dengan pertimbangan tertentu dalam lingkungan minimarket waralaba, pemilik lahan/bangunan dan dinas terkait.

Distribusi Spasial Minimarket Waralaba

Menurut Tamin (1997), pola persebaran spasial adalah pola persebaran dengan batas ruang di dalam kota atau berkaitan dengan distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat di dalam suatu wilayah. Selanjutnya menurut Yunus (2010) distribusi spasial erat kaitannya dengan ilmu geografi atau yang disebut dengan pendekatan ruang spatial approach. Pendekatan keruangan/spatial approach merupakan pendekatan keruangan yang digunakan untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang. Jadi yang dimaksud dengan distribusi spasial adalah pola persebaran dengan pendekatan keruangan yang dilakukan untuk melakukan kegiatan tertentu dengan ditentukan oleh tata guna lahan tersebut yang secara visual dapat digambarkan berupa titik menyebar, mengelompok atau acak.

Menurut Tambunan dkk (2004) minimarket adalah toko berukuran relatif kecil yang merupakan pengembangan dari toko tradisional yang menjual kebutuhan sehari-hari. Tujuan peritel minimarket dalam memperbanyak jumlah gerai adalah untuk memperbesar skala usaha sehingga bersaing dengan skala usaha supermarket dan hypermarket, yang pada akhirnya memperkuat posisi tawar ke pemasok (Pandin 2009). Istilah waralaba dapat disebut juga dengan franchise yangberasal dari bahasa Perancis, artinya bebas dari penghambaan atau perbudakan. Bila dihubungkan dalam konteks usaha, franchise berarti

kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Pewaralabaan (franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise) yakni suatu sistem keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchise) (Tunggal 2004). Sedangkan di Indonesia definisi waralaba secara yuridis berdasarkan PP No. 42 Th 2007 pasal 1 yang mengartikan waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh seorang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Jadi minimarket waralaba adalah toko dengan ukuran yang relatif kecil yang merupakan pengembangan toko tradisional dengan sistem penjualan yang telah ada dan teruji dengan berdasarkan perjanjian tertentu.

Faktor Pemilihan Lokasi Minimarket Waralaba di Kecamatan Denpasar Barat

Secara administratif Kecamatan Denpasar Barat memiliki luas wilayah 2.412,93 ha. Kecamatan Denpasar Barat terbagi atas 3 kelurahan dan 8 desa adat. minimarket waralaba tersebar di 7 desa/kelurahan, di antaranya Desa Dauh Puri Kauh terdapat tiga minimarket, Desa Pemecutan Kelod terdapat dua minimarket, Desa Tegal Kertha terdapat dua minimarket, Kelurahan Dauh Puri terdapat dua minimarket, Desa Dauh Puri Kelod terdapat dua minimarket, Kelurahan Pemecutan terdapat satu minimarket, dan Kelurahan Padang Sambian terdapat satu minimarket. Sebaran minimarket waralaba dapat dilihat pada Gambar 1. Jumlah minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat sebanyak 14 minimarket.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan dengan melakukan wawancara terhadap pihak manajemen yang berlokasi di Kecamatan Denpasar Barat diperoleh strategi pemilihan lokasi minimarket waralaba. Pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat memiliki faktor yang berbeda-beda. Guna mengetahui faktor-faktor pemilihan lokasi 14 minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat maka disusun 3 pengamatan lokasi minimarket waralaba yaitu: a) Lokasi berdasarkan kondisi eksisting. Dasar pemilihan lokasi minimarket waralaba berdasarkan kondisi eksisting terbagi atas status jalan, berada di jalur dari atau menuju pusat kegiatan, berada di jalan strategis pariwisata, tingkat keamanan, padat kendaraan yang melintas, dekat tidaknya dengan persimpangan jalan, gaya hidup berkumpul/kongko-kongko dan berada dekat dengan pemberhentian transportasi umum. b) Dasar pemilihan lokasi berdasarkan kebijakan internal. Berdasarkan hasil wawancara, kebijakan intern dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: potensi site, kesesuaian luas bangunan, status hak milik lahan dan bangunan, harga sewa lahan dan keberadaan pesaing. c) Lokasi berdasarkan peraturan pemerintah. Perkembangan minimarket waralaba di Kota Denpasar erat kaitannya dengan perijinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Denpasar. Dalam pemilihan lokasi terkait dengan peraturan pemerintah terbagi atas tiga pertimbangan pemberian ijin lokasi minimarket yaitu kepemilikan ijin operaisonal (IUTM), dan membatasi berada dekat warung/toko tradisional dalam radius 1 km.

Gambar 1. Peta Sebaran Minimarket Waralaba di Kecamatan Denpasar Barat Sumber: RDTR Kecamatan Denpasar Barat dan Dokumen Foto

Berdasarkan pengamatan di lapangan, data menunjukkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi minimarket waralaba seperti pada Tabel 1.

No.

Faktor Pemilihan

Indikator

1.

Aksesibilitas

  • -    Jumlah kendaraan yang melintas padat.

  • -    Lebar jalan memudahkan bongkar muat barang.

  • -    Padat kendaraan yang melintas pagi dan malam hari relatif stabil.

  • -    Jenis kendaraan yang melintas berupa kendaraan pribadi dan pariwisata.

  • -    Jalan diutamakan memiliki dua jalur aksesibilitas.

  • -    Dekat dengan persimpangan jalan menghubungkan dengan akses penginapan, perumahan, kompleks ruko.

  • -    Adanya persimpangan menyebabkan jumlah akses lebih banyak sehingga kendaraan yang melintas semakin besar.

  • -    Dekat dengan perkantoran.

  • -  Dekat dengan fasilitas pendidikan.

  • -  Dekat dengan fasilitas kesehatan.

  • -  Dekat dengan fasilitas peribadahan.

  • -  Dekat dengan fasilitas akomodasi pariwisata.

2.

Potensi site

  • -    Lokasi berada langsung pada Jalan utama

  • -    Kenampakan bangunan jelas/tidak terhalang benda.

  • -    Hanya menggunakan bangunan dasar/lantai 1 sebagai aktifitas penjualan.

  • -    Bangunan dapat berupa toko ataupun ruko (diutamakan toko sebagai efisiensi biaya sewa).

  • -  Sistem belanja take a way sehingga tidak

memerluakan ruang yang luas (min 50 m2).

  • -    Lahan parkir cenderung sempit.

3.

Kawasan pariwisata

- Jarak lokasi minimarket dekat dengan kawasan pariwisata (Kecamatan Denpasar Selatan).

4.

Jarak dari pusat kota

- Jarak lokasi minimarket dengan pusat Kota Denpasar.

5.

Fasilitas pendidikan

  • -    Dekat dengan gedung SMP, SMA dan kampus

  • -    Aktivitas berlangsung hingga malam hari.

  • -    Kongko-kongko.

6.

Fasilitas perdagangan dan jasa

  • -    Berlokasi pada pusat perkantoran dan perdagangan.

  • -    Aktifitas perbelanjaan berlangsung hingga malam hari.

7.

Fasilitas peribadahan

  • -    Masyarakat yang melakukan aktivitas persembahyangan.

  • -    Aktifitas perbelanjaan berlangsung hingga malam hari.

8.

Sewa lahan

- Berada pada bangunan yang memiliki sistem sewa.

9.

Keberadaan Pesaing

  • -    Jarak ideal sesama minimarket Circle K 500 m.

  • -    Jarak ideal dengan minimarket lain 1 km.

Tabel 1. Faktor pertimbangan pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat (Lanjutan)

No.       Faktor Pemilihan

Indikator

10.   Gaya Hidup

Berkumpul/Kongko-Kongko

  • -  Lokasi memiliki kecenderungan adanya aktivitas

remaja berkumpul.

  • -  Kecenderungan tempat berkumpul dekat dengan

fasilitas pendidikan.

  • -  Kecenderungan berada di daerah yang ramai

kendaraan hingga malam hari/non-stop 24 jam.

  • -  Semakin besar potensi kongko-kongko semakin

besar ruang yang disediakan untuk fasilitas duduk.

  • -  Lokasi minimarket menjadi tempat tujuan bertemu

atau petanda (sign).

Mengacu dari teori lokasi ritel modern, yang mengklasifikasikan lokasi ritel ke dalam tiga jenis dasar lokasi, maka dalam kaitannya pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat adalah:

  • a)    Adanya nilai ambang batas/threshold menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam menentukan lokasi berbelanja. Hal ini juga mempengaruhi waktu yang diperlukan konsumen dalam berbelanja. Semakin tinggi aksesibilitas semakin mudah daya jangkau masyarakat akan memberikan waktu yang relatif singkat/efisien dalam berbelanja. Maka dari itu faktor aksesibilitas merupakan faktor kunci dan mutlak dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi minimarket.

  • b)    Jika dilihat dari pola pergerakan konsumen yang berbelanja di minimarket waralaba cenderung terjadinya combined purpose trip atau melakukan perjalanan belanja sekaligus melakukan kegiatan berpergian seperti bekerja baik sebelum ataupun sesudah kerja. Kecenderungan belanja seperti ini terlihat dari adanya lokasi minimarket waralaba yang tersebar dekat dengan fasilitas pendidikan, perdagangan dan jasa, fasilitas peribadahan, dekat dengan kawasan pariwisata dan dekat dengan pusat kota sehingga terjadinya kombinasi perjalanan yang diselingi kegiatan belanja. Barang yang dijual oleh minimarket waralaba adalah barang siap konsumsi dimana dominan merupakan makanan dan minuman.

  • c)    Lokasi minimarket waralaba cenderung berlokasi dekat dengan pusat kota dan kawasan pariwisata dimana memiliki tingkat aksesibilitas yang padat. Semakin dekat pusat kota, kawasan pariwisata dan memiliki aksesibilitas tinggi maka harga sewa lahan yang harus dibayar semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan teori bid-rent yang menyatakan bahwa sektor bisnis/riteling mempunyai pendekatan lokasi pada pusat kota dengan derajat aksesibilitas paling besar dengan nilai sewa lahan yang tinggi.

  • d)    Adanya kecenderungan pasar/konsumen dengan konsentrasi kegiatan barada di pusat kota menyebabkan adanya konsentrasi permintaan menjadi strategi pemilihan lokasi dengan mendekati fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadahan, dan fasilitas perkantoran. Kedekatan terhadap fasilitas tersebut mencipkatan keterkaitan yang menghasilkan keuntungan aglomerasi dengan keterkaitan terhadap pasar (forward linckage). Adanya konsentrasi permintaan dengan pemilihan lokasi mendekati fasilitas-fasilitas dengan aktivitas tinggi menjadi strategi pemilihan lokasi yang akan berpengaruh terhadap besarnya penjualan yang meningkat. Selain itu

lokasi yang terkonsentrasi memberikan keuntungan terhadap kecilnya biaya pemasaran yang harus dikeluarkan. Hasil ini sejalan dengan teori berdasarkan kegiatan ekonomi yang menyebutkan lokasi riteling berada pada lokasi yang memberikan keuntungan aglomerasi dan lokasi yang memiliki konsentrasi permintaan.

  • e)    Dari teori faktor-faktor penentuan lokasi ritel modern diperoleh hasil pemilihan lokasi minimarket waralaba cenderung tidak memperhitungkan besaran jumlah penduduk atau faktor demografi dan banyaknya perumahan sebagai faktor penentu lokasi Circle K, melainkan disebabkan faktor jarak pusat kota. Jarak pusat kota yang dimaksud adalah bagian wilayah kota (BWK) tengah yang terdiri dari bagian wilayah Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar Timur, dan Denpasar Barat.

  • f)    Pariwisata masih sangat dominan mempengaruhi tingkat perekonomian Kota Denpasar khususnya dan Bali pada umumnya. Faktor pariwisata merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi di Kecamatan Denpasar Barat ini terlihat dari gambar peta sebaran minimarket waralaba yang cenderung berkelompok dekat dengan perbatasan Kecamatan Denpasar Selatan. sebagaimana yang disebutkan dalam teori lokasi ritel modern ternyata faktor demografi tidak signifikan mempengaruhi pemilihan lokasi minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat. faktor demografi hanya berlaku di negara-negara Eropa yang pertumbuhan ekonominya didukung oleh besaran angka demografi.

  • g)    Selain faktor pariwisata, faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba berlokasi mendekati pusat kegiatan masyarakat, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas peribadahan dan fasilitas perdagangan dan jasa sebagai lokasi potensial berdirinya minimarket waralaba.

Faktor Utama Pemilihan Lokasi Minimarket Waralaba terhadap Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Denpasar Barat

Berdasarkan analisa pemilihan lokasi minimarket waralaba yang telah dipaparkan sebelumnya kemudian direduksi dan dirangkum sehingga memperoleh faktor utama dalam pemilihan lokasi minimarket waralaba jika dikaitkan terhadap karakteristik pemanfaatan lahan di Kecamatan Denpasar Barat. Adapun faktor utama pemilihan lokasi yang dimaksud diperoleh sebagai berikut:

  • a)    Faktor kawasan perdagangan dan jasa/komersial: Kondisi pemanfaatan lahan di Kecamatan Denpasar Barat sebagai lahan perdagangan dan jasa/komersial sebesar 8,99 % dari luas wilayah. Hal ini sangat mempengaruhi kontribusi PDRB menurut lapangan usaha tahun 2013 sebesar 36.20 % yang berada pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kawasan perdagangan yang potensial di Kecamatan Denpasar Barat berada berada di status jalan kolektor primer yaitu di sepanjang Jalan Diponegoro, Jalan Gunung Agung, Jalan Teuku Umar, dan Jalan Imam Bonjol. Pemilihan lokasi minimarket terbanyak berada pada status jalan kolektor primer yaitu minimarket pada kasus satu, dua, tiga, lima, enam, delapan, sebelas, dua belas, tiga belas, dan empat belas dengan status lahan kawasan perdagangan. lokasi berada di kawasan perdagangan dan jasa/komersial memberikan keuntungan adanya konsentrasi konsumen baik itu konsumen berupa masyarakat yang ingin berbelanja pada kawasan tersebut dan konsumen berupa karyawan perkantoran. Pemilihan lokasi

di kawasan perdagangan dan jasa/komersial merupakan salah satu strategi membidik atau menargetkan berada dekat dengan pusat-pusat aktivitas masyarakat yang berlangsung secara 24 jam. Lokasi yang berdekatan diharapkan mampu melayani konsumen yang berada pada fasilitas-fasilitas tersebut.

  • b)    Faktor kedekatan terhadap fasilitas pendidikan: Pemilihan lokasi berdasarkan kedekatan terhadap fasilitas pendidikan seperti kampus dan gedung sekolah terlihat pada pemilihan lokasi minimarket kasus 4 dan 10 yang berdekatan dengan sekolah SMAN 4 Denpasar, SMPN 7 Denpasar, SMA PGRI 2 Denpasar, dan SMP PGRI 1 Denpasar. Lokasi kasus 6 dan 7 berdekatan dengan lokasi kampus Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Hukum Unud di Jalan Pulau Nias, Kampus Unud di Jalan Sudirman, Kampus Wernes, SMAN 2 Denpasar, dan lembaga pendidikan LP3I. Lokasi kasus 11 berdekatan dengan sekolah SMPN 4 Denpasar dan SMPN 2 Denpasar. Melihat kondisi tersebut faktor kedekatan terhadap fasilitas pendidikan membidik atau menargetkan berada dekat dengan pusat-pusat aktivitas masyarakat yang berlangsung padat dan berkesinambungan. Lokasi yang berdekatan diharapkan mampu melayani konsumen yang berada pada fasilitas pendidikan.

  • c)    Faktor kedekatan terhadap fasilitas kesehatan: Lokasi minimarket berdekatan dengan fasilitas kesehatan terdapat pada kasus 1, 6, dan 7. Lokasi minimarket pada kasus 6 dan 7 mendekati fasilitas kesehatan yang cenderung mengelompok yaitu RS Sanglah, RS Surya Husada, dan RS Prima Medika. Lokasi minimarket pada kasus 1 berdekatan dengan RS Kasih Ibu. Melihat kondisi tersebut faktor kedekatan terhadap fasilitas kesehatan membidik atau menargetkan berada dekat dengan pusat-pusat aktivitas masyarakat yang berlangsung 24 jam.

  • d)    Faktor pola hidup modern: Dewasa ini masyarakat berbelanja tidak hanya sekedar membeli kebutuhan, namun juga sambil melakukan rekreasi yaitu dengan duduk bersama teman-teman/melakukan kegiatan kongko-kongko. Pada akhir pekan

biasanya lokasi minimarket banyak didatangi oleh para remaja sambil berbelanja sambil duduk-duduk sekedar menghabiskan waktu di luar rumah. Banyaknya anak muda atau masyarakat berkumpul di luar rumah pada lokasi tertentu menjadikan lokasi tersebut menjadi potensial untuk gerai minimarket baru

Kecenderungan Sebaran Minimarket Waralaba di Kecamatan Denpasar Barat

Sebaran minimarket waralaba dimulai dengan berdirinya minimarket waralaba pada tahun 2007 di Kecamatan Denpasar Barat. Perkembangan minimarket waralaba terbesar terjadi pada tahun 2008 hingga tahun 2012. Melihat perkembangan dari tahun ke tahun, arah perkembangan minimarket waralaba cenderung tidak terarah, ini dibuktikan dengan perkembangan minimarket waralaba pada urut 1 hingga ke 4 cenderung memilih lokasi desa/kelurahan yang belum memiliki minimarket waralaba sejenis. Pada urut ke 5 hingga 14, perkembangan minimarket waralaba cenderung tidak teratur. Pemilihan lokasi tidak lagi mempertimbangkan keberadaan pesaing, melainkan penentuan lokasi berdasarkan aktivitas kegiatan masyarakat (lihat Gambar 2).

Gambar 2. Peta Perkembangan Minimarket Waralaba di Kecamatan Denpasar Barat

Dari hasil perkembangan minimarket dari tahun ke tahun, lokasi 1 hingga 4 sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa minimarket memilih lokasi yang belum adanya minimarket sejenis. Hasil ini sejalan dengan teori yang dipaparkan oleh Sjatrizal (2008) bilamana lokasi memiliki pesaing yang minimal atau terjadinya persaingan yang tidak

tajam, sehingga akan menciptakan monopoli pasar yang akan berpengaruh terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh. Selanjutnya, sebagaimana hasil penelitian yang menyebutkan lokasi 5 hingga 14 pemilihan lokasi secara acak berdasarkan pendekatan konsentrasi aktivitas kegiatan masyarakat. Hasil ini sejalan dengan teori lokasi berdasarkan kegiatan ekonomi yang menyebutkan pemilihan lokasi ritel berdasarkan keuntungan aglomerasi dan konsentrasi permintaan.

Jika kita melihat ruang lingkup yang lebih kecil/minimarket, hasil pertumbuhan minimarket waralaba yang dipaparkan sebelumnya sejalan dengan teori yang diungkapkan mengenai perembetan kenampakan fisik (urban sprawl). Perembetan minimarket waralaba dari tahun ketahun mendekati tipe meloncat (leap frog development/checkerboard development) dengan kenampakan persebaran secara sporadis mengikuti keberadaan aksesibilitas.

Pola sebaran minimarket waralaba cenderung acak dan cenderung mengalami pemusatan/mengelompok pada pusat kota BWK Tengah dan BWK Selatan menyebar ke arah SUB BWK Barat I yaitu Kelurahan Padang Sambian, SUB BWK Barat II yaitu Desa Tegal Kertha, Desa Tegal Harum, dan SUB BWK Barat IV Desa Pemecutan Kelod. Jika dilihat dari sistem jaringan jalan, pola sebaran terkonsentrasi pada status jalan kolektor primer yaitu sepanjang Jalan Teuku Umar, Jalan Imam Bonjol, dan Jalan Dipoenogoro. Pengembangan Kota Denpasar terjadi ke segala arah mengikuti bagian wilayah kota yang telah ditetapkan yaitu BWK Tengah, BWK Utara, BWK Timur, BWK Selatan, dan BWK Barat. Pola sebaran minimarket waralaba secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.

Pola sebaran minimarket waralaba sebagaimana yang dijelaskan pada faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba pengaruh jarak kota/CBD sangat jelas terlihat. Kecenderungan lokasi membentuk sebaran secara acak sehingga secara tidak langsung membentuk rangkaian berkelompok dekat pusat kota dengan membentuk pola sentralisasi. Adanya pengaruh perkembangan aksesibilitas dan perubahan teknologi dengan meningkatnya pemakaian kendaraan menyebabkan pola sebaran berkembang secara tidak langsung kearah barat dengan membentuk pola sebaran desentralisasi dari pusat kota. Hasil ini sejalan dengan teori morfologi kota dimana pendekatan pola fisik Kota Denpasar berbentuk bujur sangkar (the square cities) dengan pengembangan kota kesegala arah dengan bentuk dasar bujur sangkar dan adanya jalur transportasi pada sisi-sisinya.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap permasalahan penelitian, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

  • 1.    Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat.

Keberlangsungan usaha sektor minimarket waralaba yang mendominasi keberadaannya di Kecamatan Denpasar Barat bergantung pada faktor pemilihan lokasi yaitu faktor aksesibilitas, faktor potensi site, faktor jarak pusat kota, faktor kawasan pariwisata, faktor pusat kegiatan, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan, jasa, perkantoran, faktor sewa lahan, faktor keberadaan pesaing, dan faktor gaya hidup.

Gambar 3. Peta Pola Sebaran Minimarket Waralaba di Kecamatan Denpasar Barat

  • 2.    Faktor utama pemilihan lokasi minimarket waralaba terkait karakteristik pemanfaatan lahan di Kecamatan Denpasar Barat.

Dari sekian faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba terhadap pemanfaatan lahan di Kecamatan Denpasar Barat, direduksi sehingga memperoleh

beberapa faktor yaitu: faktor kawasan perdagangan dan jasa/komersial, faktor kedekatan terhadap fasilitas pendidikan, faktor kedekatan terhadap fasilitas kesehatan, dan faktor pola hidup modern.

  • 3.    Kecenderungan persebaran minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat.

Pengembangan Kota Denpasar terjadi kesegala arah mengikuti bagian wilayah kota yang telah ditetapkan yaitu BWK Tengah, BWK Utara, BWK Timur, BWK Selatan, dan BWK Barat. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori morfologi kota dimana pendekatan pola fisik Kota Denpasar berbentuk bujur sangkar (the square cities) dengan pengembangan kota ke segala arah dengan bentuk dasar bujur sangkar dan adanya jalur transportasi pada sisi-sisinya. Dasar sebaran pertama kali berlokasi pada daerah yang belum terdapat pesaing, sehingga dapat memonopoli pasar. Masuknya pesaing menyebabkan sebaran lokasi menjadi acak dengan mempertimbangkan keuntungan aglomerasi dan adanya konsentrasi permintaan pasar. Sebaran minimarket secara tidak langsung cenderung membentuk spasial mengalami pengelompokan secara sentralisasi pada daerah pusat kota (BWK Tengah) dan perbatasan Kecamatan Denpasar Selatan (BWK Selatan) menyebar ke arah barat yaitu Desa Tegal Kertha, Desa Tegal Harum, dan Desa Pemecutan Kelod. Adanya pengaruh perkembangan Kecamatan Denpasar Barat ke arah barat dan perubahan teknologi pemakaian kendaraan menyebabkan sebaran secara tidak langsung berkembang ke arah barat atau ke arah desentralisasi pusat kota.

Daftar Pustaka

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) (2014) Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Nasional Melalui Peran APRINDO Sebagai Tulang Punggung Jalur Distribusi Produk Dalam Negeri (serial online), diakses 1 Juni 2014. Tersedia pada: URL:http://www.aprindo.net/index.html.

Badan Perencanaan Pengembangan Daerah (2010) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar (2013) Retil Modern Kota Denpasar.

Keppres No. 96 (2000) Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka Bagi Penanam Modal Asing. Keppres No. 99 (1998) Bidang/Jenis Usaha untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Syarat Kemitraan.

Kusuma, A.A, Ayu, D, dan Bagus, H S (2010) Analisa Potensi Bersaing Pasar Tradisional Terhadap Pasar Modern Di Kota Denpasar Dan Kabupaten Badung Denpasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Pandin, M L (2009) “Potret Bisnis Ritel di Indonesia: Pasar Modern” Economic Review No. 215 Maret 2009.

Peraturan ` Nomor 42 (2007) Waralaba.

Perpres No. 112  (2007) Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

Perbelanjaan, Toko Modern.

Perwali Kota Denpasar No. 9 (2009) Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Sjatrizal (2008) Ekonomi Regional:Teori dan Aplikasi Jakarta: Penerbit Niaga Swadaya.

Tambunan, T T dkk (2004) Kajian Persaingan dalam Industri Retail. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Tamin, O Z (1997) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Tunggal, I S (2004) Franchising Konsep dan Kasus. Jakarta: Harvarindo.

Yunus, H S (2000) Struktur Tata Ruang, Cetakan I Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

304

SPACE - VOLUME 3, NO. 3, OCTOBER 2016