RUANG


PERUBAHAN PEMANFAATAN LAHAN

KAWASAN SUBAK KEDAMPANG

DI KUTA UTARA

SPACE


Oleh: I Putu Eka Musdiana1

Abstract

Subak consists of four components: a temple, community organisations, paddy fields, and irrigation systems. All the above components combine into a subak area. Paddy fields are currently being transformed for other uses such as commercial and residential purposes. This affects on the sustainability of Subak and the culture it supports. One of the subak areas experiencing such intervention is Subak Kedampang. This study aims to determine the changes in land use, and its effects on the sustainability of the Subak Kedampang. Qualitative research methods are deployed. From 1990-2013 research demonstrates that Subak Kedampang has lost approximately 185.36 hectares of paddy fields to non-agricultural land use. Causes are largely due to the land consolidation, infertile farmland, and income differentials resulting either from cultivating the land or th elease or sale of such land for non-agricultural functions. These changes undermine the quality of paddy fields, Subak membership, and its irrigation systems. Irrigation systems then perform the additional function of sewers. Changes of land use therefore undermine the sustainability of the Subak Kedampang area as well as that of the entire island.

Keywords: spatial changes, land use, subak area

Abstrak

Subak memiliki komponen tempat suci, organisasi kemasyarakatan, lahan persawahan dan sistem irigasi. Komponen-komponen tersebut menyatu menjadi kawasan subak. Saat ini terjadi alih fungsi lahan dari persawahan menjadi perumahan atau perdagangan. Alih fungsi lahan ini dapat mempengaruhi keberlanjutan subak, di antaranya Subak Kedampang. Penelitian ini memaparkan perubahan lahan yang terjadi, penyebab dan dampak perubahan tersebut pada keberlanjutan Subak Kedampang. Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1990-2013, perubahan pemanfaatan lahan di Kawasan Subak Kedampang seluas 185,36 hektar. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada Kawasan Subak Kedampang terjadi perubahan pemanfaatan lahan sebesar 185,36 hektar dalam periode 1990-2013. Perubahan fungsi lahan terjadi dari lahan persawahan menjadi lahan budidaya nonpertanian. Penyebab perubahan pemanfaatan lahan ini adalah adanya kebijakan pemerintah untuk melaksanakan land consolidation, perbedaan penghasilan yang diperoleh petani dari mengolah lahan untuk pertanian dengan menyewakan atau menjual lahan untuk pemanfaatan selain pertanian, dan ketidaksuburan lahan pertanian. Perubahan pemanfaatan lahan mengakibatkan berkurangnya lahan persawahan, anggota organisasi subak dan perubahan irigasi. Bentuk perubahan irigasi dari hanya satu fungsi sebagai irigasi menjadi jaringan dengan dua kegunaan yaitu irigasi dan saluran air kotor. Studi ini menunjukkan bahwa perubahan pemanfaatan lahan tidak mendukung keberlanjutan Kawasan Subak Kedampang.

Kata kunci: perubahan ruang, tata guna lahan, kawasan subak

1


Pendahuluan

Subak merupakan salah satu wujud kearifan budaya lokal yang memperkaya kebudayaan Bali sehingga bisa menjadi salah satu daya tarik wisata. Lahan pertanian juga merupakan sumber produksi bahan makanan. Kondisi-kondisi ini menjadi dasar untuk menjaga keberlanjutan kawasan subak.

Sistem irigasi dan sistem fisik berupa lahan pertanian menyatu menjadi kesatuan wilayah sebagai wadah bagi para petani dalam melakukan kegiatan bertani. Kesatuan wilayah tersebut memiliki batas-batas, ciri dan fungsi tertentu. Menurut Adisasmita (2010), fungsi tertentu kawasan antara lain fungsi lindung dan budidaya.

Lahan persawahan sebagai bagian dari kawasan subak mengalami perubahan yang cukup tinggi. Misalnya dalam kurun waktu satu tahun (2010-2011), lahan sawah di Kabupaten Badung menyusut seluas 42 hektar dari 10.285 hektar menjadi 10.243 hektar (Bali Tribune, 2012). Kuta Utara sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Badung mengalami perubahan pemanfaatan lahan pertanian. Luas perubahan lahan persawahan bervariasi setiap tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Luas dan perubahan lahan sawah di Kuta Utara

Tahun

Luas lahan sawah (hektar)

Luas perubahan lahan sawah dari tahun sebelumnya (hektar)

2004

1682

0

2005

1682

0

2006

1682

0

2007

1626,750

55,25

2008

1539,09

87,66

2009

1515

24,09

2010

1504,51

10,49

2011

1496,51

8

2012

1468,03

28,48

2013

1430,06

37,97

Sumber: BPS Kabupaten Badung

Salah satu kawasan subak yang mengalami perubahan pemanfaatan lahan di Kuta Utara adalah Subak Kedampang. Sebagai lokasi studi, Subak Kedampang terletak di Desa Adat Kerobokan. Subak ini dibentuk pada tahun 1946 dengan enam wilayah (munduk) yaitu Munduk Kedampang Kangin, Munduk Kedampang Kauh, Munduk Kedampang Tengah, Munduk Pengubengan Dangin Jalan, Munduk Pengubengan Dauh Jalan, dan Munduk Pengipian (Gambar 1). Menurut Pekaseh Subak I Ketut Sujana, perubahan lahan pertanian di Kawasan Subak Kedampang terjadi cukup tinggi. Besar perubahan tersebut rata-rata satu hektar tiap tahunnya. Perubahan lahan pertanian bahkan sudah mengubah jalur hijau.

Perubahan pemanfaatan lahan di kawasan subak kadang-kadang tidak terlihat secara jelas karena kurangnya pemahaman tentang kondisi yang terjadi. Kondisi ini hanya akan diketahui pada saat subak itu telah punah. Pada saat ini, tidak ada lagi lahan sawah yang tersisa sebagai bagian dari kawasan subak. Sebelum kondisi di atas terjadi perlu adanya kajian tentang perubahan pemanfaatan lahan subak.

Penelitian ini diawali dengan meneliti perubahan pemanfaatan lahan subak, faktor penyebab perubahan, dan dampak yang ditimbulkan dan perubahan terhadap keberlanjutan Subak Kedampang. Hasil-hasil penelitian ini nantinya dimanfaatkan sebagai landasan dalam menjaga kelestarian subak di Bali. Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif deskriptif.

Gambar 1. Peta Kawasan Subak Kedampang Sumber: Bappeda Kabupaten Badung, Penulis

Perubahan Pemanfaatan Lahan Kawasan Subak Kedampang

Perubahan adalah sesuatu yang mengalami peralihan bentuk atau beralihnya keadaan sebelumnya menjadi keadaan setelahnya. Menurut Schermerhorn dkk. (1991), konsep perubahan dibedakan menjadi perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa wujud peralihan pemanfaatan lahan yang terjadi di Kawasan Subak Kedampang sebagian besar berupa peralihan dari lahan persawahan menjadi bangunan perumahan dan perdagangan. Dalam meneliti perubahan penggunaan lahan yang terjadi, dilakukan perbandingan antara kondisi sebelumnya dan kondisi yang ditemukan saat ini. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perubahan pemanfaatan lahan kawasan Subak Kedampang dapat dibagi sebagai berikut:

  • a.    Perubahan Pemanfaatan Lahan Budidaya

Perubahan pemanfaataan lahan di Kawasan Subak Kedampang dimulai dari awal tahun 1990-an. Menurut Lansing (2012), luas lahan persawahan pada tahun 1990 adalah 281,36 hektar. Luas lahan mengalami penyusutan sebesar 76,36 hektar menjadi 205 hektar pada tahun 2001. Sementara itu, pada tahun 2008 luas lahan persawahan adalah 101 hektar (Bappeda Litbang dan BPS Kabupaten Badung, 2008). Telah terjadi perubahan pemanfaatan lahan budidaya pertanian sebesar 104 hektar dari tahun 2001 sampai tahun 2008. Luas lahan sawah di Kawasan Subak Kedampang pada tahun 2010 adalah 97,51 hektar (Sareng, 2010). Ini menunjukan bahwa telah terjadi perubahan pemanfaatan lahan pertanian seluas 3,49 hektar tahun 2008 sampai 2010. Pekaseh Subak Kedampang mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir terjadi sekitar satu hektar perubahan lahan persawahan. Luas lahan persawahan yang tersisa pada tahun 2013 adalah sebesar 96 hektar. Total perubahan pemanfaatan lahan pertanian di kawasan Subak Kedampang dari tahun 1990 sampai tahun 2013 sebesar 185,36 hektar (Tabel 2).

Tabel 2. Luas dan perubahan lahan sawah di Kuta Utara

Tahun

Luas perubahan lahan sawah dari tahun sebelumnya (hektar)

1990-2001

76,36

2001-2004

102

2004-2008

2

2008-2010

3,49

2010-2013

1,51

Total

185,36

Sumber: Penulis, Bappeda Kabupaten Badung, Eka Likita Subak Kedampang.

Bentuk peralihan lain yang juga terjadi di Kawasan Subak Kedampang adalah peralihan dari persawahan menjadi balai subak dan Pura Pengulun Subak. Pura ini diklasifikasikan sebagai wujud pemanfaatan lindung (Gambar 2).

Luas lahan pertanian yang menjadi kawasan terbuka hijau adalah seluas 60 hektar (Sareng, 2010). Kawasan ini juga diklasifikasikan sebagai wujud pemanfaatan lindung (Gambar 3). Kedua peruntukan di atas dilindungi oleh organisasi Subak Kedampang dan pemerintah.


Gambar 2. Pura Pengulun Subak Kedampang Sumber: Penulis



Gambar 3. Peta Kawasan Jalur Hijau Subak Kedampang Sumber: Bappeda Kabupaten Badung


  • b.    Perubahan Pemanfaatan Lahan Lindung

Kawasan dengan fungsi lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan buatan (UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Pada tahun 2008, belum terjadi perubahaan pemanfaatan untuk fungsi lindung khususnya pada jalur hijau yang sebagian besar adalah lahan pertanian. Tahun 2013 kawasan jalur hijau ini sudah mengalami perubahan pemanfaatan menjadi area budidaya nonpertanian. Khusus untuk lahan di sekitar balai Subak Kedampang yang seluruhnya adalah kawasan jalur hijau sudah dimanfaatkan sebagian lahannya untuk pembudidayaan nonpertanian (Gambar 4).

Gambar 4. Perubahan Pemanfaatan Lahan Sekitar Balai Subak Kedampang Tahun 2008-2013 Sumber: Bappeda Kab.Badung, Penulis.

Sisi utara balai Subak Kedampang berubah pemanfaatan menjadi kawasan pemanfaatan budidaya nonpertanian

Gambar 5. Usaha las di sebelah utara Balai Subak Kedampang Sumber: Penulis

Lahan di sekitar balai Subak Kedampang sudah mengalami perubahan antara lain: di sebelah utara berkembang menjadi area untuk fungsi perdagangan, di sebelah timur dan selatan balai subak berubah menjadi pertokoan, usaha las, dan fungsi perdagangan lainnya. Kondisi di atas ditegaskan oleh Pekaseh Subak Kedampang I Ketut Sujana yang

mengatakan kondisi ini sudah terjadi sejak tahun 2010 sampai tahun 2013. Kondisi lahan persawahan yang merupakan jalur hijau dikontrakkan oleh pemiliknya untuk dimanfaatkan sebagai perdagangan (Gambar 4-9).



Gambar 6. Balai Subak Kedampang Sumber: Penulis


Gambar 7. Toko barang antik di sebelah

Balai Subak Kedampang

Sumber: Penulis



Gambar 8. Toko di sebelah selatan Balai Subak Kedampang Sumber: Penulis


Gambar 9. Usaha tanaman hias di sebelah utara Bali Subak Kedampang Sumber: Penulis

Faktor Penyebab Perubahan Pemanfaatan Lahan

Barlowe (1986) mengatakan bahwa perubahan pemanfaatan lahan dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang berkait kondisi fisik lahan, ekonomi dan kelembagaan. Berdasarkan pandangan ini, maka faktor penyebab perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di Kawasan Subak Kedampang dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

  • a.    Faktor Ekonomi

Kawasan Subak Kedampang terbentuk dari lahan-lahan pertanian yang terletak di wilayah perkotaan dan berdekatan dengan wilayah penunjang pariwisata yaitu Kuta. Harga jual lahan subak cukup tinggi. Pemilik lahan terpicu untuk menjual lahannya, dengan pemikiran mereka akan mendapatkan uang yang lebih besar dibandingkan lahan yang sama diolah sebagai lahan pertanian. Harga sewa lahan di Kawasan Subak Kedampang juga cukup tinggi. Hasil keuangan yang diperoleh dari menyewakan lahan pertanian untuk dimanfaatkan sebagai fungsi perdagangan akan lebih tinggi dibandingkan jika lahan yang sama diolah sebagai lahan pertanian. Menurut informasi dari Bapak I Nengah Sucipta, salah seorang pengurus Subak Kedampang, sawah dengan luas lima puluh are jika dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dalam setahun untuk dua atau tiga kali panen akan menghasilkan keuntungan dua puluh juta rupiah sebelum biaya produksi. Jika sawah yang sama dikontrakkan akan menghasilkan Rp. 200.000.000/tahun. Perbedaan inilah yang menjadi daya tarik bagi pemilik lahan untuk menyewakan lahan pertaniannya. Kondisi tersebut yang telah memicu perubahan pemanfaatan lahan pertanian di Kawasan Subak Kedampang. Penjualan atau penyewaan lahan kepada pemilik baru untuk pemanfaatan nonpertanian pada akhirnya telah mengubah pemanfaatan awal dari lahan pertanian tersebut.

  • b.    Faktor Fisik Lahan

Lahan pertanian dan saluran irigasi saling berkaitan dalam menunjang proses pertanian. Kerusakan saluran irigasi akan mengakibatkan kekeringan dan tidak suburnya lahan pertanian. Kondisi perubahan pemanfaatan dengan banyaknya pembangunan perumahan menyebabkan sawah-sawah terjepit diantara perumahan dan aliran airnya tidak maksimal. Kondisi ini lambat laun menimbulkan kekeringan pada lahan pertanian yang ada di sekitarnya.

  • c.    Faktor Kebijakan dari Lembaga Tertentu

Salah satu faktor yang melatarbelakangi adanya perubahan pemanfaatan lahan di Kawasan Subak Kedampang pada tahun 1990-an adalah adanya land consolidation (LC) dari pemerintah. Kondisi ini menurut Pekaseh Subak Kedampang diawali dengan adanya LC di wilayah Banjar Pengipian yang diiringi dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur jalan. Hal ini pada akhirnya telah mendorong pembangunan perumahan dan perdagangan. Bapak I Made Jati, salah seorang anggota subak yang pernah memiliki lahan di Munduk Pengipian, menyampaikan bahwa sebelum adanya LC area dari balai Banjar Pengipian ke utara merupakan area persawahan. Akan tetapi setelah adanya LC, area ini telah berubah pemanfaatannya menjadi perumahan dan bangunan untuk fungsi perdagangan.

Dampak Perubahan Pemanfaatan Lahan di Kawasan Subak Kedampang

Perubahan lahan pertanian di Kawasan Subak Kedampang ternyata memberikan dampak pada anggota subak itu sendiri dan berbagai komponen penunjang kawasannya. Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan pemanfaatan tersebut pada keberlanjutan Kawasan Subak Kedampang dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu sebagai berikut:

  • a.    Perubahan Tempat Suci Subak

Perubahan lahan pertanian menjadi perumahan mengakibatkan perubahan penempatan pada pelinggih pengulun subak. Saat ini pelinggih subak dipindahkan ke balai Subak Kedampang. Adapula tempat suci subak yang tidak dipindahkan walaupun di sekitarnya sudah terjadi perubahan pemanfaatan lahan yaitu Pura Merta Sari. Lokasi tempat suci tersebut adalah di Munduk Pengipian.

  • b.    Perubahan Anggota Subak

Perubahan pemanfaatan lahan pertanian menjadi pertokoan mengakibatkan pemilik lahan tidak akan menjadi petani. Selain petani pemilik lahan, petani penggarap juga sudah tidak diperlukan seiring tidak berfungsinya lahan sebagai persawahan. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya anggota subak. Jika kondisi ini terus terjadi maka organisasi subak tidak akan memiliki anggota. Dengan kata lain organisasi subak akan berhenti.

  • c.    Perubahan Fungsi Jaringan Irigasi

Perubahan pemanfaatan lahan pertanian menjadi perumahan atau perdagangan seringkali tidak diikuti dengan pembangunan saluran pembuangan air kotor. Aliran air kotor dibuang langsung ke saluran air yang berada dekat dengan bangunan yang merupakan saluran air subak. Hal tersebut mengakibatkan saluran irigasi yang awalnya hanya berfungsi sebagai saluran air untuk pertanian berubah menjadi saluran irigasi dan saluran air kotor (Gambar 10). Misalnya telabah penasan. Ini mengakibatkan pencemaran pada air irigasi yang secara langsung menurunkan kualitas air yang menentukan kesuburan dan produktivitas lahan. Pencemaran yang terjadi juga menyebabkan kerusakan pada lingkungan di Kawasan Subak Kedampang.

  • d.    Perubahan Dimensi Jaringan Irigasi

Pembangunan pertokoan disamping lahan persawahan telah menutupi sebagian saluran air irigasi. Hal ini mengakibatkan dimensi saluran irigasi berkurang atau bahkan tertutupi. Misalnya kawasan subak yang dijadikan Land Consolidation, lahan pertanian akan ditutupi untuk membuat infrastruktur jalan. Kondisi ini akan menutup saluran irigasi yang ada di lahan persawahan tersebut. Jenis saluran irigasi yang tertutupi adalah tali kunda dan telabah penasan.

Saluran limbah toko dibuang ke saluran irigasi subak

Gambar 10. Pembuangan limbah ke irigasi subak Sumber: Penulis

  • e.    Penumpukan Sampah pada Jaringan Irigasi

Pembangunan perumahan dan petokoan menimbulkan populasi masyarakat dan berbagai aktivitas serta perilaku. Salah satu dampak negatif dari kondisi ini terhadap lahan persawahan adalah sampah. Pada kasus kawasan Subak Kedampang, hal ini dibuktikan dengan adanya sampah yang dibuang sembarangan ke saluran irigasi mengakibatkan sampah yang dibuang akan mengalir mengikuti aliran air dan menuju temuku-temuku. Adanya volume sampah dalam jumlah yang banyak dengan dimensi yang cukup besar tidak akan bisa mengalir melewati empelan atau temuku. Akhirnya, sampah tersebut akan menghambat aliran air ke persawahan (Gambar 11 dan 12). Selain tersumbatnya aliran air, sampah tersebut juga bisa mengakibatkan pencemaran pada air irigasi.

Sampah dari perumahan dan perdagangan tersumbat di saluran irigasi

Gambar 11. Empelan Subak Kedampang yang berisi sampah perumahan Sumber: Penulis

Sampah dari perumahan dan perdagangan tersumbat di saluran irigasi

Gambar 12. Temuku Pemaron Subak Kedampang yang berisi sampah Sumber: Penulis

  • f.    Merusak Keberlanjutan Kawasan Subak Kedampang

Pembangunan berkelanjutan harus mempertimbangkan tiga lingkup kebijakan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan (Brundtland 1987). Untuk menjaga keberlanjutan kawasan subak, perlu melaksanakan kebijakan-kebijakan di atas. Pada satu sisi dampak yang ditimbulkan oleh perubahan pemanfaatan lahan pertanian bertolak belakang dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Pencemaran lingkungan tidak sesuai dengan kebijakan perlindungan lingkungan dan berkurangnya anggota subak serta melemahnya organisasi subak tidak sesuai dengan kebijakan pembangunan sosial. Dapat dikatakan bahwa perubahan pemanfaatan lahan pertanian merusak keberlanjutan kawasan subak itu sendiri.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kawasan Subak Kedampang mengalami perubahan pemanfaatan lahan persawahan. Mulai tahun 1990 sampai tahun 2013 luas perubahan pemanfaatan sebesar 185,36 hektar. Wujud peralihan perubahan lahan sebagian besar berupa perubahan lahan persawahan menjadi perumahan atau perdagangan. Bentuk perubahan pemanfaatan yang lain berupa perubahan persawahan menjadi balai subak. Kawasan jalur hijau juga mengalami perubahan pemanfaatan lahan pertanian menjadi lahan perdagangan dan perumahan. Penyebab perubahan pemanfaatan lahan adalah adanya kebijakan pemerintah untuk melaksanakan land consolidation, perbedaan penghasilan yang diperoleh petani dari mengolah lahan untuk pertanian dengan menyewakan atau menjual lahan untuk pemanfaatan selain pertanian, dan tidak suburnya lahan pertanian. Perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi memberikan dampak pada kawasan subak itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan antara lain: perubahan letak tempat suci, berkurangnya anggota subak, perubahan fungsi dan dimensi jaringan irigasi, penumpukan sampah pada jaringan irigasi dan rusaknya keberlanjutan kawasan subak.

Daftar Pustaka

Adisasmita, R (2010) Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu

Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung (2014) Kecamatan Kuta Utara dalam Angka 2014. Badung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung.

Bappeda Litbang dan BPS Kabupaten Badung (2007) Badung Dalam Angka 2007 Badung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung

Bappeda Litbang dan BPS Kabupaten Badung (2009) Badung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung.

Badung

Dalam

Angka

2009

Bappeda Litbang dan BPS Kabupaten Badung (2010) Badung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung.

Badung

Dalam

Angka

2010

Bappeda Litbang dan BPS Kabupaten Badung (2011)

Badung

Dalam

Angka

2011

Badung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung

Barlowe, R (1986). Land Resource Economics. The Economics of Real Estate. New York: Prentice-Hall Inc.

Brundtland, G H (1987). Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future. Oslo: World Commission on Environment and Development

Lansing, J S (2012) The Functional Role of Balinese Water Temples: A Respone to Critics Tucson: Springer Science+Business Media.

Presiden Republik Indonesia (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Jakarta: Sekretariat Negara

Presiden Republik Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: Sekretariat Negara.

Sareng, I N (2010) Eka Likita Subak Kedampang Badung: Pengurus Subak Kedampang.

Schermerhorn dkk. (1991) Managing Organizational Behavior. Canada: John Wiley & Sons

Sutawan, N (2008) Organisasi dan Manajemen Subak di Bali Denpasar: Pustaka Bali Post.

http://koranbalitribune.com/2012/05/25/lahan-subak-kian-hari-semakin-sempit/diakses 20 Nopember 2012.

http://koranbalitribune.com/2012/04/10/setahun-42-hektar-sawah-di-badung-menyusut diakses 20 Nopember 2012.

180

SPACE - VOLUME 2, NO. 2, OCTOBER 2015