KAJIAN ALIH FUNGSI RUANG TERBUKA

RUANG


SPACE


HIJAU DI KOTA DENPASAR

Oleh: I Nengah Riana1, Widiastuti2, dan Ida Bagus Gde Primayatna3

Abstract

Denpasar city is both the capital as well as the major growth center in Bali. This growth however has caused problems for open space provision. Green open space in urban areas is a necessary part of spatial planning in order to maintain water catchment areas to improve urban environmental compatibility, creation of an urban environment that is safe, comfortable, fresh, beautiful and healthy, and to provide a balance between the natural environment, the built environment and the public realm. The transformation of open space to urban uses in cities is ubiquitous and impacts on spatial planning. This study aims to determine the extent of land conversion in Denpasar and the reasons for such change. Quantitative analysis is used to focus on the form of land use change and the logic behind it. The study concentrates on open space conversion. Data was collected by observation, questionnaires and interview. The final results of this research will hopefully enrich the field of regional development and urban spatial planning, and provide a useful stimulus in the forward planning of Denpasar. Preliminary results suggest that land conversion predominantly serves residential land use (94.12%). Dominant factors that affect its transfer are due to its strategic location (69.50%) and blocked irrigation channels (30.1%). The analysis demonstrates that many open green spaces are located in strategic areas with a complete infrastructure that supports land conversion but are located beside irrigation channels than cannot function optimally.

Keywords: land conversion, green open space, urban open space

Abstrak

Denpasar merupakan ibu kota Provinsi dan pusat pertumbuhan di Bali. Pesatnya pertumbuhan kota memunculkan permasalahan terkait pengadaan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan, sebagai kawasan resapan air, menjaga keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan, meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan, menciptakan lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. Fenomena alih fungsi banyak terjadi di kota-kota besar dan berdampak pada tata ruang kota secara menyeluruh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena alih fungsi lahan yang terjadi di kota Denpasar dan alasan akan terjadinya perubahan ini. Denga menerapkan pendekatan kuantitatif, penelitian ini memfokus kajiannya pada: jenis alih fungsi, faktor mempengaruhi alih fungsi, dan faktor dominan yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hujau di Kota Denpasar. Data diperoleh dengan melakukan observasi, penyebaran kuesioner dan wawancara. Hasil analisis menunjukan bahwa mayoritas alih fungsi dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal (94,12%). Sedangkan faktor yang mempengaruhi alih fungsi adalah lokasi yang strategis (69,50%) dan saluran irigasi tidak berfungsi dengan maksimal (30,1%). Alih fungsi ini juga didorong karena ruang terbuka hi -

jau banyak berlokasi di kawasan strategis dengan infrastruktur yang lengkap sehingga menarik masyarakat untuk melakukan alih fungsi, khususnya jika saluran irigasi yang ada tidak bisa difungsikan secara optimal.

Kata kunci: alih fungsi, ruang terbuka hijau, ruang terbuka perkotaan

Pendahuluan

Perkembangan Kota Denpasar sebagi Ibu Kota Provinsi Bali dan sekaligus sebagai Pusat Pertumbuhan Bali, mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kota menjadi sangat pesat. Kendatipun Pemerintah Kota Denpasar telah berusaha mengarahkan dan menata lingkungan melalui penataan ruang, namum arah perkembangan dan pertumbuhan bangunan-bangunan belum terarah dan berkembang sangat sporadis ke arah seluruh bagian kota.

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. Ruang terbuka hijau wilayah perkotaan merupakan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, untuk meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. Fungsi ruang terbuka hijau mempunyai manfaat langsung yaitu membentuk keindahan dan kenyaman (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (tanaman, kayu, daun, bunga, buah), serta manfaat tidak langsung yaitu pembersih udara, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (Permen PU No. 05/PRT/M/2008).

Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk; a) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia; b) meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat; c) mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 26 Tahun 2007).

Perubahan pola pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) mengalami perubahan alih fungsi mengakibatkan tidak terwujudnya pencapaian penataan ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia terhadap upaya keterpaduan penataan ruang dan pembangunan perkotaan. Dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak terjadinya alih fungsi/ perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan.

Perubahan pola pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Denpasar terus mengalami perubahan fungsi. Sejumlah persawahan kini beralih fungsi yaitu: a) perubahan fungsi, perubahan yang tidak sesuai dengan fungsi lahan yang telah ditetapkan dalam rencana, yaitu fungsi yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah; b)

perubahan blok peruntukan, yaitu pemanfaatan yang tidak sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan, seperti perubahan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB) dan garis sempadan bangunan (GSB). Tiap blok telah ditetapkan dalam rencana detail tata ruang; c) perubahan persyaratan teknis, yaitu persyaratan teknis bangunan tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana dan peraturan bangunan setempat, seperti persyaratan teknis yang ditetapkan dalam rencana tapak kawasan dan perpetakan yang menyangkut tata letak dan tata bangunan beserta sarana lingkungan dan utilitas umum.

Kajian Alih Fungsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar sebagai sebuah Studi

Penelitian berkenaan alih fungsi lahan terbuka hijau di Kota Denpasar ini dirancang sedemikian rupa dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Adapun tujuan besarnya adalah menstudi jenis alih fungsi, faktor yang mempengaruhi alih fungsi, dan faktor apa dominan yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Denpasar. Tahapan penelitian dilakukan melalui beberapa group aktivitas, yakni menentukan fokus penelitan, lokasi penelitian, mengumpulkan data dan mencari sumber-sumber data sesuai dengan kebutuhan penelitian, menentukan jumlah populasi/sampel yang akan dicari sebagai responden, menguraikan variabel-variabel penelitian, menyusun instrumen, selanjutnya dilakukan pengumpulan data kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya tahapan menganalisis data yang sudah terkumpul. Tahap terakhir merupakan kesimpulan dan saran serta rekomendasi.

Dari segi lokasi, penelitian dilaksanakan di Kota Denpasar (Bali). Secara geografis Kota Denpasar terletak antara 08o35’31“ - 08o44’49“ LS dan 11510’23“-115o16’27“ BT. Daerah ini ada pada ketinggian 0 – 75 m di atas permukaan laut (dpl). Luas wilayah Kota Denpasar 12,778 Ha atau sekitar 2,27 % dari seluruh Propinsi Bali. Batasan-batasan wilayah Kota Denpasar adalah: di sebelah utara dan barat berbatasan dengan Kabupaten Badung, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung. Secara administrasi dibagi menjadi empat kecamatan yaitu: Denpasar Selatan, Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara dengan luas wilayah berturut-turut Denpasar Selatan 4,993 Ha, Denpasar Timur 2,230 Ha, Denpasar Barat 2,407 Ha, dan Denpasar Utara 3,139 Ha. Secara keseluruhan terdiri atas 16 kelurahan, 27 desa dinas, dan 35 Desa Adat meliputi 390 banjar dinas, dan 341 banjar adat.

Berdasarkan pengamatan dan memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar 1999–2004, ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0%, lokasi penelitian dipilih dari empat kecamatan di Kota Denpasar. Alasan yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi penelitian di lokasi tersebut yaitu: a) perkembangan perkotaan, yaitu posisi strategis Kota Denpasar sebagai pusat pemerintahan Kota Denpasar maupun Provinsi Bali, mengalami petumbuhan yang sangat pesat dan komplek baik aspek fisik, lingkungan, ekonomi, sosial budaya; b) pertumbuhan penduduk, yaitu baik yang diakibatkan oleh kelahiran, urbanisasi, maupun arus migrasi; c) pemahaman fungsi dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) kurang secara umum, d) mekanisme pemberian hijau (RTH) dari instansi terkait.

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari atas dua bentuk yaitu: a) data kualitatif, yaitu data yang didapatkan dengan survey langsung ke lapangan, dengan mengamati dan menyimak fakta yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini data

kualitatif yang didapat berupa fakta-fakta serta komentar yang dipaparkan langsung oleh pelaku baik secara individu, kelompok, organisasi, swasta, dan instansi pemerintah yang memanfaatkan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0%; b) data kuantitatif, yaitu data jumlah kasus yang memanfaatkan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0%, di lokasi penelitian.

Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat ditampilkan pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Lokasi penelitian

Sumber: Bappeda Kota Denpasar, 2010

Adapunjenis data berdasarkan sumbernya yang dimiliki oleh penelitian ini yaitu: a) data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara atau interview dengan pihak-pihak yang terlibat langsung yang memanfaatkan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di lokasi penelitian; b) data yang dipilih melalui sumber tidak langsung berupa, data yang akan didapat melalui survey ke instansi terkait serta kelembagaan formal maupun informal. Sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku, jurnal, dokumen-dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang dari Bappeda Kota Denpasar, Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Denpasar, Dinas Pendapatan dan Perijinan Kota Denpasar.

Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik lahan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan lokasi penelitian. Total ukuran populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 431 kapling yang termasuk dalam ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% yang ditetapkan dalam peraturan penetapan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Denpasar

Tahun 1999-2004, dengan persyaratan-persyaratan umum teknis pembanguan di kawasan RTH pada Perda 10/1999 tentang RTRW Kota Denpasar. Ketentuan pengelolaan kawasan RTH KDB 0% adalah pemanfaatan RTH sebagai kawasan hijau tanpa bangunan dan atau kawasan sebagai kawasan boleh ada bangunan yang tidak permanen serta tidak berfungsi sebagai tempat bermukim. Bagi bangunan yang telah ada sebelum Perda dimaksud diberlakukan pengaturannya ditetapkan dengan keputusan Wali Kota Denpasar.

Dari popualasi di atas ditentukan ukuran sampel. Menentukan ukuran sampel dari suatu populasi dalam penelitian ini digunakan Metode Slovin dalam Husien Umar (2001), dengan persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diijinkan 10% dari populasi 431 kapling, maka ukuran sample yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 272 orang responden. Ukuran sampel diketahui berdasarkan jumlah lahan baik secara individu, kelompok, organisasi, swasta, dan instansi pemerintah yang memanfaatkan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di lokasi penelitian. Dengan demikian ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 272 orang responden, sedangkan teknik pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel bila populasinya yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.

Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar

Pembahasan diawali dengan melakukan analisis terhadap karakteristik profil responden dilanjutkan dengan analisis pendapat responden terhadap jenis alih fungsi, serta faktor yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Denpasar tersebut serta kaitannya dengan profil responden.

Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Denpasar Tahun 1999-2004, dan hasil inventarisasi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar menunjukkan bahwa, di Kecamatan Denpsar Utara seluas 5.246.900 m2, mengalihfungsikan lahan seluas 422.120 m2 (8,04%), selanjutnya di Kecamatan Denpasar Timur seluas 6.191.100 m2, mengalihfungsikan lahan seluas 589.370 m2 (9,50%), di Kecamatan Denpasar Selatan seluas 5.584.200 m2, mengalihfungsikan lahan seluas 653.430 m2 (11,70%), dan di Kecamatan Denpasara Barat seluas 1.257.100 m2, mengalihfungsikan lahan 145.331 m2 (11,56%). Untuk lebih detail dapat ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Ruang terbuka hijau di Kota Denpasar Sumber: Bappeda Kota Denpasar, 2010

Alih Fungsi Lahan RTH di Kota Denpasar

Berdasarkan hasil inventarisasi keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% Kota Denpasar, dengan luas total Kota Denpasar 18.281.300 m2, keberadaan menurut kecamatan yaitu: Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas 5.584.200 m2 (30,0%), selanjutnya Kecamatan Denpasar Barat dengan luas 1.257.100 m2 (7,0%), Kecamatan Denpasar Timur dengan luas 6.191.100 m2 (34,0%), dan Denpasar Utara dengan luas 5.246.900 m2 (29,0%), dapat ditampilkan pada Gambar 3.

Berdasarkan hasil inventarisasi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% Kota Denpasar, dengan luas total Kota Denpasar 1.830.301 m2, keberadaan menurut kecamatan yaitu: Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas 653.480 m2 (36,0%), selanjutnya Kecamatan Denpasar Barat dengan luas 145.331 m2 (8,0%), Kecamatan Denpasar Timur dengan luas 589.370m2 (33,0%), dan Denpasar Utara dengan luas 422.120 m2 (23,0%), dapat ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 3 Luas RTH KDB 0% menurut kecamatan

Sumber: Penulis

Gambar 4. Luas RTH KDB 0% alih fungsi menurut kecamatan Sumber: Penulis

Data-data tersebut diperoleh dari responden dengan karakteristik tertentu. Adapun elemen penentu karakteristik ini adalah keadaan responden menurut kecamatan, tempat tinggal, usia, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, lama tinggal, pengetahuan, sumber informasi, dan pemahaman RTRW Kota Denpasar. Berdasarkan penyebaran kuesioner dan hasil pengolahan data, hasil yang didapat menunjukkan bahwa, ternyata responden paling banyak terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan sebanyak 76 responden (27,94%), selanjutnya di Kecamatan Denpasar Utara 74 responden (27,21%), Kecamatan Denpasar Timur 65 responden (23,90%), dan Kecamatan Denpasar Barat 57 responden (20,96%), dengan jumlah total sebanyak 272 responden.

Berdasarkan tempat tinggalnya, data responden menunjukkan bahwa, responden paling banyak 50 orang (18,38%) berasal dari Kelurahan Kesiman, Padangsambian Klod sebanyak 38 orang (15,97%), Desa Pemogan sebanyak 40 orang (14,71%), Ubung Kaja sebanyak 38 orang (13,97%), Kelurahan Pedungan sebanyak 36 orang (13,24%), Kelurahan Penatih sebanyak 19 orang (6,99%), Padangsambian Kaja sebanyak 19 orang (6,99%), Peguyangan Kaja sebanyak 17 orang (6,25%), dan responden paling kecil

terdapat di Desa Penatih Dangin Puri sebanyak 15 orang (5,51%). Sedangkan berdasarkan penyebaran hasil kuesioner tentang pekerjaan responden menunjukkan bahwa, terlihat responden paling banyak (61,40%) memiliki pekerjaan Swasta, Wirausaha (17,65%), lainnya (14,34%), dan PNS (6,62%).

Dari segi pendidikan responden menunjukkan bahwa, ternyata tingkat pendidikan paling banyak (80,15%) lulusan SMU, selanjutnya tingkat pendidikan Diploma (5,15%), tingkat pendidikan SMP (11,40%), dan tingkat pendidikan lulusan Perguruan Tinggi Sarjana Strata S1 (3,31%). Jika disimak dari lamanya tinggal responden yang tersebar pada ke empat kecamatan di Kota Denpasar menunjukkan bahwa, responden paling banyak 108 orang (39,71%) sudah lama tinggal menempati lahan sekarang 5-10 tahun, 0-5 tahun sebanyak 105 orang (38,60%), 10-15 tahun sebanyak 31 orang (11,40%), 20-25 tahun sebanyak 18 orang (6,62%), dan 15-20 tahun sebanyak 10 orang (3,68%).

Faktor penentu respon dari para responden adalah tingkat pengetahuan responden terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Hasil survey menunjukan bahwa pengetahuan sebanyak 62,87% responden tidak mengetahui tentang keberadaan RTRW, dan yang mengetahui tentang keberadaan RTRW Kota Denpasar sebanyak 37,13%. Pengetahuan ini diperoleh dari: informasi lewat media massa, televisi (TV) adalah 37,13%, dan yang tidak menjawab (62,87%). Pengetahuan akan RTRW ini akan menjadi landasan dalam pencapaian pemahaman akan RTRW oleh masyarakat. Berdasarkan penyebaran hasil kuesioner menunjukkan bahwa, pemahaman tentang arahan pemanfaatan RTRW Kota Denpasar, terlihat responden sebanyak (62,87%) tidak memahami tentang arahan pemanfaatan lahan didalam RTRW, dan paham tentang arahan pemanfaatan lahan didalam RTRW Kota Denpasar (37,13%).

Jenis Alih Fungsi Lahan RTH di Kota Denpasar

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar 1999-2004, maka penelitian difokuskan pada perubahan fungsi yang tidak sesuai dengan fungsi lahan yang telah ditetapkan dalam rencana, yaitu yang ditetapkan dalam RTRW Kota Denpasar, jenis perubahan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% Kota Denpasar.

Identifikasi jenis alih fungsi ruang terbuka hijau di Kota Denpasar yaitu: 0,37% fungsi lahan sebelumnya adalah permukiman, selanjutnya 29,41% tanah kosong, adalah 69,85% sawah, dan fungsi lahan sebelumnya adalah perkebunan 0,37%. Sedangkan fungsi lahan sekarang yaitu: 94,12% responden mengalihfungsikan lahan menjadi tempat tinggal/perumahan, dan 5,88% responden mengalihfungsikan lahan menjadi tempat usaha/industri. Selanjutnya jika dikaitkan dengan sumber informasi serta pemahaman responden tentang arahan pemanfaatan keberadaan RTRW Kota Denpasar yaitu: 37,13% responden paham tentang arahan pemanfaatan keberadaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar, dan informasi tersebut diperoleh lewat Media Massa, TV, dan 62,87% responden tidak paham tentang arahan pemanfaatan keberadaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar. Untuk lebih jelasnya dapat dapat ditampilkan pada Gambar 5.

Fungsi Lahan Sekarang


94.12%


100.00%

90.00%

80.00%

70.00%

60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%



5.88%



TempatTinggaI/ TempatUsaha Perumahan

Gambar 5. Jenis alih fungsi RTH KDB 0 % di Kota Denpasar

Sumber: Penulis

Faktor Mempengaruhi Alih Fungsi RTH di Kota Denpasar

Mengutip penjelasan Bourne, (1982) bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan alih fungsi lahan/penggunaan tata guna lahan, yaitu: perluasan batas kota; peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan infrastruktur tertutama jaringan transportasi; serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara keseluruhan perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada kawasan permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam, dan dipengaruhi oleh: a) faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi; b) faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota dan jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian; c) faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.

Faktor internal adalah meliputi perkembangan penduduk yang didominasi tingginya angka migrasi dan berdampak pada berkurangnya lahan tak terbangun menjadi lahan terbangun. Faktor internal lainnya adalah daya tarik lokasi ruang terbuka hijau yang strategis, infrastruktur sarana prasarana, keterbatasan lahan kosong, kebutuhan pemenuhan fasiltas untuk melayani masyarakat, keuntungan yang didapat dari alih fungsi/perubahan lebih besar dari pajak yang dikenakan, aktifitas perekonomian kota, dan kurangnya pengawasan pemerintah terhadap alih fungsi lahan.

Faktor yang mendorong gerak keluar penduduk dengan berbagai usahanya, berakibat pada terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zone-zone kota (fungsi-fungsi berpindah dari pusat kota menuju pinggiran). Pendorong gerak sentrifugal ini disebabkan beberapa hal berikut: a). meningkatnya kemacetan lalu lintas, polusi dan kebisingan; b) industri modern di kota memerlukan lahan yang relatif kosong di pinggiran kota; c) nilai lahan yang lebih murah jika dibandingkan dengan di tengah kota, pajak dan keterbatasan berkembang; d) gedung-gedung bertingkat di tengah kota tak mungkin lagi diperluas; e) perumahan di dalam kota pada umumnya serba sempit, dan

kurang sehat; sebaiknya rumah dapat dibangun lebih luas, sehat dan bermodel di luar kota, f) keinginan penduduk kota untuk menghuni wilayah luar kota yang serba alami.

Faktor yang mendorong gerak kedalam dari penduduk dengan berbagai usahanya sehingga terjadilah pemusatan (konsentrasi) kegiatan manusia. Hal yang mendorong gerak sentripetal adalah sebagai berikut: a) daya tarik (fisik) tapak (kualitas lansekap alami) misalnya lokasi dekat pertokoan atau persimpangan jalan amat strategis bagi industri yang bertempat umumnya di tengah kota; b) kenyamanan fungsional (aksesibilitas maksimum), misalnya berbagai perusahaan dan bisnis akan menyukai lokasi yang jauh dari terminal; c) daya tarik fungsional (satu fungsi menarik fungsi lainnya) misalnya tempat untuk olah raga, hiburan dan seni budaya; d) gengsi fungsional (reputasi jalan atau lokasi untuk fungsi tertentu), misalnya terjadi pusat-pusat khusus untuk pertokoan yang membuat orang bangga bertempat tinggal di dekat daerah tersebut; dan e) kelompok gedung yang sejenis fungsinya seperti perumahan, perkantoran ikut menurunkan harga tanah atau pajak serta sewa.

Selain kedua gaya tersebut, ada faktor lain yang merupakan hak manusia untuk memilih, yaitu faktor persamaan manusiawi (human equation). Faktor ini dapat bekerja sebagai gaya sentripental maupun sentripugal, misalnya: pajak bumi dan bangunan (PBB) di pusat kota yang tinggi dapat membuat seseorang pindah dari pusat kota (gaya sentripugal) karena kegiatannya yang tidak ekonomis tetapi dapat menahan atau menarik orang lainnya untuk tinggal (gaya sentripetal) karena keuntungan yang diperoleh dari kegiatannya masih lebih besar dari pajak yang harus dibayar.

Faktor yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar yaitu: a) perubahan alih fungsi keterkaitan dengan status kepemilikan serta perijinan membangun yaitu: hanya 3 orang (0,74%) responden mengalihfungsikan lahan di kawasan memiliki perijinan membangun (IMB), dan sebanyak 269 orang (99,26%) responden tidak memiliki perijinan membangun; b) mengalihfungsikan lahan 69,5% responden karena faktor lokasi strategis; c) memilih lahan 26,5% responden karena faktor kelengkapan infrastruktur dan sarana prasarana; d) mengalihfungsikan lahan 30,1% responden karena faktor saluran irigasi kurang berfungsi; e) memilih membangun 76,8% responden karena faktor kebutuhan tempat tinggal; f) memilih lahan 18,0% responden karena faktor kepemilikan/warisan; g) memilih membangun (0,4% responden karena faktor sosial budaya/adat; mengalihfungsikan lahan 0,4% responden karena faktor subsidi pajak bumi dan bangunan (PBB); h) memilih lahan 0,4% responden karena faktor harga kontrak/sewa lahan

Faktor Dominan yang Mempengaruhi Alih Fungsi RTH di Kota Denpasar

Faktor dominan yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar, sejumlah 76,8% responden memilih membangun karena alasan faktor kebutuhan tempat tinggal. Kondisi ini menunjukkan bahwa, sebagian besar responden tingkat pendidikan SMA, memiliki pekerjaan Swasta, dan lama tinggal 6 – 10 tahun memilih membangun, untuk dapat berada di dekat tempat-tempat pelayanan seperti pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan kesehatan untuk memperoleh kemudahan pelayanan ataupun mencari peluang dan kesempatan bekerja.

Kondisi ini dapat ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lama tinggal responden yang memilih kebutuhan tempat tinggal

Sumber: Penulis

Kesimpulan

Identifikasi jenis alih fungsi ruang terbuka hijau di Kota Denpasar yaitu: 0,37% fungsi lahan sebelumnya adalah permukiman, selanjutnya 29,41% tanah kosong, adalah 69,85% sawah, dan fungsi lahan sebelumnya adalah perkebunan 0,37%. Sedangkan fungsi lahan sekarang yaitu: 94,12% responden mengalihfungsikan lahan menjadi tempat tinggal/perumahan, dan 5,88% responden mengalihfungsikan lahan menjadi tempat usaha/industri. Perubahan alih fungsi tersebut keterkaitan dengan status kepemilikan serta perijinan membangun yaitu: 99,26% responden tidak memiliki perijinan membangun, dan 0,74% responden memiliki perijinan membangun (IMB). Selanjutnya jika dikaitkan dengan sumber informasi serta pemahaman responden tentang arahan pemanfaatan keberadaan RTRW Kota Denpasar yaitu: 37,13% responden paham tentang arahan pemanfaatan keberadaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar, dan informasi tersebut diperoleh lewat media massa, TV, dan 62,87% responden tidak paham tentang arahan pemanfaatan keberadaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar.

Faktor yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar yaitu: a) mengalihfungsikan lahan 69,5% responden karena faktor lokasi strategis; b) memilih lahan 26,5% responden karena faktor kelengkapan infrastruktur dan sarana prasarana; c) mengalihfungsikan lahan 30,1% responden karena faktor saluran irigasi kurang berfungsi; d) memilih membangun 76,8% responden karena faktor kebutuhan tempat tinggal; e) memilih lahan 18,0% responden karena faktor kepemilikan/warisan; f) memilih membangun (0,4% responden karena faktor sosial budaya/adat; mengalihfungsikan lahan 0,4% responden karena faktor

subsidi pajak bumi dan bangunan (PBB); g) memilih lahan 0,4% responden karena faktor harga kontrak/sewa lahan.

Faktor dominan yang mempengaruhi alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar, sejumlah 76,8% responden memilih membangun karena alasan faktor kebutuhan tempat tinggal. Berdasarkan pengamatan dan temuan alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar, ada beberapa saran/rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti dalam upaya mengurangi/meminimalkan permasalahan-permasalahn di bidang penataan ruang yaitu: a) meningkatkan dan mengoptimalkan pengawasan dan penertiban bangunan-bangunan di lapangan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat maupun stakeholders yang berkepentingan dengan pembangunan; b) alih fungsi lahan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% di Kota Denpasar, perlu ditindaklajuti dengan kegiatan pendataan melalui pemetaan dan pengukuran kawasan, dan yang telah mengalami perubahan fungsi secara permanen, perlu dipertimbangkan untuk mengkaji keberadaan dan statusnya.

Kemudian yang ke berikutnya adalah: c) produk rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) lebih disosialisasikan secara kontinyu ke seluruh komponen masyarakat; d) ruang terbuka hijau kota sepanjang perbatasan wilayah, perlu ditindaklajuti: menjalin kesepakatan perencanaan dengan wilayah sekitar dan kawasan yang masih asli berupa kawasan pertanian atau batas alam; kecenderungan terjadinya pembangunan pada kawasan perbatasan di jalur-jalur jalan utama dan yang berpotensi berkembang secara ekonomi, maka kawasan ini kiranya perlu dipertimbangkan serta dievaluasi; dan mengkordinasikan masalah sepanjang perbatasan wilayah ini dengan Kabupaten yang berbatasan dengan difasillitasi oleh Pemerintah Propinsi Bali, mengingat permasalahan ini meliputi kabupaten/kota; e) penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi pustaka bidang pengembangan wilayah mengenai rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) koefisien dasar bangunan (KDB) 0% dalam rencana penataan ruang kawasan perkotaan, dan hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi yang berguna untuk memahami dan mengembangkan lebih lanjut penelitian semacam ini atau, kajian yang lebih mendalam.

Daftar Pustaka

Adisasmita, R (2010) Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Bappeda Kota Denpasar (2010) Tata Ruang Kota Denpasar Denpasar: Bappeda Kota Denpasar.

Blaang, C D (1986) Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Pokok Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Budihardjo (2005) Kota Berkelanjutan Bandung: PT. Alumni.

Daldjoeni (1987) Geografi Kota dan Desa Bandung: PT. Alumni.

Danisworo, M (1996) Ar. 562 Teori dan Prinsip Perencanan dan Perancangan Bandung: Program Pasca Sarjana Program Studi Arsitektur ITB

Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008, tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di KawasanPerkotaan

Elita, D (2003) Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hauser, P M (1985) Penduduk dan Masa Depan Perkotaan Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo.

Husaini, U dan Purnomo, S A (2006) PengantarStatistika Jakarta: Bumi Aksara.

Husein, U (2003) Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Jakarat: Gramedia Pustaka Utama.

Jayadinata, J T (1999) Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah Bandung: ITB.

Karmansyah, R (1986) Perencanaan Regional Jakarta: Karunia.

Kuswartojo (2005) Perumahan dan Pemukiman di Indonesia Bandung: ITB.

Lembar Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 2006, Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2005, tentang Retribusi Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah.

Moleong, L J (2000) Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.

Mulyanto (2008) Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nasution (1988) Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif Bandung: Tarsito.

Nirwono, J, Ismaun, I (2010) Identifikasi Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan Denpasar Dinas Pekerjaan Umum Proponsi Bali,Kegiatan Pembinaan Penaataan Ruang Nirwono, J, Ismaun, I (2010) Inventarisasi Pengembangan RTHK di Kota Denpasar

Pemerintah Kota Denpasar: Dinas Tata Ruang dan Perumahan.

Nirwono, J, Ismaun, I (2011) RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau’Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Nugroho, I dan Rokhmin, D (2004) Pembangunan Wilayah (Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) Jakarta: LP3ES.

Pemerintah Kota Denpasar, Bagian Hukum Setda Kota Denpasar, Lembaran Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 1999 Seri D Nomor 6

Pemerintah Kota Denpasar, Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTWR) Kota Denpasar Tahun 1999-2004 (Revisi)

Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Rencana Detail Tata Ruang Pusat Kota Kotamada Daerah Tingkat II Denpasar di Kecamatan Denpasar Barat dan Denpasar Timur Tahun 1996/1997 – 2006/2007

Pemerintah Propinsi Bali, Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2005, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 1999, tentang RTRW Kota Denpasar

Sadyohutomo, M (2008) Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan Tantangan Jakarta: Bumi Aksara

Shirvani, H (1985) The Urban Design Proses’New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Soekartawi (1990) Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan (Dengan Pokok Bahasan Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah) Jakarta: CV. Rajawali.

Solihin, A W (2008) Analisis Kebijakan Publik’Malang: UMM Press.

Stanisiaus, S U (2006) Pedoman Analisis Data Dengan SPSS Yogyakarta:Graha Ilmu.

Sugandhy, (2007) Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sugiyono (2009) Metode Penelitian Kualitatif’ Bandung: CV.Alfabeta.

Sumodiningrat, G (2004) Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan

Lingkungan Jakarta: LP3ES

Susongko (1988) Pengantar Perencanaan Kota Jakarta:Erlangga.

Tangkilisan, S (2003) Implementasi Kebijakan Publik Yogyakarta: Lukman Offset.

Tangkilisan, S (2004) 36 Kasus Kebijakan Publik Asli Indonesia Yogyakarta: BPFE.

Tarigan, R (2004) Ekonomi Rgional Teori dan Aplikasi Jakarta: Bumi Aksara.

Tarigan, R (2008) Perencanaan Pembangunan Wilayah Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman.

Wibawa (1994) Evaluasi Kebijakan Publik Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Widodo, J (2007) Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik Malang: Bayumedia Publishing.

Yunus, H S (2005) Manajemen Kota Persepektif Spasial’Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamnya kepada Ibu dan Bapak yang telah serta pihak-pihak lain atas dorongan, dukungan serta bantuannya sehingga publikasi ini bisa terlaksana.

98 SPACE - VOLUME 1, NO. 1, APRIL 2014