SISTEM SPASIAL DAN TIPOLOGI RUMAH PANGGUNG DI DESA LOLOAN, JEMBRANA (BALI)
on
RUANG
SPACE
SISTEM SPASIAL DAN TIPOLOGI RUMAH PANGGUNG DI DESA LOLOAN, JEMBRANA (BALI)
Oleh: Dinar Sukma Pramesti 1
Abstract
Loloan is one of many unique villages located across the Jembrana Regency (Bali). Historically this community is descended from the Bugis ethnicity who sailed from Celebes Island to Bali. It is believed they were the first Muslim missionaries to spread Islamic beliefs on the island. Their arrival was acknowledged by the King of Jembrana who then provided them with land to settle. They populated this newly formed settlement with Bugis style's stilt houses, an unfamiliar form of home to the Balinese. The community has over time developed a distinctive living environment, extending the Bugis traditions. Given different resources as well as other natural circumstances compared to those found back home in Bugis, the Loloan community developed a range of stilt houses. The objective of this paper is to study the typology of stilt houses existing in this community, and the underlying factors determining their physical forms. The study was conducted using qualitative methods. The analysis was carried out by examining the spatial structure and architectural forms at both macro (settlement) and micro (houses) levels. Data collection was done by carrying out a literature study, interviews and physical observation. Research findings show there are four types of stilt houses in the Loloan community. Determining factors behind the emergence of this typology include socio cultural aspects, economic conditions, activities of the inhabitants, communal interactions taking place in the domestic sphere, building age, land availability and preferences of individuals living in the house.
Key words: typhology, stilt house, spatial structure, house form
Abstrak
Loloan merupakan salah satu dari beragam komunitas unik yang ada di Kabupaten Jembrana. Secara historis, Komunitas Loloan berasal dari Bugis yang berlayar dari Pulau Sulawesi ke Bali. Mereka dipercaya sebagai penyebar Agama Islam pertama yang datang ke Bali. Raja Jembrana pada waktu itu menyambut kedatangan mereka dengan memberi sebuah area untuk bermukim di Loloan. Mereka membangun beragam rumah panggung gaya Bugis, sebuah struktur yang tidak lazim ada di beragam permukiman di Bali. Seiring waktu, komunitas Loloan memunculkan sebuah permukiman yang berbeda. Karena adanya perbedaan sumber daya pendukung dan kondisi hidup dibanding dengan yang mereka temukan di Bugis, masyarakat Loloan telah memunculkan beragam bentuk rumah panggung. Tujuan artikel ini adalah menstudi tipologi wujud rumah panggung di Loloan beserta faktor-faktor yang menentukan keberadaannya. Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Analisa dilakukan terhadap struktur spasial dan bentuk arsitektur, baik yang ada di leval makro (permukiman) maupun mikro (rumah). Data pendukung diperoleh melalui studi literatur, wawancara dan observasi fisik. Temuan studi menun-
jukan bahwa terdapat empat tipe rumah panggung di Loloan. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi kemunculan tipe rumah ini melingkup aspek sosial budaya, ekonomi, aktivitas penghuni, umur dan kondisi bangunan, interaksi komunal, ketersediaan lahan, dan preferensi individu yang tinggal di dalamnya.
Kata kunci: tipologi, rumah panggung, struktur ruang, bentuk arsitektur
Loloan merupakan daerah yang terletak di Kabupaten Jembrana, Bali. Loloan terbagi menjadi dua wilayah yaitu Loloan Barat dan Loloan Timur yang keduanya dipisahkan oleh sebuah sungai bernama Sungai Ijo Gading dan dihubungkan oleh sebuah jembatan yang bernama Jembatan Syarif Tua. Dilihat dari sejarah, masyarakat Loloan merupakan keturunan masyarakat pendatang penyebar Agama Islam permulaan di Bali. Menurut Sarlan (2009), masyarakat pendatang tersebut diberikan suatu wilayah oleh raja Jembrana dan membentuk citra lingkungan baru dengan mengangkat pola wujud rumah sesuai dengan asal tradisinya yaitu rumah panggung. Rumah panggung merupakan rumah yang tidak berdiri di atas tanah melainkan disokong atau didukung oleh sejumlah tiang-tiang vertikal. Seiring kemajuan jaman dan teknologi rumah panggung banyak ditinggalkan oleh masyarakat di Loloan.
Muztahidin (24 Desember 2012), mengungkapkan berkurangnya jumlah rumah panggung di Loloan salah satunya disebabkan masyarakat Loloan lebih memilih membangun rumah masa kini karena lebih mudah dan murah dalam perawatan. Ada juga yang masih mempertahankan wujud rumah panggung namun merubah beberapa bagian rumah, terutama bagian lantai dasar/kolong dengan menambahkan ruang-ruang baru yang sesuai dengan kebutuhan. Perubahan-perubahan rumah panggung yang dilakukan oleh pemilik rumah menyebabkan munculnya berbagai ragam wujud rumah panggung di Loloan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk meneliti guna mencari tahu tipe-tipe rumah panggung di Loloan yang ada saat ini berdasarkan sistem spasial dan mencari tahu faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan.
Dalam ilmu arsitektur mengenal adanya studi tipologi. Rafael Moneo dalam Sulistijowati (1991) mengungkapkan tipologi secara etimologi berasal dari kata typos yang artinya akar dari ‘the roof of’ dan kata logos yang artinya pengetahuan atau ilmu. Tipologi merupakan sebuah konsep yang memilah sebuah kelompok objek berdasarkan kesamaan sifat-sifat dasar atau dapat diartikan pula bahwa tipologi adalah tindakan berfikir dalam rangka pengelompokkan. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam penelitian ini studi tipologi digunakan untuk mengklasifikasikan keragaman wujud dan kesamaan wujud arsitektur rumah panggung di Loloan, Jembrana. Habraken (1988) menawarkan tiga cara dalam mengelompokkan wujud arsitektur, yaitu:
-
a. Sistem spasial (spasial sistem): sistem spasial yaitu berkaitan dengan denah yang meliputi denah, susunan ruang, orientasi dan hirarki ruang.
-
b. Sistem fisik (physical sistem): sistem fisik yaitu yang berkaitan dengan penggunaan material-material elemen-elemen konstruksi penyusun bangunan seperti atap, dinding, lantai termasuk kolom yang digunakan dalam mewujudkan suatu fisik bangunan.
-
c. Sistem model/tampilan (stylictic sistem): sistem model adalah yang berkaitan dengan tampak depan/fasade yaitu meliputi pintu dan jendela termasuk ventilasi serta ragam hias.
Habraken (1988), dari ketiga cara tersebut sistem spasial merupakan yang paling mendasar dan paling stabil karena terbentuk sesuai dengan pola tingkah manusia. Berdasarkan pendapat tersebut, sistem spasial nantinya akan dijadikan dasar dalam menentukan tipologi rumah panggung di Loloan. Nuswantoro (2004) mengungkapkan sistem spasial dapat digambarkan sebagai keterkaitan antara man, space, dan time. Manusia selalu dihubungkan dengan ruang dan waktu sehingga dalam aplikasi penggunaaannya dapat dikategorikan dalam dua kategori yaitu struktur spasial dan nilai spasial. Struktur spasial berkaitan dengan fisik ruang yaitu organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, akses/sirkulasi ruang, teritori fisik ruang (dinding, lantai, plafon). Nilai spasial berhubungan dengan makna spasial berkaitan pemanfaatan ruang, dimensi ekonomi dan hubungan antar penghuni (sosial). Sistem spasial pada penelitian ini mencangkup struktur spasial. Struktur spasial berkaitan dengan fisik ruang. Fisik ruang yang dibahas sesuai dengan pendapat Habraken yaitu berkaitan dengan denah yang meliputi organisasi ruang, orientasi dan hirarki ruang.
Rumah merupakan salah satu produk arsitektur yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Rumah adalah merupakan kebutuhan dasar manusia berpengaruh besar terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia lainnya seperti sandang, pangan dan kesehatan. Banyaknya kebutuhan manusia, membuat kebutuhan pada rumah pun berubah. Habraken (1982) mengungkapkan ada tiga dasar yang dapat dikatakan sebagai indikasi suatu perubahan meliputi penambahan (addition), pengurangan/membuang (elimination), pergerakan atau perpindahan (movement). Rapoport (1969), mengungkapkan membangun suatu rumah merupakan gejala budaya, maka bentuk pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan dimana bangunan itu berada. Perubahan rumah dalam konteks perubahan kebudayaan tidak berlangsung secara spontan dan menyeluruh akan tetapi tergantung kedudukan elemen yang berubah dalam sistem kebudayaan secara keseluruhan (Rapoport 1983). Rapoport membagi elemen tersebut atas:
-
1. elemen inti (core element) yang sulit berubah, bersifat tetap atau tidak bisa dihilangkan dan menjadi identitas pemilik arsitektur tersebut;
-
2. elemen pinggiran (peripheral element) merupakan bagian yang tidak terlalu penting dan mudah berubah;
-
3. elemen tambahan (new element) yaitu elemen-elemen tambahan yang menjadi bagian baru.
Rapoport (1969), menyatakan bahwa terciptanya suatu wujud atau model disebabkan oleh beberapa faktor yaitu primary atau primer dan modifying factors atau sekunder. Primary factors meliputi faktor sosial budaya, sedangkan modifying factors mencangkup faktor iklim, faktor bahan atau material, faktor konstruksi, faktor teknologi, faktor lahan dan sebagainya.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif rasionalistik. Muhadjir (1996) menjelaskan bahwa pendekatan rasionalistik menuntut sifat holistik, obyek diteliti tanpa dilepaskan dari konteksnya. Desain penelitian rasionalistik bertolak dari kerangka teori sebagai dasar atau acuan turun ke lapangan dan untuk dasar menganalisis. Sistem spasial merupakan yang paling dasar sehingga sistem spasial
dijadikan variabel dan akan digunakan sebagai dasar klasifikasi tipologi. Sistem spasial dilihat berdasarkan bentuk denah, organisasi atau susunan ruang, orientasi dan hirarki ruang. Pengambilan kasus atau teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik stratified random sampling. Menurut Azwar (2003) pengambilan kasus secara random merupakan cara pengambilan objek dari populasi yang bersifat homogen sehingga setiap objek mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat dipilih menjadi anggota kasus. Populasi rumah panggung yang ada dikelompokkan berdasarkan kriteria yaitu jumlah kepala keluarga, posisi rumah terhadap jalan, penambahan ruang, penambahan fungsi ruang, dan penggunaan material.
Aspek Historis dan Perkembangan Rumah Panggung di Loloan
Masuknya Islam ke Jembrana terjadi dalam dua tahap. Menurut Sarlan (2009), pada tahun 1669 Daeng Nakhkoda hijrah ke Bali dan mendarat di Air Kuning dan menetap sementara di daerah yang mereka namakan kampung Bali. Mereka kemudian melayari sungai besar berbelok-belok arah utara, kiri, kanan penuh hutan dan buaya. Setelah mengetahui bahwa daerah yang mereka tempati adalah bagian kerajaan Jembrana di bawah kekuasaan Arya Pancoran, mereka meminta izin untuk menetap dan berdagang di pelabuhan yang bernama Bandar Pancoran. Orang-orang Bugis itulah yang pertama kali memperkenalkan ajaran Agama Islam kepada masyarakat Jembrana yang beragama Hindu
Sarlan (2009), juga mengungkapkan pada tahap kedua, di pantai Air Kuning mendarat beberapa perahu Bugis yang kemudian meminta izin raja untuk menetap, berkebun kelapa dan mencari ikan serta menolong masyarakat yang terkena penyakit. Mereka adalah Mubaligh Islam yang terdiri dari Haji Shihabuddin (asal Buleleng Suku Bugis), Haji Yasin (asal Buleleng suku Bugis), Tuan Lebai (asal Serawak suku Melayu) dan Datuk Guru Syekh (suku Arab). Tak lama kemudian, di Pantai Air Kuning datang iring-iringan perahu layar bersenjatakan meriam yang merupakan sisa eskuadron Sultan Pontianak di bawah pimpinan Syarif Abdullah Bin Yahya Maulana AL Qodery yang meninggalkan Pontianak setelah jatuh ke tangan Belanda. Mereka kemudian menyusuri sungai Ijo Gading. Syarif Abdulah dan anak buahnya yang berasal dari Pahang, Trengganu, Kedah, Johor dan beberapa keturunan Arab, takjub oleh keindahan pemandangan sungai yang berliku-liku dan berkelok-kelok dan berteriak memberi komando kepada anak buahnya dalam bahasa Kalimantan “Liloan” (berbelok-belok). Anak buahnya kemudian menamakan sungai ini dengan nama Liloan dan kemudian menjadi nama perkampungan Loloan sekarang
Tradisi Rumah Panggung di Loloan
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat Loloan, berikut gambaran wujud rumah panggung asli di Loloan. Dilihat dari bentuk denah, rumah panggung di Loloan memiliki bentuk denah persegi panjang dengan jumlah kolom enam belas atau dua puluh. Jarak antar kolom yaitu 2 sampai 3 meter.
Dilihat dari susunan ruang secara vertikal, rumah panggung di Loloan merupakan rumah yang terdiri dari tiga bagian yaitu lantai atas/loteng, lantai tengah/induk dan lantai dasar/kolong. Gambar 1 berikut menunjukkan pembagian rumah panggung di Loloan secara vertikal:
Lantai atas/ loteng
Lantai tengah/induk
Lantai dasar/kolong
Gambar 1. Pembagian rumah panggung di Loloan Sumber: Penulis
Lantai dasar/kolong merupakan ruang multifungsi tanpa sekat dengan penutup gedek. Lantai dasar/kolong dimanfaatkan untuk menyimpan peralatan rumah tangga, tempat bekerja dan menyimpan peralatan bekerja, tempat meyimpan kayu bakar, duduk-duduk bisa juga dimanfaatkan sebagai kandang ternak. Gambar 2 berikut menunjukkan denah lantai kolong pada rumah panggung di Loloan:
-
Gambar 2. Denah lantai dasar/kolong pada rumah panggung dengan enam belas kolom Sumber : Penulis
Gam bar 4. Denah lantai dan posisi dan ruang-ruang di lantai tengah/induk pada rumah panggung dengan 16 kolom Sumber: Penulis
Gambar 3.Denah lantai dasar/kolong pada rumah panggung dengan dua puluh kolom Sumber: Penulis
Gambar 5. Denah lantai dan posisi dan ruang-ruang di lantai tengah/induk pada rumah panggung dengan dua puluh kolom
Sumber: Penulis
Lantai tengah/induk merupakan pusat aktivitas sehari-hari penghuni rumah. Lantai tengah/induk terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian depan, tengah dan belakang. Bagian depan terdapat ruangan yang disebut amben/serambi dan ruang depan. Bagian tengah terdapat bilik/kamar tidur. Pada bagian belakang, dimanfaatkan sebagai dapur.
Gambar 3 menunjukkan susunan ruang pada lantai tengah/induk rumah panggung di Loloan dilihat secara horisontal.
Fungsi Ruangan pada Rumah Panggung
Berikut diuraikan fungsi masing-masing ruang yang terdapat pada lantai tengah/induk:
a Amben/serambi
Amben/serambi terletak di bagian depan lantai tengah/induk. Tamu bisa duduk pada amben/serambi sambil menunggu untuk dipersilahkan masuk oleh tuan rumah. Pada amben/serambi terdapat tempat mencuci kaki karena tradisi yang ada di Loloan yaitu sebelum memasuki bagian dalam lantai induk diharuskan mencuci kaki. Amben/serambi bisa terdapat di depan bangunan sebelum pintu masuk utama, ataupun di dalam bangunan setelah pintu masuk utama. Gambar 4 berikut menunjukkan amben/serambi pada rumah panggung di Loloan:
Gambar 6. Amben/serambi pada rumah panggung di Loloan Sumber: Penulis
Ruang depan terletak di bagian depan lantai tengah/induk. Ruang depan diperuntukan untuk menerima tamu, tempat berkumpulnya keluarga, tempat makan, mengaji, sholat berjamaah, tempat menyelenggarakan upacara dan pada malam hari dimanfaatkan untuk tempat tidur. Ruang depan merupakan ruang yang paling luas dan fleksibel. Gambar 5 menunjukkan ruang depan pada rumah panggung di Loloan.
Rumah panggung di Loloan memiliki bilik yang terletak di lantai induk pada bagian tengah. Pada umunya terdapat dua bilik. Satu bilik diperuntukan bagi orang tua atau orang yang telah menikah dan anak-anak. Satu lagi diperuntukan bagi anak perempuan yang sudah beranjak dewasa (gadis). Anak lelaki yang sudah beranjak dewasa tidur di ruang depan. Jika memerlukan bilik tambahan, maka bilik yang ada akan diberi sekat tidak permanen dari papan kayu atau gedek tanpa merubah susunan/organisasi ruang lantai induk. Semakin banyak dilakukan penyekatan semakin kecil/sempit bilik yang didapat. Rumah panggung dengan enam belas kolom, pada umumnya memiliki susunan bilik/kamar tidur berjajar ke samping, sedangkan rumah panggung dengan dua puluh kolom pada umumnya memiliki susunan bilik/kamar tidur berjajar ke belakang. Gambar 6 menunjukkan bilik/kamar tidur pada rumah panggung di Loloan.
Dapur orang Loloan terdapat di lantai induk pada bagian belakang. Dapur digunakan sebagai tempat menyimpan peralatan memasak dan melakukan kegiatan memasak. Dapur orang Loloan terdapat pada lantai induk di bagian belakang karena terdapat norma-norma atau aturan masyarakat Loloan yang mengatur peletakkan/posisi dapur yaitu pada bagian belakang. Dapur merupakan rahasia keluarga/kehidupan berumah tangga. Tamu (bukan saudara), tidak boleh melewati batas ruang depan, apalagi masuk ke areal dapur. Ruang dapur dibatasi hanya untuk kerabat dekat saja sehingga diletakkan di bagian belakang. Gambar 7 menunjukkan dapur pada rumah panggung di loloan.
Terdapat dua buah tangga untuk menghubungkan lantai dasar/kolong dengan lantai tengah/induk yaitu tangga depan yang letaknya di bagian depan bangunan yaitu pada amben/serambi dan tangga belakang yang letaknya di bagian belakang bangunan yaitu pada dapur. Tangga depan digunakan untuk tamu sedangkan tangga belakang digunakan khusus untuk penghuni rumah. Posisi tangga melintang atau membujur. Tangga terbuat dari kayu dengan jumlah anak tangga ganjil yaitu 5, 7, 9 dan 11. Jika anak tangga berjumlah genap dipercaya akan mendatangkan hal buruk bagi penghuni rumah.
Pada lantai atas terdapat ruang yang disebut loteng/para-para. Loteng/para-para dipergunakan anak dara/gadis (remaja putri) untuk menenun, sebagai tempat penyimpanan barang pusaka maupun penyimpanan barang atau makanan untuk upacara. Terdapat tangga yang terbuat dari kayu atau bambu yang digunakan sebagai akses menuju menuju loteng/para-para. Pada zaman dahulu, para-para ini juga dijadikan tempat pingitan. Gambar 8 menunjukkan loteng pada rumah panggung di Loloan.
Gambar 7. Ruang depan pada rumah panggung di Loloan Sumber: Penulis
Gambar 8. Bilik/kamar tidur pada rumah panggung di Loloan Sumber: Penulis
Dilihat dari orientasi, tidak ada aturan yang mengatur mengenai orientasi rumah panggung. Kemanapun arah hadap rumah penempatan pintu selalu berada di sebelah timur atau selatan rumah. Alasannya, dengan pintu di sebelah timur atau selatan, tidak akan mengganggu orang yang sedang sholat di sebelah barat.
Gambar 9. Dapur pada rumah panggung di Loloan
Sumber: Penulis
Gambar 10. Loteng/para-para panggung di
Loloan
Sumber: Penulis
Secara vertikal rumah panggung di Loloan terdiri dari tiga bagian. Bagian bawah rumah yaitu lantai dasar/kolong merupakan ruang multifungsi yang digunakan sebagai ruang penyimpanan peralatan rumah tangga maupun sebagai tempat memelihara hewan ternak. Berdasarkan fungsinya tersebut maka lantai dasar/kolong merupakan ruang kotor. Bagian tengah rumah yaitu lantai tengah/induk merupakan ruang untuk penghuni rumah melakukan aktivitas sehari-hari. Bagian atas rumah difungsikan sebagai tempat menyimpan barang pusaka dan memingit anak gadis sehingga dilihat dari fungsinya ruang ini merupakan ruang bersih/suci. Hirarki ruang yang ada di rumah panggung asli Loloan yaitu semakin ke atas semakin tinggi kedudukannya atau semakin suci.
Secara horisontal, terdapat tiga bagian ruang di lantai tengah/induk yaitu ruang bagian depan terdapat amben/serambi dan ruang depan, bagian tengah terdapat bilik/kamar tidur dan bagian belakang terdapat dapur. Ruang bagian depan bersifat semi selektif karena difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Ruang bagian tengah bersifat privat karena difungsikan sebagai ruang tidur. Bagain belakang bersifat sangat privat karena
difungsikan sebagai dapur. Masyarakat Loloan menganggap dapur sebagai rahasia kehidupan berumah tangga sehingga sifat ruang dapur sangat privat. Berdasarkan hal tersebut, hirarki ruang yang ada di rumah panggung asli Loloan yaitu semakin ke belakang semakin privat.
Rumah panggung di Loloan tersusun atas elemen-elemen berupa atap, lantai tengah/induk, lantai dasar/kolong, kolom dan tangga. Atap rumah panggung di Loloan berbentuk pelana atau limas bersingap. Bahan penutup atap yang digunakan berupa genteng. Lantai tengah/induk rumah panggung di Loloan tersusun dari dinding dengan bahan papan kayu atau gedek. Bahan penutup lantai yang digunakan juga terbuat dari bahan papan kayu. Lantai dasar/kolong menggunakan dinding tidak permanen dari bahan gedek dan tidak terdapat penutup lantai (tanah asli). Kolom bangunan terbuat dari kayu tangi. Biasanya, sebagai sendi dipilih kayu tengulun atau batu. Kayu tangi kemudian diletakkan di atas kayu tengulun atau batu. Tangga bangunan juga terbuat dari kayu.
Pintu, jendela dan ventilasi rumah panggung di Loloan terbuat dari kayu. Pintu, jendela dan ventilasi pada umumnya terdapat di bagian lantai tengah/induk. Pintu berbentuk persegi panjang. Jendela, rumah panggung Loloan bentuknya sama seperti pintu, tetapi ukurannya lebih kecil atau lebih rendah. Daun jendela terdiri atas 1 atau 2 daun jendela. Pada bagian depan/ façade rumah panggung di Loloan memiliki jumlah pintu dan jendela tiga buah. Ventilasi berupa ukiran, krepyak, jaro. Gambar 9 menunjukkan rekonstruksi rumah panggung asli di Loloan:
Gambar 11. Rumah panggung asli di Loloan Sumber: Penulis
Ragam hias yang digunakan pada rumah panggung di Loloan bersumber dari ajaran Agama Islam. Ragam hias yang digunakan yaitu ragam hias timbul layar pada ujung atap, ragam hias tapak dare pada sisi ujung atap, ragam hias papan sisir berupa kayu-kayu yang dipasang bersusun pada atap. Pada dinding terdapat list kayu dan ukiran flora atau kaligrafi. Pada pintu dan jendela terdapat ragam hias gerbang berupa ukiran kayu yang diletakan di ambang pintu dan jendela, jaro
Rumah Panggung di Loloan dan Perkembangannya
Jumlah rumah panggung yang teridentifikasi di wilayah Loloan yaitu sebanyak delapan puluh lima rumah panggung. Delapan puluh lima rumah panggung tersebut diambil tujuh belas rumah panggung untuk dijadikan kasus penelitian yang akan diuraikan lebih dalam. Tabel 1 berikut menunjukkan ketujuh belas kasus. Dalam makalah ini keragaman dikaji berdasarkan sistem spasial (spatial system) yaitu berkaitan dengan bentuk denah, susunan
ruang, orientasi dan hirarki ruang. Berikut uraian hasil observasi ragam rumah panggung di Loloan berdasarkan sistem spasial.
Tabel 1. Rumah Panggung yang dijadikan Kasus
No |
Pemilik Rumah |
Lokasi | |
1 |
M. Ramli |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
2 |
Mahmada |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
3 |
Mujahidin |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
4 |
Rasyidi |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
5 |
H. Fajri |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
6 |
Halimah |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
7 |
Fatimah |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
8 |
Ahdiyah |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
9 |
Abdurahim |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
10 |
Gazali |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
11 |
Ali Hamzah |
Jl. Gunung Agung |
Loloan Timur |
12 |
Ali Nazri |
Jl. Gunung Merapi |
Loloan Timur |
13 |
Hasan Jafar |
Jl. Gunung Merapi |
Loloan Timur |
14 |
Sarwani |
Jl. Gunung Tangkuban Perahu |
Loloan Timur |
15 |
H. Mukri |
Jl. Gunung Raung |
Loloan Timur |
16 |
Ama |
Jl. Salak |
Loloan Barat |
17 |
Zainal Hidayat |
Jl. Semangka |
Loloan Barat |
Sumber: Penulis
Berdasarkan hasil observasi, ada dua ragam bentuk denah yaitu denah memendek dan denah memanjang. Denah memendek yaitu denah dengan jumlah kolom enam belas, memiliki bentuk denah persegi panjang dengan kolom berjajar empat ke samping dan empat ke belakang. Denah memanjang yaitu denah dengan jumlah kolom dua puluh, memiliki bentuk denah persegi panjang dengan kolom berjajar empat ke samping dan lima ke belakang. Ada delapan kasus yang memiliki bentuk denah memendek yaitu kasus 2, 4, 6, 7, 12, 13, 16 dan 17. Ada sembilan kasus yang memiliki bentuk denah memanjang yaitu 1, 3, 5, 8, 9, 10, 11, 14 dan 15. Keragaman jumlah kolom tersebut disebabkan oleh ketersediaan lahan. Rumah dengan denah memendek cenderung berada pada lahan yang melebar sedangkan rumah dengan denah memanjang cenderung berada pada lahan yang memanjang.
Rumah panggung di Loloan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian lantai dasar/kolong, lantai tengah/induk dan lantai atas/loteng. Berikut diuraikan masing-masing bagian dan ruang serta fungsinya yang terdapat di tiap bagian:
Berdasarkan hasil observasi, pada kasus 3, 4, 5, 10, 13 dan 16 lantai dasar/kolong difungsikan sebagai ruang multifungsi karena pemilik/penghuni rumah memerlukan ruang yang luas untuk bekerja atau menyimpan peralatan atau ingin menjaga wujud asli rumah panggung warisan. Pada kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17
terdapat kamar tidur pada lantai dasar/kolong. Kamar tidur pada umumnya digunakan sebagai kamar tidur anak atau kamar tidur kosong jika sewaktu-waktu ada yang menginap atau untuk anak jika menikah dan tinggal di rumah bersama keluarganya.
Pada kasus 1 dan 12 terdapat ruang usaha/warung akibat adanya aktivitas berjualan. Pada kasus 7, 11 dan 14 terdapat dapur disebabkan pemilik/penghuni rumah ingin lebih mudah dalam melakukan aktivitas memasak karena dapur di lantai dasar/kolong lebih dekat dengan sumber air. Pada kasus 6 terdapat ruang tamu karena pemilik/penghuni rumah berprofesi sebagai guru ngaji. Profesi tersebut menyebabkan adanya aktivitas mengajar mengaji. Aktivitas mengajar mengaji tersebut dilakukan di ruang depan. Agar kegiatan mengaji tidak terganggu ketika ada tamu, maka dibuatlah ruang tamu.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, diketahui bahwa selain terdapat ruang di dalam bangunan inti (rumah panggung), juga terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung). Semua rumah panggung di Loloan memiliki ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) yaitu kamar mandi. Dulu rumah panggung tidak memiliki kamar mandi karena sungai berada dekat dengan permukiman masyarakat Loloan. Saat ini sungai telah mengalami pelurusan dan penataan. Masyarakat tidak diperbolehkan lagi melakukan aktivitas MCK di sungai sehingga dibangunlah kamar mandi pada setiap rumah. Selain kamar mandi terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa garasi, ruang tamu/teras, gudang, dapur.
Pada kasus 1 dan 11 terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa dapur. Pada kasus 1 pemilik rumah berprofesi sebagai pedagang, maka terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa dapur yang terletak di dekat warung untuk memudahkan proses memasak ketika berjualan. Kasus 11 juga memiliki ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa dapur agar lebih mudah karena dekat dengan sumber air.
Pada kasus 9 terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa gudang sebagai ruang penyimpanan. Pada kasus 14 pemilik/penghuni rumah memiliki kendaraan roda empat sehingga terdapat aktivitas memarkir kendaraan. Aktivitas tersebut membutuhkan ruang berupa garasi. Kasus 17 pemilik rumah sering menerima tamu sehingga terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa ruang tamu/teras. Ruang depan tetap difungsikan sebagai ruang tamu tetapi hanya diperuntukkan bagi tamu dekat atau kerabat.
Lantai tengah/induk merupakan pusat aktivitas pemilik/penghuni rumah. Pada rumah panggung di Loloan, lantai tengah/induk memiliki tiga pembagian ruang yaitu bagian depan terdapat serambi dan ruang depan, bagian tengah terdapat bilik/kamar tidur dan bagian belakang terdapat dapur. Berikut akan diuraikan masing-masing ruang:
Pada kasus 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 amben/serambi terletak di depan atau di dalam rumah dan difungsikan sebagai ruang perantara atau sebagai ruang duduk-duduk. Pada kasus 1, 5 dan 6 amben/serambi terletak di samping bangunan karena jika diletakkan di depan maka terkena badan jalan atau agar tidak mengganggu aktivitas berjualan di lantai dasar/kolong. Pada kasus 2 dan 17 tidak terdapat
amben/serambi. Pada kasus 2 tidak terdapat amben/serambi karena pemilik/penghuni rumah tidak ingin ada kegiatan duduk-duduk di amben/serambi karena dianggap mengganggu/tidak sopan jika ada orang tua yang lewat di depan rumah. Pada kasus 18 tidak terdapat amben/serambi karena tamu yang datang tidak dipersilahkan masuk ke lantai induk tetapi hanya sampai pada teras/ruang tamu.
Berdasarkan hasil observasi, semua rumah panggung memiliki ruang depan. Ruang depan posisinya selalu berada di bagian depan lantai induk. Ruang depan merupakan ruang fleksibel tanpa ada dinding penyekat dan mampu mewadahi beragam aktivitas seperti menerima tamu/kerabat dekat, ruang berkumpulnya keluarga, tempat sholat berjamaah, tidur anak lelaki di malam hari, mengaji dan menyelenggarakan/mempersiapkan upacara.
Berdasarkan hasil observasi, semua rumah panggung di Loloan memiliki bilik/kamar tidur pada lantai induk. Posisi bilik/kamar tidur selalu di bagian tengah lantai induk. Rumah panggung dengan bentuk denah memendek memiliki susunan bilik/kamar tidur berderet ke samping. Rumah panggung dengan bentuk denah memanjang memiliki susunan bilik/kamar tidur berderet ke belakang. Dinding bilik/kamar tidur dapat dibongkar pasang tidur sehingga jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dapur.
Berdasarkan hasil observasi, semua rumah panggung di Loloan memiliki dapur yang terletak di bagian belakang lantai induk. Walaupun pada beberapa rumah terdapat dapur tambahan di lantai dasar/kolong, tetapi dapur pada lantai induk tetap dipertahankan.
Berdasarkan hasil observasi, ada empat belas kasus yaitu kasus 2, 4, 7, 8, 9, 10, 12, 13 dan 17 yang posisi tangga depan berada di depan bangunan baik dalam posisi melintang atau membujur. Ada tiga kasus yaitu kasus 1, 5 dan 6 yang memiliki posisi tangga di samping bangunan. Posisi tangga di samping bangunan disebabkan karena ketersediaan lahan. Jika tangga diletakkan di depan bangunan maka akan terkena badan jalan seperti yang terjadi pada kasus 5. Pada kasus 1 dan 6 posisi tangga diletakkan di samping bangunan karena keinginan pemilik/penghuni rumah.
-
• Loteng/para-para
Ada tiga kasus yaitu kasus 1, 11 dan 17 yang tidak memiliki akses masuk menuju ke lantai atas/loteng. Penutupan akses masuk ini dilakukan karena lantai atas/loteng tidak difungsikan. Ada empat belas kasus yaitu kasus 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15 dan 16 yang memiliki akses masuk menuju ke lantai atas/loteng walaupun lantai atas/loteng sudah tidak difungsikan
Berdasarkan hasil observasi, semua rumah panggung di Loloan menghadap ke arah jalan. Rumah panggung dengan bentuk denah memendek maupun memanjang, sisi terpendek bangunan selalu berada di samping jalan.
Berdasarkan hasil observasi, terdapat hirarki vertikal dan horisontal. Dilihat dari hirarki ruang secara vertikal terdapat dua ragam rumah yaitu rumah yang memiliki hirarki ruang secara vertikal dan rumah yang tidak memiliki hirarki ruang secara vertikal. Rumah yang memiliki hirarki ruang yaitu rumah-rumah yang pada lantai dasar/kolong difungsikan sebagai area kotor yaitu tempat menyimpan peralatan rumah tangga (gudang), kayu bakar dan sebagainya. Lantai tengah/induk digunakan sebagai ruang aktivitas utama seperti tidur, menerima tamu, memasak. Hirarki yang terbentuk yaitu semakin ke bawah semakin rendah kedudukan ruangnya (ruang kotor). Rumah yang tidak memiliki hirarki ruang yaitu rumah-rumah dengan lantai dasar/kolong memiliki fungsi yang sama dengan lantai tengah/induk yaitu sama-sama merupakan tempat penghuni rumah melakukan aktivitas sehari-hari.
Dilihat secara horisontal, semua rumah panggung di Loloan memiliki hirarki horisontal yaitu semakin ke belakang semakin privat. Pada bagian belakang lantai tengah/induk terdapat dapur yang merupakan area sangat privat. Orang Loloan menganggap dapur sebagai rahasia kehidupan rumah tangga sehingga diletakkan di bagian belakang lantai induk. tamu hanya boleh sampai sebatas ruang depan yang terletak di area depan lantai tengah/induk.
Berdasarkan ragam rumah panggung yang ada, dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu ragam rumah panggung yang ada disebabkan ada tidaknya perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap wujud asli rumah panggung di Loloan. Habraken (1982) mengungkapkan indikasi perubahan dapat dilihat dari adanya penambahan (addition), pengurangan (elimination), pergerakan atau perpindahan (movement). Mengacu pada teori tersebut, perubahan-perubahan yang dilakukan oleh penghuni/pemilik rumah terhadap rumah panggungnya meliputi:
Penambahan: terjadi penambahan fungsi ruang pada lantai dasar/kolong. Lantai dasar/lantai kolong awalnya berupa ruang multifungsi yang digunakan sebagai ruang penyimpanan. Saat ini telah terjadi penambahan fungsi ruang pada lantai dasar/kolong berupa kamar tidur, dapur, ruang tamu ataupun ruang usaha/warung. Penambahan juga terjadi di luar bangunan inti (rumah panggung). Ruang yang ditambahkan pada semua rumah pangung berupa kamar mandi. Ruang lainnya yang tidak selalau ditambahkan yaitu garasi, dapur, teras/ruang tamu, gudang.
Pengurangan: terjadi pengurangan fungsi ruang yaitu amben/ serambi yang terdapat pada lantai tengah/induk dan pengurangan atau penutupan akses pada lantai atas/loteng. Pengurangan maupun penutupan akses ini disebabkan karena ruang sudah tidak difungsikan. Pergerakan/perpindahan: pergerakan atau pemindahan terjadi pada ruang yang terdapat pada lantai tengah/induk yaitu amben/serambi dan tangga. Perpindahan dilakukan karena keterbatasan lahan atau karena keinginan pemilik rumah.
Dilihat dari perubahan yang ada. Ruang yang cenderung mengalami banyak perubahan adalah lantai dasar/kolong. Perubahan pada lantai dasar/kolong cenderung menyebabkan
perubahan pada fisik dan tampilan rumah panggung. Lantai dasar/kolong yang awalnya berfungsi sebagai ruang multifungsi, menggunakan penutup dinding tidak permanen berupa gedek dan tidak memiliki jendela dan ventilasi. Seiring perubahan yang dilakukan berupa penambahan fungsi ruang, material penutup dinding juga mengalami perubahan yaitu dari dinding gedek menjadi dinding permanen dari bahan bata/beton serta memiliki jendela dan ventilasi untuk keluar masuk udara.
Lantai tengah/induk hanya mengalami perubahan pada amben/serambi dan tangga, sedangkan ruang-ruang yang lainya seperti ruang depan, bilik/kamar tidur dan dapur tetap. Perubahan pada lantai tengah/induk tidak merubah fisik dan tampilan rumah panggung di Loloan. Material yang digunakan sebagai bahan dinding yaitu papan kayu atau gedek tetap dipertahankan atau dikombinasikan dengan bahan baru seperti seng. Hal ini disebabkan karena ada anggapan masyarakat Loloan yaitu jika lantai tengah/induk dan kolom kayu dihilangkan atau dirubah sehingga wujud aslinya tidak terlihat, maka rumah tersebut tidak lagi digolongkan sebagai rumah panggung.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rapoport (1983) yang membagi elemen perubahan atas:
-
a. elemen inti (core element) yang sulit berubah, bersifat tetap atau tidak bisa dihilangkan dan menjadi identitas pemilik arsitektur tersebut. Elemen inti (core element) pada rumah panggung di Loloan yaitu lantai tengah/induk bangunan
-
b. elemen pinggiran (peripheral element) merupakan bagian yang tidak terlalu penting dan mudah berubah. Elemen pinggiran (peripheral element) pada rumah panggung di Loloan yaitu lantai dasar/kolong
-
c. elemen tambahan (new element) yaitu elemen-elemen tambahan yang menjadi bagian baru. Elemen tambahan (new element) pada rumah panggung di Loloan yaitu kamar mandi.
Gambar 12. Rumah panggung saat ini di Loloan
Sumber: Penulis
Sistem Spasial dan Tipologi Rumah Panggung di Loloan
Dilihat dari ada tidaknya perubahan maka tipologi rumah panggung yang ada di Loloan yaitu :
Tipe rumah ini memiliki ciri denah berbentuk memendek. Memiliki enam belas kolom, berjajar empat ke samping dan empat ke belakang dengan sisi terpendek berada di
samping jalan. Ruang-ruang yang ada sama seperti ruang-ruang yang terdapat pada rumah panggung asli di Loloan yaitu:
-
- Lantai bawah/kolong terdapat ruang multifungsi yang difungsikan sebagai ruang duduk, ruang kerja, ruang penyimpanan peralatan rumah tangga, penyimpanan kayu bakar.
-
- Lantai tengah/induk terdapat ruang-ruang yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian depan terdapat amben/serambi, tangga depan dan ruang depan; bagian tengah terdapat bilik/kamar; bagian belakang terdapat dapur.
-
- Lantai atas terdapat loteng/para-para
Orientasi yaitu sisi terpendek berada di samping jalan. Hirarki yang terbentuk secara vertikal yaitu semakin ke bawah kedudukan ruang semakin rendah karena ruang paling bawah yaitu lantai dasar/kolong digunakan sebagai ruang penyimpaan peralatan rumah tangga dan ruang kerja (ruang kotor). Hirarki secara horisontal yaitu semakin ke belakang semakin privat dengan adanya dapur yang dianggap rahasia kehidupan berumah tangga. Semakin ke depan (dekat dengan jalan) semakin selektif dengan adanya ruang depan yang difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Kasus yang termasuk dalam tipe memendek tetap yaitu kasus 4, 13 dan 16. Gambar 11 berikut menunjukkan rumah panggung tipe memendek asli:
Gambar 13: Tampak depan dan samping tipe memendek asli Sumber: Penulis
Rumah tipe ini memiliki ciri denah berbentuk memanjang. Memiliki dua puluh kolom, berjajar empat ke samping dan lima ke belakang dengan sisi terpendek berada di samping jalan. Ruang-ruang yang ada sama seperti ruang-ruang yang terdapat pada rumah panggung asli di Loloan yaitu:
-
- Lantai bawah/kolong terdapat ruang multifungsi yang difungsikan sebagai ruang duduk, ruang kerja, ruang penyimpanan peralatan rumah tangga, penyimpanan kayu bakar.
-
- Lantai tengah/induk terdapat ruang-ruang yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian depan terdapat amben/serambi, tangga depan dan ruang depan; bagian tengah terdapat bilik/kamar; bagian belakang terdapat dapur.
-
- Lantai atas terdapat loteng/para-para
Orientasi yaitu sisi terpendek berada di samping jalan. Hirarki yang terbentuk secara vertikal yaitu semakin ke bawah kedudukan ruang semakin rendah karena ruang paling bawah yaitu lantai dasar/kolong digunakan sebagai ruang penyimpaan peralatan rumah tangga dan ruang kerja (ruang kotor). Hirarki secara horisontal yaitu semakin ke
belakang semakin privat dengan adanya dapur yang dianggap rahasia kehidupan berumah tangga. Semakin ke depan (dekat dengan jalan) semakin selektif dengan adanya ruang depan yang difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Kasus yang termasuk dalam tipe memanjang tetap yaitu kasus 3 dan 10. Gambar 12 berikut menunjukkan rumah panggung tipe memanjang asli:
sam
memanjang
.
Sumber: Penulis
c.Tipe memendek berubah
Rumah tipe ini memiliki ciri denah berbentuk memendek. Memiliki enam belas kolom, berjajar empat ke samping dan empat ke belakang dengan sisi terpendek berada di samping jalan. Ruang-ruang yang ada mengalami perubahan. Perubahan dapat berupa penambahan, pengurangan maupun perpindahan. Penambahan yang terjadi yaitu penambahan fungsi ruang pada lantai dasar/kolong berupa penambahan ruang tidur, ruang tamu, dapur atau ruang usaha. Pengurangan fungsi ruang yaitu pada amben/serambi di lantai induk atau loteng di lantai atas. Pemindahan ruang yaitu terjadi pada amben/serambi dan tangga pada lantai tengah/induk. Orientasi yaitu sisi terpendek berada di samping jalan. Tidak ada hirarki secara vertikal karena kedudukan ruang sama yaitu sama-sama difungsikan sebagai ruang untuk mewadahi aktivitas sehari-hari. Hirarki secara horisontal yaitu semakin ke belakang semakin privat dengan adanya dapur yang dianggap rahasia kehidupan berumah tangga. Semakin ke depan (dekat dengan jalan semakin selektif dengan adanya ruang depan yang difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Kasus yang termasuk dalam tipe memendek berubah yaitu kasus 2, 6, 7, 12 dan 17. Tipe ini cenderung memiliki fisik dan tampilan modern terutama di bagian lantai dasar/kolong. Gambar 13 berikut menunjukkan rumah panggung tipe memendek berubah:
Gambar 15. Tampak depan dan samping tipe memendek berubah Sumber: Penulis
Rumah tipe ini memiliki ciri denah berbentuk memendek. Memiliki enam belas kolom, berjajar empat ke samping dan empat ke belakang dengan sisi terpendek berada di samping jalan. Ruang-ruang yang ada mengalami perubahan. Perubahan dapat berupa penambahan, pengurangan maupun perpindahan. Penambahan yang terjadi yaitu penambahan fungsi ruang pada lantai dasar/kolong berupa penambahan ruang tidur, ruang tamu, dapur atau ruang usaha. Pengurangan fungsi ruang yaitu pada amben/serambi di lantai induk atau loteng di lantai atas. Pemindahan ruang yaitu terjadi pada amben/serambi dan tangga pada lantai tengah/induk. Orientasi yaitu sisi terpendek berada di samping jalan. Tidak ada hirarki secara vertikal karena kedudukan ruang sama yaitu sama-sama difungsikan sebagai ruang untuk mewadahi aktivitas sehari-hari. Hirarki secara horisontal yaitu semakin ke belakang semakin privat dengan adanya dapur yang dianggap rahasia kehidupan berumah tangga. Semakin ke depan (dekat dengan jalan semakin selektif dengan adanya ruang depan yang difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Kasus yang termasuk dalam tipe memanjang berubah yaitu kasus 1, 5, 8, 9, 11, 14 dan 15. Tipe ini cenderung memiliki fisik dan tampilan modern terutama di bagian lantai dasar/kolong. Gambar 14 berikut menunjukkan rumah panggung tipe memanjang berubah:
Gambar 16. Tampak depan dan samping tipe memanjang berubah
Sumber: Penulis
Diversitas Wujud Rumah Panggung dan Faktor Pengaruhnya
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik/penghuni rumah, maka faktor yang melatarbelakangi munculnya tipe rumah panggung di Loloan yaitu sebagai berikut:
-
a. Faktor sosial: ruang tempat melakukan interaksi yaitu di amben/serambi dan di ruang depan. Seiring perkembangan jaman ada beberapa pemilik rumah misalnya pada kasus 2, yang menganggap tidak nyaman atau tidak sopan berinteraksi di amben/serambi yang letaknya paling depan, terbuka dan dekat dengan jalan. Hal ini menyebabkan amben/serambi pada kasus 2 dihilangkan dan kegiatan interaksi hanya dilakukan di ruang depan yang lebih tertutup.
-
b. Faktor budaya yang terdiri dari:
-
- Faktor religi dan upacara keagamaan: tradisi-tradisi yang hilang seperti tradisi mencuci kaki pada amben/serambi, tradisi menyimpan barang pusaka atau memingit anak gadis menyebabkan ruang yang awalnya digunakan untuk mewadahi tradisi-tradisi tersebut dihilangkan oleh pemilik/penghuni rumah. Pada kasus 2 dan 17 amben/serambi dihilangkan. Pada kasus 1, 11 dan 17 loteng/para-para dihilangkan
-
- Faktor pengetahuan: kurangnya pengetahuan masyarakat Loloan tentang karakter asli dan pakem-pakem tradisi rumah panggung di Loloan menyebabkan pemilik/penghuni rumah dengan mudahnya merubah susunan ruang yang ada terjadi pada kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17.
-
- Faktor mata pencaharian hidup: mata pencaharian masyarakat Loloan pada awalnya adalah nelayan, sehingga mereka membutuhkan ruang untuk menambatkan perahu, menyimpan peralatan mencari ikan di laut dan memperbaiki jala. Kegiatan tersebut dilakukan di lantai dasar/kolong. Saat ini masyarakat Loloan sudah meninggalkan profesi nelayan tersebut dan beralih menjadi pedagang, guru, pegawai dan sebagainya. Seiring dengan perubahan profesi mereka, lantai dasar/kolong mengalami perubahan fungsi. Tidak lagi digunakan sebagai tempat menambatkan perahu, menyimpan peralatan mencari ikan di laut dan memperbaiki jala, tetapi digunakan untuk fungsi lain seperti warung (kasus 1 dan 12), dapur (kasus 7, 11 dan 14), kamar tidur (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17) dan ruang tamu (kasus 6)
-
- Faktor teknologi dan peralatan: perkembangan teknologi menyebabkan munculnya penggunaan bahan-bahan modern/baru. Bahan-bahan modern/baru tersebut dijadikan alternatif pengganti atau pendukung bahan-bahan lama yang sudah lapuk atau rusak misalnya ditambahkan dinding bata/batako untuk membantu mendukung kolom kayu yang sudah berumur ratusan tahun dan sudah mengalami pelapukan dalam menyokong bangunan sehingga rumah menjadi lebih kuat dan kokoh. Bahan lama seperti kayu sudah mengalami pelapukan atau bahan gedek yang sering berbubuk diganti dengan bahan modern seperti seng yang lebih murah, awet dan mudah dalam perawatan. Hal ini terjadi pada kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17
-
c. Faktor ekonomi: faktor ekonomi mencangkup alasan-alasan pemilik rumah yang berhubungan dengan ketersediaan uang/dana yang mengakibatkan pemilik rumah mengubah wujud rumahnya. Pemilik rumah yang memiliki uang/dana cenderung melakukan perbaikan bahkan perubahan rumah agar tampak lebih bagus, layak dan mengikuti trend rumah saat ini terjadi pada kasus kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17. Rumah dengan pemilik rumah yang tidak memiliki cukup dana, memilih untuk mempertahankan wujud asli rumah panggung di Loloan terjadi pada kasus 3, 4, 5, 10, 13 dan 16.
-
d. Faktor aktivitas: faktor aktivitas yang dimaksud yaitu kegiatan atau kebiasaan yang dilakukan oleh penghuni rumah. Aktivitas- aktivitas yang umum atau tetap dilakukan, menyebabkan ruang-ruang yang mewadahi aktivitas tersebut tetap dipertahankan. Aktivitas-aktivitas yang hilang atau sudah tidak dilakukan lagi menyebabkan ruang-ruang yang mewadahi aktivitas tersebut dihilangkan misalnya amben/serambi (kasus 2 dan 17) dan loteng/para-para (kasus 1, 11 dan 17). Kedua ruang ini cenderung dihilangkan karena aktivitas yang dilakukan pada kedua ruang tersebut sudah hilang. Ada juga beberapa ruang yang ditambahkan akibat dari aktivitas yang bertambah seperti ruang usaha (kasus 1 dan 12), ruang tamu (kasus 6), garasi. ( kasus 15). Pada saat ini masyarakat Loloan bekerja atau mencari uang di rumah. Kegiatan tersebut menyebabkan munculnya ruang usaha. Menerima tamu tidak lagi dilakukan di ruang depan. Menerima tamu dilakukan di ruang tambahan yaitu ruang tamu. Rumah
panggung Loloan tidak dilengkapi dengan garasi namun saat ini beberapa penghuni rumah memarkirkan kendaraannya di rumah sehingga dibuatlah garasi. Aktivitas yang dulu tidak dilakukan di rumah sekarang dilakukan di rumah seperti mandi cuci kakus dulu dilakukan di sungai saat ini dilakukan di rumah dan dibuatlah kamar mandi.
-
e. Faktor civitas: faktor civitas berkaitan dengan struktur keluarga, yaitu bertambahnya jumlah anggota keluarga. Bertambahnya jumlah anggota keluarga menyebabkan berkembang juga kebutuhan akan ruang. Hal tersebut berpengaruh terhadap munculnya ruang tambahan seperti kamar tidur (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15
dan 17).
-
f. Faktor usia bangunan: usia bangunan yang telah tua menyebabkan pemilik/penghuni rumah khawatir dengan kemempuan kolom kayu yang sudah berumur ratusan tahun untuk menopang bangunan. Upaya yang dilakukan pemilik/penghuni rumah ialah menambahkan dinding permanen pada lantai dasar/kolong untuk membantu kolom kayu menyangga bangunan (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17).
-
g. Faktor ketersediaan lahan: perluasan jalan mengakibatkan lahan yang ada di bagian depan berkurang dan menyebabkan tangga berada di samping bangunan. Sisa lahan di bagian samping atau depan rumah dimanfaatkan menjadi suatu ruang misalnya dapur (kasus 1 dan 11), teras/ruang tamu (kasus 17), garasi (kasus 15), gudang (kasus 9)
-
h. Faktor selera dan keinginan pemilik rumah: selera merupakan keinginan pribadi yang bebas untuk mengikuti atau meniru suatu bentuk. Faktor selera biasanya muncul karena adanya kebosanan atau kejenuhan terhadap hal-hal lama. Wujud rumah yang beraneka ragam terjadi karena adanya keinginan untuk tampil beda dengan rumah tetangganya (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17).
Kesimpulan
Dilihat dari adanya perubahan yang terjadi pada sistem spasial yaitu dilihat dari bentuk denah, susunan ruang, orientasi dan hirarki ruang, tipologi wujud rumah panggung di Loloan yang diperoleh yaitu rumah panggung dengan denah memendek asli, rumah panggung dengan denah memanjang asli, rumah panggung dengan denah memendek berubah, rumah panggung dengan denah memanjang berubah. Tipe rumah panggung memendek berubah atau memanjang berubah cenderung memiliki tampilan rumah ke arah modern terutama pada bagian lantai dasar/kolong.
Lantai dasar/kolong merupakan elemen yang mudah berubah. Lantai tengah/induk merupakan elemen inti karena ada anggapan masyarakat Loloan bahwa jika bagian lantai tengah/induk berubah, maka rumah tersebut tidak disebut lagi rumah panggung, melainkan rumah modern. Ruang depan, bilik/kamar tidur dan dapur merupakan ruang pada lantai tengah/induk yang bersifat tetap atau tidak dihilangkan. Elemen tambahan berupa kamar mandi. Semua rumah panggung di Loloan saat ini menambahkan kamar mandi tetapi penambahan dilakukan di luar bangunan inti (rumah panggung). Dulu rumah panggung tidak memiliki kamar mandi karena sungai berada dekat dengan permukiman masyarakat Loloan. Saat ini aktivitas MCK dilakukan di kamar mandi.
Faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan terdiri dari faktor sosial dan budaya, faktor ekonomi, faktor aktivitas, faktor civitas, faktor usia
bangunan, faktor ketersediaan lahan, faktor selera dan keinginan. Mengingat masih sedikitnya penelitian yang telah dilakukan mengenai rumah panggung di Loloan, maka penting untuk dilakukan berbagai makalah eksploratif terhadap sejarah dan proses perkembangan masyarakat serta perlu adanya makalah mengenai sistem fisik dan sistem tampilan/model rumah panggung di Loloan.
Daftar Pustaka
Azwar, S (2003) Metode Makalah Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Habraken, N J (1982) Transformation of The Site Combridge: Massachusetts.
Habraken, N J (1988) Type as a Social Agreement Combridge: Massachusetts.
Muhadjir. N (1996) Metodologi Makalah Kualitatif Yogyakarta: Rake Sarasin.
Nuswantoro (2004) Studi Perubahan Struktur Spasial Rumah Tinggal Merangkap Toko di Daerah Umbulharjo Yogyakarta (Skripsi) Yogyakarta: Jurusan Desain Interior ISI.
Rapoport, A (1969) House Form and Culture. New Jersey: Prentice Hall.
Rapoport, A (1983) Development, Culture Change, and Supportive Design Milwaukee: University of Winconsin.
Sarlan (2009) Islam di Bali: Sejarah Masuknya Agama Islam ke Bali Biang Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali. Program Peningkatan.
Sulistijowati (1991) Tipologi Arsitektur pada Rumah Kolonial Surabaya (Dengan Kasus Perumahan Plampitan dan Sekitarnya). Laporan Makalah. Surabaya: Pusat Makalah Institut Teknologi Sepuluh November.
84 SPACE - VOLUME 1, NO. 1, APRIL 2014
Discussion and feedback