RUANG


SPACE


KONSEP ARSITEKTUR RUMAH ADAT SUKU SASAK DI DUSUN SEGENTER, KECAMATAN BAYAN, LOMBOK UTARA – NTB

Oleh: I Made Wirata 1 dan Ngakan Putu Sueca 2

Abstract

Traditional housing in Dusun Segenter deploys unique concepts in building structure, spatial pattern and architectural form. The house is organized based on the belief systems of the community, its norms and a sacred: profane orientation. The purpose of this study is to explain the concept of spatial patterns, shapes and facade forming the house of the Segenter. Phenomenology is used as the chosen qualitative method. Results of this study indicate that the main building site of Segenter village is based on traditions and customs that have been handed down from generation to generation by order of papuk baloq who is the head of the Village. The orientation and placement of the spaces in the main building like paon, amben beleq and klepok are based on the location of the door and the position of sakenem building. There is also an inan bale which is always located in the middle of the house. Both east-west and north-south orientation are also implemented in the Segenter's traditional house. The facade of the traditional building is the embodiment of the three main constituent elements - sacral value (reflecting the dominance of roof elements using inan bale construction; karang lamin; and its gable horns); orientation; and privacy. The material used is widely available around the village. The selected building material in use prioritizes consideration for comfort, adaptation to local climate, as well as accommodation for the functions and activities of residential space.

Keywords: spatial pattern, architectural concept, Sasak Ethnicity, traditional house, Dusun Segenter

Abstrak

Rumah adat Dusun Segenter memiliki konsep yang unik, baik dalam tata bangunan, pola ruangan dan bentuk arsitekturnya. Rumah adat ditata berdasarkan sistem kepercayaan, norma-norma setempat, serta orientasi sakral profan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan konsep pola keruangan, bentuk dan fasade rumah adat Dusun Segenter. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penataan dan penetapan lokasi bangunan utama rumah adat Dusun Segenter dilakukan berdasarkan tradisi yang diwariskan secara turun temurun atas perintah papuk baloq. Ruangan-ruangan yang ada di dalam bangunan utama yaitu paon, klepok dan amben beleq memiliki orientasi ruangan dan perletakan ruangan berdasarkan perletakan pintu dan letak bangunan sekenem, sedangkan inan bale selalu berada di tengah ruangan. Konsep sumbu timur-barat serta utara-selatan diterapkan di bangunan rumah adat Segenter. Tampak bangunan rumah adat merupakan perwujudan dari tiga unsur utama yang menonjol yaitu nilai kesakralan; orientasi; dan privasi. Nilai kesakralan dicerminkan dengan dominasi elemen atap yang terbentuk dari kontruksi inan bale, karang lamin serta gable horns dari bangunan rumah adat. Material yang digunakan adalah material yang banyak tersedia di sekitar desa. Pemilihan material bangunan mengutamakan

kenyamanan, adaptasi dengan iklim setempat, serta pengakomodasian fungsi-fungsi ruang dan aktivitas di dalamnya.

Kata kunci: pola ruang, konsep arsitektur, Suku Sasak, rumah adat, Dusun Segenter.

Pendahuluan

Rumah sebagai tempat tinggal dan bermukim tidak hanya berarti dari sekedar memiliki atap dan beberapa luasan ruang untuk ditinggali. Rumah dapat diartikan dalam tiga rumusan dasar, pertama adalah sebagai tempat bertemu dengan orang lain untuk pertukaran produk, gagasan, dan perasaan. Kedua, berarti sebagai tempat untuk mencapai kesepakatan dengan orang lain yaitu untuk menerima seperangkat nilai-nilai umum. Ketiga, menjadi dunia yang paling kecil yang yang dipilih oleh kita sendiri (Schulz 1985).

Rumah tradisional merupakan bangunan dengan berpedoman pada tradisi yang merupakan sesuatu yang dianut oleh penghuni rumah maupun lingkungan setempat berdasarkan tata cara dan nilai budayanya (Kusumawati 2007) Rumah tersebut merupakan rumah yang terbentuk berdasarkan karakter budaya dan kondisi lokal dengan menganut paham-paham ideologi lokal setempat sehingga selalu berkaitan dengan tata cara hidup setempat pula. Adat dapat dipersepsikan sebagai nilai, norma, serta cara atau kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang pada wilayah tertentu secara turun temurun (Kusumawati 2007).

Begitu juga dengan permukiman Dusun Segenter yang berada di Kecamatan Bayan, Lombok Utara – Nusa Barat dengan rumah adatnya yang unik memiliki sistem kepercayaan perletakan bangunan dalam lingkungan dusun, pola ruang, fasade dan material bangunan. Oleh karena itu rumah adat permukiman Dusun Segenter ini merupakan objek penelitian yang menarik untuk diteliti. Nilai kebudayaan yang tercermin dari konsep rumah adatnya merupakan warisan budaya bangsa yang sudah sepatutnya dapat diketahui dan diwarisi oleh generasi mendatang. Konsep rumah adat terutama wujudnya dalam hal pembagian dan penataan ruangnya serta fasade bangunan merupakan hal-hal yang menarik untuk diketahui.

Di dalam sebuah rumah ditemukan orientasi ritual rumah dimana rumah berkaitan erat dengan fungsi kultural dan agama. Manusia dengan kebiasaanya dan orientasi yang berbeda akan menanggapi lingkungan secara berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sosial, budaya, ritual, ekonomi, dan faktor-faktor fisik (Haryadi 1995).

Rapoport (1969), mengemukakan hunian atau permukiman yang merupakan perwujudan hasil karya turun temurun dari seluruh lapisan masyarakat dalam batas-batas teritorial tertentu dinamakan vernacular architecture yang dihadirkan dalam bentuk lingkungan yang mewadahi aktivitas manusia. Unsur utama lingkungan adalah setting yang memperlihatkan pola kegiatan serta proses perwujudan wadah aktivitas itu baik secara fisik maupun non fisik. Rapoport (1969) menjelaskan bahwa lingkungan diartikan sebagai rona fisik yang menjadi tempat manusia melaksanakan kehidupan dan kebudayaannya.

Masalah yang diteliti dalam artikel ini adalah konsep rumah adat suku Sasak di Dusun Segenter, Kecamatan Bayan, Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat, baik secara makro, messo, dan mikro. Secara teknis, ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan model paradigma fenomenologi dan metode naturalistik. Data-data dalam penelitian ini lebih banyak merupakan kata-kata, bukan angka, menggunakan

peneliti sendiri sebagai alat mengumpulkan dan menganalisis data. Pengumpulan data dilakukan dalam bentuk wawancara terbuka, mendalam, pengamatan langsung, dan dokumen tertulis (Nasution 1988). Fenomenologi dipilih untuk dapat mengetahui obyek penelitian secara lebih mendalam melalui perekaman kondisi sosial sehingga memungkinkan penelitian mendemonstrasikan tentang cara yang dilakukan oleh informan. Analisis terhadap tindakan informan merupakan teknik yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana mereka berfikir tentang pembicaraan mereka berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.

Setelah melalui grand tour, dari semua rumah adat yang ada di Dusun Segenter dipilihlah beberapa rumah untuk dijadikan fokus dalam melihat konsep rumah adat yang asli. Beberapa rumah tersebut melalui pertimbangan yaitu dapat mewakili dan mendekati rumah adat asli berdasarkan informasi-informasi yang didapat dari keseluruhan data.

Permukiman Dusun Segenter

Secara individual tiap bangunan rumah adat Sasak merupakan karya estetika, dan sebagai kelompok bangunan membentuk wilayah hunian utuh dengan kesan teratur (Anonim 1984). Secara umum terdapat satu kesatuan gaya dalam penampilan fisik bangunan-bangunan Sasak, yang didapati dari beberapa lokasi desa suku Sasak. Kesatuan spesifik telah mewujudkan ciri karakteristik arsitektur yang disebut arsitektur tradisional Sasak.

Dusun Segenter merupakan sebuah dusun yang berada di Kecamatan Bayan, Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dusun Segenter merupakan permukiman Suku Sasak yang memiliki rumah adat rumah-rumah yang berada di Dusun Segenter di kelilingi oleh pagar pembatas. Permukiman memiliki empat pintu utama yang berada di sebelah selatan, utara, timur dan barat. Saat ini pintu utama berada di sebelah selatan, akan tetapi pintu-pintu tersebut memiliki fungsi yang sama sebagai akses keluar dan masuknya para penduduk.

Rumah-rumah penduduk berjejer rapi membentuk empat kelompok besar (dinamakan bantar), dimana tiap kelompok besar membujur dari selatan ke utara. Tiap-tiap bantar dari selatan ke utara memiliki beberapa baris bangunan dimana tiap baris terdiri dari satu rumah di sebelah timur dan satu rumah barat yang mengapit sebuah sekenem (lihat Gambar 1). Yang dimaksud dengan sebuah rumah adalah satu bangunan utama dengan satu buah sekenem sebagai bangunan tanpa dinding serta pekarangan yang berada diantara bangunan utama dan sekenem. Bangunan sekenem merupakan milik bersama oleh dua buah rumah adat apabila rumah tersebut tinggal berdampingan di barat dan timur sekenem (lihat Gambar 2).

Tradisi dan peraturan di Dusun Segenter menempatkan posisi rumah di sebelah timur sekenem sebagai rumah generasi yang lebih tua. Apabila keluarga tersebut berkembang maka perkembangannya akan menuju ke arah utara, jadi generasi lebih tua berada di bagian selatan. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang (papuk baloq) mereka.

Berdasarkan hubungan kekeluargaan, generasi yang paling tua (generasi pertama) menempati posisi rumah yang berlokasi di daerah paling timur dan selatan. Apabila ia memiliki keturunan atau adik, maka keturunannya/adiknya (generasi kedua) akan membangun rumah dan menempatinya di daerah barat. Dari rumah yang berada di daerah timur sekenem tersebut, maka penempatan posisi rumah untuk generasi yang lebih

muda (misalnya generasi ketiga) pada idealnya akan menyebar ke arah utara dan timur, sedangkan kemungkinan kedua yaitu dapat menyebar ke arah utara dari rumah generasi kedua (lihat gambar 3). Penjelasan di atas dapat terlihat pada alur alternatif A, dari A1 dapat menuju menuju ke A2.a ataupun A2.b, kemudian dari A2.a menuju ke A3. Kemungkinan lain dari pembangunan lokasi rumah adat berdasarkan hubungan kekeluargaan dapat dilihat pada alternatif B. Rumah adat yang terletak di daerah lebih timur dan lebih selatan (generasi pertama), untuk penduduk yang lebih junior akan membangun rumah di lokasi yang lebih ke utara (generasi kedua).

Gambar 1. Kondisi perumahan komplek besar Dusun Segenter saat ini

Sumber: http://www.lombokutarakab.go.id/html/images/peta_wilayah/bayan.jpg,diakses 13 Maret 2012, dan observasi lapangan

Lokasi rumah adat dengan perletakan rumah adat senior di daerah timur dan rumah adat junior di baratnya (alternatif A) merupakan posisi yang paling ideal karena diantaranya akan terdapat sekenem yang dimiliki bersama oleh 2 kepala keluarga yang lebih dekat. Penggunaan dan perawatann sekenem akan lebih mudah apabila kedua rumah memiliki hubungan kekeluargaan lebih dekat. Apabila melakukan kegiatan baik secara keseharian maupun secara adat, rumah akan terasa relaif lebih leluasa.

A.


Dua buah rumah adat merupakan dua buah bangunan utama dan satu sekenem yang berada di timur (timuk) dan barat (bat) bangunan utama serta ruang luar di antaranya. Sekenem merupakan milik bersama

Satu rumah adat merupakan sebuah bangunan utama dan sekenem yang berada di barat (bat) bangunan utama serta ruang luar di antaranya.

Satu rumah adat merupakan sebuah bangunan utama dan sekenem yang berada di timur (timuk) bangunan utama serta ruang luar di antaranya.

Gambar 2. Ilustrasi penghitungan satu buah rumah adat Dusun Segenter Sumber: Penulis


Gambar 3. Konsep tradisi pembangunan rumah adat berdasatkan hubungan kekeluargaan Sumber: Penulis

Konsep arah rumah adat yang dimiliki oleh masyarakat Dusun Segenter memperlihatkan bahwa arah selatan lebih tinggi daripada arah utara, dan arah timur lebih tinggi daripada arah barat. Secara fisik Gunung Rinjani dan juga letak komplek suci Semokan berada di daerah selatan Dusun Segenter di dataran lebih tinggi. Hal tersebut di atas menjadi konsekuensi logis dari sebuah nilai kosmologis bahwa daerah lebih tinggi memiliki nilai yang lebih tinggi pula. Dalam wawancara dengan penduduk Misayang (penduduk Dusun Segenter), ia mengungkapkan bahwa generasi lebih tua merupakan generasi yang

mendapatkan sinar matahari terlebih dahulu, begitu juga dalam penempatan posisi rumah adat.

Pola Penataan Ruang

Sebuah bangunan utama rumah adat di Dusun Segenter secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang dalam dan ruang peralihan. Ruang peralihan disebut sebagai teras (sirap), sedangkan ruang dalam adalah ruang-ruang yang terdiri atas paon, klepok (lumbung padi bulu dalam rumah), amben beleq (dipan besar), dan inan bale (ibu rumah). Sirap merupakan tempat terluar dari rumah adat yang berfungsi sebagai area transisi dari ruang luar (pekarangan) untuk masuk ke ruang dalam rumah adat. Sirap juga berfungsi sebagai tempat untuk bersantai, tempat tidur di malam hari untuk anak laki-laki dewasa atau orang tua. Selain daripada itu seringkali sirap juga digunakan sebagai tempat untuk meletakkan peralatan pertanian.

Ruang paon merupakan ruang pertama yang terlihat apabila kita masuk ke dalam rumah adat. Paon adalah tempat para penduduk beraktivitas memasak untuk kebutuhan sehari-hari. Rumah adat Dusun Segenter yang berada di timur sekenem memiliki posisi paon di sebelah timur laut dari tengah ruangan, sedangkan yang berada di barat sekenem berada di barat daya dari tengah ruangan. Paon dilengkapi oleh dua tungku.

Gambar 4. Pola ruang rumah adat Dusun Segenter Sumber: Penulis

Klepok merupakan sebuah ruangan dengan sebuah tempat untuk menaruh hasil panen padi bulu yang dihasilkan dari sawah musiman mereka. Klepok untuk rumah yang berada di timur sekenem terletak di daerah selatan dari tengah ruangan utama. Rumah yang berada di barat sekenem memiliki klepok yang terletak di daerah utara dari tengah ruangan utama.

Amben beleq merupakan ruang dengan bale yang mengalami penaikan level sekitar 60 cm dari level dalam ruangan. Oleh karena levelnya yang cukup tinggi, amben beleq dilengkapi dengan tangga kecil. Amben beleq merupakan tempat untuk menaruh barang-barang seperti beras dan peralatan memasak. Bale ini juga merupakan tempat pijakan untuk naik ke ruang inan bale. Amben beleq ini juga berfungsi sebagai tempat tidur.

Gambar 5. Inan bale

Sumber: Penulis

Inan bale merupakan ruang yang terletak di tengah-tengah dalam ruangan rumah adat. Inan bale menjadi ruangan paling tinggi (lihat Gambar 5) di dalam rumah oleh enam buah tiang kayu. Inan bale memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai tempat untuk memohon penganugerahan kesehatan apabila penduduk mendapatkan kegeringan (musibah), sebagai tempat untuk berbulan madu bagi pasangan yang baru menikah, serta sebagai tempat penyimpanan barang-barang pusaka (keris, lontar), peralatan untuk upacara, serta barang-barang yang mereka anggap berharga. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa ruang inan bale ini memiliki fungsi sebagai sebuah ruang ritual.

Gambar 6. Inan bale sebagai inti bangunan utama

Sumber: Penulis

Dari susunan dan fungsi ruangan serta pola hubungan antarruang di atas terlihat bahwa rumah adat Dusun Segenter memiliki sebuah inti sebagai pusat dari bangunan utama, dalam hal ini adalah inan bale dengan elemen karang lamin. Inti itu dapat dikatakan menjadi orientasi utama karena baik di bangunan utama yang berada di timur sekenem maupun di barat sekenem posisi ruang inan bale selalu berada di tengah (pusat). Posisi inan bale dengan karang lamin di dalamnya merupakan posisi ruang dengan nilai lebih tinggi dibanding dengan lainnya. Perletakan pintu menentukan perletakan ruangan-ruangan di dalam bangunan (paon, klepok, amben beleq) terkecuali inan bale. Ruangan-ruangan akan berbeda posisinya bila perletakan pintu berubah sesuai dengan lokasi bangunan terhadap sekenem (lihat Gambar 6).

Melihat penataan (susunan, aturan, serta fungsi yang dimiliki oleh ruangan-ruangan dalam dan sirap terbaca bahwa bangunan utama rumah adat Dusun Segenter sebagai sebuah bangunan dengan ritually order space baik secara vertikal maupun horizontal (lihat gambar 7). Susunan dan aturan menempatkan dimana di bagian tengah (secara horizontal) dan di bagian atas (secara vertikal) sebagai sebuah ruang dengan fungsi ritual. Sedangkan untuk ruang-ruang yang mengelilingi ruang tengah (secara horizontal) dan ruang yang terletak lebih bawah merupakan ruang dengan fungsi profan.

Sekenem yang berada di luar massa utama rumah adat merupakan sebuah ruang bersama yang dimiliki bersama oleh kedua pemilik rumah yang berada di daerah timur dan barat sekenem tersebut. Karena merupakan ruang bersama, sekenem menjadi pengikat antara dua rumah adat yang berdampingan antara sekenem tersebut.

B. Sakral profan pada bangunan utama rumah adat secara vertikal

Gambar 7. Nilai sakral-profan bangunan utama rumah adat Dusun Segenter Sumber: Penulis

Keterangan:

A. Teritori Primer

B. Teritori Sekunder

C. Teritori Publik

Gambar 8. Teritori rumah adat Dusun Segenter Sumber: Penulis

Ruang-ruang dalam rumah adat dan sekenem memperlihatkan adanya sebuah teritori baik dari segi aktivitas maupun fungsi ruang yang ada. Hal ini sesuai seperti apa yang dinyatakan oleh Haryadi (1995) yang mengungkapkan isu-isu mengenai personal space (privat) dan publik serta privasi sebagai pemenuhan kebutuhan emosional dalam sebuah rumah. Sesuai pula dengan penggolongan Altman dalam Sarwono (1956); bahwa rumah adat Dusun Segenter terlihat adanya 3 buah teritori, yaitu: (1) teritori primer sebagai ruang untuk aktivitas yang berlangsung di dalamnya orang yang mendapat ijin khusus, dalam hal ini adalah ruang inan bale yang hanya dapat digunakan oleh pasangan yang baru menikah dan kepala keluarga pada saat melakukan upacara ritual entok mamaq, (2) teritori sekunder dimana aktivitas yang dilakukan bersama oleh sejumlah orang yang sudah saling mengenal dalam hal ini adalah aktivitas di klepok, paon, dan amben beleq dan ruang sirap, (3) teritori publik sebagai tempat beraktivitas oleh umum (semua orang) pekarangan dan sekenem (lihat gambar 8).

Tampak dan Material Bangunan

Melihat denah dan tampak rumah adat asli Dusun Segenter, fasade bangunan dilihat dari tampak bangunan diidentifikasi dalam beberapa bagian antara lain:

  • 1.    Secara garis besar bangunan utama akan terlihat memiliki 2 bagian besar ruangan yaitu bagian dalam rumah dan bagian perantara (sirap).

  • 2.    Skala atap bangunan utama merupakan elemen yang paling dominan dari segi ukuran secara vertikal

  • 3.    Dinding hanya memiliki satu pintu di bagian barat ataupun timur rumah, tergantung posisi rumah. Pintu masuk tersebut hanya dapat dijangkau dengan melalui ruang perantara (sirap). Sands dalam Noble (2007) bahwa pada awalnya hampir semua bangunan karena berukuran kecil membutuhkan hanya satu pintu untuk akses ke dalam. Lain halnya yang diungkapkan Kane dalam Noble (2007). Area ruang dalam rumah adat Dusun Segenter juga sangat kecil dan tidak bersekat sehingga secara logika tidak diperlukan lebih dari satu buah pintu. Letak rumahnya yang berbatasan antara satu sama lainnya (di belakang, utara, dan selatan), juga dapat menjadi

penyebab agar keprivasian di dalam rumah dapat terjaga. Untuk sistem pintu geser yang digunakan di rumah adat Dusun Segenter ini juga dapat dijelaskan secara logika bahwa dengan sistem pintu geser tidak akan mengurangi kefektifan ruang baik di ruang dalam maupun ruang sirap. Sistem pintu geser juga akan tidak menyebabkan konflik aktivitas apabila ada orang yang membuka pintu dari luar dengan orang yang sedang beraktivitas di dalam, misalnya di amben beleq.

  • 4.    Dalam rumah tradisional, pintu tidak hanya berfungsi sebagai keamanan dan proteksi dari ruang luar, pintu juga berfungsi sebagai strategi meningkatkan nilai privasi (Carson dalam Noble 2007). Antara satu bangunan utama di timur dengan bangunan utama lainnya di seberangnya (barat), pintu bangunan utama di timur sekenem berada di area lebih utara, sedangkan untuk pintu bangunan utama di timur sekenem berada di area lebih selatan. Ruangan dalam tidak akan terlihat dari satu pintu ke pintu lainnya. Nilai privasi ditekankan dalam rumah adat Dusun Segenter.

  • 5.    Dinding tidak memiliki jendela di semua sisi rumah, akan tetapi tidak terlihat masif karena material yang digunakan berasal dari anyaman bambu yang memiliki celah-celah diantara anyamannya. Tentu saja bagian dinding yang masif di semua tempat merupakan efek keprivasian yang ingin dicapai di dalam ruangan. Penggunaan anyaman dinding bambu ini secara logika sangat tepat mengingat fungsi dapur yang diwadahi di dalam ruangan ini. Asap yang mengepul dari dalam ruangan akan dapat keluar dari dalam ruangan melalui celah-celah dinding.

Gambar 9. Tampak bangunan rumah adat Dusun Segenter

Sumber: Penulis

  • 6.    Dari dalam bangunan menuju ke bagian sirap, terdapat perbedaan ketinggian kira-kira 12 sampai dengan 15 cm.

  • 7.    Lantai sirap hanya memiliki perbedaan tinggi level sekitar 12-15 cm dari pekarangan rumah. Lantai rumah utama dan ruang sirap dikelilingi oleh batu-batu yang disusun tanpa putus. Batu-batu yang ada di sekitar sirap lebih sedikit dibandingkan dengan yang berada di bagian utama rumah. Hal ini disebabkan karena tinggi lantai yang harus dilindungi di bagian rumah utama lebih tinggi daripada di bagian sirap

  • 8.    Di bagian sirap, di ketiga sisinya tidak memiliki dinding sehingga dari arah selatan maupun utara akan terlihat ruang kosong di antara bangunan utama dan kolom-kolom sirap.

  • 9.    Atap sirap yang rendah membuat pemilik rumah menundukkan kepalanya untuk dapat memasuki bagian ruang sirap dari pekarangan rumah. Misayang dalam salah satu wawancaranya menyebutkan bahwa hal ini menyimbolkan penghormatan kepada epen bale.

  • 10.    Tidak terdapat pewarnaan selain warna natural dari material yang ada. Begitu pula dengan ukiran, tidak terdapat satu ukiranpun di rumah adat Dusun Segenter.

  • 11.    Secara konsep tampak dua buah bangunan utama, antara bangunan utama satu dengan yang lainnya, sekenem menjadi orientasi bangunan-bangunan tersebut. Jarak antara bangunan utama pertama dan kedua ke sekenem memiliki jarak yang sama, terlihat dari arah utara-selatan menjadi simetris.

Tabel 1. Material rumah adat Dusun Segenter

Elemen Rumah

Penjelasan


Atap


Dinding



Elemen atap dengan material alang-alang merupakan elemen yang paling menonjol di Dusun Segenter yang terlihat dari luar. Atap yang bagus adalah memiliki atap dengan tebal yang cukup yaitu dengan asumsi dibutuhkan 100 ikat untuk 1 rumah adat. Dahulu atap alang-alang didapatkan dari penanaman alang-alang di sebagian ladang mereka.

Dinding merupakan material anyaman bambu yang dilekatkan pada kolom kayu dengan cara tradisional yaitu dengan melubangi kayu untuk masuknya satu anyaman bambu. Hal ini dimaksudkan agar bambu dapat berdiri tegak dan kuat.Dinding anyaman bambu memberikan peluang keluar masuknya cahaya dan udara. Fungsi dapur di dalam rumah adat Dusun Segenter menjadi terakomodasikan dengan penggunaan material anyaman bambu ini.

Pada bagian dinding tidak terdapat jendela, hanya satu pintu masuk yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu dengan sistem pintu geser. Dinding inan bale juga merupakan dinding bermaterial anyaman bambu.

Kolom-kolom bangunan merupakan kolom

dari kayu yang didapat dari sekitar ladang

mereka. Beberapa kayu yang mereka gunakan

antara lain kayu Rajumas dan Suren.

Lantai

Lantai merupakan material dari tanah. Lantai dibuat lebih tinggi sekitar 15 cm dari pekarangan luar. Di bagian pinggir bangunan

^^^M^^^^

biasanya tertahan oleh batu untuk mengurangi erosi apabila musim penghujan datang.

Sumber: Penulis

Material yang digunakan pada rumah adat Dusun Segenter secara turun temurun adalah material-material yang berada di sekeliling mereka yang mereka dapatkan dengan mudah sesuai persyaratan elemen rumah yang akan digunakan. Material-material yang digunakan bersifat alami dan akan tergantikan dalam kurun waktu sesuai umur material. Penggantian ataupun perawatan material dilakukan secara berkala terhadap semua material-material rumah adat ini. Material rumah adat Dusun Segenter dapat dilihat pada Tabel 1.

Kondisi udara yang relatif panas di Dusun Segenter memperlihatkan bahwa pemilihan material alang-alang menjadi sangat tepat dalam bangunan utama rumah adat. Suhu udara dalam ruangan dengan material atap alang-alang akan menjadi lebih sejuk dibandingkan dengan udara luar ruangan. Material alang-alang merupakan material murah dan gampang didapatkan dari kebun mereka. Material alang-alang akan diolah sendiri dengan bambu untuk disusun menjadi lapisan-lapisan alang-lang. Penggantian material alang-alang dengan ketebalan paling tebal akan dapat mencapai umur 10 sampai 15 tahun untuk penggantian perawatan kembalinya.

Pemasangan material alang-alang untuk atap bangunan utama yang cukup besar ini membutuhkan sekitar 100 orang bahkan seringkali melibatkan semua penduduk permukiman Dusun Segenter untuk bergotong royong memasang material ini. Usuk bambu dengan ikatan tali dari bambu pula menjadi substruktur material atap alang-alang. Aktivitas memasak dalam rumah memberikan keuntungan bagi material atap alang-alang karena atap alang-alang akan seperti diasapi sehingga mengurangi kemungkinan ulat ataupun rayap merusak material ini. Begitu juga dengan bangunan sekenem, material atap serta substruktur yang digunakan sama dengan material atap pada bangunan utama.

Tampak bangunan utama di bagian dindingnya yang tidak memiliki jendela sesuai dengan pemilihan material utama elemen dinding yaitu dengan material bambu yang dianyam menghasilkan lubang-lubang kecil yang memungkinkan cahaya dan udara keluar masuk rumah adat. Bambu merupakan material murah dan beberapa penduduk sengaja menanam bangunan bambu di sekitar kebun mereka. Persyaratan material

dengan fungsi sebagai sirkulasi udara dan pemasukan cahaya sesuai dengan aktivitas memasak di ruang paon. Bangunan utama rumah adat Dusun Segenter yang hanya memiliki satu pintu geser menggunakan material yang terbuat dari kayu dengan sistem geser dengan menggunakan kayu dan minyak jarak. Kolom-kolom menggunakan kolom kayu. Inan bale rumah adat Dusun Segenter menggunakan enam kayu yang memiliki alas batu. Inan bale yang berada di posisi paling tinggi di ruangan dalam rumah adat memiliki dinding yang terbuat dari bambu pula. Inan bale dilengkapi dengan pintu geser dengan bahan kayu pula. Untuk bangunan sekenem dinding hanya terdapat di bagian selatan yang terbuat dari anyaman bambu pula.

Lantai bangunan baik sirap maupun ruang dalamnya menggunakan material tanah yang dipadatkan. Lantai tanah tersebut diberikan border batu-batu agar tidak mudah tergerus air hujan. Lantai tanah dipilih penduduk karena pada siang hari lantai tanah terasa menyejukkan. Aktivitas memasak di ruang paon dengan kayu bakar juga menjadi alasan pemilihan material tanah di elemen lantai.

Kesimpulan

Secara makro rumah adat di Dusun Segenter terdiri atas 4 bantar yang berjejer dari selatan ke utara. Tiap bantar terdiri atas beberapa baris, tiap barisnya terdiri atas dua buah bangunan utama di arah timur dan barat yang mengapit sebuah sekenem di antaranya.

Secara messo, penataan dan penetapan lokasi bangunan utama rumah adat Dusun Segenter berdasarakn tradisi lokasi pembangunan rumah adat yang diturunkan secara turun temurun atas perintah papuk baloq. Bangunan utama di arah timur dan selatan merupakan area lokasi rumah adat untuk yang lebih senior dalam silsilah keluarga sedangkan yang di barat dan utara adalah sebaliknya.

Secara mikro rumah adat memiliki ruangan-ruangan yang ada di dalam bangunan utama (paon, klepok dan amben beleq), kecuali inan bale yang selalu berada di tengah ruangan memiliki orientasi perletakan ruang berdasarkan perletakan pintu dan perletakan bangunan sekenem berada. Rumah adat merupakan ritually ordered space, dimana terdapat aktivitas yang bernilai sakral (ritual) dan profan yang tercipta dari fungsi dan aktivitas ruang. Rumah adat memiliki teritori ruang mulai dari primer (inan bale dan karang lamin), sekunder (amben beleq, klepok, paon dan sirap) dan publik (ruang luar dan sekenem) berdasarakan nilai persyaratan privat-publik yang dipersyaratkan oleh norma dan aturan lokal.

Tampak bangunan rumah adat merupakan perwujudan dari tiga unsur utama yang menonjol yaitu (1) nilai sakral; dicerminkan dari dominasi elemen atap yang terbentuk dari kontruksi inan bale dan karang lamin serta gable horns yang dimiliki (2) orientasi dan (3) privasi; diwujudkan dari perletakan pintu terhadap sekenem dan jumlah pintu yang dimiiliki oleh satu bangunan utama.

Rumah adat Dusun Segenter merupakan rumah origin dimana penggunaan material lokal dalam konteks lingkungan lokal digunakan dalam rumah adat. Material yang digunakan merupakan material berlimpah. Pemilihan material bangunan mengutamakan kenyamanan, adaptasi dengan iklim setempat, serta pengakomodasian fungsi-fungsi ruang dan aktivitas di dalamnya.

Daftar Pustaka

Anonim (1984) Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat Laporan penelitian tidak dipublikasi, Surabaya.

Haryadi dan Setiawan, B (1995) Arsitektur Lingkungan dan Perilaku: Suatu Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi Yogyakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kusumawati, M, et all (2007) Jejak Megalitik Arsitektur Tradisional Sumba Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nasution (1988) Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif Bandung: Tarsito.

Noble, A G (2007) Traditional Buildings New York: I.B. Tauris & Co. Ltd.

Norberg-Schulz, C (1985) The Concept of Dwelling: On The Way To Figurative Architecture New York: Electa /Rizzoli.

Rapoport, A (1969) House Form and Culture Milwaukee: University Of Wincosin.

Sarwono, S W (1995) Psikologi Lingkungan Jakarta: PT. Gramedia.

http://www.lombokutarakab.go.id/html/images/peta_wilayah/bayan.jpg, diakses 13 Maret 2012

64

SPACE - VOLUME 1, NO. 1, APRIL 2014