RUANG


SPACE


TIPOLOGI SETTING DAN AKTIVITAS REKREASI DI SEPANJANG TUKAD BADUNG, KOTA DENPASAR

Oleh: Nyoman Gema Endra Persada 1

Abstract

The Revitalization of Badung River has provided a significant waterfront for Denpasar. Having been used for irresponsibly disposed waste, this river has now emerged as a significant public space. It has promoted diverse recreational activities engaged by urban dwellers of both Denpasar and its surrounding areas. This paper analyses the relationship between numerous spatial settings along the river and their contained recreational activities. The potential attraction of each spatial setting is evaluated by the presence of one or more of the following elements, visible sceneries; aesthetic plants; shade trees; fish; planned space; abandoned or/and vacant land. Meanwhile, type of activities pertained to recreational function of this waterfront include relaxing; sitting around; fishing; chatting; snacking; resting after work; ceremonial activities; and food vendoring (permanent and non-permanent). The research then makes a connection between each spatial element and activities to draw certain relationships between space and its use.

Keywords: Badung River, public space, spatial setting, recreational activities

Abstrak

Kegiatan revitalisasi Sungai Badung telah menghasilkan daerah aliran sungai yang penting bagi Kota Denpasar. Setelah sekian lama dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah kota, area ini muncul sebagai ruang publik yang signifikan. Area ini mengundang terjadinya beragam aktivitas rekreasi yang dilaksanakan baik oleh penduduk kota yang berasal dari Denpasar dan area-area di sekitarnya. Paper ini menganalisa hubungan antara beragam setting keruangan yang terjadi di sepanjang aliran sungai ini dengan aktivitas rekreasi yang terjadi di dalamnya. Ketertarikan dari setiap spasial setting dievaluasi berdasarkan keberadaan dari satu atau lebih elemen-elemen berikut ini: pemandangan (view); tanaman hias; pohon peneduh; ikan hias berenang dalam aliran air sungai; ruang-ruang yang direncanakan; dan ruang-ruang tidak/belum terencanakan. Sementara itu, kegiatan rekreasi yang telah terjadi adalah: bersantai; duduk-duduk; bersenda gurau; memancing; menikmati makanan kecil; istirahat dari kerja; upacara keagamaan; dan berjualan makanan kecil. Penelitian ini kemudian mengkorelasikan antara ruang serta kegiatan yang terjadi dalam rangka mengkaji hubungan antara tempat dan pemakainya.

Kata kunci: Tukad Badung, ruang publik, setting keruangan, aktivitas rekreasi

Pendahuluan

Seorang filsuf Jerman, Moritz Lazarus (dalam Richard Kraus 1996) menyatakan bahwa kegiatan rekreasi bermanfaat untuk mengembalikan atau mengisi ulang energi mental.

Keseimbangan antara energi fisik dan mental diperlukan oleh manusia agar lebih produktif dalam beraktifitas. Kebutuhan rekreasi diperlukan masyarakat kota dan wajib diakomodasi pemerintah dalam ruang-ruang publik kota.

Kota Denpasar memiliki beberapa ruang terbuka publik yang banyak digandrungi oleh masyarakatnya seperti Lapangan Niti Mandala Renon, Lapangan Puputan I Gusti Ngurah Made Agung, dan Taman Kota Lumintang. Selain taman-taman kota ternyata masih ada ruang publik lainnya seperti daerah tepian air. Berdasarkan tipologi secara historis, ruang tepi air/daerah sempadan tepi air termasuk dalam ruang terbuka yang dapat diakses bebas oleh masyarakat umum untuk mewadahi berbagai aktivitas (Stephen Carr, dkk, 1992). Kota Denpasar memiliki wilayah tepian air berupa tepi pantai (pesisir) dan tepi sungai. Wilayah tepi pantai di Kota Denpasar hingga saat ini mengalami perkembangan pesat sebagai daerah akomodasi kegiatan rekreasi. Walaupun sudah terdesak oleh keberadaan akomodasi wisata komersil (hotel, restaurant, cafe dll.), pantai-pantai tersebut ternyata masih mampu berperan sebagai ruang terbuka publik kota.

Sungai yang terbesar di Kota Denpasar yaitu Tukad (sungai) Badung. Tukad Badung tidak mengalami perkembangan yang pesat jika melihat potensinya sebagai salah satu ruang terbuka publik. Pencemaran limbah dan pemukiman kumuh merupakan permasalahan utama yang menghambat perkembangan areal sempadan Tukad Badung. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatan kebersihan di wilayah sempadan Tukad Badung menunjukkan hasil yang layak diapresiasi. Kebersihan yang meningkat telah memunculkan fenomena berupa adanya kegiatan rekreasi yang dilakukan masyarakat pada areal sempadan Tukad Badung.

Berdasarkan pengamatan awal (grandtour) yang dilakukan, ditemukan adanya fenomena dari sejumlah masyarakat yang melakukan kegiatan rekreasi pada areal sempadan Tukad Badung pada waktu-waktu tertentu. Pengelolaan areal sempadan TukadBadung untuk kegiatan rekreasi awalnya telah banyak dilakukan oleh pemerintah kota. Namun, belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Berbagai pemanfaatan yang dilakukan di areal sempadan Tukad Badung,selain dapatmenguntungkan bagi masyarakat sekitar, juga berpotensi mengganggu fungsi utama dari settingyang ada sehingga berpotensi mendesak keberlanjutan ekologis di Tukad Badung. Ruang di areal sempadan yang kurang diperhatikan bahkan berpotensi mengundang berbagai perilaku-perilaku negatif yang memicu permasalahan sosial dan perilaku kriminal.Dengan demikian, fenomena tersebut sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dalam penelitian ini, dilihat bagaimana tipologi setting dana ktivitas tersebut dan bagaimana peran pihak terkait dalam fenomena tersebut.Tipologi setting sangatpenting untuk mengidentifikasi secara mendalam fenomena apa yang sedang terjadi pada objek sehingga dapat menjadi pedoman dalam berbagai kajian kedepannya. Produk penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan pemerintah kota dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan areal sempadan Tukad Badung menjadi ruang rekreasi publik kota.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan fakta-fakta yang ada di lapangan terkait dengan fenomena pemanfaatan areal sempadan Tukad Badung sebagai setting kegiatan rekreasi. Batasan yang digunakan dalam penentuan objek adalah keberadaan jalan tepi sungai. Berdasarkan batasan tersebut, ditentukan tiga objek penelitian yaitu objek 1 adalah Bendungan Gerak

Tukad Badung, objek 2 adalah Jalan Taman Pancing, dan objek 3 adalah Waduk Muara (Gambar 1). Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pengamatan dan observasi langsung pada setting dan juga wawancara kepada sumber yang relevan dan kompeten. Tipologi setting dan aktivitas yang terjadi pada objek penelitian kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi kecenderungan hubungan setting dengan aktivitas serta pihak-pihak yang terkait dalam fenomena tersebut.




Dam Buagan Tukad Badung


Gambar 1. Peta lokasi objek-objek penelitian

Sumber: petatematikindo.wordpress.com, penulis

Setting pada Objek

Setting merupakan tata letak dari suatu interaksi antara manusia dan lingkungannya. Setting mencakup lingkungan tempat manusia (komunitas) berada (tanah, air, ruangan, udara, pohon, makhluk hidup lainnya) yaitu untuk mengetahui tempat dan situasi dengan apa mereka berhubungan sebab situasi yang berbeda mempunyai tata letak yang berbeda pula. Dalam konteks ruang, setting dapat dibedakan menjadi setting fisik dan setting kegiatan/ aktifitas (Rapoport, 1982).

Pembagian setting pada objek penelitian dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih spesifik berkaitan dengan beragamnya situasi, tata letak, dan kegiatan yang terjadi. Objek 1 dibagi menjadi 8 setting yakni Setting 1A sampai 1H. Penjabaran setting pada objek 1 dijelaskan dalam Gambar 2.

• 1G

keterangan

1A|areal dermaga 1B|warung rujak

1C|bale bengong 1D|areal pengelola

1E|pintu air 1F|sandaran utara 1G|warung bakso

1H | sandaran selatan

Gambar 2. Pembagian objek 1 menjadi 8 Setting

Sumber: Penulis



Objek 2 dibagi menjadi tiga yaitu Setting 2A, 2B dan 2C. Setting A adalah jembatan lama, Setting B adalah ujung selatan Jalan Taman Pancing yang berada di persimpangan dengan Jalan Gelogor Carik, dan Setting C adalah areal tepi Tukad Badung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 3.


Objek 3 dibagi menjadi empat setting dinamai Setting 3A sampai 3D. Setting A adalah areal bangku beton di sisi utara, Setting B adalah areal bangunan pengelola waduk, Setting C adalah pintu air di ujung selatan, dan Setting D adalah areal di sepanjang tepi waduk muara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pembagian Objek 3 menjadi 4 subsistem setting Sumber: Penulis

Tipologi Setting dan Aktivitas pada Objek

a.    Tipologi Setting

Setting pada areal sempadan sungai sebagai objek penelitian merupakan ruang luar yang erat kaitannya dengan bidang lanskap. Secara geografis, terdapat tiga unsur pembentuk lanskap atau bentang alam yaitu (Burton, 1995).

  • i.    Bentuk permukaan bumi

Dalam pariwisata, unsur ini menentukan ada tidaknya kenampakan alam yang dapat dijadikan sumber atraksi seperti goa, tanah yang terjal untuk terbang layang, puncak bukit untuk pendakian, dan lain-lain. Hal penting lainnya adalah air seperti sungai, danau, dan laut lingkungan dalam yang dapat membentuk dan mempertajam landform. Dalam penelitian ini, penampakan alam yang ada direpresentasikan dalam istilah panorama sebagai sumber atraksi objek. Panorama merupakan sebuah pemandangan yang luas dan bebas yang dirasakan saat melihat objek.

  • ii.    Vegetasi alami dan binatang-binatang yang menempatinya

Unsur vegetasi dan binatang pada penelitian ini membahas keberadaan berbagai vegetasi dan binatang yang berpengaruh terhadap fenomena aktivitas yang muncul pada setting. Berdasarkan hasil penelusuran, vegetasi yang ada pada setting dikelompokkan menjadi dua yaitu tanaman perindang dan tanaman hias. Tanaman perindang adalah tanaman yang bersifat merindangi areal dibawahnya. Keberadaan binatang pada setting yang memengaruhi aktivitas secara signifikan yaitu populasi ikan.Pembahasan populasi ikan pada penelitian ini sebatas ada tidaknya ikan yang menjadi daya tarik pemancing.

  • iii.    Penggunaan lahan

Unsur ketiga adalah hasil kreativitas manusia dalam merubah atau memodifikasi natural vegetationmenjadi tanah pertanian, usaha kehutanan, bangunan-bangunan, jalan, dan lain sebagainya. Interaksi manusia dengan berbagai bentuk alam menciptakan bentang budaya (cultural lanscape). Berdasarkan penelusuran pada objek penelitian, penggunaan lahan dikelompokkan menjadi tiga yaitu lahan yang terencana, lahan sisa dan, lahan

terbengkalai. Lahan yang terencana kemudian dikelompokkan lagi menjadi terencana sebagai fungsi utama dan sebagai fungsi rekreasi. Fungsi utama yaitu fungsi pokok yang dimiliki pada areal sekitar sungai seperti fungsi operasional, perawatan dan perbaikan secara rutin.Lahan sisa adalah lahan yang terbentuk diantara lahan yang tertata atau bisa dikatakan sebagai ruang yang tidak/belum tertata dan juga ruang yang terbengkalai. Aktivitas rekreasi yang terjadi pada ruang-ruang terencana dikelompokkan menjadi dua yaitu yang tidak sesuai fungsi utama (belum mengganggu) dan yang sudah mengganggu fungsi utama.

  • b.    Tipologi Aktivitas

Pengelompokan aktivitas dalam penelitian ini secara umum dibagi tiga yaitu aktivitas fungsi utama (operasional), aktivitas rekreasi,, dan aktivitas lain. Aktivitas rekreasi kemudian dikelompokkan menjadi aktivitas rekreasi yang terencana dan tidak terencana. Aktivitas yang terencana berupa penambahan fasilitas dan kegiatan seremonial. Aktivitas yang tidak terencana yaitu duduk, memancing, berjualan (tetap dan keliling), jajan dan istirahat kerja. Aktivitas lain yang ditemukan pada penelitian adalah pemanfaatan oleh warga seperti pembuatan posko, bangunan pendukung rumah makan, parkir kendaraan pribadi dan tempat berternak.

a.Tipologi Setting dan Aktivitas pada Objek 1

Tipologi setting dan aktivitas dalam penelitian ini secara keseluruhan dijabarkan menjadi 18 komponen pada baris tabel. Terdapat tipologi setting pada baris komponen nomor 1-8 dan tipologi aktivitas pada baris komponen no 9-18.

Tabel 1. Tabel tipologi setting dan aktivitas pada Objek 1

QJ

O

Setting

Aktivitas

Teori Lanskap

5

¾ σ∖

Rekreasi

3

CQJ

<

OO

e

CQj

O

S

Vegetasi dan Hewan

Penggunaan Lahan

Terenc ana

Tidak Terencana

I

H

Bf

.S

Cft

QJ

H

ζΛ ζΛ

3

QJ

QJ

CQJ

’d

QJ

O

3

e

QJ

QJ

I

S

Q

.S

CQJ e QJ

CQJ

CQJ

CQJ ζΛ

5

QJ

QJ

Cft

CQJ

H

.≡1

1A

1B

1C

1D

1E

1F

1G

1H

Sumber: Penulis

Hasil penelusuran tipologi setting dan aktivitas pada objek 1 menghasilkan beberapa temuan sebagai berikut.

  •    Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah seperti duduk-duduk, memancing, berjualan, berbelanja hingga istirahat kerja yang terjadi pada Setting 1D, 1E, 1G dan 1H.

  •    Aktivitas duduk-duduk selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung terjadi pada Setting 1A sampai 1G.

  •    Penataan tambahan oleh pemerintah yang menambah tanaman perindang memberikan dampak semakin banyaknya pengunjung yang duduk-duduk, termasuk pengunjung yang memanfaatkan sebagai tempat beristirahat kerja (Setting1A dan 1C).

  •    Penataan tambahan pada Setting 1F mengurangi kerindangan karena banyak pohon perindang yang ditebang untuk digantikan tanaman hias sehingga minim aktivitas.

  •    Penataan tambahan oleh pemerintah pada Setting 1A, 1C, dan 1F memiliki rencana sebagai tempat dilangsungkannya acara seremonial.

  •    Pohon perindang disertai ruang sisa yang terdapat pada setting akan mendorong munculnya pedagang tetap, kemudian pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli yang jajan. Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (Setting1B, 1D, dan 1G).

  •    Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing pada setting (Setting1D, 1E, 1G, dan 1H).

  •    Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap karena sifatnya yang mobil. Pada Setting 1E terdapat pedagang keliling sedangkan tidak ada pedagang tetap karena tidak ada ruang sisa dan juga didalam ruang yang terencana sebagai fungsi utama.

  •    Fenomena pada Setting 1F menunjukkan besarnya pengaruh keberadaan ruang sisa dan pohon perindang terhadap pedagang tetap. Pada awalnya, setting memiliki pohon perindang dan ruang sisa yang mengundang kedatangan pedagang (tetap dan keliling). Keberadaan pedagang pada saat itu menarik pengunjung datang untuk berbelanja, termasuk kalangan pekerja yang berbelanja sambil beristirahat. Setelah dilakukan penataan oleh pemerintah, dua elemen tersebut hilang dan menghilangkan pedagang sekaligus menghilangkan pengunjungnya. Kini yang tersisa hanya segelintir orang yang duduk-duduk pada pada waktu tertentu, terutama saat suasana teduh (mendung/sore hari)

  •    Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang dapat menarik keberadaan pemancing. Pada Setting 1H, adanya populasi ikan tanpa elemen lain seperti pohon perindang dan panorama tetap menarik kedatangan pemancing.

b. Klasifikasi Setting dan Aktivitas pada Objek 2

Tabel 2. Tabel tipologi Setting dan aktivitas pada Objek 2

QJ

O

Setting

Aktivitas

Teori Lansekap

cd

¾

Rekreasi

.g 3

d

e

CQj

S

ccJ

Vegetasi dan Hewan

Penggunaan Lahan

Terencana

Tidak Terencana

ccJ

2

e

β

QJ

H

ζΛ

S ⅛ j

QJ H

3 QJ

QJ

d

O

3

•a

O a QJ

QJ ∞

QJ

S Q

.g

§

QJ

cd

cd

QJ

QJ

<6

Cft cd

.g

2A

2B

2C

Sumber: Penulis

Hasil penelusuran tipologi setting dan aktivitas pada objek 2 menghasilkan beberapa temuan sebagai berikut.

  •    Berbagai kegiatan muncul pada sebuah setting yang terbengkalai yaitu sebuah jembatan lama (Setting 2A).

  •    Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah seperti duduk-duduk, memancing, berjualan, berbelanja (Setting2B dan 2C).

  •    Aktivitas duduk-duduk selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung (terjadi pada ketiga setting).

  •    Pemerintah yang memanfaatkan sebuah fungsi utama berupa kanalisasi (2B dan 2C) untuk acara seremonial justru mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kanalisasi tersebut untuk aktivitas lain (18) yang memodifikasi setting menjadi tempat parkir, penambahan gazebo untuk rumah makan, dan beternak. Aktivitas tersebut tidak jarang mengganggu fungsi utama dari kanalisasi.

  •    Pada Setting 2A, sebuah bekas jembatan yang terbengkalai dengan panorama dan pohon perindang yang terdapat pada setting akan mendorong munculnya pengunjung duduk-duduk hingga pegawai yang beristirahat. Selain itu, muncul pedagang tetap yang mengundang datangnya pembeli. Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang datangnya pedagang keliling.

  •    Ruang sisa juga dapat mendorong munculnya pedagang tetap meskipun tidak ada pohon perindang. Hal itu dikarenakan ada faktor pendorong lain yaitu lokasi yang strategis (Setting 2B). Keberadaan pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli. Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling. Namun tidak adanya pohon perindang membuat pengunjung hanya ramai pada saat ada keteduhan yang bersifat temporal (mendung/sore hari)

  •    Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing pada setting.

  •    Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibandingkan pedagang tetap karena sifatnya yang mobil. Pada Setting C, pedagang keliling berjualan hingga ke areal

kanalisasi sedangkan pedagang tetap tidak ada. Hal itu terjadi karena tidak adanya ruang sisa yang merupakan suatu prasyarat mutlak bagi pedagang tetap.

  •    Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. Pada Setting 2B dan 2C, adanya populasi ikan tanpa elemen lain seperti tanaman perindang dan panorama tetap menarik kedatangan pemancing.

c. Klasifikasi Setting dan Aktivitas pada Objek 3

Tabel 3. Tabel tipologi setting dan aktivitas pada Objek 3

QJ

O

Setting

Aktivitas

Teori Lansekap

cd 1 5

cd

5

Rekreasi

.g 3

d ¾ OO

i O C

Ctf

Vegetasi dan Hewan

Penggunaan Lahan

Terenca na

Tidak Terencana

ccJ

2

e

ccJ

β

QJ

H

ζΛ

S

QJ

QJ

C

QJ QJ

P^ o

3 •a O a QJ

QJ

QJ

Q

.g

§

QJ

cd

’Z

QJ

QJ

<6

Cft cd

.g

3A

3B

3C

3D

Sumber: Penulis

  •    Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah seperti duduk-duduk, memancing, berjualan, dan berbelanja (Setting 3B, 3C dan 3D).

  •    Sistem pengelolaan yang diberlakukan pada Setting 3Asetelah penataan objek tidak berjalan lama dan hanya menyisakan setting baru yang kemudian menarik lebih banyak pengunjung dan kegiatan lain seperti orang yang duduk, berjualan, dan beristirahat kerja.

  •    Aktivitas duduk-duduk selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung (terjadi pada keempat setting).

  •    Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing (terjadi pada keempat setting).

  •    Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang dapat menarik keberadaan pemancing.

  •    Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibandingkan pedagang tetap (Setting 3B dan 3C). Hal itu karena sifatnya yang mobil. Pada Setting 3D, pedagang keliling berjualan di sepanjang areal tepi waduk. Pedagang tetap yang bisa berjualan pada objek ini sebatas kerabat dari pengelola waduk.

  •    Panorama berpengaruh terhadap pengunjung. Pada Setting 3B, panorama terganggu karena adanya tiang sutet dan lalu lalang alat berat yang berdampak pada sepinya pengunjung.

  •    Pada Setting3C, terdapat setting yang direncanakan sebagai fungsi utama (pintu air) maupun kegiatan rekreasi yang terencana (dibuatnya warung dan penyewaan jukung). Pintu air waduk muara aksesnya dibatasi ternyata dilanggar oleh kegiatan memancing dan juga pedagang keliling.

Analisis Tipologi Setting danAktivitas

Penjabaran tipologi setting dan aktivitas pada tabel diatas mendapatkan temuan yang bervariasi pada tiap objek. Ada 18 komponen dari tipologi setting dan aktivitas yang akan dijabarkan satu demi satu dibawah ini.

  • 1 .Panorama

Panorama pada setting-setting dalam objek dapat diidentifikasi dalam enam tampak yang ditandai dengan V1, V2, V3, V4, V5 dan V6. Adapun pembagian panorama dijabarkan dalam Gambar5.Pada Objek 1, panorama V1 yaitu perairan yang cukup luas dengan latar pepohonan di sisi timur termasuk Setting1F. Panorama V2 memperlihatkan jembatan pintu air tampak utara. Lebar sungai yang mencapai belasan meter dan dibendungnya air sungai menyebabkan permukaan air sungai yang tinggi dan beriak teratur oleh hembusan angin.

Panorama V3 melihat dari sisi timur sehingga dapat melihat Setting 1A dan Setting 1F sebagai pemandangan di seberang barat dengan beberapa pepohonan yang tidak serindang sisi timur sungai. Panorama V4 adalah hamparan sisi seberang timur sungai. Panorama V5 adalah melihat dari selatan air yang terjun dari pintu air badan Tukad Badung yang mengalir ke arah hilir. Panorama V6 adalah lingkungan di seberang barat sungai berupa jalan yang agak gersang dengan deretan perumahan penduduk.

Gambar 5. Peta pembagian panorama objek 1

Sumber: Penulis

Gambar 6. Foto panorama V1, V2 dan V3 pada objek 1

Sumber: Penulis

Gambar 7.Foto panorama V4, V5 dan V6 pada objek 1

Sumber: Penulis

Panorama pada objek 2 yang dapat dinikmati yaitu ada di sisi timur sungai yang dapat dibagi menjadi empat yaitu V1, V2, V3, dan V4. Pemetaan dan panorama Objek 2 akan dijabarkan pada Gambar 8. Panorama V1 yaitu sisi sebelah utara sungai yang terlihat pemandangan Tukad Badung beserta keadaan lingkungan disekitarnya berupa jalan, pepohonan dan pemukiman penduduk. Panorama V2 meliputi lingkungan di seberang timur Tukad Badung berupa jalan tepi sungai, beberapa pepohonan dan pemukiman penduduk. Panorama V3 adalah sisi utara jembatan lama di atas aliran Tukad Badung. Panorama V4 yaitu hamparan di sisi selatan objek dan jembatan Jalan Grya Anyar yang melintasi Tukad Badung. Di sisi timur sungai terdapat Pura Luhur Griya Anyar dan di sisi barat sungai terdapat jalan setapak.

Gambar 8. Peta panorama bentang objek 2

Sumber: Penulis

Gambar 9. Foto panorama V1 dan V4 pada objek 2

Sumber : Penulis

Gambar 10. Foto panorama V2 dan V3 pada objek 2

Sumber: Penulis

Panorama pada objek 3 dapat dibagi menjadi 4 yaitu V1, V2, dan V3 yang dijabarkan pada Gambar 12. Pada panorama V1, pemandangan yang ada adalah hamparan waduk di utara jembatan kontrol. Terdapat hamparan waduk yang luas dengan pepohonan yang hijau ditepinya dan langit di atasnya. Namun, panorama sedikit terganggu dengan jembatan kontrol dan tiang sutet (listrik). Panorama V2 adalah pemandangan di selatan jembatan kontrol. Sementara itu, Panorama V3 adalah pemandangan dari hamparan waduk dan juga areal hijau di tepi waduk yang di sisi selatannya terdapat pemandangan hutan mangrove yang sangat indah.

Gambar 11. Peta panorama pada objek 3

Sumber: Penulis

Berdasarkan analisis pengaruh panorama pada 3 objek di atas dapat dibuat skema sebagai berikut:

Gambar 12. Diagram pengaruh panorama pada objek

Sumber: Penulis

Panorama yang tercipta dari bentang alam menarik perhatian pengunjung yang kemudian memancing pedagang keliling untuk datang. Pedagang keliling yang berhenti pada objek ternyata juga menarik pengunjung lain yang untuk datang berbelanja.

  • 2 .Tanaman Hias

Keberadaan tanaman hias memengaruhi keindahan visual pada setting. Keindahan visual bisa menjadi salah satu daya tarik yang mengundang berbagai aktivitas rekreasi pada objek. Tanaman hias pada umumnya berwujud tanaman rendah dan semak atau perdu sehingga tidak dapat memberikan keteduhan di areal sekitarnya. Kebanyakan tanaman hias yang tumbuh pada setting memang sengaja ditanam dalam upaya penataan oleh pemerintah.

Tanaman hias pada objek 1 cukup banyak ditemui pada tepi sandaran, areal sekitar bale bengong dan areal sekitar pintu air (Setting 1A, 1C, 1D, dan 1F). Pada ruang sisa (Setting 1B)yang dekat dengan pemukiman terdapat beberapa tanaman hias yangkurang terlalu tertata seperti pada areal dekat sungai.

Tanaman hias pada objek 2 terdapat pada Setting 2B dan 2C. Areal kanalisasisungai mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah dengan berbagai penataan termasuk penambahan tanaman. Tanaman yang ditanam yakni rerumputan dan pohon-pohon kecil yang ditanam di pinggir jalan inspeksi.

Tanaman hias pada objek 3 paling banyak dijumpai pada Setting 3A karena setting ini sempat ditata bersamaan dengan penambahan bangku-bangku dan lampu-lampu taman. Tanaman hias yang ada meliputi rerumputan, bunga-bungaan dan pohon-pohon kecil. Pada Setting 3C, tanaman hias yang ditanam bertujuan untuk mempercantik suasana di sekitar pintu air waduk muara. Rerumputan ditanam di sekeliling waduk untuk menyejukkan suasana yaitu pada Setting 1A, 1B dan 1D.

1F•c

1

Tanaman Perindang    s» Tanaman Hias

Gambar 13. Foto pemetaan tanaman pada objek 1

Sumber: Penulis

Tanaman Perindang    ⅛^ Tanaman Hias

Gambar 14.Foto pemetaan tanaman pada objek 2

Sumber: Penulis

  • 3 .Tanaman Perindang

Keberadaan tanaman perindang memengaruhi kenyamanan visual karena memberikan nuansa hijau jika dilihat dari panorama objek. Tanaman perindang memiliki ketinggian dan bentang yang cukup untuk meneduhkan areal di sekitarnya. Keteduhan yang diciptakan tanaman perindang memicu munculnya berbagai aktivitas rekreasi pada objek.

•Tanaman Perindang    φ Tanaman Hias

Gambar 15. Foto pemetaan tanaman pada objek 2

Sumber: penulis

Pedagang tetap ternyata lebih mempertimbangkan tanaman perindang dan tidak terlalu mempertimbangkan panorama dan keberadaan pengunjung.

Gambar 16. Diagram pengaruh vegetasi perindang pada objek Sumber: Penulis

  • 4 .Populasi ikan

Populasi ikan memberikan pengaruh terhadap berbagai kegiatan pada setting. Pada objek 1, populasi ikan pada Setting 1A, Setting 1C, dan Setting 1F dinilai sangat sedikit karena berada pada tepi sungai yang dibendung. Hal tersebut berpengaruh terhadap tidak adanya pemancing di sisi air sungai yang terbendung dan juga berdasarkan wawancara kepada para pemancing yang bertebaran di selatan pintu air. Pada Setting 1B tidak terdapat ikan karena tidak berada di tepi sungai. Pada Setting 1D dan Setting 1G terdapat populasi ikan dengan jumlah sedang karena dekat dengan air terjun dari pintu air. Pada Setting 1E dan Setting 1H di sisi selatan terdapat populasi ikan yang tertinggi. Populasi ikan berpengaruh terhadap keberadaan pemancing. Populasi ikan yang tinggi pada Setting1D, 1E, 1G, dan 1H dapat meningkatkan keberadaan pemancing.

Berdasarkan penelusuran populasi ikan pada ketiga objek, dinyatakan berpengaruh terhadap keberadaan pemancing yang kemudian memengaruhi keberadaan pengunjung dan keberadaan pedagang (keliling).

Gambar 17. Diagram pengaruh vegetasi perindang pada objek

Sumber: Penulis

Populasi ikan merupakan alasan utama keberadaan pemancing pada objek yang kemudian menarik pengunjung. Adapun pedagang keliling datang karena keberadaan pemancing dan pengunjung.

  • 5 .Lahan terencana fungsi utama

Lahan terencana fungsi utama merupakan bentuk awal dari sebagian besar setting pada objek penelitian. Fungsi utama yang direncanakan yaitu untuk mendukung berbagai kegiatan operasional di badan sungai dan bangunan air sekitar sungai. Berbagai aktivitas yang muncul pada lahan terencana dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1) sesuai fungsi utama, 2) tidak sesuai fungsi utama dan 3) mengganggu fungsi utama. Berbagai aktivitas tersebut dijelaskan dalam Gambar 18.

Gambar 18. Diagram aktivitas yang muncul pada lahan terencana fungsi utama Sumber: Penulis

  • 6 .Lahan terencana fungsi rekreasi

Lahan yang terencana sebagai fungsi rekreasi merupakan suatu perencanaan tambahan pada setting untuk menjadikan objek sebagai wadah kegiatan rekreasi. Beberapa aktivitas yang muncul tidak terlalu jauh dari tujuan direncanakannya setting. Aktivitas tersebut dijelaskan dalam Gambar 19 dibawah ini.

Gambar 19. Diagram aktivitas yang muncul pada lahan terencana fungsi rekreasi Sumber: Penulis

  • 7 .Lahan sisa

Lahan sisa merupakan lahan yang terbentuk diantara lahan-lahan yang tertata dan terbangun. Pada lahan sisa banyak muncul berbagai aktivitas terutama yang tidak sesuai dengan fungsi utama. Aktivitas tersebut dijelaskan dalam Gambar 20.

  • 8 .Lahan Terbengkalai

Lahan terbengkalai adalah lahan yang tidak berfungsi atau sempat memiliki fungsi tetapi kini sudah tidak difungsikan lagi. Pada lahan ini, bermunculan berbagai aktivitas yang tidak sesuai fungsi utama.Aktivitas tersebut dijelaskan dalam Gambar 18.

Gambar 20. Diagram pengaruh penggunaan lahan pada objek

Sumber:Penulis

  • 9 .Aktivitas utama

Aktivitas utama pada objek yaitu berbagai aktivitas yang bersifat operasional dan dilakukan secara rutin oleh tenaga dari pemerintah seperti operasional pintu air dan pembersihan rutin. Aktivitas utama berupa aktivitas operasional (buka-tutup) pintu air terdapat pada Setting 1E (pintu air bendungan gerak), dan Setting 3C (pintu air waduk muara). Aktivitas pembersihan, perawatan, dan perbaikan berada di semua settingkecuali Setting 1B (warung rujak) dan Setting 2A (jembatan lama). Aktivitas pengangkatan endapan lumpur pada perairan dengan alat berat terdapat pada Setting 3B (areal pengelola waduk) dan 3D (areal tepi waduk).

Gambar 21. Aktivitas pembersihan sungai yang merupakan aktivitas utama

Sumber: PU Denpasar bagian pengairan, penulis

  • 10 .Aktivitas pada fasilitas rekreasi

Aktivitas fasilitas rekreasi yaitu berbagai pengadaan yang dilakukan pada setting berupa fasilitas rekreasi serta berbagai aktivitas rekreasi yang dijalankan pada fasilitas tersebut. Pengadaan fasilitas dilakukan pada Setting 1A (bale tunggu), Setting 1C (dua bale bengong), Setting 1F (jalan tepi sungai), dan Setting 3A (areal bangku beton).

  • 11 .Aktivitas seremonial

Aktivitas seremonial merupakan aktivitas yang terencana dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu dengan melibatkan beberapa pihak seperti lembaga pemerintah dan masyarakat. Acara seremonial dilakukan pada pada Setting 1A (bale tunggu), Setting 1C (dua bale bengong), Setting 2B (Persimpangan Jalan Taman Pancing), dan 2C (areal tepi sungai).

  • 12 .Aktivitas duduk-duduk

Aktivitas duduk-duduk merupakan aktivitas alami yang sering ditemui pada setting. Aktivitas ini memang yang paling mudah dilakukan dan tidak memerlukan sarana tertentu. Aktivitas ini sebagian besar berorientasi pada sungai yang memiliki panorama untuk dinikmati.Aktivitas ini terjadi di semua settingpada objek penelitian.

  • 13 .Aktivitas memancing

Aktivitas memancing merupakan aktivitas yang paling banyak terjadi pada setting. Aktivitas ini merupakan daya tarik utama pada objek yang dapat menarik munculnya aktivitas lain. Orang yang memancing terdapat pada Setting 1D (areal barat pintu air), Setting 1E (pintu air bendungan gerak),Setting 1H (sandaran sungai),dan semua setting pada objek 2 dan 3.

Gambar 22. Aktivitas memancing dan duduk-duduk (kiri) serta aktivitas seremonial merayakan HUT Kota Denpasar (kanan)

Sumber: Penulis

  • 14 .Aktivitas berjualan tetap

Aktivitas berjualan tetap yaitu pedagang yang berjualan menetap atau tidak berpindah dari setting. Pedagang tetap membentuk membawa beberapa perlengkapan tambahan pada setting. Pedagang tetap ada yang memanfaatkan ruang-ruang sisa untuk berjualan (Setting 1B, 1D, 1G, 2A, 2B) dan ada yang sudah menjadi bagian dari perencanaan fungsi utama (Setting 3B dan 3C).

  • 15 .Aktivitas berjualan keliling

Berjualan keliling merupakan aktivitas dari pedagang keliling yang bersifat mobil. Pedagang keliling berjualan tidak tetap pada setting tertentu dan seringkali menjangkau ke seluruh setting pada objek penelitian.

  • 16 .Aktivitas jajan

Aktivitas jajan merupakan aktivitas yang dilakukan pengunjung berhubung keberadaan pedagang menetap dan keliling pada setting. Pengunjung yang jajan ada yang merupakan pengunjung setting dan ada pula yang memang sengaja datang untuk jajan kemudian melihat-lihat dan menikmati suasana pada objek. Aktivitas ini terjadi pada semua settingpada objek penelitian kecuali Setting 1F (jalan tepi sungai timur) dan Setting1H (sandaran sungai). Pada Setting 1F, kurangnya tanaman perindang menyebabkan aktivitas yang minim sehingga tidak terlalu ideal untuk tempat jajan. Pada Setting 1H, situasi sandaran yang agak terjal juga kurang ideal untuk jajan.

  • 17 .Aktivitas istirahat kerja

Aktivitas istirahat kerja merupakan aktivitas unik yaitu pegawai yang secara berkala mendatangi objek dan beristirahat untuk beberapa waktu tertentu. Pada umumnya, fenomena ini terjadi pada saat istirahat siang. Aktivitas istirahat kerja terjadi pada Setting 1A (bale tunggu), 1C (dua bale bengong), 1E (pintu air), 2A (jembatan lama), dan 3A (areal bangku beton).

Gambar 23. Aktivitas berjualan (kiri) dan aktivitas istirahat kerja (kanan)

Sumber: Penulis

  • 18 .Aktivitas lain

Aktivitas lain pada objek merupakan berbagai pemanfaatan areal sempadan yang seringkali disertai dengan berbagai modifikasi setting. Aktivitas itu antara lain parkir, pembuatan posko, sarana pendukung rumah makan, dan tempat beternak. Aktivitas tersebut terjadi pada Setting 2C (areal tepi sungai) dan areal kanalisasi di kiri-kanan sungai yang dapat diakses dengan mudah dari jalan tepi air. Berbagai aktivitas ini

merupakan dampak lain dari adanya jalan tepi sungai yang harus disikapi serius oleh pemerintah karena fenomena ini masuk dalam kategori privatisasi ruang publik. Privatisasi ruang publik merupakan fenomena pemanfaatan ruang publik menjadi ruang privat sehingga mengusik kepentingan publik.

Gambar 24. Aktivitas lain berupa pemanfaatan menjadi pendukung usaha rumah makan (kiri) dan tempat memelihara hewan ternak (kanan)

Sumber: Penulis

Analisis Terencana-tidaknya Aktivitas

a. Terencana tidaknya aktivitas

Aktivitas yang terjadi pada objek terjadi secara terencana dan juga tidak terencana. Dua kelompok pembagian tersebut pun masing-masing dibagi lagi menjadi dua jenis sehingga menjadi empat kategori seperti dibawah ini.

  •    Aktivitas terencana pada fungsi utama

Aktivitaspada fungsi utama terjadi pada areal sempadan tepi air dengan beberapa bangunan air seperti bendungan, pintu air, bangunan operator, dan penataan pada sungai seperti sandaran sungai dan kanal sungai.

  •    Aktivitas terencana pada fungsi rekreasi

Aktivitas yang terencana pada fungsi rekreasi merupakan pengembangan yang dilakukan pemerintah dalam rangka menghidupkan ruang-ruang di sekitar sempadan TukadBadung. Adapun setting tersebut yaitu bangunan bale bengong, dermaga air, tempat duduk-duduk, dan penataan taman yang disertai pohon perindang.

  •    Aktivitas tidak terencana pada fungsi utama

Aktivitas tidak terencana juga terjadi pada ruang-ruang pada sempadan yang sebenarnya memiliki fungsi tertentu. Aktivitastak terencana pada fungsi utama yaitu pemanfaatan areal kanalisasi sungai untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti usaha rumah makan, parkir kendaraan dan memelihara hewan ternak.

  •    Aktivitas tidak terencana pada ruang sisa dan terbengkalai

Aktivitas tidak terencana muncul secara alamiah tanpa direncanakan oleh pemerintah. Aktivitaspada ruang sisa terbentuk dalam rangka pemanfaatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang publik.

Hubungan Timbal Balik antara Setting dengan Aktivitas pada Objek Penelitian

Pakar ilmu arsitektur/psikologi lingkungan banyak yang menyetujui bahwa terdapat hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dan lingkungan fisik sebagai wadah

kegiatan manusia. Demikian halnya dalam penelitian ini, ditemukan adanya beberapa hubungan timbal balik yang akan dijelaskan sebagai berikut.

  • a.    Setting yang memengaruhiAktivitas

Pola hubungan yang pertama adalah setting yang memengaruhiaktivitas.Pada fenomena ini, setting yang memberi pengaruh terhadap segala aktivitas yang terjadi didalamnya. Terdapat dua jenis fenomena ini yaitu settingyang mendorong terjadinya aktivitas dan setting yang mengubah aktivitas.

Fenomena pertama yaitu setting yang mendorong terjadinya berbagai aktivitas. Fenomena ini terjadi saat setting memiliki kualitas fisik yang dinilai dapat mewadahi suatu aktivitas, baik terencana maupun tidak. Pelaku aktivitas kemudian secara alami memanfaatkan setting tersebut untuk wadah kegiatannya.

Fenomena berikutnya adalahsetting yang merubah aktivitas. Fenomena ini terjadi pada saat setting memiliki kualitas fisik tertentu yang dapat merubah kegiatan yang ada didalamnya.Fenomena ini terjadi pada Setting 1F. Penataan yang dilakukan pemerintah kota mengubah setting dengan yang baru dan juga mengubah aktivitas yang ada didalamnya.

  • b.    Aktivitas yang memengaruhisetting

Pola hubungan berikutnya adalah aktivitas yang memengaruhisetting.Aktivitas yang terjadi akan memberikan pengaruh terhadap bentuk fisik dari setting. Adapun dua jenis fenomena ini yang ditemukan pada penelitian yaitu aktivitas yang mendorong terbentuknya suatu setting secara tidak langsung dan secara langsung.

Fenomena pertama yaitu aktivitas yang mendorong terbentuknya setting baru secara tidak langsung.Pada fenomena ini, terdapat setting yang menjadi stimulus yang mendorong setting lain untuk berubah mengikuti setting tersebut. Proses perubahan setting yang terdorong setting lain tersebut melalui jangka waktu yang lama atau tidak spontan/tidak langsung. Fenomena ini terjadi pada Setting 1A, 1C, dan 3A

Fenomena berikutnya adalah aktivitas pada setting yang membentuk setting secara langsung. Pada fenomena ini, terdapat setting yang menjadi stimulus yang mendorong setting lain untuk berubah mengikuti settingtersebut. Pada fenomena ini proses terbentuknya settingterjadi secara spontan/langsung atau dalam jangka waktu yang cenderung cepat. Fenomena ini terjadi pada Setting1B,1D, 1F, dan 1G. Fenomena ini cenderung terjadi pada pedagang yang membawa peralatan berdagang pada setting. Peralatan dagangan tersebut kemudian membentuk settingbaru pada objek.

  • c.    Aktivitas yang melanggar setting

Kecenderungan pola hubungan yang ketiga adalah aktivitas yang melanggar setting. Pada fenomena ini, kegiatan dilakukan bertentangan dengan peraturan yang berlaku pada setting. Ada dua jenis aktivitas yang melanggar setting dalam penelitian ini yaitu aktivitas dalam areal yang dilarang dan aktivitas yang membentuk settingyang mengganggu fungsi setting utama.Fenomena yang pertama adalah aktivitas dalam setting yang dilarang. Fenomena ini merupakan aktivitas yang melanggar fungsi utama setting. Fenomena ini terjadi pada Setting 3C dimana terdapat kegiatan memancing dan pedagang yang memasuki ruang yang dilarang untuk umum.

Fenomena kedua adalah aktivitas yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama. Fenomena ini merupakan aktivitas yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama. Fungsi utama setting pada objek yang berupa areal tepi sungai yaitu operasional pengendalian air sungai dan kegiatan pembersihan rutin. Fenomena ini terjadi pada Setting 2C.

Peran-Peran Pihak yang Terlibat dalam Pemanfaatan Sempadan Tukad Badung sebagai Setting Ruang Rekreasi Publik

  • a.    Masyarakat

Adapun beberapa peranan masyarakat terhadap keberadaan setting yaitu sebagai berikut.

  •    Menjadi subjek/ pelaku aktivitas yang mengisi setting.

  •    Menjadi stimulus terhadap kebijakan pemerintah.

  •    Menjadi pengganggu setting (privatisasi ruang publik).

    Tipologi setting dan aktivitas Aktivitas yang memengaruhisetting Setting yang memengaruhiaktivitas Aktivitas yang melanggar setting Pihak terkait



Gambar 21. Diagram Hasil Penelitian

Sumber: Penulis

  • b.    Pemerintah

Pemerintah sebagai pemberi kebijakan, sedikit banyak akan memengaruhi berbagai setting yang terbentuk di lapangan. Adapun beberapa pihak yang terlibat ataupun bertanggung jawab dalam setting sempadan Sungai Badung yaitu Dinas Pariwisata

Daerah (Disparda) Kota Denpasar, Kelurahan Dauh Puri Kauh, Kelurahan Pemecutan Kelod, Kelurahan Pemogan, Badan Wilayah Sungai Bali-Nusa Penida, dan PU Kota Denpasar.

Kesimpulan

Temuan penelitian yaitu beberapa tipologi dari setting dan aktivitas pada sempadan Tukad Badung. Berdasarkan kelompok aktivitas secara umum, aktivitas pada sempadan terdiri atas aktivitas fungsi utama dan aktivitas fungsi rekreasi. Aktivitas pada objek juga ada yang terlarang dan ada yang tidak. Aktivitas pada objek yaitu duduk-duduk, memancing, berjualan (menetap, keliling) jajan, dan beristirahat kerja. Berbagai elemen fisik yang ada pada setting yang berlandaskan teori lanskap dibagi menjadi 3 (Burton, 1995) yaitu: bentang alam berupa wilayah sungai yang dijabarkan dalam panorama. , vegetasi berupa tanaman hias dan tanaman perindang, dan binatang berupa populasi ikan pada sungai. Penggunaan lahan pada objek yaitu lahan terencana, lahan sisa, dan lahan terbengkalai.Berdasarkan terencana tidaknyaaktivitas, dikelompokkan menjadi aktivitasterencana pada fungsi utama, aktivitas terencana pada fungsi rekreasi, aktivitastidak terencana pada fungsi utama, dan aktivitastidak terencana pada ruang sisa.

Adapun pola hubungan setting-aktivitas adalah setting yang memengaruhi aktivitas yang terdiri atas setting yang mendorong terjadinya berbagai aktivitas dan yang merubah aktivitas. Hubungan yang kedua yaitu aktivitas yang memengaruhi setting yang dikelompokkan juga menjadi dua yaitu aktivitas yang mendorong terbentuknya setting baru secara tidak langsung dan secara langsung. Hubungan yang ketiga yaitu aktivitas yang melanggar setting yang dikelompokkan menjadi dua yaitu aktivitas dalam setting yang dilarang dan aktivitas yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama.Pihak-pihak yang terkait dalam terbentuknya setting yaitu masyarakat dan pemerintah yaitu: Disparda Kota Denpasar, Pemkot Denpasar, PU Provinsi Bali, PU Kota Denpasar.

Keterlibatan masyarakat adalah sebagai pelaku utama yang melakukan aktivitas rekreasi baik pada ruang tertata, ruang sisa maupun ruang terbengkalai. Ada pula yang menjadi suatu pelanggaran baik dalam bentuk aktivitas maupun sudah membentuk setting baru. Aktivitas masyarakat pada ruang sisa dan terbengkalai membentuk setting baru yang semipermanen seperti pada pedagang tetap dan setting parkir kendaraan. Aktivitas masyarakat pada ruang sisa dan terbengkalai juga menjadi stimulus bagi pemerintah untuk melakukan penataan fisik yang mewadahi aktivitas rekreasi. Operasional sungai dijalankan oleh PU Kota Denpasar dan PU Propinsi Bali (BWS-Bali Penida). Pengadaan fasilitas oleh PU Kota Denpasar dan PU Propinsi Bali (BWS-Bali Penida). Penyelenggaraan acara seremonial oleh Pemkot Denpasar, Disparda Kota Denpasar, Pemerintah desa dan mendapatkan dukungan tenaga kebersihan dari PU Kota Denpasar.

Daftar Pustaka

Breen, A, and Rigby, D (1996) The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story, Great Britain: Thames & Hudson.

Burton, R (1995) Travel Geography: Second Edition. London: Pitman Publishing.

Carr, S, Mark Francis, L G, Rivlin dkk (1992) Public Space. Australia: Press Syndicate of University of Cambridge.

Darmawan, E (2003) Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Direktorat Penataan Ruang Nasional, Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

Kraus, R (1996) Recreation and Leisure in Modern Society, Massachusetts: Jones and Burtlett Publisher

Lang, J, dkk (1974) Designing For Human Behavior: Architecture and Thr Behavioral Siences, United State of America: Dowden, Hutchinson & Ross.

Rapoport, A (1982) The Architecture of the City, Cambridge: MIT Press

Rapoport, A (1982) The Meaning of the Built Environment, London: Sage Publication.

102      SPACE - VOLUME 2, NO. 1, APRIL 2015