PUSTAKA VOL. 22, NO.2 • 99 – 101

Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022

p-ISSN: 2528-7508

e-ISSN: 2528-7516

Pelestarian Budaya Melalui Keterampilan Anyaman Katidiang Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Gisandha Khairunnisa

Universitas Negeri Padang

Padang Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia Email: [email protected]

Abstract

Katidiang is a basket that is usually made of blades or bamboo that is split open so that it becomes a strand which is then woven into a basket shape and so on. Katidiang in other areas is usually also made of pandan leaves, but in Jorong Tabek Panjang Katidiang is made using blades. Katidiang webbing is usually used by the community for various things, ranging from a place to be brought to the market such as a place for vegetables, fruits, tubers. In addition, Katidiang is also used by the community as a place for rice when people harvest rice in the fields. The purpose of writing this article is to provide ideas about community empowerment through training to make katidiang so that it can become a livelihood for the community and to be able to preserve the habit or culture of making katidiang people in Jorong Tabek Panjang.

Keywords : Katidiang, Bamboo, woven

Abstrak

Katidiang adalah keranjang yang biasanya terbuat dari helaian bilah atau bambu yang dibelah sehingga menjadi bentuk helaian yang kemudian di anyam hingga berbentuk keranjang dan sebagainya. Katidiang di daerah lain biasanya juga terbuat dari helaian daun pandan namun di Jorong Tabek Panjang Katidiang dibuat menggunakan bilah. Anyaman Katidiang biasanya digunakan oleh masyarakat untuk berbagai hal, mulai dari sebagai tempat untuk yang akan dibawa kepasar seperti tempat sayuran, buah-buahan, umbi-umbian. Selain itu katidiang juga digunakan masyarakat sebagai tempat padi dikala masyarakat memanen padi di sawah. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan ide tentang pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan membuat katidiang agar dapat menjadi mata pencarian bagi masyarakat serta untuk dapat melestarikan kebiasaan atau budaya membuat katidiang masyarakat di Jorong Tabek Panjang

Kata kunci : Katidiang, Bambu, anyaman

PENDAHULUAN

Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat yang sampai sekarang ini masih kental akan kebudayaan. Kebiasaan masyarakat yang masih hidup dengan tolong-menolong ini dikarenakan masyarakat yang hidupnya berkelompok atau berdampingan, karena kebanyakan masyarakat di daerah Sumatera Barat kususnya di Kabupaten lima Puluh Kota. Jorong Tabek Panjang salah satunya merupakan daerah yang masih bisa dikategorikan pedesaan dikarenakan pada daerah ini masyarakat masih memiliki kebiasaan-kebiasaan yang berlandskan kebudayaan serta hidup secara tolong- menolong dalam berbagai hal.

Katidiang merupakan salah satu warisan budaya yang keberadaannya sampai saat ini mulai jarang ditemui. Masyarakat di Jorong Tabek

Panjang terkenal dengan masyarakat yang pada dulunya mata pencariannya yaitu menganyam Katidiang. Populasi Bambu atau biasa disebut “ Poriang” oleh masyarakat jorong tabek panjang cukup banyak, ini terlihat dengan masih anyaknya masyarakat yang membuat Katidiang dan masih banyaknya pesanan katidiang dari luar kepada masyarakat setempat.

Menurut davidsin (1991;2) warisan budaya diartikan sebagai suatu produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri di suatu kelompok.

Pelestarian budaya menurut Ranjabar (2006:114) mengemukakan bahwa pelestaraian norma lama bangsa (budaya local) adalah mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai

tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan berkembang.

METODE

Metode penelitian pada artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kajian pustaka yang relevan dengan rumusan penelitian. Selain itu melalui pengamatan secara lansung oleh penulis dengan pengerajin Katidiang Di Desa Jorong Tabek Panjang, Kenagarian Koto Baru Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Limapuuh Kota, Sumatera Barat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan ditemui bahwa masyarakat Jorong Tabek Panjang Sampai saat sekarang ini masih ditemykan masyarakat pengerajin Katidiang di daerah ini. Dimana masyarakatnya masih menggunakan katidiang sebagai salah satu alat untuk bertani serta kegunaan rumah tangga dan lainnya. Masyarkat di desa ini mengolah pertanian masih secara berkelompok, dimana dalam hal bertani dimulai dari penanaman bibit sampai dengan menyiangi padi masih dilakukan secara bersama-sama. Biasanya pemilik sawah juga ikut serta dalam hal menyiangi padi atau biaasa disebut di daerah ini “Mairik Padi”. Tradisi Mairik Padi merupakan tradisi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Minangkabau namun keberadaannya akhir-akhir ini cukup jarang ditemukan.

Padi ini biasanya dikumpulkan kedalam keranjang dimana keranjang tersebut, digunakan untuk tempat padi-padi yang sudah disiangi yang sudah berbentuk butiran-butiran kemudian baru dimasukan kedalam keranjang. Keranjang tersebut disebut “Katiding” yang terbuat dari helaian bambu yang kemudian di anyam berbentuk keranjang yang biasanya memiliki berbagai ukuran. Mulai dari ukuran besar yang digunkan untuk tempat padi yang sudah di disiangi dan juga sebagai alat ukur seberapa banyak padi yang didapatkan dalam panen pada saat itu.

Tradisi Mairik Padi memang sudah ditinggalkan, namun kebiasaan masyarakat yang masih menggunakan katidiang masih tetap ada. Selain sebagai tempat padi Katidiang dahulunya juga digunakan untuk arak-arakan pada musim panen dimana pada acara itu diadakan dalam

rangka tanda syukur masyarakat kepada tuhan yang telah memberikan hasil panen dan kemudian memberikan sedekah ke masjid.

Katidiang memiliki berbagai bentuk dan fungsi. Bentuk Katidiang yang paling sering dibuat masyarakat yaitu bentuk segi empat yang dibuat cukup besar. Pada saat sekarang ini katidiang tersebut digunakan untuk tempat sayur, ubi, daging dan sebagainya, biasanya masyarakat yang ingin berjualan ke pasar menggunakan katidiang tersebut. Selain itu segi empat kecil juga sering digunakan masyarakat, pada adahulunya digunakan masyarakat untuk temoat membawa barang belanja yang sedikit. Biasanya bentuk atas katidiang dibuat bulat agar mudah memasukan barang.

Pengerajin Katidiang terbilang cukup banyak di daerah Jorong Tabek Panjang ini. Sampai sekarang ini masih banyak masyarakat yang menjadikan katidiang sebagai mata pencariannya. Biasanya warga disini menganyam Katidiang didepan rumahnya masing-masing dan ada juga yang berkelompok. Masyarakat biasanya juga menerima orderan dri luar salah satunya sekarang yang terbaru adanya anyaman yang digunakan sebagai tempat untuk tahu sumedang.

Kebanyakan masyarakat pengerajin Katidiang ini adalah masyarakat yang sudah berusia lanjut, kurangnya minat masyarakat untuk belajar membuat katidiang merupakan permasalahannya. Seperti yang kita ketahui bahwa kerajinan Katidiang ini merupakan suatu budaya yang seharusnya diwariskan agar dapat berkembang dan dilestarikan agar keberadaannya terus dapat kita temui. Kurangnya minat masyarakat dalam belajar tersebut bukan hanya darifaktor internal namun juga karena tidak adanya sosialisasi di masyarakat yang bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk membuat katidiang tersebut.

Seiring perkembangan zaman apabila masyarakat yang masih muda atau sebagai penerus tidak memiliki keahlian untuk membuat Katdiang tersebut maka mungkin akan punah. Mungkin kebanyakan masyarakat menilai bahwa Katidiang merupakan anyaman biasanya yang tidak patut untuk dipelajari. Namun sehrusnya masyarakat desa Jorong Tabek Panjang ini dapat terus melestarikan budaya tersebut terutama di daerah ini karena kebanyakan masyyarakat luar mengetahui bahwa maysrakat Desa Jorong Tabek Panjang terkenal akan pengerajin Katidiangnya.

SIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa tradisi menganyam Katdiiang merupakan suatu kebudayaan yang harus dilestarikan agar tetap berkembang dan ditemui di masa yang akan mendatang. Masyarakat seharusnya lebih peduli terkait dengan budaya tersebut agar ciri khas dari daerah tersebut tetap ada.

Pelatihan sangat dibutuhkan bagi masyarakat terutama masyarakt yang masih muda agar dapat memberikan inovasi serta lebih menyebarluaskan kebudayaan tersebut dan dapat dikenal banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA

Darusman, Y. (2021). Model Pewarisan Budaya

Melalui Pendidikan Informal (Pendidikan Tradisional) Pada Masyarakat Pengrajin Kayu. Bayfa Cendekia Indonesia.

Silfia Maiyunita, S. (2016). Jaringan Kerja Pengrajin Rotan (Katidiang) Di Jorong Lakuek Nagari Bukit Sileh Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok (Doctoral dissertation, STKIP PGRI Sumatera Barat).

Kodiran, K. (2004). Pewarisan Budaya dan Kepribadian. Humaniora, 16(1), 11919.

WAHANA, S. S. S. PEWARISAN BUDAYA LOKAL.

Yanti, R. (2013). Studi tentang Anyaman Bambu di Kecamatan Palupuah Kabupaten Agam. Serupa The Journal of Art Education, 1(2).

BUDIARTA, A. (2018). Prosesi Peminangan Menurut Adat Di Nagari Talawi Kecamatan

Talawi Kota Sawah Lunto Dalam Perspektif Hukum Islam.

Ulvia, A., Lindawati, L., & Bahren, B. (2019). PERIBAHASA     MINANGKABAU

BERLEKSIKON PERALATAN DAPUR TRADISIONAL. Jurnal Elektronik WACANA ETNIK, 8(1).

Ardiwidjaja, R. (2018). Arkeowisata: Mengembangkan daya tarik pelestarian warisan budaya. Deepublish.

Triwardani, R., & Rochayanti, C. (2014). Implementasi Kebijakan Desa Budaya Dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal. Reformasi, 4(2).

Fauzy, A. R., & Limantara, A. D. (2019). Pemanfaatan Limbah Hasil Pembuatan Anyaman Berbahan Bambu Sebagai Campuran Paving Block. U KaRsT, 3(1).

Jamaris, E. (2002). Pengantar sastra rakyat Minangkabau. Yayasan Obor Indonesia.

Kistanto, N. H. (2015).  Tentang konsep

kebudayaan.   Sabda:   Jurnal   Kajian

Kebudayaan, 10(2).

Endraswara, S. (2006). Metode, Teori, Teknik Penelitian     Kebudayaan.      Pustaka

Widyatama.

Suparlan, P. (1996). Manusia, kebudayaan, dan lingkungannya.

Data, P., & Jenderal, S. (2021). Kebudayaan. (2021). Pengertian NUPTK. Gtk. Data. Kemendikbud, Go. Id. http://gtk. data. kemdikbud. go. id/Home/Definisi.

101