PUSTAKA VOL. XXII, NO. 1 • 26 – 32

P-ISSN : 2528-7508

E-ISSN : 2528-7516

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Memasukkan Kaki Ke Pawon dalam “Tilik Bayi”

Leliana Prihantari¹, Atiqa Sabardila2

Universitas Muhammadyah Surakarta

[email protected]

Abstrak

Desa Gentan banaran memiliki beragam tradisi, salah satunya tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi”. Tujuan penelitian ini untuk 1) mengetahui bagaimana pelaksanaan tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi” di desa Gentanbanaran, 2) untuk mengetahui pula persepsi tokoh masyarakat terhadap tradisi “tilik bayi” di desa Gentanbanaran. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, dengan menggunakan metode wawancara, dokumentasi, dan historis dalam pengumpulan data. Sumber data pada penlitian ini masyarakat desa Gentanbanaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat desa Gentanbanaran masih melakukan tradisi ini. Selain itu terjadi adanya persepsi yang berbeda-beda antar masyarakat satu dengan yang jelas sekali terlihat yaitu jenjang pendidikan yang berbeda mempengaruhi perbedaan persepsi pada masyarakat. Beberapa tokoh agama masyarakat tidak membenarkan tradisi ini tetapi ada yang tetap memperbolehkan tradisi ini tetap diikuti walaupun didalam agama islam tidak ada tuntunannya dengan alasan menghargai masyarakat sekitar, adapula masyarakat modern yang enggan melakukan tradisi ini lagi dan memilih mencuci tangan seblum “tilik bayi”. Berdasarkan hasil penelitian masyarakat diharapkan tetap melestarikan dan menghargai tradisi yang ada di Indonesia agar setiap daerah tetap mempunyai identitas sendiri.

Kata kunci: Pawon; Tilik, Bayi; Tradisi

Pendahuluan

Indonesia memiliki beragam kebudayaan lokal di setiap daerahnya. Kondisi kebudayaan di Indonesia saat ini memiliki penurunan karena masyarakat sekarang lebih memilih kebudayaan asing daripada kebudayaan lokal. Kini kebudayaan lokal kian surut karena generasi muda saat ini enggan belajar dan mewarisinya. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar Koentjaraningrat dalam Hildigardis (2019). Selain itu, menurut Herkovits (1985-1963) ia mengemukakan bahwa manusia menciptakan suatu kebudayaan pada lingkungan tertentu dan sudah menjadi bagian dari mereka dalam kehidupa manusia dengan kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Selain itu, Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman kebudayaan yang unik dan menarik untuk dilestarikan. Menurut Gazalba (dalam Muhammad (2017) kebudayaan merupakan salah satu cara berfikir serta cara merasa yang terdapat dalam sekelompok lingkungan masyarakat tertentu, yang membentuk

suatu kesatuan osial pada rentan waktu dan ruang tertentu. Widyaningrum (2017) mengatakan bahwa tradisi merupakan sesuatu yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat sejak dahulu dan menjadi bagian di masyarakat di lingkungan itu sendiri. Menurut Fakhrina (2016) beberapa masyarakat Jawa melakukan ritual atau tradisi yang sudah diwariskan leluhurnya.

Gentanbanaran merupakan sebuah desa di kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Jarak desa Gentanbanaran dari kota Sragen sekitar 11 kilometer. Gentanbanaran memiliki penduduk dengan jumlah penduduk 2.800 jiwa. Desa Gentanbanaran memiliki keberagaman tempat wisata dan berbagai tradisi. Tradisi yang ada juga bergna untuk menyatukan masyarakat untuk berkumpul, serta menjalin kerukunan. Tradisi yang masih dilakukan di desa Gentanbanaran yaitu tradisi nyadran, bancaan serta tradisi lainnya. Tradisi nyadran dilakukan masyarakat desa Gentanbanaran sebagai bentuk syukur terhadap hasil panen. Tradisi bancaan tetap dilakukan, biasanya untuk memperingati weton, memperingati hari lahir, kematian. Selain trasidi nyadran dan bancaan Desa Gentanbanaran

memiliki tradisi Tilik bayi. Tradisi ini masih juga dilakukan oleh masyarakat desa Gentanbanaran sampai saat ini.

Kegiatan tilik bayi dengan memasukkan kaki ke dalam tungku sebanyak tiga kali sebelum melihat bayi yang dijenguk merupakan tradisi di desa Gentanbanaran yang sampai saat ini masih dilakukan. Tradisi ini di lakukan sejak jaman nenek moyang, semenjak saya lahir tahun 1999 tradisi ini sudah ada. Jadi, kira-kira tradisi ini sudah ada lebih dari 10 abad yang lalu.

Setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda yang menunjukkan karakteristik masyarakat setempat. Setiap tradisi memiliki nilai yang menjadi pedoman masyarakat melaksanakan tradisi tersebut. Desa Gentanbanaran juga mempunyai tradisi yang mennggambarkan karakteristik masyarakatnya. Seperti tradisi tilik bayi, masyarakat memiliki keyakinan tertentu tentang tradisi ini. Pemaparan diatas yang mendasari peneliti tertarik untuk mengangkat topik tradisi “tilik bayi” ini.

Penelitian mengenai tradisi kelahiran bayi pernah diteliti oleh (Lutfi dan Muhammad 2015; Nur Zaini 2017; Hemafitria 2019; Busro dan Husnul 2018; Dewi dkk 2021; Boanergis, dkk 2019; Indriyani, 2019; Setyaningsih dan Farapti, 2018; Suhupawati, 2017; Istiqomah dan Nurwinda, 2019; Serilaila dan atik, 2010; Yuanita, dkk 2015) hal itu yang mendasari penelitian ini dilakukan, selain itu topik memasukkan kaki ke dalam pawon belum pernah diteliti sebelumnya. Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan pada penelitian ini yaitu, (1) mengetahui pelaksanaan tradisi Tilik Bayi di Desa Gentanbanaran, (2). Mengetahui persepsi masyarakat terhadap tradisi tilik bayi di desa Gentanbanatan.

Metode

Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang dirasa tepat dalam penelitian ini adalah metode wawancara, dokumentasi, dan historis. Menurut Sugiyono (2016: 231) pertemuan yang melibatkan dua orang atau lebih bertujuan untuk bertukan informasi melalui kegiatan Tanya jawab sehingga menghasilkan makna yang tersusun dalam suatu topic tertentu. Sudaryono (2017:212) juga mengatakan bahwa wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan suatu data guna memperoleh informasi dari sumbernya langsung,

metode wawancara ini dilakukan untuk menggali bagaimana pandangan tokong masyarakat terhadap tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi” ini. Metode dokumentasi merupakan suatu metode yang digunakan guna memperkuat penggunaan metode observasi dan wawancaara dalam penelitian kualitatif, metode dokumentasi ini digunakan untuk mendokumentasikan ketika sedang wawancara dan mendokumentasikan data-data berbentuk gambar. Menurut Sudaryanto metode dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian. Metode historis menurut Abduhrahman (2007: 54) sebagai berikut, teknik pemilihan topik, dan penyusunan rencana penelitian; heuristic, kritik sumber, interpretasi dan histograf. Sumber data pada penelitian ini adalah masyarakat desa Gentanbanaran.

Hasil dan Pembahasan

Masyarakat masih mempercayai tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi”. Tradisi ini perlu dilestarikan kepada generasi penerus agar tetap lestari.

  • 3.1    Eksistensi Tradisi Memasukkan Kaki Ke Pawon dalam “Tilik Bayi”

Gentanbanaran merupakan desa di kecamatan Plupuh, Sragen, Jawa tengah, Indonesia. Desa ini termasuk desa DAS (Daerah Aliran Sungai) bengawan Solo. Gentanbanaran terbagi menjadi 5 dukuh yaitu: Ngadirejo, Jagan, Dreyan, Kangkung, Karangasem, dan Bandung. Berdasarkan data yang diperoleh melalui :https://sidesa.jatengprov.go.id/geodesa/tematik didapatkan keseluruhan warga Desa Gentanbanaran berjumlah 1,8 Rb jiwa, perempuan mendominasi dengan jumlah 1,41 pria dan 1,39 rb wanita.

Masyarakat di desa Gentanbanaran memiliki beragam agama, tetapi mayoritas beragama Islam, 99% warga Gentanbanaran beragama Islam. 1% beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Perbedaan agama yang ada di desa Gentanbanaran ini juga tidak menjadikan alasan tradisi “tilik bayi” ini ditinggalkan. Masyarakat dengan agama yang bukan islampun tetap melakukan tradisi “tilik bayi” ini, karena tradisi ini bukan milik masyarakat yang beragama islam saja, tetapi semua kalangan masyarakat tanpa melihat latar

belakang agama. Masyarakat yang beragama kristenpun ikut serta dalam melakukan tradisi ini.

Selain agama, pendidikan masyarakat desa Gentanbanaran juga beragam, mulai dari tidak sekolah, tamatan SD, SMP, SMA hingga S2. Tingkat pendidikan di desa Gentanbanaran persentase terbesar lulusan SD yaitu 35%, SMP 25%, SMA/SMK 20%, D1-S2 5%, belum/ tidak sekolah 10%, belum tamat 5%. Sebagian besar masyarakat desa Gentanbanaran tamatan SD. Hal ini juga tidak bisa dijadikan patokan bahwa masyarakat dengan tamatan pendidikan tinggi tindak melakukan tradisi “tilik bayi” ini. Masyarakat berpendidikan tinggipun masih banyak yang melakukan tradisi ini.

Disamping tingkat pendidikan alasan masyarakat tetap melestarikan tradisi ini karena masyarakat di desa Gentanbanaran memiliki beragam jenis bahan bakar untuk memasak, jenis bahan bakar yang digunakan yaitu, tungku kayu, listrik, dan kompor gas. Hal ini yang mendasari tetap dilakukannya tradisi tilik bayi memasukkan kaki ke pawon, karena sebagian besar masyarakat desa gentanbanaran masih memakai arang/kayu dan memakai tungku pawon untuk memasak sehari-hari. Tungku pawon tetap menjadi andalan untuk memasak karena bahan bakar kayu mudah dijumpai di desa Gentanbanaran, selain itu menggunakan tungku pawon dirasa lebih hemat daripada menggunakan kompor gas. Selain menggunakan tungku kayu adapula yang menggunakan kompor gas, tetapi persentasenya lebih sedikit dibandingkan tungku kayu. Walaupun menggunakan kompor gas dan listik tradisi “tilik bayi” ini tetap dilakukan karena setiap rumah tetap mempunyai pawon di rumah bagian belakang, walaupun tidak digunakan tetapi pawon ini tetap dibiarkan ada disana karena sebagian besar masyarakat desa Gentanbanaran masih melakukan tradisi “tilik bayi” ini.

Tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi ini” masih dilakukan sampai sekarang. Tradisi ini dimulai dengan pergi kedapur lalu memasukkan kaki sebanyak tiga kali ke dalam tungku pawon. Memasukkan kaki ke pawon dilakukan dengan menggunakan kaki kanan, kemudian kaki kiri, diulangi lagi sampai tiga kali. Setelah itu masyarakat yang sedang “tilik bayi” baru boleh melihat bayi di kamar. Masyarakat meyakini bahwa melakukan hal ini dapat menghilangkan roh jahat yang menempel pada setiap masyarakat saat “tilik bayi”.

  • 3.1.1    Pawon dalam Masyarakat Jawa

Pawon dalam bahasa Jawa dapat diartikan menjadi dua artian, yang pertama pawon yang diartikan dengan dapur, pengertian yang kedua yaitu pawon yang berarti ‘tungku’. Yang dimaksud dalam penelitian kali ini adalah pawon yang berarti ‘tungku’. Kata pawon berasal dari kata dasar awu dalam bahasa Jawa yang berarti ‘abu’, mendapat awalan pa- dan akhiran -an, yang berarti sebuat tempat. Dengan demian, pawon (pa+awu+an) yang berarti tempat untuk awu atau abu. Pawon ini merupakan sebuah alat untuk memasak menggunakan bahan bakar kayu yang akan menjadi abu. Pawon ini memiliki dua tungku, dan yang mempunyai satu tungku, pawon juga mempunyai lubang, lubang tersebut biasanya terletak pada sisi kanan pawon, lubang inilah yang berfungsi untuk memasukkan kayu sebagai bahan bakar, selain untuk memasukkan kayu untuk memasak pada lubang ini juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tradisi ini yaitu dengan memasukkan kaki ke lubang pawon ini sebelum menjenguk bayi di kamarnya. Setiap masyarakat di desa Gentanbanaran sebagian besar masih mempunyai pawon ini, digunakan untuk memasak dan juga tetap di pertahankan sebagai penghilang roh halus ketika tuan rumah selesai aktivitas dari luar.

  • 3.2 . Persepsi Tokoh Masyarakat Terhadap Tradisi Memasukkan Kaki Ke Pawon Dalam “Tilik Bayi”

Persepsi tokoh masyarakat terhadap tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi” beragam, berikut merupakan paparan persepsi tokoh masyarakat dengan perbedaan tingkat pendidikan yang berbeda,

  • 3.2.1    Opini Umum  Tokoh  Masyarakat

Berpendidikan   Rendah Mengenai

Tradisi "Tilik Bayi" Memasukkan Kaki Ke Pawon

Samto Diharjo penduduk dusun Ngadirejo mengatakan bahwa pawon tidak hanya tempat untuk memasak atau tempat untuk makan, tetapi, pawon ini juga berfungsi untuk menghilangkan ilmu hitam atau sesuatu yang tidak baik yang mengikuti seseorang sampai kerumahnya. Oleh karena itu, tradisi ketika orang hendak menjenguk atau anggota keluarga yang pulang bepergian dan mempunyai bayi harus langsung ke pawon terlebih dahulu sebelum ke rumah utama bayi tersebut ditempatkan.

Muncul mitos di masyarakat yang mengatakan bahwa jika tidak ke pawon terlebih dahulu maka sawan atau bawaan yang tidak baik dari luar itu akan mengikuti orang tersebut sampai kamarnya yang mengakibatkan bayi tersebut tidak tenang, terkena sawan dan tiba-tiba jatuh sakit tanpa sebab yang pasti, (orang Jawa menyebutnya terkena sawan).

Samto Diharjo juga mengemukakan bahwa setiap jalan yang dilewati oleh seseorang maka jalanan itu juga dilalui oleh makluk gaib tak kasat mata. Akan tetapi, memang tidak semua orang bisa melihat makluk gaib tersebut. Hanya orangorang pintar yang bisa melihatnya. Tidak jarang juga mahluk gaib yang ditemui seseorang di jalanan tersebut mengikuti orang tersebut sampai rumah, sehingga menurut kepercayaan sebagian besar masyarakat di desa Gentanbanaran perlu adanya upaya untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan masyarakat sekitar sejak dulu mempercayai bahwa "tilik bayi" harus ke pawon terlebih dahulu menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi kepada bayi. Bayi menurut Samto Diharjo merupakan manusia yang sedang rawan-rawannya.

  • 3.2.2    Opini Umum Masyarakat yang Tidak Melakukan Tradisi "Tilik Bayi" Memasukkan Kaki ke Pawon

Tri Marwanto (23/S1) mengatakan bahwa memang pada zaman dahulu banyak yang mempercayai bahwa setiap orang yang keluar dan kembali ke dalam rumah harus pergi ke dapur terlebih dahulu. Orang zaman dahulu memasak menggunakan tungku yang menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Orang zaman dahulu meyakini bahwa orang yang sehabis bepergian bisa saja membawa hawa buruk, dan hawa buruk tersebut hilang ikut terbakar dalam tungku pawon tersebut. Akan tetapi, Tri Marwanto (23/S1) juga mengatakan bahwa ia tidak melakukan tradisi tersebut karena memang belum ada penelitian yang menjelaskan kebernaran tentang tradisi ini. Ia lebih memilih sebelum menjenguk bayi mencuci tangan terlebih dahulu. Menurutnya itu lebih masuk akal dibandingkan dengan memasukkan kaki ke pawon yang menurutnya tidak berdampak apa-apa kekondisi bayi.

Disamping itu Tri Marwanto (23/S1) juga menjelaskan bahwa memang benar seperti yang dikatakan masyarakat sekitar bahwa bayi yang baru lahir sangat rentan terkena virus dari luar,

masyarakat menyebutnya “ringkih”. Oleh sebab itu menurutnya menjaga kebersihan di area bayi dan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum bertemu bayi merupakan langkah yang lebih tepat dibandingkan harus ke pawon untuk memasukkan kaki.

  • 3.2.3    Opini Umum Tokoh Agama Mengenai Tradisi “Tilik Bayi” Memasukkan Kaki Ke Pawon

Menurut Muklas (42/SMA) tradisi “tilik bayi” memasukkan kaki ke pawon tidak ada tuntunannya. Di dalam islam tidak ada tuntunan yang membahas ini. Ketika “tilik bayi” dalam islam dianjurkan untuk mendoakan saja, bersyukur terhadap rezeki yang didatangkan Allah. Menurut Muklas (42/SMA) boleh saja melakukan tradisi ini, tidak ada larangan yang juga tidak ada anjuran. Beliau juga mengatakan bahwa tetap melakukan tradisi tersebut boleh saja, daripada ketika tidak melakukan tradisi tersebut membawa ketidakharmonisan antar masyarakat satu dengan yang lain. Intinya yaitu menghargai tuan rumah yang memiliki bayi, tidak berarti mempercayai tradisi tersebut karena dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ada tuntunan tradisi ini. Muklas menegaskan bahwa menjaga keharmonisan antar masyarakat menjadi kewajiban untuk seluruh masyarakat, jadi untuk tetap menghargai antar sesama Muklas menganjurkan untuk tetap melakukan tradisi ini guna menjaga keharmonisan antar masyarakat. Masyarakat di desa Gentanbanaran banyak sekali yang masih mempercayai tradisi yang ada sejak dulu, oleh sebab itu menurut Muklas (42/SMA) tradisi ini tidak masalah untuk tetap dilakukan selagi tidak menduakan Allah Swt.

  • 3.2.4    Opini Umum Tokoh Masyarakat Berpendidikan Tinggi tentang Tradisi “Tilik Bayi” Memasukkan Kaki Ke Pawon

Rina Wijaya (50/S2) mengatakan bahwa “tilik bayi” harus memasukkan kaki ke pawon berguna agar bayi tidak terkena sawan yang dibawa oleh penjenguk dan berpindah ke bayi. Menurut beliau semakin ke sini tradisi seperti itu masih banyak orang yang melakukannya karena masih meyakini hal tersebut. Tetapi, beliau sudah tidak melakukan tradisi tersebut semenjak pawon sudah tidak ada dan diganti oleh kompor. Beliau juga menambahkan bahwa banyak juga seseorang yang tetap ke dapur terlebih dahulu sebelum

melihat bayi dan tetap memasukkan kakinya ke dekat kompor menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan kepada bayi

Hal yang sama juga dikatakan oleh Dwi Aryanto (55/S2) bahwa menjenguk bayi harus ke pawon terlebih dahulu hanyalah sebuat tradisi adat yang ditinggalkan oleh nenek moyang dan masih terbawa sampai sekarang. Menurutnya tradisi ini sudah selayaknya ditinggalkan karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Kalau dilihat dari agama tidak ada ajaran yang mengajarkan seperti itu. Menurutnya, masa sekarang sudah sulit menjumpai pawon. Orang zaman sekarang kebanyakan sudah memakai kompor gas. Masyarakat berpendidikan tinggi sebagian besar memandang tradisi “tilik bayi” ini dengan pandangan yang berbeda dengan masyarakat yang masih mempercayai sepenuhnya dengan tradisi ini. Akan tetapi, masyarakat berpendidikan tinggi cenderung tetap menghormati tradisi yang masih ada di lingkungan masyarakatnya.

Simpulan

Gentanbanaran merupakan suatu desa yang mempunyai berbagai tradisi, seperti nyadran, bancaan dll. Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilakukan adalah tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi”. Penelitian ini berfokus pada bagaimana tradisi ini berjalan dan apa saja yang ada didalam tradisi tersebut. Penelitian ni diharapkan dapat menjadi referensi penelitian berikutnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan surut pandang antar masyarakat pada tradisi memasukkan kaki ke pawon dalam “tilik bayi”.

Dalam artikel ini metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, dokumentasi, dan historis. Metode wawancara digunakan untuk menggali data tentang pandangan tokoh masyarakat terhadap tradisi “tilik bayi”. Lalu teknik dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan data baik lisan maupun tulis maupun berbentuk gambar.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi ini memiliki persepsi berbeda-beda antar masyarakat satu dengan yang lain, hal yag jelas sekali terlihat yaitu jenjang pendidikan yang berbeda itu pula yang mempengaruhi berbedanya persepsi masyarakat

ini. Beberapa tokoh agama dalm masyarakat ini tidak membenarkan tradisi ini, tetapi adapula yang tetap memperbolehkan tradisi ini tetap diikuti walaupun didalam agama islam tidak ada tuntunannya dengan alasan menghargai masyarakat sekitar. Adapula masyarakat berpendidikan tinggi menolak adanya tradisi ini dan tidak melakukan tradisi ini pula dengan alasan tidak adanya penelitian yang relevan mengenai tradisi ini. Ia mengatakan bahwa lebih baik mencuci tangan sebelum menengok banyi, itu lebih masuk akal menurutnya. Akan tetapi adapula seseorang yang tetap melaksanakan tradisi ini dengan alasan tungku api ini bisa menghilangkan roh jahat yang ada di badan seseorang sehabis ke luar rumah. Ia meyakini bahwa seseorang yang keluar rumah dijalan akan membawa roh-roh jahat ketika pulan ke rumah, itulah sebabnya harus pergi ke pawon dulu untuk membakar roh jahat yang mengikutinya sehingga roh jahat itu tidak menempel ke bayi yang baru lahir dan mengakibtkan sawan pada bayi. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, H Bahar Akkase Teng. 2017.

“Filsafat Kebudayaan dan Sastra (dalam Perspektif Sejarah”. Jurnal Ilmu Budaya. Vol 5(1): 2-14

https://www.neliti.com/publications/163193/filsaf at-kebudayaan-dan-sastra-dalam-perspektif-sejarah

Widyaningrum, Listyani. 2017. “ Tradisi Adat Jawa dalam Menyambut Kelahiran Bayi”. JOP FISIP. Vol 4(2) 1-15.

https://www.neliti.com/publications/117218/tradis i-adat-jawa-dalam-menyambut-kelahiran-bayi-studi-tentang-pelaksanaan-tradi

Fakhrina, Agus. 2016. “ Dhundhuman: Asimilasi Budaya dan Pergeseran Nilai”. Jurnal Penelitian. Vol 12(1):15-16

https://core.ac.uk/display/88466329

Nahak, Hildigardis M.I. 2019. “ Upaya Pelestarian Budaya Indonesia di Era Globalisasi”. Jurnal Sosiologi Nusantara. Vol 5(1): 165176

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jsn/article/vie w/7669

Risdianawati, Lutfi Fransiska dan Muhammad Hanif. 2015. Sikap Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Upacara Kelahiran Adat Jawa Tahun 2009-2015. Jurnal Agastya. Vol 5(1):30-66

http://e-

journal.unipma.ac.id/index.php/JA/article/vi ew/895

Busro dan Husnul Qodim. 2018. Perubahan Budaya dalam Ritual Slametan Kelahiran di Cirebon. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat. Vol 14(2): 127-147

https://e-journal.iain-

palangkaraya.ac.id/index.php/jsam/article/vi ew/699/860

Dewi dkk. 2021. Tradisi Manak Salah di Desa Adat Padanbulia Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Jurnal Kontruksi Hukum. Vol 2(1):170-174

https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/ jukonhum/article/view/2989

Boanergis dkk. 2019. “ Tradisi Mitoni Sebagai Perekaat Sosial Budaya Masyarakat Jawa”. Jurnal Ilmu Budaya. Vol 16(1): 49-62

http://jurnal.iain-

padangsidimpuan.ac.id/index.php/fawatih/a rticle/view/3189

Indryani, Iin. 2018. “Tradisi NGahuripan Sebagai Warisan Budaya Suku Sunda”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol 7(1):23-28

https://journal.institutpendidikan.ac.id/index.php/c araka/article/view/16

Yuanita, Mike dkk. 2015. “Ruang Budaya Pada Proses Daur Hidup(Kelahiran) Di Dusun Wedoro Gresik”. Jurnal RUAS. Vol 12(1):26-35

https://ruas.ub.ac.id/index.php/ruas/article/view/16 8

Setyaningsih, Fifin Triana Enita dan Farapti Farapti. 2018. Hubungan Kepercayaan dan Tradisi Keluarga pda Ibu Menyusui dengan Pemberian Asi Ekslusif di Kelurahan Sidotopo, Semapir, Jawa Timur. Jurnal

Biometrika dan Kependudukan. Vol 7(2): 160-167

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrxgvnmh5Vh YlAAFRP3RQx.;_ylu=Y29sbwMEcG9zAz MEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1637 218406/RO=10/RU=https%3a%2f%2fe-journal.unair.ac.id%2fJBK%2farticle%2fdo wnload%2f8137%2fpdf/RK=2/RS=sYqf83 bQ4RNa8nV_reWMyof4_oY-

Suhupawati. 2017. Upacara Adat Kelahiran Sebagai Nilai Sosial Budaya pada Masyarakat Suku Sasak Desa Pengadangan. Fajar Historia. Vol 1(1):55-65

https://e-journal.hamzanwadi.ac.id

Hemafitria. 2019. Nilai karakter berbasis kearifan local tradisi tepung tawar pada etnis melayu sambas.        Jurnal        Pendidikan

Kewarganegaraan. Vol 3(2): 121-132

https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrxhWhHjpVh vn0AixP3RQx.;_ylu=Y29sbwMEcG9zAzE EdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=16372 20039/RO=10/RU=https%3a%2f%2fjourna l.ikippgriptk.ac.id%2findex.php%2fkewarg anegaraan%2farticle%2fdownload%2f1435 %2f1161/RK=2/RS=XdeyAF9XUFQ_Ack _Ze4e5B66A8I-

Istiqomah, Dzul dan Nurwinda Saputri. 2019. Pendidikan Kesehatan Tand Bahaya Bayi Baru Lahir Sebagai Upaya Pencegahan Mobaditas dan Mortakitas pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Pengabdian Masyarakat Teknik. Vol 2(1): 23-26

https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrxhWhHjpVh vn0AlBP3RQx.;_ylu=Y29sbwMEcG9zAz YEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1637 220039/RO=10/RU=https%3a%2f%2fjurna l.umj.ac.id%2findex.php%2fJPMT%2farticl e%2fdownload%2f5882%2f3961/RK=2/RS =8KzR8Ru2apvnCnT7K_gYbSFoai4-

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alvabet CV

Sudaryono. 2017. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers

Adburahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Er-Ruzz Media Nur Zaini. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Krayahan Bayi: Studi Kasus: Dusun Bendungan Desa.

Banjarejo, Kec. Kedungpring, Kab. Lamongan. CENDEKIA, 9(01), 13-32.

https://doi.org/10.37850/cendekia.v9i01.49

Serilaila dan Atik Triratnawat. 2010. Menjaga Tradisi: Tingginya Animo Suku Banjar Bersalin Kepada Bidan Kampong. Humaniora. Vol 22(2): 142-153

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrxgqr3kZVhZ 04Afgj3RQx.;_ylu=Y29sbwMEcG9zAzQE dnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1637220 983/RO=10/RU=https%3a%2f%2fjournal.u gm.ac.id%2fjurnal-

humaniora%2farticle%2fdownload%2f991 %2f823/RK=2/RS=v1kxIiWf1cQMgkCh7 NWDpOdwv_Y-

32