KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI PERJANJIAN KREDIT BAGI UMKM PASCA TERBITNYA POJK NOMOR 11/POJK.03/2020 DAN PERUBAHANNYA

Komang Ary Mahayasa, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: justoneboo@gmail.com

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Artikel bertujuan untuk memahami dan menganalisa ketentuan restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM pasca perubahan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional serta untuk memahami dan menganalisa tahapan dalam penyelesaian restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM pasca perubahan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif didukung oleh dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan analisa konsep hukum sebagai metode penelitian yang dipilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM berdasarkan POJK Nomor 11 Tahun 2020 yang telah diubah dengan POJK Nomor 48 Tahun 2020 dan POJK Nomor 17 Tahun 2021. Perubahan tersebut menegaskan ketentuan mengenai menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap UMKM dengan penerapan manajemen risiko serta terjadi perubahan ketentuan jangka waktu rekstrukturisasi bagi debitur UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 yang awalnya berlaku sampai 31 Maret 2021, menjadi berlaku sampai 31 Maret 2023. Adapun tahapan dalam penyelesaian restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM berdasarkan ketentuan tersebut yaitu penilaian kualitas kredit oleh AO (Account Officer) atau Mantri, pemeriksaan berkas agunan dan kondisi aset oleh Mantri, pemanggilan debitur pelaku UMKM oleh Mantri, pemberian peringatan dan penagihan sebanyak 3 (tiga) kali, penggolongan debitur untuk menentukan dapat atau tidak diberikan fasilitas resktruturisasi, memastikan tujuan resktrukturisasi dapat tercapai dengan menilai iktikad baik debitur, dan penentuan jenis restrukturisasi.

Kata Kunci: Restrukurisasi, Perjanjian Kredit, UMKM, Otoritas Jasa Keuangan

ABSTRACT

The article aims to understand and analyze the provisions for restructuring credit agreements for MSME actors after the changes to FSAR Number 11/POJK.03/2020 concerning National Economic Stimulus and to understand and analyze the stages in completing credit agreement restructuring for MSME actors after the changes to FSAR Number 11/POJK. 03/2020 on National Economic Stimulus. The type of research used is normative legal research supported by two approaches, namely the statutory approach and legal concept analysis as the chosen research method. The results show that the provisions for restructuring credit agreements for MSME actors are based on POJK No. 11 of 2020 which has been amended by POJK No. 48 of 2020 and POJK No. 17 of 2021. The results show that the provisions for restructuring credit agreements for MSME actors are based on the new FSAR on National Economic Stimulus, namely changing FSAR Number 11 of 2020 with FSAR Number 48 of 2020 and FSAR Number 17 of 2021. The amendment confirms the provisions regarding implementing policies that support economic growth stimulus to MSMEs by implementing risk management and there has also been a change in the provisions for the restructuring period for MSME debtors affected by the Covid-19 pandemic, which was initially valid until March 31, 2021, to become valid until March 31, 2023. The stages in the completion of the

restructuring of credit agreements for MSME actors based on these provisions are credit quality assessment by the AO (Account Officer) or Mantri, examination of collateral files and asset conditions by the Mantri, summoning MSME debtors by Mantri, warning and collection of 3 (three) ) times, the classification of debtors to determine whether or not a restructuring facility can be granted, ensuring that the restructuring objectives can be achieved by assessing the debtor's good faith, and determining the type of restructuring.

Keywords: Restructuring, Credit Agreements, MSMEs, Financial Services Authority

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak bagi hampir semua sektor, termasuk yang paling terpukul adalah sektor ekonomi yang berimplikasi juga pada sektor perbankan yang mengalami perlambantan. Peranan bank dalam kehidupan sangat vital dikarenakan bank menjadi salah satu motor untuk meningkatkan aspek perekonomian di berbagai bidang dalam suatu negara seperti sektor pariwisata, perdagangan, perkebunan, jasa, perumahan, industri, pertanian dan sektor lainnya.1 Hal ini dikarenakan kelangsungan kegiatan keuangan, perbankan memiliki peran sebagai pendukung keberlanjutan usaha masyarakat. Untuk itu diperlukan perencanaan keuangan yang dapat dengan mudah diaplikasikan bagi pelaku usaha agar mendapat kemudahan dalam menunjang pembangunannya ialah dengan memanfaatkan fasilitas kredit yang telah disediakan oleh bank. Penyaluran dana yang diberikan pihak bank kepada masyarakat pada umumnya dilakukan dengan cara pemberian kredit investasi dan kredit modal.2

Dampak dari ditutupnya hampir seluruh bidang usaha sangat dirasakan oleh para pengusaha menengah bawah yang termasuk kategori Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) termasuk mengalami kebangkrutan karena tidak cadangan modal. Mengingat UMKM merupakan bentuk usaha produktif dengan kepemilikan oleh orang perorangan ataupun badan usaha perorangan atau badan usaha lainnya dan dapat digolongkan menjadi tiga bentuk usaha yaitu Mikro, Kecil, dan Menengah. Hal tersebut telah diatur dalam UU UMKM sebagaimana beberapa ketentuannya diubah dengan UU Cipta Kerja. Umumnya pemilik UMKM biasanya memiliki modal usaha yang terbatas, sehingga tidak sedikit dari mereka menggunakan jasa bank dalam bentuk pinjaman (kredit).

Kredit adalah salah satu fasilitas usaha perbankan yang di dalamnya sudah ada kesepakatan atau perjanjian antar pihak dengan ketentuan jumlah pinjaman dan bunga yang sudah diberlakukan. 3 Perjanjian pinjam meminjam dibuat berdasarkan kepercayaan antara pihak bank ke nasabah atau peminjamnya. Jika peminjam atau pengguna jasa dalam tempo yang telah disepakati tidak mampu mengembalikan atau melunasi pinjaman uang kepada bank, maka mereka wajib untuk melakukan pembayaran dengan sejumlah bunga sebagai imbalannya. Jika debitur tidak melaksanakan kewajibannya atau dapat dikatakan wanprestasi, maka dapat

berdampak bagi sektor perkreditan yaitu terjadinya krisis.4 Krisis yang dimaksud ialah tingginya rasio “non performance loan (NPL)” hal itu menjadi keadaan yang berbahaya bagi keberlangsungan bank bersangkutan.5

Pemberhentian aktivitas perekonomian yang diakibatkan oleh adanya Pandemi Covid-19 memaksa pelaku UMKM yang sebelumnya sudah melakukan kredit di Bank harus memikirkan kembali bagaimana cara agar tetap melaksanakan kewajibannya tersebut. Maka dari itu, pemerintah telah membuat stimulus untuk menjaga agar perekonomian Indonesia tidak semakin melambat yaitu dengan mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 yang telah di tetapkan menjadi undang-undang.6 Tidak hanya aturan tersebut, pemerintah melalui OJK juga mengeluarkan POJK Nomor 11 Tahun 2020).7 Aturan tersebut mengatur tentang kebijakan perbankan dalam membantu pertumbuhan ekonomi debitur melalui restrukturisasi. Kebijakan tersebut meliputi kelonggaran, penundaan atau relaksasi kredit bagi debitur terkhusus pelaku UMKM oleh pihak bank dalam jangka waktu tertentu serta memberikan kebijakan penundaan pembayaran angsuran pokok dan bunga sebagai akibat pandemi Covid-19 yang disebut sebagai tindakan perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit.8

Bahwa ketentuan POJK Nomor 11 Tahun 2020 telah diubah 2 (dua) kali, perubahan pertama dengan POJK Nomor 48 Tahun 2020 dan perubahan kedua dengan POJK Nomor 17 Tahun 2021. Ketentuan mengenai restrukturisasi kredit juga merujuk pada Pasal 1 angka 25 Peraturan Bank Indonesia Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 Tahun 2019 (untuk selanjutnya disebut POJK 40 Tahun 2019) yang mengatur bahwa “restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.” Upaya perbaikan ini akan meringankan pihak debitur dari syarat sebelum proses restrukturisasi itu digunakan tetapi tetap berpatokan pada jumlah bunga yang telah disepakati masing-masing pihak bersangkutan.9

Bank menerapkan restrukturisasi kredit terhadap pihak debitur berdasarkan atas evaluasi terkait ekonomi debitur yang terbatas, sehingga mereka memerlukan bantuan pihak bank dalam membantu peyelesaiannya.10 Pada dasarnya, kegiatan ini menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pihak bank, walaupun memiliki risiko yang sangat besar dan berdampak terhadap tingkat kesehatan bank. Salah satu bentuk resiko yang kerap terjadi yaitu terkadang pinjaman yang disalurkan ke masyarakat/debitur tidak kembali. Pada Pasal 53 POJK 40 Tahun 2019 mengatur:

“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria:

  • a.    debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan

  • b.    debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi.”

Kebijakan tersebut di atas untuk menyelesaikan permasalahan kredit yang sekiranya dilakukan untuk mengurangi adanya kredit macet dan agar para pihak tetap diuntungkan. Restrukturisasi kredit sangat jelas terlihat sebagai salah satu bentuk penyelesaian kredit bermasalah yang sering digunakan pihak perbankan. 11 Untuk perlu dikaji kembali mengenai ketentuan POJK Nomor 11 Tahun 2020 yang telah diubah telah diubah 2 (dua) kali, apakah kebijakan tersebut telah sesuai dan tepat dalam upaya menyelamatkan usaha pelaku UMKM selama pandemi Covid-19 berlangsung agar tidak mengalami kebangkrutan serta penting untuk diketahui tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam penyelesaian restrukturisasi perjanjian kredit.

Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Aceng Asnawi Rohani, Anne Gunawati, dan Agus Prihartono PS dengan judul artikel “Hubungan Restrukturisasi Perjanjian Pembiayaan Konsumen Sepeda Motor Dengan POJK NO.11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional”12 yang terbit di Legal Standing Jurnal Ilmu Hukum dengan fokus kajian yaitu “untuk mencari kesesuaian antara dass sein dan dass sollen yang terjadi dengan mengangkat permasalahan bagaimana pelaksanaan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dalam perjanjian lembaga pembiayaan yang ada di Kota dan Kabupaten Serang dan akibat hukum apabila POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 tidak dilaksanakan oleh lembaga pembiayaan.”

Penelitian lainnya yang juga menjadi rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Dhevi Nayasari Satradinata dan Bambang Eko Muljono dengan juduk artikel “Analisis Hukum Relaksasi Kreadit Saat Pandemi Corona Dengan Kelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020”13 yang terbit di Jurnal Sains Sosio Humaniora dengan fokus kajian yaitu “untuk meneliti relaksasi kredit yang diberikan kepada debitur yang tergolong UMKM dan terdampak Pandemi Corona dengan adanya kelonggaran kredit yang harus diberikan oleh kreditur atau bank berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020.”

Hal mana berbeda dengan kajian ini yang menganalisa secara normatif perihal kebijakan resktruturisasi perjanjian kredit khusus bagi pelaku UMKM dengan

ketentuan yang telah diperbaharui dalam rangka membantu mempertahankan eksistensi UMKM melalui perubahan beberapa ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dalam melakukan kebijakan stimulus berupa restrukturisasi dan jangka waktu berlakunya restrukturisasi tersebut.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana ketentuan restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM pasca perubahan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional?

  • 2.    Apa saja tahapan dalam penyelesaian restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM pasca perubahan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

  • 1.    Untuk memahami dan menganalisa ketentuan restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM pasca perubahan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional.

  • 2.    Untuk memahami dan menganalisa tahapan dalam penyelesaian restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM pasca perubahan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional.

  • II.    Metode Penelitian

Jenis penelitian hukum normatif digunakan pada penelitian ini dengan maksud untuk menggali aturan yuridis termasuk namun tidak terbatas pada prinsip, doktrin dan isu hukum yang menjadi topik kajian.14 Penelitian ini didukung dengan pendekatan analisis konsep hukum dan perundang-undangan. Artikel ini menitikberatkan pada argumentasi hukum yang dibangun dalam kajian peraturan hukum yang ada yakni POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional beserta perubahannya dan PBI Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Sedangkan pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk mengkaji konsep 15 restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM berdasarkan teori-teori dan konsep hukum perbankan. Teknik studi dokumen yang diaplikasikan dalam penelitian ini sebagai teknik penelusuran bahan hukum dengan analisis kualitatif sebagai analisis kajian.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Ketentuan Restrukturisasi Perjanjian Kredit Bagi Pelaku UMKM Berdasarkan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional

M. Yahya Harahap mendefinisikan perjanjian yakni: “perjanjian merupakan suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi serta mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi.” 16 Sementara itu, menurut R. Subekti

mengartikan sebagai: “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.”17

Selanjutnya, Pasal 1 angka 11 UU Perbankan menentukan: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Menurut Achmad Anwari bahwa: “kredit adalah suatu prestasi yang dilakukan oleh kreditur kepada debitur yang pada nantinya prestasi tersebut akan dikembalikan oleh kreditur dalam waktu yang telah diperjanjikan disertai dengan suatu kontra prestasi (balas jasa berupa biaya).”18

Ketentuan mengenai dasar hukum perjanjian kredit tidak secara tegas diatur pada UU Perbankan, selain itu juga mengacu pada Pasal 1754 KUHPer yang berbunyi: “perjanjian pinjam meminjam, pihak penerima pinjaman memiliki kewajiban untuk mengembalikan apa yang telah ia pinjam tersebut berupa barang dengan jumlah, jenis dan mutu yang sama seperti pada saat meminjam kepada pihak yang memberikan pinjaman.” Lebih lanjut, di dalam Pasal 1765 KUHPer disebutkan bahwa: “perjanjian pinjam meminjam diperbolehkan memperjanjikan bunga, sehingga debitur tidak hanya berkewajiban mengembalikan uang pinjaman, namun juga wajib membayar bunga apabila diperjanjikan.”

Menurut Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa: “Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas, dimana objeknya adalah benda seperti uang, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik uang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan.”19 Hal ini dikarenakan perjanjian kredit adalah bentuk perjanjian riil yang mengandung ketentuan penyerahan uang oleh kreditur kepada debiturnya. Maka dapat dikatakan bahwa dasar hukum perjanjian kredit didasarkan atas kesepakatan atau perjanjian berupa pinjam-meminjam yang dimana wajib mematuhi ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tentang pinjam-meminjam. Merujuk pada penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit peminjam dana sebagai debitur dengan pihak debitur wajib membayar lunas atau melakukan pengembalian pinjaman dana kreditur dalam tenggang waktu yang telah disetujui para kedua pihak.

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan bank sebelum menyalurkan kredit kepada masyarakat. Menurut Jihan Khairunnissa “ada prinsip yang hendaknya diperhatikan kreditur sebelum memberikan kredit yaitu Prinsip Kepercayaan (fiduciary relation principle), Prinsip Kehati-hatian (prudential principle), Prinsip Kerahasiaan (secrecy principle), dan Prinsip Mengenal Nasabah (know how costumer principle).”20 Lebih lanjut, Jihan Khairunnissa menjelaskan: “adapun yang dimaksud dengan prinsip 5C yaitu Character (penilaian kepribadian), Capacity (penilaian kemampuan), Capital (penilaian

terhadap modal), Colleteral (penilaian terhadap agunan), dan Condition Of Economy (penilaian prospek usaha nasabah debitur).”21

Prinsip-prinsip tersebut penting dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya risiko kredit macet karena tidak faktor personal debitur ataupun terdampak usahanya yang disebabkan oleh kelalaian ataupun risiko bisnis. 22 Prinsip tersebut juga dapat digunakan sebagai acuan dalam tindakan restrukturisasi kredit mengingat bahwa adanya prinsip 5C dapat menjadi acuan untuk rujukan dan standar dalam menentukan layak atau tidaknya debitur UMKM mendapatkan kebijakan fasilitas penyelamatan kredit melalui resktruturisasi perjanjian kredit.

Berdasarkan pada Pasal 1 angka 25 53 POJK 40 Tahun 1019 menjelaskan bahwa: “restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.” Lebih lanjut, di dalam ketentuan Pasal 53 POJK 40 Tahun 2019 menegaskan bahwa:

“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria:

  • a.    debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan

  • b.    debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi.”

Pandemi Covid-19 telah sangat berdampak luas bagi perekonomian Indonesia, dimana hampir seluruh wilayah yang terdampak mengalami kesulitan dalam membayar angsuran kredit atau kredit macet. Terjadinya kasus kredit macet yang diakibatkan oleh bencana alam seperti Pandemi Covid-19 mengharuskan pihak bank untuk mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti bank wajib memikirkan kelangsungan kegiatannya agar sesuai aturan yang berlaku.23 Bank juga hendaknya selalu memperhitungkan aspek kemanusiaan nasabahnya yang saat ini terdampak pandemi Covid-19 agar tidak mengingkari kontrak yang telah disepakati yaitu terbebas dari sanksi administratif maupun denda sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.24 Terkualifikasinya pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional yang termasuk kategori force majeure bersifat relatif,25 dalam hal ini walaupun para pihak yang melaksanakan perjanjian dihadapkan pada situasi ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya berupa prestasi, apabila pandemi Covid-19 berakhir, sekiranya debitur dapat memenuhi prestasinya kembali.

Untuk melindungi kepentingan debitur maupun kreditur dan tidak merugikan salah satu pihak bersangkutan, pemerintah menetapkan stimulus untuk menjaga agar perekonomian Indonesia tidak semakin melambat yaitu dengan mengeluarkan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagaimana yang telah dilakukan

perubahan 2 (dua) untuk menyesuaikan kebutuhan penanganan pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir 2 (dua) tahun. Menurut Sudikno Mertokusumo “perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.”26

Keberlakuan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional ini berlaku bagi seluruh bentuk usaha perbankan. Pada Pasal 2 ayat (1) huruf a POJK Nomor 48 Tahun 2020 menyatakan bahwa “Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.” Bahwa yang dimaksud debitur dalam POJK 48 Tahun 2020 adalah “Debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur UMKM adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.”

Selanjutnya, pada Pasal 2 ayat (2) POJK Nomor 48 Tahun 2020 menyatakan bahwa: “Bagi debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kebijakan a. penetapan kualitas aset; dan b. restrukturisasi kredit atau pembiayaan.” Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) POJK Nomor 48 Tahun 2020 mengatur bahwa: “Bank dalam menerapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap memperhatikan penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko Bank.” Untuk menilai kualitas kredit agar dapat dilakukan restrukturisasi tetap dinyatakan lancar pasca diberikan kebijakan restrukturisasi sesuai ketentuan Pasal 5 ayat (2) POJK Nomor 48 Tahun 2020 yang berbunyi: “Restrukturisasi kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap kredit atau pembiayaan yang diberikan sebelum maupun setelah debitur terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.”

Meskipun pada praktiknya nanti kebijakan restrukturisasi ini oleh pelaksana yaitu bank mungkin terjadi sedikit perbedaan pada pelaksanaan ketentuan terkait skema restrukturisasi atau relaksasi sesuai dengan penilaian latar belakang dan kemampuan nasabah membayar. Meskipun demikian, perlu tetap memperhatikan instruksi OJK agar seluruh bank dalam mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kepada nasabah terutama pelaku UMKM tetap berdasarkan pada asas-asas yang berlaku dan telah ditetapkan dalam POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Agar kebijakan yang telah diambil pemerintah ini dapat memberikan keringanan beban nasabah pelaku UMKM selama masa pandemi Covid-19. Jeremy Bentham menyatakan bahwa “hukum dikatakan sebagai hukum apabila dapat memberikan manfaat bagi banyak orang, baik buruknya hukum diukur dari akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu sendiri, apabila dampak dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan dan berkurangnya penderitaan maka hukum dapat dinilai baik dan

sebaliknya, jika penerapannya menghasilkan dampak yang tidak adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan maka hukum dapat dinilai buruk.”27 Maka dari itu, keputusan restrukturisasi kredit di masa pandemi Covid-19 harus dilakukan sesuai dengan teori kemanfaatan dan asas-asas manajemen yang baik dan objektif agar ketentuan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional berjalan sesuai dengan political will pembentukanya.

  • 3.2.    Tahapan Dalam Penyelesaian Restrukturisasi Perjanjian Kredit Bagi Pelaku UMKM Berdasarkan POJK Tentang Stimulus Perekonomian Nasional

Menurut Kasmir “terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit macet atau bermasalah salah satunya restrukturisasi atau Restructuring adalah upaya yang dilakukan berupa perubahan struktur pembiayaan yang mendasari pemberian kredit seperti menambah jumlah kredit dengan tujuan untuk membantu dan penyelamatan kredit sekaligus usaha pihak debitur agar kembali sehat.”28 Proses yang dapat dilakukan dalam restrukturisasi menurut POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional selalu mengutamakan proses analisa yang mengacu pada hasil dokumentasi dan pantauan lapangan pada debitur. Menurut Lina Maya Sari, “terdapat beberapa tahapan yang dilakukan pihak bank kepada debitur dengan kredit bermasalah, yaitu AO (Account Officer) atau yang dikenal sebagai Mantri yakni harus melihat kualitas kredit debitur berada di kolektibilitas 1 dan 2 dengan tunggakan berapa besar.”29

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Lina Maya Sari bahwa: “Mantri harus memeriksa kembali berkas agunan dan melakukan penilaian kembali terhadap kondisi akhir nilai agunan dan melihat kondisi harta atau aset yang dijaminkan tersebut dan Mantri akan memanggil debitur sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku selama Pandemi Covid-19 dan memberikan peringatan serta penagihan sebanyak 3 kali lisan maupun tulisan.30 Hal tersebut bertujuan untuk memberi peringatan kepada pihak debitur atas tunggakan pembayaran untuk segera melakukan pelunasan sesuai dengan isi surat teguran yang telah disampaikan secara bersamaan dilapangan.31

Perihal tata cara melakukan penggolongan terhadap debitur, tujuan dilakukannya penggolongan terhadap debitur ialah untuk penentuan debitur yang dapat dikatakan dapat menerima tindakan resktukurisasi terhadap kredit macet yang ia miliki. 32 Menurut Abubakar, “adapun kualifikasi debitur yang dapat diberikan melakukan restrukturisasi kredit yaitu paling tidak memiliki iktikad baik, mampu membayar dan memiliki peluang usaha yang baik kedepannya.”33 Bahwa persyaratan iktikad baiklah yang menjadi prioritas penilaian oleh bank karena pihak bank dapat melakukan proses hukum apabila penyelesaian kredit tidak dilakukan dengan iktikad baik ke jalur hukum.

Setelah dilakukannya penggolongan debitur yang terkualifikasi bermasalah, adapun tahapan berikutnya yaitu memastikan bahwa tujuan dilakukannya restrukturisasi kredit tercapai karena melalui tindakan tersebut diharapkan segala risiko

yang mungkin terjadi dapat diminimalisasi dan dapat memberikan kontribusi yang sewajarnya. 34 Selanjutnya, setelah kredit tersebut direstrukturisasi, bank umumnya berharap agar debitur dapat untuk mempertahankan usaha agar masih tetap bisa berjalan dan sehat kembali di tengah situasi pandemi sekarang ini.35

Dalam menentukan debitur yang hendak melakukan restrukturisai, bank dapat melakukan tindakan terhadap kredit bermasalah yang dialami harus benar terjadi. Hal tersebut didasari pada keadaan kahar, dimana debitur sulit untuk memenuhi kewajiban bayar utangnya akibat dari adanya Pandemi Covid-19 hingga keadaan lainnya yang dapat mempengaruhi usaha debitur.36 Sehingga dalam konteks ini debitur mengalami kesulitan dalam pembayaran angsuran pokok maupun bunga. Kemudian penentuan jenis restrukturisasi yang diberikan didasarkan pada adanya ketentuan Pasal 2 ayat (3) POJK Nomor 48 Tahun 2020. Apabila analisis yang dilakukan pihak bank sesuai dengan persyaratan dari pelaksanaan restrukturisasi, maka nasabah UMKM dapat diberikan kebijakan restrukturisasi tersebut sesuai kesepakatan bersama.

Umumnya bank dapat memberikan 2 (dua) kebijakan restrukturisasi kredit bagi KUR Ritel Program di masa pandemi Covid-19 yaitu, perpanjangan jangka waktu dan penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 1 tahun.37 Setelah semua tahapan tersebut dilaksanakan oleh pihak bank berkaitan dengan tindakan restrukturisasi mengacu pada aturan OJK tersebut di atas serta telah mempertimbangkan kebijakan umum perbankan lainnya, misalnya kebijakan umum Pinca.38 Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi sebanyak 1 kali dan dilepaskan dari kewajiban biaya administarasi bagi masing-masing debitur.39

Bank juga dapat mengategorikan nasabah pelaku UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 yang berhak mendapatkan layanan itu dengan dua skema yaitu pertama skema penyelamatan kredit bermasalah yakni restrukturisasi kredit bagi KUR Ritel Program. Kedua dengan memperpanjangan jangka waktu yaitu penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 1 tahun bagi non-KUR Ritel Program.

  • IV.    Kesimpulan

Ketentuan restrukturisasi perjanjian kredit bagi pelaku UMKM berdasarkan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional yang awalnya diatur POJK Nomor 11 Tahun 2020 yang telah diubah telah diubah 2 (dua) kali, dengan POJK Nomor 48 Tahun 2020 dan POJK Nomor 17 Tahun 2021. Hal mana perubahan tersebut mengatur perubahan pertama pada pokoknya menegaskan ketentuan mengenai menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap UMKM dengan penerapan manajemen risiko dan jangka waktunya sampai dengan 1 (satu) tahun diatur dalam Pasal 2 ayat (2)-(3) jo. Pasal 5 ayat (2). Sedangkan perubahan kedua mengubah ketentuan jangka waktu rekstrukturisasi bagi debitur UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 berlaku sampai 31 Maret 2023 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a. Adapun tahapan dalam penyelesaian restrukturisasi perjanjian kredit bagi

pelaku UMKM berdasarkan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional yang terbaru yaitu penilaian kualitas kredit oleh Account Officer atau Mantri, pemeriksaan berkas agunan dan kondisi aset oleh Mantri, pemanggilan debitur pelaku UMKM oleh Mantri, pemberian peringatan dan penagihan sebanyak 3 (tiga) kali, penggolongan debitur untuk menentukan dapat atau tidak diberikan fasilitas resktruturisasi, memastikan tujuan resktrukturisasi dapat tercapai dengan menilai iktikad baik debitur, dan penentuan jenis restrukturisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. (Sinar Grafika, Jakarta, 2021).

Kasmir. Manajemen Perbankan, (Edisi Revisi ke-9). (Jakarta, Rajawali Pers, 2010).

Artikel Jurnal

Abubakar, Lastuti, and Tri Handayani. "PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL AKIBAT COVID-19 MELALUI RESTRUKTURISASI KREDIT PERBANKAN." Rechtidee 16, No. 1 (2021).

Asnawi, Muhammad Natsir. "Perlindungan Hukum Kontrak Dalam Perspektif Hukum Kontrak Kontemporer." Masalah-Masalah Hukum 46, No. 1 (2018).

Bidari, Ashinta Sekar, and Reky Nurviana. "Stimulus Ekonomi Sektor Perbankan Dalam Menghadapi Pandemi Coronavirus Disease 2019 Di Indonesia." Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum 4, No. 1 (2020).

Dewangker, Arie Exchell Prayogo. "Penggunaan Klausula Force Majeure Dalam Kondisi Pandemik." Jurnal Education and development 8, No. 3 (2020).

Dwinanda, Anisa Rahma Dita. "Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Pada Situs Uangteman. com." Jurist-Diction 2, No. 3 (2019).

Gunawati, Anne, and Agus Prihartono PS. "HUBUNGAN RESTRUKTURISASI PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SEPEDA MOTOR DENGAN POJK NO. 11/POJK. 03/2020 TENTANG STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL." Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum 5, No. 1 (2021).

Khairunnissa, Jihan, and Abdul Atsar. "Daftar Proyeksi Pekerjaan sebagai Jaminan Fidusia Ditinjau dari Prinsip 5C Perbankan." Jurnal Hukum Positum 4, No. 2 (2019).

Lestari, Tri Wahyu Surya, and Lukman Santoso. "Komparasi Syarat Keabsahan “Sebab Yang Halal” Dalam Perjanjian Konvensional Dan Perjanjian Syariah." YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 8, No. 2 (2018).

Lesawati, Lidya, Ahmad Hosen, and Zahrah Indah Ferina. "PERANAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENILAIAN PRINSIP 5C TERHADAP EFEKTIFITAS PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK BENGKULU CABANG TAIS." Assets: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi 9, No. 1 (2019).

Manurung, E., and Rudy, D. "PERANAN BANK INDONESIA DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN DAN PENCABUTAN IZIN USAHA BANK." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, No.7 (2019).

Regon, V., Rudy, D., and Mudana, I. "IMPLEMENTASI KETENTUAN RESTRUKTURISASI KREDIT OLEH BANK BRI CABANG KARANGASEM." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 3, No.3 (2018).

Rohman, Miftakur. "Modernisasi Peradilan Melalui E-Litigasi Dalam Perspektif Utilitarianisme Jeremy Bentham." MIYAH: Jurnal Studi Islam 16, No. 2 (2021).

Saraswati, L., dan Markeling, I. "PENYELESAIAN KREDIT MACET TERHADAP PELAKU UMKM YANG DIJAMIN OLEH PT JAMKRIDA BALI MANDARA (STUDI PADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR CABANG UTAMA DENPASAR)?" Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 2, No.2 (2018).

Sari, Lina Maya, Luluk Musfiroh, and Ambarwati Ambarwati. "Restrukturisasi Kredit Bank Daerah X Pada Masa Pademi Covid-19." JURNAL AKUNTANSI DAN MANAJEMEN MUTIARA MADANI 8, No. 1 (2020).

Satradinata, Dhevi Nayasari, and Bambang Eko Muljono. "Analisis Hukum Relaksasi Kreadit Saat Pandemi Corona Dengan Kelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK. 03/2020." Jurnal Sains Sosio Humaniora 4, No. 2 (2020).

Shadiqin, Moch Thariq. "Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Asas Kepastian dan Keadilan." Administrative Law and Governance Journal 2, No. 3 (2019).

Sudiarawan, K., Putu Devi Yustisia Utami, Gede Agus Angga Saputra, and Alia Yofira Karunian. "Indonesian Labor Sector During Covid-19: Weighing the Impact of Company Saving Policy and Workers Protection." Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 9, No. 4 (2020).

Susanti, L. "Government Immunity and Liability in Tort: The Case of Covid-19 Pandemic’s Management in Indonesia." Kertha Patrika 43, No.2 (2021).

Sutra Disemadi, H. “Stimulus Kredit Perbankan: Kebijakan Penanggulangan Risiko Kredit Akibat Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 10, No. 13 (2021).

Wiratraman, Herlambang Perdana, and Widodo Dwi Putro. "Tantangan Metode Penelitian Interdisipliner Dalam Pendidikan Hukum Indonesia." Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 31, No. 3 (2019).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4866.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6573.

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Lembaran Negara Tahun 2019 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6440.

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan

Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019, Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6480.

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019, Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6583.

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.03/2021 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019, Lembaran Negara Tahun 2021 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6722.

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 12 Tahun 2020, hlm. 50-62

62