PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA

VOL. XX NO. 2 • AGUSTUS 2020

Peningkatan Kualitas SDM Melalui Pelatihan Bahasa Inggris Sebagai Penggiat Literasi Bagi Anak-Anak Jalanan di Yayasan Lentera Anak Bali (YLAB)

Sri Widiastutik, Komang Trisnadewi, I Ketut Setiawan  73

Beda Bahasa dan Berbahasa : Kajian Kepustakaan

Made Henra Dwikarmawan Sudipa  80

Bentuk Tabu Bahasa Korea

Anak Agung Gede Suhita Wirakusuma  84

Desa dan Banjar Sebagai Kesatuan Struktural dan Fungsional Ketut Kaler  93

Standardisasi Pengajaran BIPA: Revaluasi Metode Menuju Kompetensi Komunikatif

I Ketut Darma Laksana  99

Gianyar Dalam Perspektif Arkeologi

I Ketut Setiawan  107

Pengembangan Industri Kreatif di Desa Wisata Bona, Belega dan Keramas Perspektif Gender

Ida Ayu Putu Mahyuni  114

Perkembangan Seni Patung Garuda di Dusun Pakudui Gianyar

Anak Agung Inten Asmariati  120

Alih Bahasa Figuratif Pada Terjemahan Karya Sastra Puisi

Sang Ayu Isnu Maharani, I Nyoman Tri Ediwan  124

Makna Sapaan Pada Penggunaan Negirai Kotoba: Cerminan Ragam Bahasa Jepang

Ni Made Andry Anita Dewi, Silvia Damayanti  130

Pedoman Penulisan Naskah dalam Jurnal Pustaka

PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA

P-ISSN: 2528-7508 E-ISSN: 2528-7516

VOL. XX NO. 2 • AGUSTUS 2020

Susunan Redaktur PUSTAKA :

Penanggung Jawab Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.

Pemimpin Redaksi

Ngurah Indra Pradhana, S.S., M.Hum.

Wakil Ketua

I Gusti Ngurah Parthama, S.S., M.Hum.

Sekretaris

Dr. Bambang Dharwiyanto Putro, S.S., M.Hum.

Staf Redaksi

I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D.

Dr. Dra. Ni Made Suryati, M.Hum.

Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum. Zuraidah, S.S., M.Si.

Drs. I Wayan Teguh, M.Hum Fransiska Dewi Setiowati Sunarya, S.S., M.Hum

Mitra Bestari

Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A (Unud)

Prof Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt (Unud)

Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A (Unud)

Prof. Thomas Reuter (Melbourne University) Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. (Undiksha) Prof. Dr. Susantu Zuhdi (UI)

Prof. Dr. Irwan Abdulah (UGM)

Pelaksana Tata Usaha :

I Gede Nyoman Konsumajaya

Naskah dikirim ke alamat : jurnalpustaka@unud.ac.id

Foto sampul oleh I Gede Gita Purnama & I Putu Widhi Kurniawan

Beda Bahasa dan Berbahasa : Kajian Kepustakaan

Made Henra Dwikarmawan Sudipa

Fakultas Bahasa Asing, Universitas Mahasaraswati, Denpasar henradwikarmawan@gmail.com

Abstrak

‘Anda bisa bahasa Jepang? Atau apakah Anda bisa berbahasa Jepang? demikian sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari yang nampaknya tidak menimbulkan salah pengertian. Tentu bahasa dan berbahasa, secara linguistik memiliki uraian dan telaah berbeda. Tujuan artikel ini adalah ingin mendiskusikan perbedaan antara bahasa dan berbahasa berdasarkan tinjauan dari beberapa sumber-pustaka. Dalam bahasa Jepang Pengetahuan Bahasa terdiri atas : oninron ‘fonologi’, keitarion ‘morfologi’, tougoron ‘sintaksis’ dan imiron ‘semantik’. Keterampilan berbahasa ada empat yakni : choukai ‘menyimak’, kaiwa ‘berbicara’, dokkai ‘membaca’ dan hyouki ’menulis’. Baik pengetahuan maupun keterampilan ini saling melengkapi untuk mewujudkan fungsi bahasa bagi kemartabatan umat manusia. Tanpa pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang menaati kaidah, keselarasan komunikasi manusia pasti terganggu.

Katakunci : pengetahuan bahasa, keterampilan berbahasa

  • I.    PENGANTAR

Pada beberapa buku ditemukan dua istilah yang perlu diulas, yakni BAHASA dan BERBAHASA. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan Berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu. Begitu pentingkah kita mampu memahami kedua istilah ini ?, Tulisan ini dimaksudkan mengulas perbedaan sudut Bahasa dengan sisi Berbahasa dari perspektif kepustakaan, dengan tanpa melibatkan data empiris yang diperoleh melalui penelitian lapangan. Artikel ringkas ini diharapkan bisa memberikan bekal untuk memahami kedua leksikon ini dengan benar secara linguistik dan tepat menurut budaya penuturnya.

  • II.    PEMBAHASAN

  • 2.1    Bahasa

Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008:24) mendefinisikan bahwa BAHASA adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.

Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000: 721) the system of communication in speech and writing that is used by people a particular country

Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985: 153), language is the system of human communication by means of a structured arrangement of sounds (or their written representation) to form larger units, e.g. morphemes, words, sentences. In common usage it can also refer to non-human system of communication such as the ‘language’ of bees, the ‘language’ of dolphins.

Definisi tambahan “any particular system of human communication, e.g. the French language, the Hindi language. Sometimes a language is spoken by most people in a particular country, e.g. Japanese in Japan, but sometimes a language is spoken by only part of the popuation of a country, e.g. Tamil in India, French in Canada.

Salah satu Buku berjudul Filsafat Bahasa (Djojosuroto, 2007:45) sebagai contoh lebih lanjut mengulas tentang bahasa. Bahasa menurut buku itu adalah (a) bunyi-bunyi vokal yang digunakan dalam ujaran atau lambang-lambang tertulis dari bunyi-bunyi vokal itu (b) alat komunikasi yang digunakan dalam lingkungan kelompok manusia tertentu (c) sopan santun,tingkah laku yang baik. Bahasa juga alat menuangkan emosi, pengejawantahan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidup.

Bahasa merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non-empiris. Membandingkan uraian di atas dengan beberapa definisi BAHASA yang sejatinya masih dalam lingkup lingusitik, seperti kutipan

Linguistics is the study of the human ability to produce and interprete language in speaking, writing and signing (for the deaf).(Allan, 2016:1)

Dikatakan bahwa linguistik adalah kajian tentang kemampuan manusia memproduksi dan menafsirkan bahasa yang dipakai bertutur, bertata-tulis dan ber-isyarat (bagi komunitas tuli-bisu). Dari telaah ini tentu ada tiga bentuk bahasa yang diulas sebagai berikut:

  • 2.1.1    Bahasa lisan, ‘spoken/oral language menuntut kesempurnaan alat ucap untuk bisa mewujudkan secara alamiah. Kalau ada salah satu organ of speech yang terganggu tentu akan berpengaruh pada produksi bahasa lisan. Ditengarai oleh Oktavianus (2019) bahwa “bahasa adalah bunyi-bunyi yang diproduksi oleh alat ucap manusia dalam keadaan sadar, bersistem, bersifat mana suka, bermakna, bernilai, berideologi dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur serta orang lain yang mempelajarinya”. Bahasa lisan erat kaitan dengan pengetahuan bahasa tentang bunyi yakni fonologi, dengan sub-sub bidangnya yaitu : tekanan bunyi ‘stress’, lagu bunyi ’intonation’, tinggi rendahnya bunyi ‘pitch’ pemanjangan-pemendekan bunyi ‘pause’. Bahasa lisan juga sangat terkait dengan (1) menyimak, keterampilan berbahasa aktif reseptif dan (2) berbicara, keterampilan berbahasa aktif produktif. Bahasa lisan dianggap lebih sempurna daripada bahasa tulis karena dalam interaksi wicara, bila ada kekurangpahaman antara penutur dan petutur bisa di konfrontir secara langsung sehingga semakin jelas apa yang dimaksudkan satu sama lainnya. Bahasa lisan juga memberi ruang pemahaman maksud penutur lebih cepat seandainya ungkapan itu belum benar dan/atau tidak lengkap secara gramatikal.

  • 2.1.2    Bahasa Tulis ‘written language’ diilustrasikan sebagai wahana komunikasi manusia lebih unggul daripada bahasa lisan dalam hal pendokumentasian sesuatu. Bayangkan seadainya hanya ada bahasa lisan, sulit bagi generasi sekarang mewarisi karya filsuf zaman

Romawi dan Yunani, termasuk karya-karya sastra tempo doeloe. Bahasa tulis selalu dikaitkan dengan (1) mambaca, keterampilan berbahasa aktif reseptif dan (2) menulis, keterampilan aktif produktif. Fitur yang dimiliki bahasa tulis lebih sedikit daripada bahasa lisan karena hanya ada tanda baca seperti :, koma, titik koma, titik dua, tanda tanya, tanda seru dan tanda petik. Bahasa tulis juga diperkaya dengan performa cetakan : cetak tebal, cetak miring, dan garis bawah

  • 2.1.3    Bahasa Isyarat. Di luar bahasa lisan dan tulis, manusia untuk berinteraksi ada menggunakan bahasa isyarat yang sering disebut ‘body language’. Adalah ASL (American Sign Language) sementara yang berpengaruh di dunia sehingga beberapa stasiun TV di Indonesia mencoba menerapkannya sebagai terjemahan sederhana disaat pembacaan berita. Selain itu, ada catatan khusus di Prodi s3 Ilmu Linguistik Unud adalah Dr. Dian Rahmani Putri, M.Hum, dosen senior ITB-STIKOM Bali, beminat akan bahasa isyarat. Beliau melakukan penelitian untuk disertasi (2018) di Desa Bengkala Singaraja. Temuannya cukup memberikan informasi bagaimana penutur bahasa Kolok itu berinteraksi sesama anggota komunitas tuli-bisu di sana. Berbagai foto dan gambar mendukung uraian yang berupa analisis makna yang diungkapkan dengan bahasa isyarat. Masih banyak celah yang bisa digarap untuk penelitian tentang bahasa isyarat di Bengkala bagi yang berminat, seperti aspek-aspek morfologi dan sintaksisnya.

  • 2.2    Berbahasa

Ada pendapat mengatakan bahwa sub-judul ini identik dengan keterampilan berbahasa yang terdiri atas (a)Menyimak; (b) Berbicara; (c) Membaca dan (d) Menulis. Hal ini bisa dibuktikan dengan mencermati narasi sehari-hari di masyakarat, seperti apabila bertemu dengan orang Jepang langsung berujar ”Maaf saya tidak bisa berbahasa Jepang”. Leksikon Berbahasa inilah yang memengaruhi uraian ini sehingga memperkuat dugaan bahwa istilah berbahasa bisa disamakan dengan Language Skills. Umum dikatakan bahwa ada 4 keterampilan berbahasa:

  • 2.2.1    Menyimak biasanya diterjemahkan dengan listening yang mungkin saja dalam bahasa Indonesia ditafsirkan (i) mendengar, bisa mendengar karena tidak ada kendala pada piranti telinga alias tidak tuli ‘bongol’, seperti contoh : Dia mendengar radio jatuh’ . Kalimat ini

dikontraskan dengan (ii) mendengarkan yang berciri ada perhatian dari orang dimaksud, karena ada perhatian maka apa yang didengarkan bisa diketahui, dipahami dan bisa diceritakan kembali, seperti contoh : Dia mendengarkan radio, bisa ditafsirkan bahwa dia tahu, paham apa yang disiarkan oleh radio tersebut. Menyimak selalu dikaitkan dengan keterampilan membedakan bunyi dalam ujaran yang diproduksi oleh manusia lewat organ of speech, bunyi ini bisa berbeda maknanya bila kita tidak memiliki keterampilan untuk memahami fonem suprasegmental yang terdiri atas : intonation, pitch, pause dan stress.

  • 2.2.2    Berbicara sering disamakan dengan speaking yakni keterampilan memproduksi bunyi, menguntai kata-kata pilihan dalam struktur frasa, klausa, kalimat dan bahkan sampai wacana untuk mewahanai pesan yang dimaksud pembicara. Bila bunyi, pemilihan leksikon dan urutan kalimat sesuai dengan kaidah, pastilah tidak akan terjadi kesalahpahaman memaknai ujaran yang diproduksi.

  • 2.2.3    Membaca adalah keterampilan aktif yang receptif terdiri atas 4 strategi : (i) skimming : membaca cepat untuk mendapatkan inti teks; (ii) scanning : membaca cepat untuk melokalisasi informasi tertentu; (iii) intensive reading : membaca dengan penuh konsentrasi agar paham secara detail isi teks, misalnya membaca untuk persiapan ujian; (iv) extensive reading : membaca dengan mengacu pada bahan-bahan yang relevan, biasanya dilakukan apabila akan menulis artikel, skripsi atau tulisan ilmiah lainnya.

  • 2.2.4    Menulis dianggap keterampilan berbahasa yang paling rumit. Karena ‘dianggap rumit’ tidak banyak akademisi yang suka menulis. Ya palingpaling di jaman NOW kebanyakan dari kita aktif menulis SMS, WA atau menulis komen di Instagram, facebook atau media sosial lainnya. Sejatinya keterampilan menulis sama rumitnya dengan ketiga keterampilan berbahasa lainnya, hanya saja kita kurang atau belum menyadari hakekat budaya tulis-menulis itu sendiri. Ada tips dari seorang ahli pendidikan Swiss, bernama O’Galperin (1982) yang memberi ilustrasi sebagai berikut. Di setiap kali ada info atau undangan menulis artikel, seperti Redaktur Jurnal mengumumkan bahwa ada kekurangan naskah untuk dimuat edisi tertentu, pasti kita sebagai insan akademik ada ketertarikan dan ingin menulis. Keinginan ini jangan sampai hanya

tinggal keinginan dan berhenti sampai disini saja, setelah ini lagi ayem. Saran Beliau terus wujudkan agar keinginan ini menjadi sesuatu yang mendesak ‘an urge kita. An urge dicirikan bahwa kita selalu berfikir dan kemana-mana seolah-olah terbebani untuk menulis. Kalau sudah ada urge, tentu akan ada lahir hasrat ‘desire’ keinginan yang lebih konkret, yang bisa memunculkan motivation dalam benak kita, hal ini muncul dengan ciri-ciri mulai mereka-reka judul, berencana mengorak-orek outline dan berpikir brosing sumber bacaan. Kalau sudah ada motivasi sebagai ketetapan dalam hati maka akan segera terjadi action yaitu mengambil buku, membaca referensi yang relevan, memfotcopy bahan, mengambil lap-top, duduk di depannya dan melakukan tindakan akademik terpuji lainnya. Action akan bermuara pada peyerahan dan pengiriman artikel untuk dipublikasikan di jurnal atau media cetak lainnya.

Proses ini diskemakan sebagai berikut :

URGE



ACTION


MOTIVATION


DESIRE


Lebih lanjut, O’Galperin berpesan bahwa secara psikolinguistik, kita mampu sebenarnya untuk mewujudkan sebuah tulisan karena ada dua dari tiga kriteria budaya menulis yang sudah dimiliki oleh setiap manusia. Kriteria dimaksud adalah (1) Propensity, sejenis urge yang digambarkan di atas adalah sebuah obsesi yang senantiasa mendesak kita untuk memiliki keinginan; (2) Language Faculty adalah kemampuan dan keterampilan berbahasa. Kemampuan terkait dengan pengetahuan bahasa meliputi : morfologi, sintaksis, semantik, Keterampilan dimaksud adalah wririting skill itu sendiri. Tinggal kriteria ke (3) Access, yaitu peluang atau tempat untuk menerbitkan hasil tulisan tersebut. Akhir-akhir ini, setiap dosen selalu diundang lewat e-mail, atau media lainnya untuk mengirimkan artikel ke Jurnal OJS, Scimago, atau Jurnal bereputasi lainnya, sehingga inilah akses yang bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan jati diri melalui tulisan. Ingat dijaman sekarang, kita berkomunikasi dengan tulisan atau buku, bukan dengan kartu nama, ini nasehat orang bijak yang bisa dijadikan bahan introspeksii kita bersama.

III. PENUTUP

Bahasa dan Berbahasa tentu dimaknai sebagai sesuatu seperti uang logam, satu sisi berisi pengetahuan : fonologi, morofologi, sintaksis, semantik. Disisi sebelah berisi keterampilan : listening, speaking, reading dan writing. Kedua sisi ini tentu saling melengkapi secara proporsional supaya penggunaan sebuah bahasa bisa berhasil secara memuaskan, baik bagi penutur mupun petutur dalam sebuah peristiwa tutur.

Pustaka Acuan

Allan, Keith. 2016. The Routledge Handbook of Linguistics. London : Taylor&Francis Group

Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogya : Pustaka Obor Publisher

Kridalaksana, Harimurti 2008. Kamus Linguistik, edisi keempat. Jakarta : Gramedia

Kaelan, Prof. Dr. MS. 2017. Filsafat Bahasa: Semiotika dan Hermeneutika. Yogya : Penerbit Paradigma

Oktavianus, 2019. Membangun Etika Melalui Bahasa Dan Budaya: (Selayang Pandang tentang Bahasa dan Kebudayaan Minangkabau. Artikel no 26 Etika Bahasa

O’Galperin. 1982. Mengajar dengan Sukses. (terjemahan). Jakarta : Rineka Cipta

Oxford Advanced Learner’s Dictionary. London : Oxford University Press

Putri, Dian Rahmani. 2018. “Kata Kolok di Desa Bengkala, Buleleng, Bali.”. Disertasi (unpublished) Program Studi Ilmu Linguistik Unud

Richards, Jack C. 1985. Longman Dictionary of Applied Linguistics. London : Longman

Sudipa, Made Henra Dwikarmawan. 2018. Struktur Semantik Verba Bahasa Bali MEMBERSIHKAN’ artikel pada buku Pesembahan Purnabhakti Dr. I Wayan Resen, MA. M Appl. Ling.

Sudipa, Made Henra Dwikarmawan. 2018. “Verba Majemuk Bahasa Jepang” : Kajian Morfologi dan Metabahasa Semantik Alami, (unpublished) Tesis Program Studi Ilmu Linguistik Unud

Sudipa, Made Henra Dwikarmawan. 2019. “BAHASA” : dalam buku persembahan ETIKA BAHASA, untuk I Ketut Tika menapaki usia pensiun. Denpasar : Swasta Nulus

83