PUSTAKA VOL. 24, NO.1 • 83 – 89

p-ISSN: 2528-7508

e-ISSN: 2528-7516


Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022

Pasca-Apokaliptik: Hubungan Alam Dan Manusia

Pada Anime Gin’iro No Kami No Agito Karya Keiichi Sugiyama

Ni Made Dwi Marta Jelia1,*, Ni Made Wiriani2,*, I Gede Oeinada3,*

Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 1[email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]

ABSTRACT

The title of this research is "Post-Apocalyptic: The Relationship Between Nature and Humanity in the Anime 'Gin'iro No Kami No Agito' by Keiichi Sugiyama." The purpose of this study is to describe the portrayal of post-apocalyptic life, environmental values, and the relationship between nature and humanity in the anime 'Gin'iro No Kami No Agito.' The research methodology in this study is the qualitative descriptive method. For the theoretical framework, the study draws from the field of literary ecocriticism, as formulated by Glotfelty. Based on the research findings and analysis conducted, the relationship between nature and humanity in the anime 'Gin'iro no Kami no Agito' leans toward a more positive orientation in the post-apocalyptic era. In this context, humanity places a strong emphasis on fostering harmony with nature, which is reflected in their behavior that consistently takes into account the well-being of the environment. However, the repercussions of the apocalyptic event also give rise to negative interactions, such as the anxiety experienced by humans due to the pressure exerted by the forest and the actions of Laguna City, which employ force to subdue nature. Consequently, the anime depicts how humans, in general, experience a sense of being burdened by the natural world, leading to anxiety and resistance. This results in an unstable relationship between humanity and nature, ultimately dividing the human population into two groups: Neutral City and Laguna City.

Keywords: Post-Apocalyptic, Ecocriticism, Relationship Between Nature and Humanity

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pasca-Apocaliptik : Hubungan Alam dan Manusia pada Anime Gin’iro No Kami No Agito Karya Keiichi Sugiyama”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran kehidupan pasca-apokaliptik, nilai-nilai lingkungan hidup dan hubungan antara alam dan manusia pada anime Gin’iro No Kami No Agito. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pada penelitian ini menggunakan teori ekokritik sastra oleh Glotfelty. Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hubungan antara alam dan manusia dalam anime "Gin’iro no Kami no Agito" cenderung lebih positif pada masa pasca-apokaliptik. Manusia dalam konteks ini memiliki fokus untuk menciptakan harmoni dengan alam, yang tercermin dalam perilaku mereka yang selalu mempertimbangkan kebaikan alam. Meskipun demikian, adanya dampak apokaliptik juga menghasilkan interaksi negatif, seperti kecemasan manusia akibat tekanan dari hutan dan tindakan Kota Laguna yang menggunakan kekuatan untuk menekan alam.

Kata Kunci: Pasca-Apokaliptik, Ekokritik, Hubungan Alam dan Manusia

PENDAHULUAN

Ekokritik sastra menunjukkan bagaimana sebuah karya sastra meggambarkan kepeduliannya terhadap lingkungan dan memberikan gambaran tentang keterlibatan antara manusia dan alam (Sakina, 2019:4). Ekokritik sastra merupakan sebuah studi tentang hubungan antara sastra dan lingkungan fisik (Glotfelty, 1996:xix). Menurut Vasso (2018:4) salah satu topik yang berhubungan erat dengan ekokritik adalah genre pasca-apokaliptik karena karya sastra yang menggunakan topik ini dapat menggambarkan kehancuran

lingkungan yang selama ini diingatkan oleh para pemerhati lingkungan.

Pasca-apokaliptik merupakan suatu genre yang menggambarkan situasi yang mencerminkan keterputusan makna antara masa lalu dan masa kini, pasca-apokaliptik adalah keadaan yang bertahan karena kemustahilan untuk menghubungkan penanda masa kini dengan penanda sejarahnya (Stifflemire, 2017). Pasca-apokaliptik memiliki perbedaan dengan apokaliptik yaitu karya apokaliptik mengambil latar waktu sebelum dan ketika kejadian penghancuran (katastropik) terjadi, sedangkan pasca-apokaliptik

itu mengambil latar waktu setelah kejadian katastropik yang menghancurkan lingkungan (Vasso, 2018:3).

Mengingat banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini, banyak sastrawan menunjukkan kepeduliannya akan permasalahan lingkungan melalui karya sastra seperti novel, puisi, dan film (Juanda, 2019:2). Salah satu karya sastra yang mengangkat permasalahan lingkungan adalah anime Gin’iro No Kami No Agito karya Keiichi Sugiyama yang tayang pada tahun 2006. Anime ini mengisahkan perjalanan seorang anak laki-laki bermana Agito yang hidup 300 tahun di masa depan. Dunia masa itu digambarkan bahwa hutan yang merepresentasikan alam menyerang manusia akibat dari kegagalan rekayasa yang dilakukan ilmuan. Lalu bertemulah Agito dengan Toola, Toola merupakan manusia yang telah tertidur selama 300 tahun dan akhirnya terbangunkan oleh bantuan Agito, namun Toola yang dipengaruhi oleh tokoh Shunack yang berambisi untuk menghidupkan kembali peradaban 300 tahun yang lalu akhirnya menghianati Agito dan penduduk di masa itu. Untuk menghentikan tindakan Shunack dan menyelamatkan Toola, Agito menerima anugrah dari alam dan menjadi orang berambut silver dengan kekuatan yang tidak biasa.

Anime ini banyak menggambarkan bagaimana hubungan antaran manusia dan alam setelah kejadian yang membuat dunia hancur serta usaha yang dilakukan manusia untuk tetap menjaga keseimbangan alam dan menghargai alam.

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara manusia dan alam dalam anime Gin’iro No Kami No Agito Karya Keiichi Sugiyama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami hubungan antara manusia dan alam pada anime dengan konsep pasca-apokaliptik yang digambarkan pada anime Gin’iro No Kami No Agito Karya Keiichi Sugiyama sehingga dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran akan isu-isu lingkungan hidup dan pentingnya menjaga lingkungan.

METODE DAN TEORI

  • 2.1    Metode Penelitian

Objek penelitian ini adalah hubungan alam dan manusia yang tercermin dalam anime Gin’iro no Kami no Agito karya Keiichi Sugiyama. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode simak yang didukung

dengan teknik catat. Menurut Sudaryanto (1993:133) metode simak merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan menyimak data. Hasil yang didapat memalui proses penyimakan data selanjutkan akan dicatat menggunakan tektik catat yang merupakan teknik lanjutan dari teknik simak sebelumnya (Mahsun, 2012:03). Teknik catat digunakan untuk menuliskan data-data yang didapatkan kemudian diklasifikasikan. Pertama-tama akan dilakukan proses menonton anime secara berulang-ulang untuk memahami dan mengetahui isi dari anime tersebut. Setelah itu dilakukan tahapan pencatatan poin-poin penting seperti dialog dan adegan-adegan. Semua data yang terkumpul akan dipilah bagian yang dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

  • 2.2    Teori

Ekokritisisme merupakan sebuah studi yang mempelajari hubungan antara sastra dengan lingkungan fisik (Glotfelty, 1996: xvii). Keterkaitan yang erat antara manusia dan nonmanusia telah menjadi fokus perdebatan yang luas dalam ranah kajian ekokritik. Dalam pandangan Glotfelty (1996), ia menggarisbawahi bahwa manusia, lingkungan, dan budaya adalah unsur yang tidak hanya saling berkaitan, tetapi juga tumpang tindih dalam hubungan yang kompleks. Seiring berkembangnya berbagai bentuk kajian ekokritik, terlihat bahwa meskipun pendekatannya mungkin beragam, esensi fundamental yang terus mengemuka adalah bahwa kebudayaan manusia terkait erat dengan dunia fisik di mana mereka hidup. Dalam perspektif ini, tidak ada pemisahan yang tegas antara manusia dan alam, karena keduanya tidak hanya saling mempengaruhi satu sama lain, tetapi juga membentuk narasi yang saling melengkapi. Semua jenis kajian ekokritik memiliki dasar utama yang sama, yaitu pemahaman bahwa budaya manusia tidak dapat dipisahkan dari hubungannya dengan dunia fisik atau keseluruhan ekosfer di mana mereka hidup, dan bahwa hubungan ini bersifat saling mempengaruhi dan dipengaruhi, yang sebagaimana diungkapkan oleh Glotfelty (1996:xix).

KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan sumber referensi yang telah dikumpulkan, ditemukan dua penelitian yang dapat digunakan sebagai acuan serta referensi yang berkaitan dengan penelitian ini.

Referensi pertama adalah penelitian Dwijaya (2021) dengan judul “Human Nature Relationship In Post-Apocalyptic Environment In Josh Malerman’s Bird Box: An Ecocriticism Study” yang memfokuskan kajiannya pada novel Bird Box dengan latar belakang lingkungan pasca-apokaliptik. Penelitian Dwijaya (2021)mengkaji mengenai hubungan manusia dan alam serta representasi lingkungan pasca-apokaliptik yang digambarkan dalam novel menggunakan kajian ekokritik. Dwijaya (2021) menemukan bahwa penutup mata yang digunakan tokoh dalam cerita sebagai representasi ketidaktahuan manusia terhadap lingkungan sehingga menjadi penyebab pencemaran lingkungan. Selain itu ditemukan pula bahwa penggambaran lingkungan pasca-apokaliptik pada novel merepresentasikan kerusakan lingkungan dalam kehidupan nyata.

Referensi kedua adalah penelitian Sakina, dkk (2019) yang berjudul “Relasi Antara Manusia Dan Alam Pada Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki (Sebuah Kajian Ekokritik)” memfokuskan penelitiannya untuk mendeskripsikan bentuk relasi yang terjadi antara manusia dan alam serta dampak dari hubungan tersebut berdasarkan kajian ekokritik. Penelitian Sakina (2019) menggunakan metode kualitatif dengan data berupa kutipan dan frasa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui teknik dokumentasi berupa pembacaan dan pencatatan. Hasil dari penelitian Sakina menunjukkan bahwa novel Genduk merepresentasikan gunung yang mewakili alam dengan hubungan saling menguntungkan dengan manusia, relasi yang terjadi didalamnya merupakan bentuk hubungan timbal balik antara tokoh dalam cerita bersama alam pegunungan. Kemudian hubungan yang terjalin pada novel Genduk memberikan dampak yang mempengaruhi kehidupan dari beberapa tokoh dan alam sekitarnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 4.1    Bentuk Hubungan Alam dan Manusia yang Baik

Latar cerita dalam anime Gin’iro no Kami no Agito berada di masa pasca-apokaliptik, kehancuran yang terjadi diakibatkan oleh mutasi pohon yang menyerang bumi. Di saat itu, para manusia yang bertahan berusaha dengan keras untuk mempertahankan keseimbangan antara alam dan manusia. Hubungan baik antara manusia dan alam dapat dilihat dari ‘saling membantu antara

alam dan manusia’ dan ‘saling memahami antara alam dan manusia’. Pada pembahasan bentuk hubungan alam dan manusia yang baik ini, ditemukan satu data berupa percakapan dan empat data gambar.

  • 4.1.1    Saling Membantu antara Alam dan

    Manusia

Manusia di dalam anime Gin’iro no Kami no Agito berjuang untuk mempertahankan kehidupan mereka ditengah-tengah ketidakstabilan. Demi bertahan dari kekacauan manusia meminta kekuatan dari alam untuk menciptakan ruang aman. Untuk membalas kekuatan dan perlindungan yang telah didapatkan manusia di masa itu paham untuk tetap menjaga kegiatan yang dilakukan tidak merugikan alam. Manusia yang telah memiliki tempat berlindung, selanjutnya bertugas juga untuk melindungi hutan dari hal-hal yang dapat mengancam keberadaan hutan. Hal itu dapat dilihat dari data (1).

  • (1)    森:    アガシの息子、アギト。戦

士の息子、アギト。力をも ぞむのか?戦いを望むの か?

アギト: トーラを取り戻すため

に...

森:   ...お前にそれが泊まれ

るのか?お前に娘が机る か?お前に心を信じを。お 前に森の力は...森を机 るか?森はお前とともにあ る。

(Gin’iro no Kami no Agito, 00:49:00-00:50:00) Mori:      Agashi no musuko, agito. Senshi

no musuko, agito. Chikara o mo zo muno ka? Tatakai o nozomu no ka?

Agito:      Toola o torimodosu tame ni...

Mori:      ... Omae ni sore ga tomareru no

ka? Omae ni musume ga tsukueru ka? Omae ni kokoro o shinji o. Omae ni mori no chikara wa... Mori o tsukueru ka? Mori wa omae to tomoni aru.

Terjemahan

Hutan:     Anak dari Agashi, Agito. Putra

seorang pejuang, Agito. Apakah kamu menginginkan kekuatan?

Apakah kamu mampu untuk bertarung?

Agito:     Untuk bisa mendapatkan Toola

kembali…

Hutan:     …Bisakan            kamu

mengatasinya? Apakah kamu bisa mendapatkan anak perempuan itu kembali? Kami akan percaya kepada hatimu Kamu memiliki kekuatan hutan… apakah kamu bisa menjaga hutan? Hutan selalu bersamamu.

Data (1) menunjukkan ketika Agito meminta bantuan dari hutan untuk menyelamatkan Toola dengan berkat roh hutan dan bersamaan dengan hal itu hutan meminta tolong Agito untuk melindungi hutan dari eksploitasi orang-orang Kota Laguna.

Gambar 4.1

Orang-orang kota Laguna yang sedang menyedot air (Gin’iro no Kami no Agito)

Gambar 4.2

Agito ketika telah mendapatkan berkat dan akan melindungi hutan.

(Gin’iro no Kami no Agito)

Segera setelah Agito mendapatkan berkat ia membantu hutan untuk menghalangi orang-orang dari Laguna mengambil air secara tidak bertanggung jawab. Setelah itu Agito pergi untuk menyelamatkan Toola (lihat Gambar 4.1 dan Gambar 4.2). Data (1), Gambar 4.1 dan Gambar 4.2

menunjukkan bahwa hubungan yang terjalin antara manusia dan alam di dalam anime Gin’iro no Kami no Agito cukup baik. Hutan akan selalu ada untuk melindungi manusia yang melindungi mereka begitu pula manusia yang banyak bergantung kepada alam akan terus melindungi hutan. Contoh lain dari bentuk saling membantu sama lain antara alam manusia adalah waktu ketika Agito mengorbankan diri untuk menyelamatkan Toola dan melindungi hutan dari kehancuran akibat Istoc.

Gambar 4.3

Agito dilahirkan kembali oleh hutan. (Gin’iro no Kami no Agito)

Gambar 4.3 merupakan keadaan ketika Agito dilahirkan kembali oleh hutan, setelah Agito mengorbankan dirinya untuk menyegel Shunnack dengan menjadi pohon. Dengan bantuan yang telah dilakukan Agito, hutan meberikan kesempatan bagi Agito untuk terlahir kembali. Hal ini juga menandakan bahwa hutan memiliki rasa peduli dan selaling membantu manusia yang melindungi hutan dari bahaya.

Berdasarkan ungkapan dari Glotfelty (1996) bahwa tindakan manusia akan mempengarui alam begitu pula sebaliknya tergambar dengan jelas pada anime Gin’iro no Kami no Agito. Karena di masa pasca-apokaliptik manusia digambarkan mencari kestabilan dan keharmonisan untuk bertahan hidup. Hal itu bisa tercapai dengan baik jika manusia dapat saling memahami baik sesama manusia maupun non-manusia.

  • 4.1.2    Saling Memahami antara Alam dan

    Manusia

Pemahaman yang baik antar sesama anggota ekosfer sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan stabil. Dalam anime Gin’iro no Kami no Agito terdapat adegan yang menggambarkan bagaimana manusia mencoba untuk memahami alam begitu pula sebaliknya. Gambar 4.4 merupakan dapat pendukung pernyataan tersebut.

Gambar 4.4

Yolda ketika berdiskusi dengan Druid. (Gin’iro no Kami no Agito)


Gambar 4.4 menggambarkan Yolda ketika mencoba untuk berkomunikasi dengan hutan ketika hutan tiba-tiba menarik air dari kota Neutral. Tindakan yang dilakukan oleh Yolda adalah untuk memahami apa yang membuat hutan menarik airnya dan bernegosiasi dengan Druid agar mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada. Disini Yolda sebagai manusia perwakilan kota Neutral menunjukkan sikap dimana ia ingin memahami hutan atau alam dalam konteks luas.

Komunikasi yang dilakukan Yolda berhasil membuat Druid menarik air lebih jauh dengan syarat bahwa Yolda dan manusia lainnya berjanji untuk melindungi hutan dari Toola dan Shunnack yang dianggap mengancan keberadaan hutan karena mereka berasal dari masa lalu. Hal ini juga membuktikan bahwa hutan atau alam pun berusaha untuk memahami dan mempercayai manusia. Proses memahami ini juga menjadi contoh bahwa perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh manusia dapat mempengaruhi alam (Glotfelty, 1996:xix). Jika kita menginginkan keadaan alam kita semakin buruk, sebagai manusia yang berakal kita sebaiknya mencari akar permasalahan dan mencoba untuk mencari solusi dari pemasalahan tersebut lalu memperbaiki hal yang dapat kita perbaiki.

  • 4.2    Bentuk Hubungan Alam dan Manusia yang Buruk.

Tidak hanya hubungan baik saja yang tergambarkan dalam anime Gin’iro no Kami no Agito tetapi ada pulan bentuk hubungan yang buruk. Bentuk hubungan yang buruk antara alam dan manusia pada masa pasca-apoaliptik dalam anime ini sebagaian besar dipengaruhi oleh penyebab kejadian apokaliptik. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan bentuk hubungan yang buruk dirangkum menjadi dua ‘manusia hidup dalam kecemasan akibat tekanan yang besar dari

hutan’ serta ‘kota Laguna yang ingin mengeksploitasi alam untuk kepentingan pribadi’. Pada pembahasan bentuk hubungan alam dan manusia yang buruk ini, ditemukan dua data sebagai pendukung analisa.

  • 4.2.1    Manusia Hidup dalam Kecemasan Akibat

    Tekanan dari Hutan.

Masa pasca-apokaliptik merupakan masa peralihan dimana manusia memulai kembali dari awal peradaban mereka. Dalam anime Gin’iro no Kami no Agito ancaman dari hutan masih sangat banyak. Mereka tidak dapat beraktifitas dengan leluasa karena jika mereka melewati batas kota mereka akan diserang oleh hutan. Gambar 4.5 merupakan data pendukung pernyataan tersebut.

Gambar 4.5

Toola diserang pohon dan diselamatkan oleh Agito (Gin’iro no Kami no Agito)

Gambar 4.5 merupakan situasi ketika Toola pergi ke hutan, ketika ia menyentuh pohon ia langsung diserang oleh pohon. Toola berhasil selamat karena pertolongan yang diberikan oleh Agito. Area hutan adalah tempat yang berbahaya untuk dimasuki oleh manusia. Tentunya hal ini membuat ruang gerak manusia menjadi terbatas dan ancaman akan mutasi pohon dapat menyerang kapan saja.

(2) ヨルダ:

トーラ: ヨルダ:


トーラ:

ヨルダ:


驚いたでしょう、目覚め たのがこの世界で。

はい。

この土地ではね、森が私 たちの生活を脅かすしま す。

森がですか?なぜ?

森が蓄えている水がなけ れば、私たちは生きて至 り苗からね。

森は人にとってゆうこて きなそんざいではない

は。それでも私たちハモ リに屈する事なく、もり とともに切るんじゃ模索 してきた。

(Gin’iro no Kami no Agito, 00:18:32-00:19:14) Yolda:    Odoroitadeshou, mezameta

no ga kono sekai de.

Toola:     Hai.

Yolda:    Kono tochi de hane, mori ga

watashitachi no seikatsu o odokasu shimasu.

Toola:    Mori gadesu ka? Naze?

Yolda:    Mori ga takuwaete iru mizu

ga nakereba, watashitachiha ikite itari nae kara ne. Mori wa hito ni totte yū ko tekina son zaide wan ai wa. Soredemo watashitachi hamori ni kussuru koto naku, mori to tomoni kiru n ja mosaku shite kita.

Terjemahan

Yolda:     Kamu pasti terkejut,

terbangun di dunia yang seperti ini.

Toola:     Iya.

Yolda:     Di tempat ini,   hutan

mengancam kehidupan kami.

Toola:     Hutan? Kenapa?

Yolda:     Tanpa air yang disimpan oleh

hutan, kami tidak akan bisa bertahan hidup. Manusia dan hutan tidak dalam hubungan yang baik. Walaupun begitu, kami tidak pasrah kepada hutan, tetapi kami sedang mencari cara untuk hidup berdampingan dengan hutan.

Selain Gambar 4.5, Data (2) juga merupakan bukti bahwa mereka merasa tertekan oleh ancaman dari hutan. Hubungan yang kurang baik antara alam dan manusia dijelaskan secara langsung oleh Yolda kepada Toola. Perasaan gelisah dan kecemasan adalah hal yang terjadi pada kehidupan di masa pasca-apokaliptik yang penuh dengan ketidakstabilan (Stifflemire, 2017).

Hal ini menunjukkan bahwa hubungan manusia dan alam pada masa pasca-apokaliptik kurang baik dalam aspek keamanan karena pohon yang bermutasi dapat mengancam kehidupan manusia yang pada saat itu sudah susah. Jika dilihat

dari pernyataan Glotfelty (1996) tentang hubungan manusia dan alam yang saling mempengaruhi satu sama lain, hal ini merupakan contoh pengaruh negatif dari tindakan yang dahulu manusia ambil yang mengakibatkan kejadian apokaliptik.

  • 4.2.2    Penduduk Kota Laguna Menggunakan

    Kekuatan untuk Menekan Hutan.

Pada anime Gin’iro no Kami no Agito digambarkan terdapat dua kota yaitu kota Neutral dan kota Laguna. Kota Neutral yang cendrung memilih keharmonisan antara alam dan manusia untuk mempertahankan hidup mereka, berbeda dengan kota Laguna yang lebih maju dalam teknologi berkat pengetahuan Shunnack yang berasal dari masa lalu lebih memilih tindakan kekerasan untuk menekan kekuatan hutan guna mempertahankan hidup mereka. Tentunya tindakan dari kota Laguna ini dianggap menjadi ancaman oleh hutan yang mengakibatkan hubungan mereka tidak harmonis

Gambar 4.6 Agito dijatuhkan oleh Druid di depan robot kota Laguna (Gin’iro no Kami no Agito)

Gambar 4.6 merupakan gambaran ketika Agito dimintai oleh hutan untuk melawan demi hutan. Hutan ingin dilindungi dari ancaman tentara kota Laguna yang mengambil air dan hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa hubungan hutan tidak baik dengan kota Laguna.

(3) ヨルダ:  でも、ラグナはあくまで

も武力によって森を制圧 しようとしている。その ラグナとも何とか調和を 保ちながら、辛うじて平 和に暮らしているのがこ こ中立としよ。

(Gin’iro no Kami no Agito, 00:19:15-00:19:31) Yolda:    Demo, Raguna wa

akumademo buryoku ni

yotte mori o seiatsu shiyou to shite iru. Sono Raguna tomo nantoka chōwa o tamochinagara, karoujite heiwa ni kurashite iru no ga koko chūritsu to shi yo.

Terjemahan

Yolda:     Tapi, kota Laguna hanya

berusaha menguasai hutan dengan kekuatan senjata. Sambil tetap menjaga keharmonisan dengan Laguna disini kota Neutral hampir tidak dapat hidup dalam damai.

Selain Gambar 4.6, data (3) juga merupakan bukti bahwa kota Laguna ingin untuk mengendalikan alam menggunakan kekuatan. Perilaku mereka memicu kebencian antara hutan dengan penduduk kota Laguna. Hubungan antara kota Laguna yang buruk diperparah oleh kehadiran Shunnack yang memberikan ideologinya terkait dunia masa pra-apokaliptik yang tidak sesuai dengan keadaan di masa pasca-apokaliptik dan juga Shunnack diwaspadai oleh hutan karena dianggap akan membawa petaka bagi hutan.

Rasa waspada hutan terhadap Shunnack dan Toola bukan tanpa dasar. Jika dilihat dari pernyataan Glotfelty (1996) tentang tindakan manusia dan alam saling mempengaruhi satu sama lain, penyebab hutan di masa pasca-apokaliptik tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang yang berasal dari masa lalu adalah karena mereka berasal dari masa ketika pematik kehancuran dunia terjadi. Tindakan yang dulu pernah dilakukan para ilmuan di masa pra-apokaliptik meninggalkan trauma bagi hutan sehingga rasa waspada itu membuat hubungan hutan dan manusia yang berasal dari masa lalu tidak baik.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hubungan antara alam dan manusia yang terjalin pada anime Gin’iro no Kami no Agito lebih dominan ke hubungan yang berbentuk positif. Hal ini dikarenakan manusia pada masa pasca-apokaliptik lebih berfokus untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dengan alam. Oleh karena itu, manusia cenderung untuk

berprilaku dengan selalu mempertimbangkan kebaikan alam. Namun, dampak dari adanya apokaliptik menimbulkan pula beberapa interaksi yang negatif, yaitu (1) Manusia hidup dalam kecemasan akibat tekanan dari hutan dan (2) Kota Laguna menggunakan kekuatan untuk menekan hutan. dalam anime ini, para manusia cenderung lebih mendapatkan tekanan dari alam sehingga kecemasan dan perlawanan akan alam juga tergambarkan pada anime ini. Hubungan yang kurang stabil antara manusia dan alam menyebabkan terpecahnya manusia kedalam dua kelompok yaitu kota Neutral dan kota Laguna.

DAFTAR PUSTAKA

Dwijaya, K. 2021. Human-Nature Relationship In Post-Apocalyptic Environment In Josh Malerman’S Bird Box: An Ecocriticism Study (Doctoral dissertation, bulk takedown 2021). Surabaya: Universitas Airlangga

Glotfelty, C. 1996. The Ecocriticism Reader Landmarks In Literary Ecology. Georgia: Universitas Press Georgia.

Sakina, F. N. dkk. 2019. Relasi Antara Manusia Dan Alam Pada Novel Genduk Kerya Sundari Mardjuki (Sebuah Kajian Ekokritik). Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Stifflemire, Brett. S. 2017. Visions Of After The End: A History And Theory Of The Post-Apocalyptic Genre In Literature And Film (disertasi). Alabama: Graduate School of The University of Alabama.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Vasso, G. 2018. An Environmental Critique of American Post-Apocalypse Narratives: Ecocriticism and Ethics. California: San Francisco State University.

Juanda, J. 2019. Ekokritik Film Avatar Karya James Cameron Sarana   Pendidikan

Lingkungan Siswa. Jurnal   Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, 8(1), 1-9.

89