Heterogenitas dalam Homogenitas: Praktik Pariwisata Berkelanjutan di Desa Wisata Krebet, Bantul, Yogyakarta
on
PUSTAKA VOL. 23, NO. 2 • 147 – 154
p-ISSN: 2528-7508 e-ISSN: 2528-7516
Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022
Heterogenitas dalam Homogenitas: Praktik Pariwisata Berkelanjutan di Desa Wisata Krebet, Bantul, Yogyakarta
I Gusti Agung Pradnyadari
Universitas Udayana Email: [email protected]
Abstrak
Desa Wisata Krebet berkembang sejak tahun 2000. Desa wisata ini bertumpu pada kerajinan batik kayu sebagai daya tarik wisata. Adanya aktivitas pariwisata terbukti mampu meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Krebet. Hal ini menyebabkan industri kerajinan kayu juga ikut berkembang. Perkembangan ini membawa dampak positif terhadap perekonomian setempat. Tidak hanya manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, namun juga adanya kesadaran lingkungan dan perhatian terhadap pelestarian budaya lokal menjadikan hal ini sangat erat dengan paradigma pembangunan pariwisata berkelanjutan yang mengarah pada praktik pariwisata yang bertanggung jawab. Pembangunan pariwisata berkelanjutan terdiri dari tiga aspek, yaitu keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya dalam jangka panjang. Penelitian ini ingin mengkaji praktik pariwisata yang diterapkan di Desa Wisata Krebet dengan mengacu pada konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan. Metode deskriptif kualitatif dan studi kepustakaan dipilih dalam penelitian ini. Proses analisis data terdiri dari tahap pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh gambaran, bahwa Krebet lahir dari internal struggle. Ada heterogenitas dalam homogenitas. Ada hubungan memberi dan menerima yang saling menguntungkan. Desa Wisata Krebet telah menerapkan praktik-praktik pariwisata berkelanjutan dengan memperhatikanaspek keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan budaya.
Kata kunci: Desa Wisata, Pariwisata Berkelanjutan, Kerajinan Batik Kayu
Abstract
The development of Krebet Tourism Village commenced in the year 2000. The tourist town is dependent on the utilization of wooden batik crafts as a means to attract tourists. The presence of tourism activities has demonstrated its capacity to augment the influx of tourists to Krebet. Consequently, the wood craft business has a concurrent development. The aforementioned development exerted a favorable influence on the regional economy. The community experiences not only economic benefits, but also a strong connection to the paradigm of sustainable tourism development, as a result of environmental awareness and a focus on preserving local culture. This connection ultimately leads to the adoption of responsible tourism practices. Sustainable tourism development encompasses three fundamental dimensions, specifically environmental, economic, and socio-cultural sustainability over an extended period of time. The objective of this study is to investigate the tourist practices implemented in Krebet tourist Village, specifically in relation to the notion of sustainable tourism development. The present study employed a qualitative descriptive methodology and conducted a comprehensive review of relevant literature. The data analysis process encompasses several key steps, namely data collecting, data display, data reduction, and drawing conclusions. The dataanalysis yielded an illustration indicating that Krebet originated from an internal conflict. Heterogeneity exists within the context of uniformity. There exists a symbiotic relationship characterized by reciprocal benefits. The Krebet Tourism Village has successfully implemented sustainable tourism practices by demonstrating a commitment to addressing the environmental, economic, and cultural dimensions of sustainability.
Keywords: Tourism Village, Sustainable Tourism, Wooden Batik Crafts
PENDAHULUAN
Istilah desa wisata sering juga disebut dengan wisata perdesaan. Damanik (2015) dalam bukunya “Membangun Pariwisata dari Bawah” menjelaskan bahwa desa wisata adalah desa yang secara sengaja dibangun atau secara alami memiliki kemampuan untuk menarik kunjungan wisatawan karena potensi atraksi alam dan budayanya. Atraksi
wisata tersebut dapat berupa bentangalam yang masih asli, kehidupan sosial masyarakat, tradisi budaya setempat, adat istiadat dan kesenian yang berkembang, bangunan/arsitektur dan tata ruang wilayah, atau kekhasan industri kerajinan yang berkembang dan dikelola secara menarik dilengkapi dengan fasilitas pendukung pariwisata.
Desa wisata menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan yang mempunyai perhatian dan minat pada sosial budaya dan tradisi masyarakat di pedesaan. Sebelum dilanda pandemi Covid 19, desa wisata mengalami pertumbuhan jumlah dan perkembangan yang cukup signifikan. Disebutkan bahwa desa wisata di Kabupaten Bantul mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Tercatat ada 33 desa wisata pada tahun 2013, kemudian di tahun 2014 mengalami pertumbuhan menjadi 34 desa wisata dan pada tahun 2016 menjadi 37 desa wisata. Pertumbuhan desa wisata ini dibarengi dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke desa wisata.
Tabel 1. Kunjungan Wisatawan ke Desa Wisatadi Kabupaten Bantul Tahun 2012-2016
Tahun 2012 |
Tahun 2013 |
Tahun 2014 |
Tahun 2015 |
Tahun 2016 | |
Jumlah Desa Wisata |
24 |
33 |
34 |
36 |
37 |
Jumlah Kunjun gan Wisata wan |
139. 978 |
262. 531 |
3.413. 106 |
1.274. 244 |
1.444. 737 |
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul
Pertumbuhan jumlah desa wisata yang signifikan membawa dampak positif terhadap masyarakat di desa wisata seperti peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Di satu sisi, hal ini juga berpotensi membawa dampak negatif bagi masyarakat dan destinasi desa wisata seperti degradasi lingkungan dan perubahan sosial budaya masyarakat. Pariwisata pada akhirnya dipandang sebagai pisau bermata dua. Bisa menjadi tonic jika dikelola dan dimanfaatkan dengan mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan, begitu juga sebaliknya akan menjadi toxic jika mengabaikan keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya. Salah satu paradigma pengembangan pariwisata adalah paradigma pariwisata berkelanjutan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan terdiri dari tiga aspek, yaitu keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya dalam jangka panjang. Desa Wisata Krebet berkembang sejak Krebet diresmikan menjadi desa wisata pada tahun 2000. Desa wisata ini bertumpu pada kerajinan batik kayu sebagai daya tarik
wisata. Secara keseluruhan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Krebet mencapai 36.000 orang pada tahun 2016. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari yang sebelumnya berjumlah 32.614 orang di tahun 2015 dan 28.855 orang ditahun 2014. Penelitian ini ingin mengkaji aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek budaya di Desa Wisata Krebet dengan menggunakan indikator pariwisata berkelanjutan.
METODE
Deskriptif kualitatif dipilih sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Tahapan analisis data dimulai dari pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan terakhir adalah penarikan kesimpulan. Berikut tahapan analisis data yang digunakan mengacu pada Miles dan Huberman (1992).
Gambar 1. Alur Analisis Data
Sumber: Miles dan Huberman (1992). Konstruksi
Penulis (2023)
HASIL DAN PEMBAHASAN
-
3.1 Desa Wisata Krebet Lahir dari Internal
Struggle
Secara administratif Desa Wisata Krebet terletak di Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Desa ini berjarak sekitar 7 kilometer arah barat Kota Kabupaten Bantul dengan jumlah penduduk 900 jiwa yang memiliki potensi alam, potensi budaya, dan produk kesenian yang beragam. Kondisi geografis Desa Wisata Krebet berupa tanah kapur yang tandus. Desa ini terletak diatas perbukitan kapur Pajangan dan mempunyai luas wilayah seluas 104 hektar.
Gambar 2. Lokasi Desa Krebet
Sumber: Buku Statistik Kepariwisataan DIY, 2016
Sebelum menjadi sebuah desa wisata, Krebet adalah sebuah desa yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar menjadi petani peladang. Namun karena kondisi tanah yang tandus, hasil pertanian yang diperoleh tidak begitu bagus sehingga penduduk beralih mata pencaharian sebagai pengrajin kerajinan kayu. Usaha kerajinan kayu ini kemudian berkembang pesat di tahun 70-80an dan memberikan hasil yang cukup menguntungkan. Kerajinan kayu ini kemudian berkembang menjadi kerajinan batik kayu. Krebet saat ini dikenal sebagai penghasil kerajinan batik kayu. Hasil produksi kerajinan batik kayu banyak dikirim ke luar daerah seperti Jakarta, Bali, Kalimantan dan diekspor ke luar negeri.
Seiring dengan perkembangan industri kerajinan kayu di Krebet, maka Krebet mulai dikenal banyak orang dan mulai dikunjungi masyarakat. Kegiatan pariwisata pelan tapi pasti mulai berkembang di desa ini. Sekitar tahun 1996 s/d 1999 sejumlah warga berinisiatif untuk merintis pembangunan desa wisata dengan menginventarisasi dan mensosialisasikan potensi-potensi pariwisata yang dapat dikembangkan di Krebet. Para warga juga berusaha memperkenalkan Krebet ke publik dan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak untuk merintis pengembangan pariwisata di Desa Krebet. Usaha rintisan ini mendapat dukungan dari Camat Pajangan yang ketika itu menjabat yaitu Bp. Sugiyanto, BA. Beliau turut mempromosikan Krebet pada masyarakat umum dan tamu-tamu daerah yang datang. Krebet dijadikan referensi tempat wajib kunjung bagi tamu- tamu daerah dan kunjungan ke lapangan.
Usaha yang dilakukan warga tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 2000, Krebet diresmikan sebagai desa wisata. Disahkannya Krebet sebagai desa wisata, maka pengembangan danpembangunan pariwisata mulai dilakukan di Desa Krebet. Organisasi Pokdarwis
yang didampingi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul juga bekerja sama dengan beberapa pihak terkait pengembangan desa wisata. Menurut Dinas Pariwisata Provinsi DIY (2005) disebutkan, bahwa Desa Wisata Krebet termasuk dalam kategori desa maju atau mandiri. Istilah desa mandiri adalah desa yang mampu memenuhi kebutuhannya, tidak hanya bergantung mengandalkan uluran bantuan dari pemerintah. Apabila ada, hal itu bersifat sebagai stimulan atau perangsang untuk peningkatan prestasi dan pengembangan desa tersebut. Krebet lahir dari internal struggle dan cepat berkembang karena ada kombinasi antara internal dan eksternal. Sebagai desa yang mandiri, kemandirian Krebet ditunjukkan tidak hanya mampu memproduksi batik kayu dengan skala besar, tetapi juga cara pemasaran yang efektif sesuai dengan pengembangan kreativitasnya sendiri. Hal ini semakin memperkuat branding Desa Wisata Krebet. Informasi tentang Desa Wisata Krebet juga dapat diakses melalui laman https://www.krebet.com.
Gambar 3. Logo Desa Wisata KrebetSumber: https://www.krebet.com
Arah pengembangan pariwisata di Kabupaten Bantul adalah pengembangan berbasis potensi budaya lokal dan berpihak kepada masyarakat lokal. Untuk mendukung seni kerajinan, Pemkab Bantul juga mengembangkan pariwisata melalui Event Tahunan Bantul Expo. Desa Wisata Krebet memiliki 43 showroom yang terdiri dari puluhan pengrajin batik kayu. Sanggar Peni merupakan salah satu showroom yang terdapat di Krebet terdiri dari 30 pengrajin. Omset Sanggar Peni di atas Rp. 50 juta tiap bulan dan produk yang dipasarkan ke dalam maupun luar negeri. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, satu orang pengrajin mampu membuat produk kerajinan kayu sebanyak 20 buah (untuk produk kecil seperti souvenir) dan 10 buah (untuk produk besar, misalnya topeng dan wayang klitik) per hari. Menurut salah satu infoman dari Sanggar Peni, omset yang bisa dicapai tiap bulannya bisa mencapai Rp. 50 juta dengan produk yang dipasarkan ke dalam maupun luar negeri.
Pengembangan desa wisata tidak terlepas dari keterlibatan dan sinergi antar aktor yang berperan di dalamnya, salah satunya adalah Pokdarwis. Hubungan yang dibangun antara Pokdarwis dan desa wisata adalah simbiosis mutualisme. Pokdarwis adalah aktor lokal yang bertugas sebagai orang-orang di akar rumput yang mengelola dan memanfaatkan potensi pariwisata desanya. Pariwisata di Desa Wisata Krebet dikelola dan dikoordinir oleh tiga organisasi yaitu Pokdarwis, pengelola Desa Wisata, dan pengelola Jurang Pulosari. Organisasi Pokdarwis yang ada di Desa Wisata Krebet adalah Pokdarwis Krebet Binangun. Pokdarwis merupakan lembaga independen warga yang mengurusi masalah pariwisata di desa wisata dan bertugas untuk menjaga keharmonisan antara warga masyarakat dengan wisatawan yang datang, untuk menjaga keamanan, kenyamanan warga dan wisatawan, sehingga kegiatan pariwisata dapat berjalan selaras dan harmonis dengan masyarakat. Mereka secara sadar menerapkan sapta pesona. Untuk menjaga eksistensinya, Pokdarwis Krebet Binangun tercatat pernah menjuarai lomba Pokdarwis Tingkat DIY yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DIY.
Organisasi pengelola Desa Wisata Krebet merupakan organisasi yang melakukan usaha/kegiatan di bidang pariwisata dengan tujuan profit/mencari keuntungan dan merupakan bagian dari Organisasi Pokdarwis. Organisasi Pengelola Desa Wisata melakukan usaha/kegiatan wisata dilapangan dengan melakukan eksekusi kegiatan pariwisata di lapangan, melakukan pemanduan pada wisatawan yang datang, merencanakan kegiatan wisata dan mengembangkanpaket wisata Desa Wisata Krebet. Organisasi Pokdarwis dan organisasi pengelola desa wisata mempunyai bagian seksi-seksi yang bertugas melakukan kegiatan wisata dan melakukan pengembangan pariwisata di Krebet, sedangkan organisasi pengelola Jurang Pulosari merupakan organisasi yang mengelola dan mengurusi objek wisata Jurang Pulosari. Masyarakat lokal menjadi objek sekaligus subjek dari kegiatan pariwisata di desa. Pelibatan masyarakat dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
-
3.3 Praktik Pariwisata Berkelanjutan di Desa Wisata Krebet
-
3.3.1 Aspek Keberlanjutan Lingkungan
-
Pariwisata di Desa Wisata Krebet salah satunya bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam sebagai atraksi wisata. Lingkungan alam dan pepohonan adalah salah satu ciri khas Desa Wisata Krebet. Alam merupakan aset berharga yang memiliki peran ekologi dan peran ekonomibagi masyarakat. Kayu atau pepohonan di Krebet merupakan sumber daya alam yang terbatas. Penggunaan secara terus menerus tanpa memperhatikan keberlanjutannya dapat berakibat pada habisnya sumber daya alam tersebut. Untuk itu, diperlukan perhatian khusus dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. Tidak ada aturan khusus mengenai perlindungan terhadap area hijau/pepohonan di Krebet, namun telah ada kesadaran dari masyarakat untuk ikut menjaga dan melestarikannya.Upaya reboisasi dilakukan warga untuk menjaga kelestarian area hijau serta ketersediaan kayu tetapada. Terjadi kesepakatan antara petani kayu di Krebet dengan pengrajin kayu yang memanfaatkan kayu, bahwa siapa yang menebang pohon, maka harus menanamnya kembali. Dalam penggunaan sumber daya alam berupa kayu/pohon, para pengrajin mempunyai kesadaran yang baik. Masyarakat paham dan menyadari bahwa pariwisata tidak hanya tentang hari ini, tapi juga nanti sampai ke generasi yang akan datang. Jika mereka tidak menanam lagi setelah menebang, maka ekosistem rusak. Bukan hal yang seperti ini yang akan diwariskan ke anak cucu nanti.
Para pengrajin tidak semata-mata menggunakan kayu dari dalam Krebet saja sebagai bahan baku kerajinan, namun juga membeli dari pedagang kayu di luar Krebet seperti Muntilan, Klaten, Purworejo, Kulon Progo, dan Gunung Kidul sehingga ketersediaan kayu di Krebet tetap terjaga. Penggunaan kayu dari luar daerah Krebet ini mulai dilakukan oleh pengrajin sekitar tahun 2000 sejak desa ini ditetapkan sebagai desa wisata. Perbandingan volume penggunaan kayu dari luar Krebet dan kayu dari dalam Krebet oleh pengrajin sekitar 75% kayu dari luar dan 25% kayu dari daerah Krebet. Para pengrajin juga melakukan efisiensi dalam penggunaan kayu karena berhubungan dengan biaya produksi. Semakin efisien dalam penggunaan kayu, semakin besar keuntungan finansial yang akan mereka dapatkan. Pengrajin berusaha untuk sebisa mungkin menggunakan semua bagian kayu hingga tidak
menyisakan bahan limbah. Jika masih ada limbah seperti potongan kayu/gergajian kayu, maka limbah tersebut akan digunakan untuk bahan bakar proses perebusan kerajinan batik kayu. Pariwisata nyatanya memberi kontribusi positif pada kelestarian lingkungan di Desa Wisata Krebet. Beberapa kontribusi positif pariwisata terhadap lingkungan di Krebet antara lain adalah ditawarkannya paket wisata menanam pohon/bercocok tanam yang memberi kesempatan wisatawan untuk ikut menjaga pelestarian lingkungan berupa penanaman pohon atau penanaman sayur di lahan milik warga.
Pariwisata juga memberikan kontribusi berupa pendanaan terhadap upaya pelestarian lingkungan melalui penyediaan bibit tanam pohon yang didanai oleh kas organisasi pariwisata. Ada upaya pelestarian lingkungan berupa penanaman pohon perindang yang dilakukan oleh pengelola desa wisata di kawasan wisata Jurang Pulosari. Selain itu, pariwisata juga meningkatkan kesadaran warga akan kebersihan, keindahan dan kelestarian lingkungan dengan melakukan kerja bakti rutin seminggu sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan, melakukan penataan keindahan lingkungan,melakukan kebersihan dan penataan di lingkungan masing-masing serta melakukan upaya penanaman pohon untuk melestarikan lingkungan yang ada.
Pariwisata seperti pisau bermata dua. Beberapa dampak negatif yang sering muncul dari kegiatan pariwisata adalah dihasilkannya sampah, terjadinya keramaian/kepadatan wisatawan ketika ada kunjungan wisata dalam jumlah besar, parkir kendaraan pengunjung di bahu jalan yang tidak tertib dan dapat mengganggu arus lalu lintas. Kegiatan pariwisata di Krebet menghasilkan sampah berupa sisa-sisa tempat makanan, minuman, plastik, dan bekas alas yang digunakan untuk kegiatan membatik kayu. Banyaknya sampah tergantung pada jumlah wisatawan yang datang. Semakin tinggi kunjungan wisatawan, maka sampah yang dihasilkan cenderung semakin banyak. Pemilik sanggar atau pengelola desa wisata biasanya melakukan pembersihan terhadap sampah-sampah ini di akhir kunjungan wisatawan, sehingga kondisi sanggar selalu dalam keadaan bersih.
Pengelolaan sampah yang dilakukan masih secara tradisional yaitu dengan mengumpulkan dan membakarnya atau menimbunnya. Pengelolaan sampah dilakukan oleh masing-masing sanggar. Cara seperti ini dirasa cukup efektif dan tidak
merepotkan. Upaya penanganan keramaian dan kepadatan wisatawan jika terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar diantisipasi dengan menyiapkan pemandu dan melakukan distribusi kunjungan wisata ke sanggar sesuai dengan kapasitasnya, sehingga tidak terjadi overload di sanggar. Pemanduan dilakukan untuk menertibkan dan mengontrol wisatawan, pendistribusian kunjungan wisata dilakukan untuk memberikan kenyamanan pada wisatawan. Pada akhirnya, upaya pelestarian lingkungan dengan kesadaran penuh yang dilakukan masyarakat Krebet berpengaruh terhadap peningkatan kualitas lingkungan di Desa Wisata Krebet dan mendukung kegiatan pariwisata yang ada di desa, sehingga menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Dari segi aspek keberlanjutan lingkungan, disimpulkan bahwa pariwisata di Desa Wisata Krebet memperhatikan lingkungan dan memberi kontribusi positif pada pelestarian lingkungan alam sekitar. Hal ini relevan dengan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
Perkembangan pariwisata di Desa Krebet membawa dampak positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Multiplier effect dari pariwisata mampu menggerakkan ekonomi mikro maupun makro di kawasan tersebut. Pariwisata yang ada dan berkembang di Desa Wisata Krebet melibatkan masyarakat setempat. Aktivitas pariwisata di desa terbukti berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian masyarakat dengan terbukanya kesempatan kerja bidang pariwisata sebagai pengrajin batik kayu, instruktur pelatihan, asisten instruktur, pemandu wisata, pemilik tempat pakir/petugas parkir, pemilik homestay, pedagang makanan minuman dan ojek wisata. Kesempatan terlibat pada pekerjaan bidang pariwisata ini terbuka secara umum bagi masyarakat Krebet. Pekerjaan bidang pariwisata memberikan tambahan penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Krebet. Selain itu, diversifikasi kegiatan wisata juga telah dilakukan antara lain adalah diversifikasi kegiatan wisata alam, kegiatan wisata budaya, dan wisata edukasi di Desa Wisata Krebet. Pengembangan kegiatan wisata alam, budaya, dan edukasi ini memberikan alternatif pilihan bagi wisatawan untuk memilih dan melakukan kegiatan wisata yang diinginkan. Kegiatan ini juga memberikan kesempatan pada pengrajin kerajinan lain di Krebet, pelaku seni di Krebet, dan warga masyarakat lain untuk turut
terlibat dan mendapatkan manfaat dari kegiatan pariwisata.
Adanya diversifikasi kegiatan wisata memberi kesempatan yang lebih luas pada distribusi pekerjaan dan pendapatan bidang pariwisata, sehingga memberi kesempatan terjadinya pemerataan pendapatan bidang pariwisata yang berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Pengembangan kegiatan pelatihan membatik kayu juga memberi kesempatan pada wisatawan untukpraktik belajar membuat batik kayu sendiri dan dapat membawa pulang hasil kerajinan yang dibuatnya tersebut. Hal ini meningkatkan pendapatan para pengrajin di Krebet karena pengunjung bukan hanya datang untuk melihat atau membeli, namun juga untuk mendapatkan pengalaman berkunjung yang menarik melalui praktek membuat kerajinan. Kegiatan pelatihan membatik kayu juga memberi kesempatan pada pengrajin untuk mendapatkan tambahan pendapatan sebagai instruktur pelatihan, pemandu, dan asisten instruktur. Kegiatan pelatihan ini memberi kesempatan kepada ibu-ibu yang memiliki kemampuan membatik untuk berperan sebagai asisten instruktur pelatihan dan mendapatkan tambahan penghasilan dari kegiatan tersebut.
Adanya pembagian kunjungan wisatawan ke sanggar-sanggar kerajinan yang ada di Desa Wisata Krebet dibuat melalui kesepakatan antara pengelola desa wisata dan pemilik sanggar. Pembagian kunjungan ke sanggar-sanggar ini dilakukan dengan sistem rolling atau jadwal bergantian dengan memperhatikan kapasitas sanggar dan kemudahan akses bagi wisatawan. Adanyapembagian kunjungan wisata ke sanggar-sanggar ini memberikan pemerataan kunjungan danpemerataan pendapatan bagi pemilik sanggar. Pariwisata di Desa Wisata Krebet dapat dikatakan telah memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Peningkatan kesejahteraanmasyarakat dapat dilihat dari kesempatan dan peluang kerja yang semakin terbuka, peningkatan pendapatan masyarakat dari bidang pariwisata dan adanya upaya pemerataan pendapatan bidangpariwisata. Hal ini sejalan dengan indikator pengembangan pariwisata yang berkelanjutan hendaknya memperhatikan kesejahteraan masyarakat di destinasi, memberikan manfaat ekonomijangka panjang dan layak yang didistribusikan secara adil. Di Desa Wisata Krebet hal iniditunjukkan antara lain dari adanya peningkatan kompetensi
bisnis bidang pariwisata. Peningkatankompetensi bisnis ini dilakukan oleh masing-masing pengusaha melalui upaya pengembangan yang dilakukan untuk kemajuan bisnis pariwisatanya. Hal ini tampak dari upaya yang dilakukan oleh pengusaha bidang kerajinan, bidang homestay, bidang kegiatan wisata dalam hal ini pengelola desawisata dan pengelola Jurang Pulosari juga dari bertumbuhnya usaha bidang pariwisata seperti mengelola homestay, menjual makanan minuman bagi wisatawan, parkir wisata dan ojek wisata. Upaya pengembangan yang dilakukan oleh pengusaha bidang kerajinan antara lain adalah melakukan inovasi dan variasi pengembangan desain produk kerajinan batik kayu. Inovasi dan variasi pengembangan desain produk ini datang dari pengrajin sendiri juga dari pengunjung yang memesan produk kerajinan. Kadang pengunjung yang datang dan memesan produk kerajinan turut memberi masukan pada desain produk kerajinan yang dibuat, sehingga tercipta produk kerajinan yang sesuai dengan selera dan kebutuhan pengunjung. Pengusaha bidang kerajinan juga berusaha menjaga dan meningkatkan kualitas produk kerajinan dan melakukan promosi.
Upaya pengembangan ini membuat produk berkualitas dan berdaya tarik sehingga wisatawan yang datang merasa senang dan puas. Adanya upaya pemerataan dan peningkatan kualitas pariwisata yang dilakukan oleh pengelola pariwisata melalui pengembangan yang dilakukan menjadikan kegiatan wisata tetap eksis. Para pelaku wisata di Desa Wisata Krebet bersama-sama berusaha menghadirkan total experiences dari kegiatan pariwisata.
Krebet dan kerajinan batik kayu adalah dua hal yang tidak terpisahkan dari keseharian masyarakatnya. Desa wisata pada akhirnya menjadi bentuk legitimasi budaya. Melalui sanggar-sanggar yang ada di Desa Krebet, masyarakat memiliki kesempatan untuk mengenalkan tradisi seni dan budaya yang dimiliki masyarakat desa. Praktik ini semakin menguatkan rasa kebersamaan masyarakat Krebet. Adanya rasa memiliki, sikap menghormati budaya masyarakat, dan peran aktif masyarakat untuk ikut menjaga adalah cikal bakal kontribusi pelestarian budaya jangka panjang. Mewariskan sesuatu yang baik ke anak cucu nanti merupakan tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Krebet. Tradisi seni dan budaya Desa Krebet masih dipelihara dan dilestarikan oleh
masyarakat hingga saat ini. Beberapa tradisi budaya yang masih sering dilakukan oleh masyarakat diantaranya adalah Merti Dusun, Kenduri, dan Nyadran. Beberapa kesenian daerah yang masih sering dilakukan dan dipentaskan antara lain adalah Karawitan, Macapat, Jathilan, Kethoprak, Wayang, Tari-tarian dan Hadroh. Salah satu seni budaya yang sering ditunggu adalah Merti Dusun. Upacara ini dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas segala hasil bumi yang melimpah. Tradisi budaya dan kesenian tersebut juga dapat diikuti oleh wisatawan yang berkunjungke Desa Wisata Krebet ketika sedang berlangsung atau sedang dipentaskan. Selain itu, pengunjung atau wisatawan juga dapat berlatih dan belajar kesenian daerah di beberapa sanggar kesenian yang berada di Desa Wisata Krebet.
Tabel 3. Daftar Sanggar Kesenian di Desa Wisata Krebet
No |
Nama Sanggar /Kelompok Seni |
Jenis Kesenian |
1 |
Sri Mudho Budoyo |
Jathilan |
2 |
Bekso Kudho Mataram |
Jathilan |
3 |
Mekar Sari |
Sekar Alit Macapat |
4 |
Pendopo |
Karawitan |
5 |
Sanggar Tari Pertiwi |
Tari |
6 |
Eka Muda Putra Budaya |
Kethoprak |
7 |
Bregada Jati Manggala & Bregada Dewi Manggala |
Prajurit |
8 |
Sholawat Gendring Mekar Sari |
Sholawatan |
9 |
Qotrul Ghois |
Sholawat |
Sumber: Profil Desa Wisata Krebet 2017
Tercatat ada sekitar 43 sanggar kerajinan batik kayu yang dapat dikunjungi wisatawan. Dari 43 sanggar kerajinan tersebut terdapat 7 sanggar yang termasuk cukup besar dan sering dikunjungi wisatawan, seperti Sanggar Punokawan, Sanggar 212, Sanggar Yuan Art, Akar Batik, Sanggar Dewi Sri, Sanggar Peni, dan Soga Batik. Wisatawan dapat melihat-lihat atau membeli barang kerajinan di sanggar tersebut, sekaligus melihat proses pembuatan atau ikut belajar membuat kerajinan batik kayu. Didukung dengan kerajinan batik kayu yang unik dan menarik, eksistensi Desa Wisata Krebet tetap terjaga sampai kini. Kayu yang digunakan untuk kerajinan ini adalah kayu sengon, pule, klepu, jati,
munggur, dan mahoni. Kayu tersebut dibentuk menjadi berbagai macam produk, seperti topeng, wayang, kaligrafi, hiasan pohon natal, dan hewan-hewan yang lucu dan unik. Selanjutnya produk tersebut digambar dan diberi motif batik yang bisa menyesuaikan dengan keinginan wisatawan yang berkunjung. Berikut beberapa aktivitas membatik yang dilakukan oleh wisatawan dan pengrajin.
Gambar 5. Produk Kerajinan Topeng Batik dan Wayang KayuSumber: https://www.krebet.com
Gambar 6. Proses Batik Kayu Sanggar PeniSumber: https://www.krebet.com
KESIMPULAN
Desa Wisata Krebet lahir dari internal struggle. Pengembangan desa wisata tidak terlepas dari keterlibatan dan sinergi antar aktor yang berperan di dalamnya, salah satunya adalah Pokdarwis. Hubungan yang dibangun antara Pokdarwis dan desa wisata adalah simbiosis mutualisme. Pokdarwis adalah aktor lokal di akar rumput yang mengelola dan memanfaatkan potensi pariwisata desanya. Pariwisata di Desa Wisata Krebet dikelola dan dikoordinir oleh tiga organisasi yaitu Pokdarwis Krebet Binangun, pengelola Desa Wisata Krebet, dan pengelola Jurang Pulosari yang anggotanya terdiri dari warga setempat. Praktik pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata Krebet didukung oleh masyarakat setempat yang berperan sebagai pemilik, pelaku, pengelola, sekaligus pendukung/pengembang kegiatan pariwisata. Masyarakat juga ikut mengontrol pariwisata yang ada, sehingga mereka dapat mengarahkan pariwisata sebagai tool untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak berdampak negatif dan tetap berpegang pada prinsip keberlanjutan-partisipasi masyarakat. Dilihat dari pengembangan pariwisata yang dilakukan antara lain dengan
melakukan pembagian kunjungan wisata ke sanggar-sanggar kerajinan yang ada,
memungkinkan keterlibatan masyarakat pada kegiatan pariwisata dan terjadinya pemerataan kunjungan wisatawan ke sanggar- sanggar sekaligus pemerataan pendapatan. Masyarakat menjadi penerima manfaat utama dari kegiatan pariwisata lokal. Pelibatan masyarakat dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Segala aktivitas wisata di Krebet dilakukan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan budaya. Masyarakat memiliki kesadaraan untuk ikut menjaga lingkungan dan melestarikan budaya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Desa Wisata Krebet menerapkan praktik pariwisata berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, J. (2015). Membangun Pariwisata dari Bawah. Yogyakarta: Gadjah Mada
UniversityPress.
Fandeli, C; Raharjana, D.T; Kaharudin. (2003). Kawasan Pedesaan sebagai Objek Wisata. Laporan Penelitian: Lembaga Penelitian UGM.
Carlsen, J., & Butler, R. (2011). Island Tourism Sustainable Perspectives. Wallingford: CABI CABInternasional.
Fajri, D.N.A. (2012). Pariwisata Indonesia dalam Menghadapi Peluang di Era Globalisasi (Studi Kasus: Desa Wisata Krebet
Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul). Tesis: Universitas Gadjah Mada.
Harris, R; Griffin, T; Williams, P. (2002). Sustainable Tourism A Global Perspective. UK: ElsevierButterworth-Heinemann.
Irawan, P. (2010). Kajian Indikator Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Wisata Pantai Parangtritis Kabupaten Bantul. Tesis: Universitas Gadjah Mada.
Miles, M. B. & Huberman. A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Pengelola Desa Krebet. (2017). Profil Desa Wisata Krebet.
Weaver, D. (2006). Sustainable Tourism: Theory and Practice. UK: Butterworth-Heinemann Publication.
WTO. (2004). Indicators of Sustainable Development for Tourism Destinations A Guidebook. Madrid: WTO.
154
Discussion and feedback