Job Crafting dan Work Engagement pada Wanita Karir
on
Jurnal Psikologi Udayana 2023, Vol.10, No.02, 385-393
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
DOI: 10.24843/JPU/2023.v10.i02.p07
Job Crafting dan Work Engagement pada Wanita Karir
Okta Silvyana Saputri1, Sowanya Ardi Prahara2
Program Studi Psikolog, Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta [email protected] [email protected]
Abstrak
Perkembangan era digital dan globalisasi membawa dampak kenaikan tenaga kerja wanita di Indonesia yang terserap di beberapa sektor industri, khususnya sektor formal. Pekerja wanita di sektor formal cenderung memiliki aturan yang lebih mengikat. Aturan yang mengikat dan tuntutan untuk mengurus pekerjaan rumah seringkali membuat perempuan lebih bermasalah dalam bekerja. Oleh karena itu wanita bekerja menerapkan job crafting untuk menumbuhkan motivasi, lebih berkembang, profesional, dan lebih engage dengan pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara job crafting dan work engagement pada wanita karir. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode uji korelasi. Responden dalam penelitian ini adalah wanita karir yang bekerja di sektor formal di PT. X yang telah bekerja minimal 1 tahun (n=86) yang diperoleh melalui teknik analisis korelasi product moment dari Karl Pearson. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Skala Job Crafting dan Skala Work Engagement. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara job crafting dan work engagement pada wanita karir di PT.X. Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman lebih mendalam bagaimana pemberian otonomi pada wanita karir dalam merancang tugasnya sendiri dapat membantu meningkatkan work engagement dalam mencapai tujuan pekerjaan.
Kata kunci : Job crafting, wanita, work engagement
Abstract
The development of the digital era and globalization has led to an increase in female workers in Indonesia who are absorbed in several industrial sectors, especially the formal sector. Female workers in the formal sector tend to have more binding rules. Binding rules and demands to take care of homework often make women more problematic at work. Therefore, working women apply job crafting to foster motivation, be more developed, professional, and more engaged with work. The purpose of this study is to determine the relationship between job crafting and work engagement in career women. This research is a quantitative research with correlation test method. Respondents in this study were career women working in the formal sector at PT X who had worked for at least 1 year (n=86) obtained through Karl Person's product moment correlation analysis technique. The research instruments used were Job Crafting Scale and Work Engagement Scale. The results showed a significant positive relationship between job crafting and work engagement in career women at PT.X. The results of this study can provide a deeper understanding of the relationship between job crafting and work engagement. The results of this study can provide a deeper understanding of how giving autonomy to career women in designing their own tasks can help increase work engagement in achieving work goals.
Keywords : Job crafting, women, work engagement
LATAR BELAKANG
Wanita di Indonesia saat ini mulai masuk di dunia kerja. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik terjadi perubahan angkatan kerja wanita pada sektor formal dari tahun 2019-2021. Pada tahun 2019 tercatat dalam jumlah presentase ada sebanyak 39,19% tenaga kerja perempuan, kemudian di tahun 2020 terdapat 34,65%, dan pada tahun 2021 tercatat 36,20% tenaga kerja perempuan di Indonesia pada sektor formal (Statistik, 2021). Meningkatnya jumlah wanita yang bekerja dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya tuntutan ekonomi, dorongan untuk meningkatkan status sosial, serta menambah pengalaman bagi wanita (Wantini & Kurniati, 2013).
Wanita yang setiap harinya disibukkan dengan kegiatan di luar rumah seperti bekerja sering diistilahkan sebagai wanita karir (Muhammad, 2019). Bertambahnya wanita di dunia kerja tentu membawa pengaruh terhadap ketersediaan sumber daya manusia bagi dunia industri yang fungsinya sebagai faktor produksi dimana sering diistilahkan sebagai angkatan kerja wanita, yang mana wanita dapat bekerja dan memperoleh penghasilan (Mustar, 2007). Lebih lanjut, masuknya wanita di dalam industri juga akan berdampak pada pengurangan angka pengangguran di Indonesia sekaligus memperbaiki perekonomian keluarga (Herlina, 2016). Pekerja di Indonesia terbagi atas dua sektor yaitu sektor formal dan sektor informal. Pada penelitian ini memilih pekerja pada sektor formal yang akan dijadikan responden.
Pekerja pada sektor formal adalah penduduk yang memiliki usaha dengan mempekerjakan pegawai tetap dan digaji atau pekerja yang bekerja dengan status pegawai/karyawan/buruh (Hakiki & Supriyanto, 2018). Pekerja wanita memutuskan untuk bekerja pada sektor formal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, status pernikahan, usia, lokasi tempat tinggal, dan tingkat pendidikan. Namun, wanita yang bekerja pada sektor formal memiliki tuntutan tersendiri karena dipengaruhi aturan – aturan yang mengikat seperti harus terlibat pada setiap kegiatan, jam kerja maupun kontrak kerja yang tidak fleksibel. Sementara wanita yang bekerja dan sudah menikah diharuskan untuk tetap memegang dua kendali yaitu urusan pekerjaan dan rumah tangganya (Dalilah, 2021). Tuntutan-tuntutan ini menjadi sebuah kewajiban sehingga terkadang pekerja wanita banyak memiliki permasalahan ditempat kerja yang menghambat peluang untuk maju dan berkembang (Maswita, 2017). Banyaknya permasalahan yang muncul, menjadi alasan bagi penulis untuk memilih wanita karir yang bekerja pada sektor formal untuk dijadikan subjek pada penelitian ini.
Permasalahan ini apabila tidak ditangani menyebabkan kualitas sumber daya yang menurun. Salah satu cara untuk menemukan pekerja yang bertanggungjawab, loyal, berkomitmen, dan memiliki kinerja yang baik adalah dengan menciptakan engagement pada karyawan (Bakker & Leiter, 2010). Work engagement (keterikatan kerja) adalah keadaan individu yang positif, memuaskan yang berhubungan dengan kesejahteraan di dalam pekerjaan yang dapat memotivasi secara afektif (Bakker & Leiter, 2010). Menurut Schaufeli (2012) karyawan yang memiliki rasa engage (terikat) yang tinggi akan lebih efektif dalam melakukan pekerjaan serta memiliki semangat bekerja yang lebih tinggi, mereka tidak menganggap stres kerja sebagai tuntutan pekerjaan melainkan sebagai tantangan.
Bakker dan Leiter (2010) mengungkapkan bahwa work engagement dapat diukur melalui tiga aspek, yaitu: vigor, dedication, dan absorption. Vigor didefinisikan tingkat energi serta ketahanan mental dalam melakukan pekerjaan. Dedication didefinisikan sebagai rasa antusias dan terlibat di dalam pekerjaan. Absorption didefinisikan berkonsentrasi penuh sehingga melebur di dalam pekerjaan sehingga waktu yang digunakan dalam bekerja terasa lebih cepat berlalu.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Gallup mengenai work engagement (keterikatan kerja) yang berada di US pada tahun 2021 dengan menggunakan random sample dari seluruh jumlah populasi pekerja di US, menyatakan bahwa work engagement mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020. Pada tahun 2020 persentase karyawan engaged sebesar 36% dan 14% lainnya tidak merasa terlibat dengan pekerjaan, sementara pada tahun 2021 persentase engagement pada karyawan menurun menjadi 34% karyawan engaged dan 16% karyawan merasa tidak merasa terlibat dengan pekerjaan (Harter, 2022). Lebih lanjut, survei yang dilakukan oleh Dale Carnegie Indonesia mengenai tingkat engagement terhadap 1200 karyawan milenial yang berada di 6 kota besar didapatkan hasil bahwa 9% karyawan menolak untuk terikat dengan pekerjaan, 66% hanya merasa sebagian dirinya yang terikat, dan 25% lainnya merasa terikat (Carnegie, 2017). Penelitian lain dari Mariyanti dkk (2023) terhadap 201 perempuan yang bekerja di wilayah Indonesia menyatakan bahwa 61,7% perempuan di Indonesia memiliki engagement yang rendah, yaitu sebanyak 124 pekerja wanita.
Peneliti juga melakukan wawancara pada pekerja wanita di Perusahaan X dengan partisipan berjumlah 12 orang. Pada wawancara ini 9 pekerja wanita menyatakan bahwa dirinya merasa malas ketika akan bekerja, tidak masuk bekerja, motivasi yang turun, dan tidak adanya gairah kerja. Kemudian, 9 dari 12 pekerja wanita menunjukan perilaku yang tidak bangga pada pekerjaannya, tidak berdedikasi pada pekerjaan, tidak antusias ketika menyelesaikan pekerjaan baru serta kureangnya tanggungjawab. Selain itu 10 karyawan wanita merasakan bosan, jenuh, merasa waktu kerja terasa lebih lama, terkadang memikirkan hal lain diluar pekerjaan dan tidak menikmati pekerjaan. Hal-hal ini mengindikasi bahwa adanya permasalahan work engagement pada wanita di perusahaan X.
Work engagement seharusnya dimiliki oleh karyawan karena dengan adanya work engagement dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga karyawan akan lebih bangga, antusias dan semangat dalam melakukan pekerjaannya (Michelle & Rostiana, 2020). Work engagement yang tinggi dapat mempengaruhi perilaku karyawan secara langsung, seperti karyawan yang lebih terbuka sehingga dapat dengan mudah mendapatkan informasi baru. Keterbukaan ini memudahkan karyawan untuk beradaptasi serta dapat memicu timbulnya kemauan bekerja yang ekstra (Bakker, 2011). Lebih lanjut, rendahnya work engagement juga berdampak negatif bagi kondisi karyawan. Rendahnya work engagement dapat berakibat pada perilaku karyawan yang kurang peduli dengan pekerjaan, kurang berkonsentrasi pada pekerjaan, kurang antusias, dan karyawan menggunakan waktu kerjanya untuk melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya (Pri & Zamralita, 2018). Penelitian lain menyebutkan bahwa rendahnya work engagement juga dapat menimbulkan turnover intention pada karyawan (Cahyana & Prahara, 2020).
Berdasarkan JD-R model Bakker (2011) mengungkapkan bahwa work engagement dipengaruhi oleh dua faktor yaitu job resources dan personal resources. Job resources meliputi dukungan sosial, umpan balik kinerja, ketrampilan, dan motivasi. Selain itu job resources juga dapat berbentuk budaya organisasi (Prahara & Hidayat, 2020); perceived organizational support (Alkasim & Prahara, 2019). Personal resources meliputi perilaku proaktif, perilaku reflektif dan efikasi diri (Mastenbroek et al., 2014).Selain itu personal resources juga dapat berbentuk kepuasan kerja (Halias & Prahara, 2020); work family enrichment (Susilo & Prahara, 2019); adversity intelligence (Prahara et al., 2021); career adaptability (Prahara et al., 2020).
Salah satu bentuk personal resources adalah job crafting (Bakker et al., 2014). Dikuatkan dengan penelitian dari Rakhim (2020) yang menunjukkan bahwa job crafting merupakan salah satu faktor dari work engagement. Didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan dkk (2020) memaparkan bahwa ada pengaruh positif antara job crafting dengan work engagement pada karyawan PT. X. Individu yang menerapkan job crafting akan menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan dirinya yang dapat menumbuhkan work engagement (Bakker, 2011).
Job crafting didefinisikan sebagai suatu perubahan yang dilakukan oleh karyawan untuk menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan sumberdaya pekerjaan sehingga kemampuan yang dimiliki dapat digunakan secara maksimal dalam menyelesaikan pekerjaan (Tims et al., 2012). Job crafting juga berguna bagi karyawan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan penuh dengan motivasi (Demerouti, 2014). Terdapat 4 aspek dari job crafting yaitu increasing structural job resources, increasing sosial job resources, increasing challenging job demands, dan , decreasing hindering job demands (Tims et al., 2012).
Increasing structural of job resources adalah kecenderungan karyawan dalam mengambil peluang untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan di dalam lingkungan kerja. Increasing social job resources adalah kecenderungan karyawan untuk memiliki hubungan di lingkungan kerja berupa dukungan sosial, interaksi sosial, dan mendapatkan apresiasi dari rekan kerja maupun atasan. Increasing hindering job demands adalah peningkatan tuntutan dan tantangan pekerjaan untuk mencapai tujuan pekerjaan yang sulit sehingga menambah pengalaman dan kemampuan karyawan. Decreasing hindering job demands adalah penurunan tuntutan pekerjaan yang dilakukan karyawan ketika menghadapi tuntutan pekerjaan yang berat (Tims et al., 2012).
Job crafting merupakan penyeimbang antara job demand dan job resources pada karyawan, sedangkan kedua faktor tersebut merupakan faktor dari work engagement (Bakker & Leiter, 2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh (Wrzesniewski et al., 2007) membuktikan bahwa job crafting dapat meningkatkan work engagement, kepuasan kerja, resiliensi, dan karyawan yang menjadi lebih berkembang. Karyawan yang menerapkan job crafting pada pekerjaan akan memiliki work engagement terhadap pekerjaan, karena dengan job crafting dapat meningkatkan job resources karyawan yang dapat digunakan untuk meminimalisir efek negatif tuntutan pekerjaan (job demands) sehingga memunculkan emosi positif yang dapat mempengaruhi munculnya work engagement (Ramadhan et al., 2020). Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Letona-ibañez et al (2021) yang menyatakan adanya hubungan antara job crafting dengan work engagement. Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Azzizah dan Ratnaningsih (2018) mengungkapkan adanya hubungan positif antara job crafting dan work engagement.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya yaitu penelitian dari Azzizah dan Ratnaningsih (2018) yang berjudul hubungan antara job crafting dengan keterikatan kerja pada karyawan generasi y di kantor pusat PT. Bank Bukopin, tbk Jakarta serta penelitian dari Letona-ibañez et al (2021) dengan judul job crafting and work engagement : the mediating role of work meaning, pada kedua penelitian tersebut memang menggunakan variabel bebas dan variabel terikat yang sama dengan penelitian ini. Hal yang membuat berbeda pada penelitian ini adalah subjek yang digunakan. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Azzizah dan Ratnaningsih (2018) adalah karyawan generasi Y, selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Letona-ibañez et al (2021) adalah karyawan. Pada penelitian ini, subjek yang digunakan adalah wanita karir yang bekerja pada sektor formal
Berdasarkan uraian latar belakang di atas job crafting menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan work engagement. Tujuan dari penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara job crafting dengan work engagement?
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah work engagement serta variabel bebas dalam penelitian ini adalah job crafting. Definisi operasional dari kedua variabel penelitian adalah sebagai berikut :
Work Engagement
Work engagement merupakan sikap positif individu yang mengarah pada keterlibatan individu dengan pekerjaannya yang dapat menyebabkan karyawan memiliki koneksi dengan pekerjaan seperti berkomitmen, antusias, bergairah dan puas yang dicirikan pada vigor, dedication, dan absorption.
Job crafting
Job crafting adalah perubahan yang dilakukan oleh karyawan secara positif dengan cara mendesain ulang pekerjaan agar menemukan kecocokan pada pekerjaan serta menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan sumberdaya yang ada sehingga akan mendapatkan kepuasan, motivasi, ketahanan, dan makna dari pekerjaan.
Responden
Responden pada penelitian ini adalah wanita yang bekerja di PT. X dengan hasil produksi kayu lapis dengan jumlah 86 responden. Karakteristik populasi pada penelitian ini diantaranya wanita yang bekerja di sektor formal, dan responden yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sekelompok sampel yang telah ditentukan secara khusus berdasarkan ciri-ciri maupun kriteria yang telah ditentukan (Kurniawan, 2016).
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2022. Penelitian dilakukan secara online dengan bantuan google form dalam penyebaran skala di PT. X.
Alat Ukur
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Skala Work Engagement yang disusun oleh Wulandari dan Prahara (2023) yang mengacu pada aspek-aspek work engagement yang dikemukakan oleh (Bakker & Leiter, 2010). Sedangkan pada Skala Job crafting menggunakan skala yang dimodifikasi dan disusun oleh Palundun (2021) yang mengacu pada aspek-aspek job crafting yang dikemukakan oleh (Tims et al., 2012).
Skala Work Engagement terdiri dari 15 aitem yang bersifat favorable dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai. Hasil uji validitas variabel work engagement didapatkan nilai daya beda aitem yang bergerak dari 0.340 sampai 0.628 sedangkan nilai reliabilitasnya sebesar 0.866. Hal ini menunjukan bahwa Skala Work Engagement layak untuk digunakan dalam mengukur tingkat work engagement.
Sedangkan Skala Job Crafting terdiri dari 20 aitem yang bersifat favorable dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai. Hasil uji validitas variabel job crafting didapatkan nilai daya beda aitem yang bergerak dari 0.359 sampai 0.674 dengan nilai reliabilitas 0.889. Hal ini menunjukan bahwa Skala Job Crafting layak untuk digunakan dalam mengukur tingkat job crafting.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan menggunakan teknik analisis korelasi product moment. Teknik korelasi product moment digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y), kemudian diolah menggunakan program analisis data statistik (Azwar, 2015).
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh bahwa total subjek berjumlah 86 responden. Responden wanita bekerja di PT. X. Rata-rata masa kerja antara 1 sampai 5 tahun.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi statistik variabel work engagement. Hasil analisis Skala Work Engagement yang terdiri dari 15 aitem, dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 4. Berdasarkan jumlah butir pernyataannya, diketahui data hipotetik skor minimum subjek 1x15= 15 dan skor maksimum 4x15 = 60. Rerata hipotetik (15+60) : 2 = 37.5 jarak sebaran hipotetik 60-15 = 45 dan standar deviasi (60-15) : 6 = 7,5. Sedangkan hasil analisis data empirik diperoleh skor minimum 31 dan skor maksimum 86 rerata empirik 49.48 dan standar deviasi 4.652.
Hasil analisis Skala Job Crafting dapat dilihat pada. Hasil analisis Skala Job Crafting yang terdiri dari 20 aitem, dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 4. Berdasarkan jumlah butir pernyataannya diketahui data hipotetik skor minimum subjek yaitu 1x20
= 20 dan skor maksimum 4x20 = 80. Rerata hipotetik (20+80) : 2 = 50 jarak sebaran hipotetik 80-20 = 60 dan standar deviasi (80-20) : 6 = 10 sedangkan hasil analisis dari data empirik diperoleh skor minimum 43 dan skor maksimum 75, rerata empirik 66.90 dan standar deviasi 6.185.
Uji Asumsi
Uji normalitas dilakukan dengan teknik analisis Kolmogorov-smirnov (KS-Z). Nilai signifikansi asiymp.sig (2 tailed) sebesar 0,200 (>0.05) yang menunjukkan bahwa data tersebut adalah normal.
Hasil uji linearitas variabel work engagement dan job crafting diperoleh nilai koefisien linear F = 16.049 (p < 0.050) yang berarti hubungan antara work engagement dengan job crafting merupakan hubungan yang linear.
Uji Hipotesis
Uji Hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan teknik korelasi product moment yang dikembangkan oleh Karl Pearson. Teknik korelasi digunakan untuk menetapkan hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pedoman yang digunakan pada uji korelasi adalah apabila p < 0.050 berarti terdapat korelasi dan apabila p > 0.050 berarti tidak terdapat korelasi (Sugiyono, 2016).
Berdasarkan hasil analisis korelasi product moment diperoleh korelasi (rxy)=0.396 dengan p=0.000 (p ≤ 0.050). Korelasi (rxy) sebesar 0.396 menunjukan tingkat hubungan kedua variabel termasuk dalam kategori rendah karena berada pada interval 0,20-0.399 (Sugiyono, 2016). Adanya korelasi ini menunjukan ada hubungan positif antara work engagement dengan job crafting. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini juga menunjukkan koefisien determinasi (R²) sebesar 0.157 yang menunjukan bahwa variabel job crafting memiliki kontribusi sebesar 15,7% terhadap work engagement dan sisanya 84.3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara job crafting dengan work engagement pada wanita karir di PT.X. Penelitian ini melibatkan subjek sebanyak 86 wanita karir yang bekerja di PT.X dengan produksi utama kayu lapis. Berdasarkan analisis pada Berdasarkan analisa pada pengujian product moment diperoleh hasil koefisien korelasi (rxy) sebesar 0.396 dengan p=0.000 (p < 0.050), dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi job crafting maka semakin tinggi pula work engagement pada wanita karir, sebaliknya semakin rendah job crafting maka semakin rendah pula work engagement pada wanita karir. Job crafting merupakan variabel yang dapat memberikan sumbangan positif terhadap work engagement. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Najla dan Prakoso (2022); Aini (2022); Rahardini dan Frianto (2020) yang menunjukan bahwa ada hubungan positif antara job crafting dengan work engagement.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan et al (2020) yang berjudul “Pengaruh Job Crafting terhadap Work Engagement pada Karyawan PT.X” dapat dilihat dari perbedaan subjek yang digunakan. Pada penelitian tersebut menggunakan subjek karyawan pada bagian IT berjumlah 32 responden sedangkan pada penelitian ini memilih subjek wanita karir yang bekerja pada sektor formal dengan masa kerja minimal 1 tahun di PT. X yang berjumlah 86 responden. Penelitian lain dari Febby Ariyanti et al (2022) dengan judul “The Effect of Job Crafting on Work Engagement on Working Student” menggunakan subjek pelajar yang bekerja di wilayah Indonesia tanpa ada karakteristik lebih jauh sehingga cangkupannya lebih luas sedangkan pada penelitian ini lebih spesifik karena penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan. Kelebihan penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini meneliti lebih spesifik hubungan antara job crafting dengan work engagement pada wanita karir yang bekerja pada sektor formal yaitu di sebuah perusahaan.
Menurut Chrisnatalia dan Farren (2020) work engagement pada wanita karir dapat menciptakan semangat bekerja dengan penuh energi, rasa antusiasme, bangga, dan menemukan makna dalam bekerja karena wanita karir beranggapan bahwa bekerja adalah sebuah bentuk pengabdiannya dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Bakker (2011) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki keterikatan kerja yang tinggi akan berusaha menciptakan lingkungan kerja yang baik untuk dirinya, salah satu caranya yaitu dengan job crafting. Hal ini menandakan bahwa job crafting dapat menjadi salah satu faktor terciptanya work engagement.
Job crafting adalah suatu keahlian karyawan dalam melakukan perubahan cara kerja atas inisiatif sendiri dalam upaya menyeimbangkan tuntutan kerja dan sumber daya kerja agar tujuan kerja dapat tercapai (Tims et al., 2012). Job crafting memfasilitasi karyawan untuk menyesuaikan dirinya dengan pengetahuan, ketrampilan, dan pengetahuan pribadi yang dapat menciptakan work engagement (Bakker, 2011). Adapun menurut Tims et al (2012) job crafting terdiri dari 4 aspek, yaitu increasing structural job resources, increasing social job resources, increasing challenging job demands, dan decreasing hindering job demands.
Aspek increasing structural job resources adalah perilaku karyawan yang berupaya untuk mengembangkan sumber daya yang dimiliki agar lebih beragam serta memiliki otonomi terhadap pengembangan kemampuannya di lingkungan kerja. Increasing structural job resources mengacu pada keberagaman sumber daya di tempat kerja, kesempatan untuk dapat berkembang dan
otonomi (Tims et al., 2012). Hal ini dapat terlihat pada wanita yang bekerja di PT.X yang berusaha untuk memiliki kemampuan yang baru seperti kesempatan untuk mengambil keputusan penting, memiliki autonomi sendiri yang menyebabkan karyawan wanita lebih memiliki tanggung jawab. Dijelaskan oleh Bakker (2018) pekerja wanita menciptakan kesempatan untuk berkembang secara mandiri dengan menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan karakteristiknya. Otonomi yang diberikan dapat membantu dalam hal pengambilan keputusan yang dapat meningkatkan rasa tanggung jawab serta meningkatkan pengetahuan individu yang dapat menumbuhkan work engagement (Muecke et al., 2020). Beberapa perilaku di atas dapat menciptakan keragaman sumber daya kerja yang dapat mendorong karyawan di PT. X untuk menambah pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat lebih semangat, bangga, dan menikmati pekerjaannya. Lebih lanjut dijelaskan oleh De Spiegelaere et al (2014) work engagement yang tinggi dapat terlihat dari perilaku karyawan yang memiliki energi lebih ketika bekerja, semangat, mencintai pekerjaan, dan bangga dengan pekerjaan yang dimiliki.
Aspek increasing social job resources, menurut Tims et al (2012) increasing social job resources merupakan perilaku karyawan yang mengacu pada peningkatan dukungan sosial di lingkungan kerja seperti pemberian feedback, pemberian coaching, dukungan dari rekan kerja, dll. Hal ini ditunjukkan pada karyawan wanita di PT. X yang membentuk dukungan, lingkungan, dan komunikasi sosial yang baik. Perilaku ini tidak jauh berbeda dari budaya kolektivisme di Indonesia. Bakker (2018) mengatakan bahwa karyawan wanita akan saling memberikan bantuan kepada rekan kerja untuk menunjukkan adanya solidaritas dan dukungan. Karyawan yang memiliki konektivitas sosial terbukti dapat membentuk lingkungan sosial yang baik karena memiliki kelekatan antar rekan kerja, hal ini menciptakan motivasi untuk saling memberikan feedback satu sama lain (Macey et al., 2009). Adanya dukungan sosial ini menciptakan kepercayaan diri, dan optimistis yang dapat menciptakan emosi positif (Xanthopoulou et al., 2012). Pembentukan lingkungan yang baik ini menciptakan rasa aman di dalam bekerja pada karyawan PT.X. Rasa aman dalam bekerja ini dapat menumbuhkan kesungguhan dalam bekerja, mau bekerja lembur, bangga, dan lebih fokus dalam bekerja. Crawford et al (2010) menjelaskan bahwa work engagement dapat dilihat dari perilaku karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi, selalu mau bekerja, mencurahkan seluruh energinya, mau untuk selalu berkontribusi dalam pekerjaan, dan mendedikasikan dirinya untuk bekerja
Aspek increasing challenging job demands adalah peningkatan tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi guna meningkatkan keterikatannya dengan pekerjaan (Tims et al., 2012). Penambahan challenge demands tidak selalu mengarah pada pandangan negatif namun menambahkan tuntutan pekerjaan bagi karyawan berguna untuk mendorongnya agar lebih kreatif menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki (Tims & Bakker, 2010). Hal ini ditunjukkan pada karyawan wanita di PT. X berusaha untuk belajar dan menambah pengalaman baru di dalam pekerjaannya, karena hal ini membuka kesempatan untuk lebih berkembang. Challenge demands pada wanita dilakukan karena adanya perbedaan gender yang terjadi di lingkungan kerja sehingga para pekerja wanita berusaha untuk memiliki kompetensi yang sama dengan pekerja pria (Yu & Jyawali, 2021). Hal ini karena challenge demands pada karyawan wanita berguna untuk pengembangkan diri serta mendapatkan pengetahuan tambahan karena dengan tuntutan pekerjaan yang lebih menantang mampu menumbuhkan kreativitas serta kemampuan untuk mengeksplorasi metode kerja yang baru (Daly, 2019). Perbedaan gender yang terkadang masih terjadi di dalam pekerjaan dimungkinkan sebagai faktor pendorong kaum wanita pekerja untuk terus mengembangkan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki. Jazilah (2020) mengungkapkan bahwa peningkatan tuntutan pekerjaan dapat menumbuhkan pengetahuan, kesempatan untuk bekerja, emosi positif, dan tanggung jawab sehingga dapat meningkatkan engagement. Hal ini tercermin dari perilaku karyawan yang mau mengerjakan pekerjaan baru, ikut terlibat dalam setiap pekerjaan, tetap menjaga kualitas kerja, dan membuat tantangan baru agar lebih termotivasi. Menurut Kirby et al (2014) work engagement dapat terlihat dari perilaku karyawan yang mau berkorban waktu dan energinya, menikmati pekerjaannya, energik, percaya diri, memiliki rasa ingin tahu, dan termotivasi
Aspek decreasing hindering job demands menurut Tims et al (2012) adalah penurunan tingkat tuntutan pekerjaan yang dirasa terlalu berat. Decreasing demands dilakukan dengan memobilisasi job resources yang dimiliki sehingga karyawan wanita lebih mudah menyesuaikan diri sesuai dengan kemampuannya ketika bekerja yang menjadikannya lebih engage. Job resource yang tinggi dapat membantu pekerja wanita untuk menurunkan tingkat tuntutan pekerjaan (Bakker, 2018). Hal ini ditunjukan pada karyawan wanita di PT. X yang mengurangi tuntutan pekerjaan dengan mengatur pekerjaan agar efektif, menikmati pekerjaannya, dan menciptakan suasana kerja yang nyaman. Menurut Slemp (2016) beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan membagi tugasnya dengan rekan kerja, mengurangi interaksi dengan rekan kerja yang bermasalah, serta meminimalisir setiap usaha dalam penyelesaian tugas. Pengurangan tuntutan pekerjaan ini menciptakan rasa nyaman dalam bekerja sehingga akan lebih engage (Tims et al., 2012). Rasa nyaman dalam bekerja membuat karyawan merasa adanya kecocokan dengan pekerjaan yang membuat karyawan mau untuk mencurahkan energinya, bertanggung jawab, dan menikmati pekerjaannya. Tims et al (2012) menjelaskan bahwa karyawan yang engage akan lebih semangat, bahagia, bernilai, dan tenggelam pekerjaan yang dilakukan
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini, masalah penelitian yang dihadapi dalam peneliti ini adalah keterbatasan waktu penelitian di perusahaan, karena perusahaan cenderung mempertimbangkan perihal waktu yang dihabiskan oleh karyawan ketika dilaksanakannya penelitian. Menurut Fuad dan Luturlean (2021) jam kerja berpengaruh pada produktivitas kerja. Hal ini tentu menjadi pertimbangan bagi perusahaan ketika akan menerima mahasiswa yang akan melakukan penelitian, sehingga waktu yang diberikan oleh perusahaan terbatas.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara job crafting dengan work engagement pada wanita karir. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi job crafting maka semakin tinggi work engagement. Sebaliknya, semakin rendah job crafting maka semakin rendah work engagement. Sedangkan dari hasil kategorisasi dapat dikatakan bahwa sebagian besar wanita karir memiliki tingkat job crafting dan work engagement yang tinggi.
Berdasarkan hasil kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada wanita karir untuk dapat terus mempertahankan work engagement yang dimiliki yang mana salah satu caranya adalah melakukan job crafting. Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan adalah mengikuti pelatihan, mengembangkan kemampuan dan pengetahuan, membentuk hubungan sosial positif di tempat kerja, meminta feedback atasan, menambah tuntutan pekerjaan yang positif, dan mengurangi beban kerja ketika dirasa sudah terlalu berat.
Bagi perusahaan dapat terus meningkatkan dan mempertahankan work engagement yang dimiliki oleh para karyawan. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah memberikan fasilitas untuk mengadakan workshop/pelatihan, membantu karyawan menciptakan lingkungan kerja yang baik agar tercipta hubungan sosial yang harmonis sehingga memotivasi karyawan untuk bekerja dan merasa nyaman di dalam perusahaan, serta membantu karyawan apabila karyawan merasa beban kerjanya terlalu berat dengan menambahkan jumlah tenaga kerja ataupun membagi pekerjaan sesuai dengan job desk masing-masing karyawan.
Adapun bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor lain yang dapat meningkatkan work engagement pada karyawan wanita yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti, budaya kerja, masa kerja, kualitas kehidupan kerja, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. (2022). Pengaruh job crafting terhadap kreativitas melalui work engagement sebagai variabel mediasi. Jurnal Imu Manajemen, 10(2), 566–577.
Alkasim, M. A., & Prahara, S. A. (2019). Perceived Organizational Support dengan Employee Engagement pada Karyawan. Psikoislamedia Jurnal Psikologi, 4, 185–194.
Azzizah, R., & Ratnaningsih, I. Z. (2018). Hubungan antara job crafting dengan keterikatan kerja pada karyawan generasi y di kantor pusat PT. Bank Bukopin, TBK Jakarta. Jurnal Empati, 7(2), 167–173.
Bakker, A. B. (2011). An evidence-based model of work engagement. Current Directions in Psychological Science, 20(4), 265–269. https://doi.org/10.1177/0963721411414534
Bakker, A. B. (2018). Job crafting among health care professionals: The role of work engagement. Journal of Nursing Management, 26(3), 321–331. https://doi.org/10.1111/jonm.12551
Bakker, A. B., & Leiter, M. P. (2010). A handbook of esseential theory and research work engagement. Psychology Press.
Bakker, A. B., Tims, M., & Derks, D. (2014). Proactive personality and job performance: The role of job crafting and work engagement. Human Relations, 65(10), 1359–1378. https://doi.org/10.1177/0018726712453471
Cahyana, K. S., & Prahara, S. A. (2020). Work Engagement dengan Intensi Turnover pada Karyawan. Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah, 12(3), 285.
Carnegie, D. (2017). Hanya 25 persen millennials yang setia kepada perusahaan. Dale Carnegie.
Chrisnatalia, M., & Farren, C. (2020). Work engagement pada wanita karir (studi desktiptif). UG Jurnal, 14, 22–27.
Crawford, E. R., LePine, J. A., & Rich, B. L. (2010). Linking job demands and resources to employee engagement and burnout: A theoretical extension and meta-analytic test. Journal of Applied Psychology, 95(5), 834–848.
https://doi.org/10.1037/a0019364
Dalilah, F. (2021). Analisis terhadap partisipasi kerja perempuan pada sektor formal di Indonesia. Jurnal Ilmiah.
Daly, J. (2019). Gender and job crafting: Understanding the role of gendered behaviours in the abilities and motivations to proactively craft work. BAM2019 Conference Proceedings, 1–12.
De Spiegelaere, S., Van Gyes, G., De Witte, H., Niesen, W., & Van Hootegem, G. (2014). On the relation of job insecurity, job autonomy, innovative work behaviour and the mediating effect of work engagement. Creativity and Innovation Management, 23(3), 318–330. https://doi.org/10.1111/caim.12079
Demerouti, E. (2014). Design your own job through job crafting. European Psychologist, 19(4), 237–247. https://doi.org/10.1027/1016-9040/a000188
Febby Ariyanti, A., Yanuar, T., & Syah, R. (2022). The effect of job crafting on work engagement on working students. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences, 5(2), 9000–9011. https://bircu-journal.com/index.php/birci/article/view/4687
Fuad, M. S., & Luturlean, B. S. (2021). Pengaruh jam kerja dan prokrastinasi terhadap produktivitas di kantor Kelurahan Mekarmulya. Jurnal Sistems, 8(6), 8626.
Hakiki, G., & Supriyanto, S. (2018). Profil perempuan Indonesia 2018. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, 3–100.
Halias, D. S., & Prahara, S. A. (2020). Kepuasan Kerja dengan Employee Engagement pada Driver Ojek Online. Psyche 165 Journal, 13(1), 95–100. https://doi.org/10.35134/jpsy165.v13i1.62
Harter, J. (2022). U.S. employee engagement drops for first year in a decade. Gallup. https://www.gallup.com/workplace/388481/employee-engagement-drops-first-year-decade.aspx
Herlina, E. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja wanita dan implikasinya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten Cirebon. Jurnal Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Borobudur, 18(2), 172–207. ejournal.borobudur.ac.id
Jazilah, B. (2020). Analisis pengaruh job demand terhadap work engagement melalui burnout. Jurnal Ilmu Manajemen, 8(3), 1038. https://doi.org/10.26740/jim.v8n3.p1038-1049
Kirby, L. D., Morrow, J., & Yih, J. (2014). The challenge of challenge: Pursuing determination as an emotion. In Handbook of Positive Emotions (pp. 378–395). US:Guilford press.
Kurniawan, A. . (2016). Metode penelitian kuantitatif. Pandiva Buku.
Letona-ibañez, O., Martinez-rodriguez, S., Ortiz-marques, N., Carrasco, M., & Amillano, A. (2021). Job crafting and work engagement: The mediating role of work meaning. Environtmental Research and Public Health, 18, 1–15. https://doi.org/https://doi.org/10.3390/ijerph18105383
Macey, W. H., Schneider, B., Barbera, K. M., & Young, S. A. (2009). Employee engagement: tools for analysis, practice and competitive advantage (1st ed.). A John Wiley & Sons.
Mastenbroek, N. J. J. M., Jaarsma, A. D. C., Scherpbier, A. J. J. A., van Beukelen, P., & Demerouti, E. (2014). The role of personal resources in explaining well-being and performance: A study among young veterinary professionals. European Journal of Work and Organizational Psychology, 23(2), 190–202. https://doi.org/10.1080/1359432X.2012.728040
Maswita. (2017). Wanita bekerja dan mengatur keperluan keluarga. Jurnal Penelitian, Pemikiran, Dan Pengabdian, 5(2), 53–59.
Michelle, & Rostiana. (2020). Pengaruh keterikatan kerja, iklim organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT XYZ. Jurnal Manajemen Bisnis Dan Kewirausahaan, 4(5), 191–198.
Muecke, S., Linderman-Hill, K., & Greenwald, J. M. (2020). Linking job autonomy to work engagement: The mediating role of challenge demands. Academy of Management Proceedings, 1, 1–32. https://doi.org/10.5465/ambpp.2020.13553abstract
Muhammad, I. (2019). Wanita karir dalam pandangan islam. Al Wardah: Jurnal Kajian Perempuan, GenderDanAgama, 13(1), 99–108.
Mustar, E. E. (2007). Sumber daya manusia perempuan Indonesia. Populasi, 18(2), 147–166. https://doi.org/10.22146/jp.12082
Najla, E. A., & Prakoso, H. (2022). Pengaruh job crafting terhadap work engagement pada karyawan bagian sales Bank X. Jurnal Riset Psikologi Unisba, 2(1), 53–60.
Palundun, R. A. (2021). Hubungan antara job crafting dengan komitmen organisasi pada anggota polisi di Manado. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Prahara, S. A., Dewi, R. P., & Astuti. (2021). The Millennials: Adversity Intelligence and Work Engagement. JPAI (Journal of Psychology and Instruction, 4(3), 71–76. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JoPaI
Prahara, S. A., Dewi, R. P., & Astuti, K. (2020). Work engagement ditinjau dari career adaptability pada karyawan milenial. Prosiding Psikologi, 4(1), 1–10.
Prahara, S. A., & Hidayat, S. (2020). Budaya organisasi dengan work engagement pada karyawan. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang), 10(2), 232. https://doi.org/10.24036/rapun.v10i2.106977
Pri, R., & Zamralita, Z. (2018). Gambaran work engagement pada karyawan di PT EG (manufacturing industry). Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 1(2), 295. https://doi.org/10.24912/jmishumsen.v1i2.981
Rahardini, R., & Frianto, A. (2020). Hubungan job crafting terhadap keterikatan kerja melalui kepuasan kerja. BIMA : Journal of Business and Innovation Management, 3(1), 73–85.
Rakhim, A. F. (2020). Factors that cause work engagement in the millennial performance in bumn: faktor- faktor penyebab work engagement pada angkatan kerja millennial di bumn. Proceeding of The ICECRS: Educational and Psychological Conference in the 4.0 Era, 8, 1–8.
Ramadhan, A. J., Prakoso, H., & Putera, V. S. (2020). Pengaruh job crafting terhadap work engagement pada karyawan PT.X. Prosiding Psikologi, 6(2), 889–896.
Schaufeli, W. B. (2012). Work engagement: what do we know and where do we go? Romanian Journal of Applied Psychology, 14(1), 3–10. https://doi.org/10.1177/0011000002301006
Slemp, G. R. (2016). Job crafting. The Wiley Blackwell Handbook of the Psychology of Positivity and Strengths-Based Approaches at Work, 342–365. https://doi.org/10.1002/9781118977620.ch19
Statistik, B. P. (2021). Persentase tenaga kerja formal menurut jenis kelamin (persen), 2019-2021. BPS. https://www.bps.go.id/indicator/6/1170/1/persentase-tenaga-kerja-formal-menurut-jenis-kelamin.html
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Alfabeta.
Susilo, D. F. Z., & Prahara, S. A. (2019). Work-family enrichment dan work engagement pada karyawan yang sudah menikah.
Mediapsi, 5(2), 108–116. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2019.005.02.5
Tims, M., & Bakker, A. B. (2010). Job crafting: towards a new model of individual job redesign. SA Journal of Industrial Psychology, 36(2), 1–9. https://doi.org/10.4102/sajip.v36i2.841
Tims, M., Bakker, A. B., & Derks, D. (2012). Development and validation of the job crafting scale. Journal of Vocational
Behavior, 80(1), 173–186. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2011.05.009
Wantini, & Kurniati. (2013). Faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi wanita bekerja sebagai buruh pabrik garmen di PT. Ameya Living Style Indonesia. JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 3(1), 63.
https://doi.org/10.21927/jesi.2013.3(1).63-76
Wrzesniewski, A., Berg, J. M., & Dutton, J. E. (2007). What is job crafting and why does it matter? associate professor of organizational behavior-yale school of management. Positive Organizational Scholarship, 8.
Wulandari, A., & Prahara, S. A. (2023). Emotional intelegence and work engagement in married women. Journal of Psychology and Instruction, 6(3). https://doi.org/https://doi.org/10.23887/jpai.v6i3.45759
Xanthopoulou, D., Bakker, A. B., Demerouti, E., & Schaufeli, W. B. (2012). A diary study on the happy worker: How job resources relate to positive emotions and personal resources. European Journal of Work and Organizational Psychology, 21(4), 489–517. https://doi.org/10.1080/1359432X.2011.584386
Yu, A., & Jyawali, H. (2021). Job crafting as dynamic displays of gender identities and meanings in male-dominated occupations. Gender, Work and Organization, 28(2), 610–625. https://doi.org/10.1111/gwao.12602
393
Discussion and feedback