Jurnal Psikologi Udayana 2023, Vol.10, No.1, 215-222


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

DOI: 10.24843/JPU/2023.v10.i01.p01

Work engagement Pada Guru SMA Negeri Dengan Status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

Aryo Bimo Adjie1, Megawati Batubara2

1,2Universitas Padjadjaran

[email protected], [email protected]

Abstrak

SMA Negeri (SMAN) dengan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah SMAN yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi sekolah percontohan yang bertaraf internasional. Dengan berstatus RSBI, Guru SMAN RSBI memiliki tuntutan pekerjaan yang lebih berat jika dibandingkan dengan Guru SMAN lainnya. SMAN RSBI menggunakan kurikulum yang berbeda, akibatnya guru SMAN RSBI dituntut untuk menyusun rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Sekolah memberikan dukungan (job-resource) pada guru dalam bentuk pelatihan soft skill untuk menunjang kinerja guru dan memberikan kebebasan untuk guru berinovasi memilih metode pembelajaran yang digunakan. Dengan dukungan ini, diharapkan guru dapat menjawab tantangan tugas dan merasa lebih terikat pada pekerjaannya (work engagement). Dengan work engagement yang tinggi, guru dapat memberikan performa kerja yang optimal dan juga menjadi performa sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi work engagement yang dimiliki oleh guru SMAN X RSBI. Penelitian dilakukan terhadap 50 Guru di SMAN X RSBI, dengan menggunakan total sampling atau sampel jenuh. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif. Pengambilan data dilakukan menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari Utrecht Work engagement Scale (UWES) dengan tipe kuesioner self-administered questionnaire. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa work engagement (M=223.06) pada Guru SMAN X RSBI tergolong kedalam kategori tinggi baik secara umum maupun pada setiap dimensinya. Berdasarkan dimensinya, dedication (M = 80.6) merupakan dimensi yang memiliki skor paling tinggi.

Kata kunci: Guru; RSBI; Work engagement

Abstract

SMA Negeri (SMAN) with the status of International Standard School Pioneers (RSBI) are SMANs that have the opportunity to become pilot schools of international standard. With RSBI status, RSBI SMAN teachers have heavier job demands when compared to other SMAN teachers. SMAN RSBI uses a different curriculum, as a result, SMAN RSBI teachers are required to develop lesson plans that are adapted to the curriculum. Schools provide support (job-resources) to teachers in the form of soft skill training to support teacher performance and provide freedom for teachers to innovate in choosing the learning methods used. With this support, it is hoped that teachers can answer task challenges and feel more committed to their work (work engagement). With high work engagement, teachers can provide optimal work performance and also become school performance. The study was conducted on 50 teachers at SMAN X RSBI, using total sampling or saturated samples. Data were collected using a measuring instrument adapted from the Utrecht Work engagement Scale (UWES) with a self-administered questionnaire type. The results of this study indicate that work engagement (M=223.06) at SMAN X RSBI teachers belongs to the high category both in general and in each of its dimensions. Based on its dimensions, dedication (M=80.6) is the dimension that has the highest score.

Keywords: RSBI; Teacher; Work engagement

LATAR BELAKANG

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Sekolah bisa disebut dengan SBI jika sekolah ini telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan pada tiap aspeknya, meliputi: standar kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, penilaian dan telah menyelenggarakan serta menghasilkan lulusan dengan ciri keinternasionalan. Oleh karena itu, sekolah RSBI memiliki karakteristik yang berbeda baik guru maupun siswanya (Susiana, 2011). Perbedaan tersebut diantaranya, yaitu kurikulum yang berbeda, input dan output siswa yang unggul, guru yang berkualitas, bahan/materi yang diajarkan bertaraf internasional karena terdapat kelas bilingual, metode pembelajaran yang aktif dan inovatif, media yang lengkap dan variatif, lingkungan yang kondusif, hingga evaluasi yang valid.

Pada tahun 2009, berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003, SMAN X RSBI ditetapkan sebagai SMA Negeri Berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) satu-satunya di Kabupaten Kuningan. SMAN X RSBI juga merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di Kabupaten Kuningan, status sekolah favorit didasarkan pada ketercapaian prestasi dari SMAN X RSBI, kesiapan sarana prasarana, dan kualitas sumber daya siswa dan guru yang ada di SMAN X RSBI yang mumpuni. Selain itu, SMAN X RSBI dapat dikatakan sebagai sekolah favorit karena tingginya minat pada PPDB di setiap awal tahun pembelajaran. Data 4 tahun terakhir yang didapatkan dari tim administrasi di SMAN X RSBI, menunjukkan persentase jumlah pendaftar dengan jumlah yang diterima itu hanya sebesar 32.43%. Dalam kata lain, jika terdapat 100 pendaftar maka hanya 32 orang yang akan diterima. Tercatat Berbagai macam prestasi telah mampu diraih oleh SMAN X RSBI, dimulai dari tingkat regional, daerah, nasional, dan internasional. Penetapan SMAN X RSBI sebagai sekolah RSBI dan ketercapaian prestasi yang didapatkan oleh siswa SMAN X RSBI, tidak bisa lepas dari peran serta hasil pendidikan guru dengan tenaga administrasi sekolah yang berkualitas. Guru SMA Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dituntut untuk lebih mengembangkan profesionalitasnya dan kualitasnya (Depdiknas, 2008).

Secara umum guru dikenal sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik/siswa. Definisi guru menurut UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 adalah tenaga pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam menjalankan tugas dan profesinya, seorang guru harus melakukan serangkaian tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 74 tentang Guru, pada Pasal 52 Ayat 2 menyatakan bahwa beban kinerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 jam dalam 1 minggu.

Berdasarkan temuan pada penelitian sebelumnya, selama pembelajaran daring guru merasa lebih banyak tantangan dan kendala, termasuk beberapa pembatasan dalam pilihan metode pengajaran yang biasanya berlaku di kelas tatap muka biasa, cakupan konten kurikulum yang kurang, dan kurangnya keterampilan teknologi yang dapat menghambat potensi pembelajaran daring (Putri et al., 2020). Meskipun demikian, guru SMAN X RSBI tetap memiliki perasaan yang positif, dedikasi, dan juga keterlibatan dalam bekerja sebagai guru. Hal tersebut terlihat dari temuan bahwa guru SMAN X RSBI tetap merasa bahagia dalam bekerja meskipun banyak menemui kendala dan hambatan dalam bekerja. Guru SMAN X RSBI juga melaporkan bahwa mereka yakin dan optimis mampu beradaptasi dengan segala perubahan yang ada terutama di perubahan kurikulum pendidikan dan juga metode pembelajaran daring. Siswa SMAN X RSBI melaporkan bahwa guru di SMAN X RSBI tidak merasa keberatan jika mereka bertanya terkait dengan materi pembelajaran di luar jam sekolah, terlebih untuk siswa yang akan mewakili SMAN X RSBI untuk olimpiade. Selain itu, guru SMAN X RSBI juga memberikan fasilitas berupa les tambahan untuk siswa SMAN X RSBI yang membutuhkan belajar lebih di luar jam sekolah.

Sebagai guru di SMAN yang pernah menjadi RSBI, guru SMAN X RSBI juga memiliki tuntutan yang berbeda dari SMAN lainnya. Guru SMAN X RSBI dituntut untuk tetap mempertahankan kualitas pembelajaran yang ada di SMAN X RSBI, harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada, dan tentunya menyusun rencana pembelajaran yang berbeda dibandingkan dengan guru SMAN lainnya. Guru SMAN X RSBI merasa dituntut untuk harus mampu beradaptasi terhadap teknologi yang ada, adanya teknologi ini memungkinkan siswa mendapatkan informasi lebih banyak, terlebih karena tingginya angka PPDB di SMAN X RSBI tentunya kualitas SDM dari siswa SMAN X RSBI juga dapat dikatakan unggul. Selain itu, perubahan kurikulum juga menjadi tuntutan yang dirasakan oleh guru SMAN X RSBI khususnya, dan mungkin untuk guru secara umum. Kini guru dituntut untuk menyusun rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum baru, yaitu kurikulum merdeka belajar.

Untuk mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai guru, guru SMAN X RSBI mendapatkan dukungan dari SMAN X RSBI dan juga Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Dukungan yang diberikan oleh SMAN X RSBI berupa pelatihan skills yang dapat membantu guru melaksanakan kinerjanya. Selain itu, guru SMAN X RSBI juga diberikan kebebasan untuk berinovasi memilih metode pembelajarannya sendiri, terlebih di masa pembelajaran daring ini setiap mata pelajaran tentu memiliki metode efektifnya masing masing. Dukungan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat berupa penilaian kinerja tahunan dan juga tunjangan kinerja yang diberikan secara merata kepada guru PNS dan Honorer yang ada di SMAN X RSBI.

Dari paparan fenomena dan pencapaian positif yang ada di SMAN X RSBI, hal tersebut mengacu pada sebuah konsep yaitu work engagement, dan belum terdapat pengukuran work engagement di SMAN X RSBI. Work engagement sendiri didefinisikan sebagai keadaan pikiran yang positif, memuaskan, dan berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan vigor, dedication, dan absorption dalam pekerjaan seseorang (Schaufeli et al. 2002). Work engagement ini bersifat individual, pekerja yang engaged memiliki level energi yang tinggi dan antusias terlibat dalam pekerjaan mereka (Bakker, Schaufeli, Leiter & Taris, 2008). Work engagement sendiri memiliki tiga dimensi yaitu, pertama vigor dikarakteristikan dengan curahan yang kuat dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja (Schaufeli et al, 2004 dalam Bakker, 2008). Kedua, dedication dikarakteristikan dengan perasaan kebermaknaan, antusias, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan (Schaufeli et al, 2004 dalam Bakker, 2008). Ketiga, absorption dikarakteristikan dengan konsentrasi penuh dan serius mengerjakan suatu pekerjaan, waktu terasa begitu cepat dilewati dan sulit untuk memisahkan diri dengan pekerjaan (Schaufeli et Al, 2004 dalam Bakker, 2008). Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa work engagement yang dimiliki oleh guru di sekolah yang pernah ditetapkan berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) berada pada tingkat yang tinggi (Sya, 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi work engagement yang dimiliki oleh guru SMAN X RSBI. Berikut merupakan pertanyaan yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu Bagaimana gambaran work engagement pada guru SMAN X RSBI di Kabupaten Kuningan?.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-probability sampling. Jenis non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh atau sering disebut juga sensus. Teknik ini digunakan karena penelitian ini ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang kecil dan populasi pada penelitian ini juga relatif kecil, yaitu sebanyak 50 orang guru dengan usia 24 – 58 tahun (34.54, SD=3.51). Guru SMAN X RSBI terdiri dari 19 orang laki-laki (38%) dan 31 orang perempuan (62%). Selanjutnya status guru, sebanyak 26 orang guru SMAN X RSBI berstatus PNS (52%), dan 24 guru SMAN X RSBI berstatus sebagai honorer sekolah / honorer provinsi (48%). Dan dilihat dari pendidikan terakhir yang ditempuh, sebanyak 39 orang guru yang memiliki pendidikan terakhir S1 (78%), dan 11 orang yang memiliki pendidikan terakhir S2 (22%). Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner secara daring menggunakan platform Google Form. Waktu pengisian kuesioner dapat dilakukan kapanpun selama rentang waktu pengambilan data, yaitu dari bulan September hingga Oktober tahun 2021.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif eksplanasi sebagaimana dijelaskan oleh Christensen (2011). Work engagement diukur menggunakan alat ukur 36 item dari penelitian Inggil Sholata Sya (2016). Reliabilitas alat ukur menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,880 yang berarti bahwa alat ukur ini dapat diandalkan. Bukti validitas pada penelitian ini menggunakan evidence based on internal structure dengan melihat korelasi item pada setiap dimensi dengan alat ukur. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa setiap item pada dimensi memiliki korelasi dengan alat ukur work engagement yang berarti item memiliki keterangan yang valid.

Skor tiap dimensi dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kedua hasil pengukuran kemudian dilakukan kategorisasi menurut pedoman menurut Azwar (2013) dengan detail pada tabel 1:

Tabel 1. Kategorisasi skor

Kategori

Rumus

Work engagement

Vigor

Dedication

Absorption

Rendah

Mean - 1 SD ≤     X

36 - 108

12 - 36

12 - 36

12 - 36

Sedang

Mean - 1 SD <  X < Mean + 1 SD

109 - 180

37 - 60

37 - 60

37 - 60

Tinggi

X ≥ Mean + 1

181 - 252

61 - 84

61 - 84

61 - 84

SD

Data yang terkumpul selanjutnya akan melalui tahap analisis. Dalam melakukan analisis data, peneliti akan menggunakan aplikasi Jamovi 2.2.2. Untuk memenuhi tujuan dari penelitian ini, pengolahan data akan diawali dengan melakukan uji statistik deskriptif untuk gambaran work engagement secara umum dan gambaran pada masing-masing dimensi. Kemudian analisis frekuensi dari masing-masing kategori untuk mengetahui gambaran masing-masing dimensi. Selanjutnya, Uji beda digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor rata-rata setiap dimensi work engagement dan apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor rata-rata work engagement berdasarkan data demografi.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan Tabel 2. Total work engagement (M=223.06, SD=18.09) termasuk pada kategori tinggi yang menunjukkan bahwa guru SMAN X RSBI memiliki perasaan positif, penuh, dan kondisi pikiran yang terlibat dengan pekerjaannya sebagai guru. Dimensi

dedication (M=80.60, SD=4.58) termasuk kategori tinggi dan paling tinggi dibandingkan dengan dimensi lain, hal ini berarti guru SMAN X RSBI memiliki perasaan bermakna, antusias, inspirasi, bangga, dan tertantang di dalam pekerjaannya (Bakker & Leiter, 2010). Dimensi vigor (M=73.40, SD=7.81) juga termasuk pada kategori tinggi, hal ini menunjukkan guru SMAN X RSBI mengabdikan diri dalam pekerjaan, energik saat bekerja, memiliki kemauan untuk berusaha dan mampu menghadapi tugas kesulitan atau kegagalan (Bakker & Leiter, 2010). Meskipun dimensi absorption (M=69.06, SD=7.29) memiliki rata-rata skor yang paling rendah dibandingkan dimensi lainnya, dimensi absorption masih berada di dalam kategori yang tinggi berdasarkan kategorisasi, hal ini menunjukkan bahwa guru SMAN X RSBI berkonsentrasi penuh dan serius dalam mengerjakan suatu pekerjaan, dimana waktu terasa begitu cepat dilewati dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan (Bakker & Leiter, 2010).

Tabel 2. Gambaran Work engagement

Mean

Median

Min

Max

SD

Total Work engagement

223.06

229

171

246

18.09

Dimensi Vigor

73.40

75

50

84

7.81

Dimensi Dedication

80.60

83

67

84

4.58

Dimensi Absorption

69.06

71.50

50

78

7.29

Uji Beda dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan skor rata rata pada setiap dimensi work engagement. Hasil Uji beda One-way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (F=9.624, df=2, p<0.05).

Tabel 3

. Hasil Uji ANOVA Dimensi Work engagement

Sum of Square

df

Mean Square    F      p     η2

Between Groups

86.48

2

43.24  9.624*  0.032  0.010

Within Groups

8042.62

116

69.33

Total

8129.10

118

*p<0.05

Uji beda skor work engagement pada setiap kelompok demografi dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor work engagement yang dipengaruhi berdasarkan demografinya. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor work engagement pada demografi Lama Bekerja (H=4.924, df=2, p<0.05).

Tabel 4. Hasil Uji Beda Demografi Work engagement

Demografi

M (SD)   U / H

24 - 35

220.54 (17.01)

Usia (tahun)        36 - 48

220.12 (19.84) 2.472

49 - 60

231.58 (16.26)

Laki-laki

223.78 (17.40) 283.00

Jenis Kelamin      Perempuan

222.61 (18.77)

PNS

224.76 (19.52) 261.50

Status Guru        Honorer

221.20 (16.62)

0 - 5

215.60 (19.60)

Lama Bekerja

(tahun)              5 - 10

223.93 (18.56) 4.924*

> 10

227.54 (14.61)

Menikah

223.70 (18.07) 45.00

Status Pernikahan

Belum Menikah 213.00 (18.68)

S1

221.51 (17.91) 151.50

Pendidikan Terakhir

S2

228.54 (18.49)

*p<.05

PEMBAHASAN.

Vigor mengacu pada perasaan seseorang bahwa individu memiliki kekuatan fisik, energi positif, dan kesadaran kognitif, suatu set dari kondisi afektif yang saling berkaitan dengan yang dialami di dalam pekerjaan. Kondisi ini merupakan kombinasi perasaan dari kondisi yang menyenangkan atau memuaskan serta keseimbangan energi yang positif. Vigor dikarakteristikkan dengan curahan yang kuat dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja (Bakker & Leiter, 2010). Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat vigor yang dimiliki oleh guru SMAN X RSBI berada pada tingkat yang tinggi. Tingginya vigor ini menunjukkan tingkat dari energi dan ketahanan mental serta ketekunan yang dimiliki oleh guru SMAN X RSBI. Vigor adalah salah satu aspek dari work engagement yang menggambarkan tingginya energi dan ketahanan mental dari karyawan di tempat kerja ketika menjalani pekerjaan yang sebenarnya. Selain energi dan ketahanan, vigor juga menggambarkan tingkat ketekunan dari karyawan bahkan ketika sedang menghadapi kesulitan (Shekari, 2015). Guru SMAN X RSBI seluruhnya sepakat bahwa mereka memiliki kesulitan atau hambatan tersendiri yang dirasakan ketika mengajar. Kesulitan dan hambatan yang disebutkan, hampir seluruhnya berkaitan dengan kondisi pembelajaran daring. Meskipun demikian, terlihat bahwa vigor yang dimiliki oleh guru SMAN X RSBI ini berada pada tingkat yang tinggi. Hal ini didukung juga oleh temuan bahwa indikator yang paling besar dalam menyusun vigor pada guru SMAN X RSBI adalah indikator invest effort and persistence in the face of difficulties of work. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun guru SMAN X RSBI menghadapi kesulitan dan hambatan dalam bekerja, mereka tetap mampu memberikan energi, usaha, dan ketekunannya dalam mengajar.

Dilihat dari proporsi dengan dimensi lain, dimensi dedication memiliki nilai rata-rata dan proporsi yang paling besar dalam menyusun work engagement guru SMAN X RSBI. Hal ini dapat terlihat pada tabel 3. dari uji beda yang dilakukan, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata pada setiap dimensi work engagement. Dedication sendiri mengacu pada adanya keterlibatan yang kuat dalam bekerja, mengalami perasaan yang bermakna, antusias, memberi inspirasi bagi dirinya, bangga, dan merasa tertantang (Bakker & Leiter, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru SMAN X RSBI memiliki dedication pada

tingkat yang tinggi. Tingkat dedication yang tinggi dapat menggambarkan adanya emosi yang stabil dan sikap positif terhadap pekerjaan. Perasaan dan sikap tersebut yang nantinya dapat membantu pekerja dalam mencapai hasil berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Sadovaya & Korchagina, 2016). Penelitian sebelumnya menjelaskan juga bahwa dedication ini berkorelasi positif dengan kinerja karyawan. Semakin tinggi dedication maka semakin tinggi pula hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan. Hal ini dapat dikarenakan dedication juga dapat mempengaruhi motivasi dan dapat mendorong karyawan untuk bertindak dengan sengaja dalam memajukan kepentingan organisasi (Van Scotter & Motowidlo, 1996).

Salah satu bentuk manifestasi dari adanya work engagement adalah pegawai merasakan perasaan yang bermakna di tempat kerjanya, perasaan ini yang nantinya dapat meningkatkan kinerja dari pegawai hingga kinerja dari perusahaan atau organisasinya juga. Walaupun memiliki proporsi paling rendah dibandingkan dengan dimensi work engagement yang lain, guru SMAN X RSBI tetap memiliki tingkat / level absorption yang tinggi berdasarkan kategorisasi. Absorption sendiri ditandai dengan pikiran yang penuh dengan konsentrasi, memiliki perasaan senang, dan merasa tenggelam dalam pekerjaannya. Dalam hal ini, seorang pegawai dapat mengalami kondisi yang disebut dengan flow dimana waktu terasa berlalu dengan cepat dan merasa kesulitan untuk melepaskan diri dari pekerjaannya (Bakker & Leiter, 2010). Level absorption yang tinggi dari guru SMAN X RSBI juga dapat mengartikan bahwa dalam bekerja, guru SMAN X RSBI mampu fokus dan berkonsentrasi penuh (Rayton & Yalabik, 2013). Hal ini didukung oleh temuan pada data penunjang yang menemukan bahwa beberapa dari guru SMAN X RSBI menganggap bahwa mengajar adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari hidup mereka (difficulties with detaching oneself). Berdasarkan penelitian terdahulu, level absorption yang tinggi akan menghasilkan hasil kerja yang baik, karena absorption sendiri merupakan sikap konsentrasi dan keseriusan dalam bekerja (Sadovaya & Korchagina, 2016). Dari konsentrasi dan keseriusan dalam bekerja ini yang nantinya akan melahirkan sikap kehati-hatian dan teliti dari guru dalam bekerja. Pada akhirnya hal tersebut yang dapat meningkatkan kualitas dari hasil kerja. Kualitas hasil kerja guru di SMAN X RSBI ini dapat terlihat dari pernah ditetapkannya sekolah tersebut menjadi sekolah berstatus RSBI yang mengharuskan adanya guru berkualitas. Kemudian tidak hanya itu, meski status RSBI kini sudah resmi dicabut oleh pemerintah sejak tahun 2012 lalu, SMAN X RSBI masih tetap mampu mempertahankan kualitas dari gurunya. Hal itu dapat tercermin dari prestasi yang diperoleh oleh siswa di SMAN X RSBI sampai saat ini yang tetap konsisten. Prestasi tersebut tidak bisa lepas dari peran guru yang berkualitas.

Berdasarkan Tabel 4, secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata work engagement jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, status guru, dan juga pendidikan terakhir. Hasil tersebut terlihat dari hasil uji Mann-Whitney U (U), bahwa nilai p-value pada setiap kelompok demografi > 0.05, yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang secara signifikan ditemukan terdapat pada kategori lama bekerja, dengan terlihat p-value < 0.05 dari uji Kruskall-Wallis (H) yang dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata work engagement antara kelompok lama bekerja 0-5 tahun, 6-10 tahun, dan >10 tahun. Uji lanjutan pairwise comparison dilakukan untuk melihat kelompok lama bekerja mana yang berbeda satu sama lain. Ditemukan bahwa kelompok lama bekerja >10 tahun memiliki perbedaan dengan kelompok 0-5 tahun dan kelompok 6-10 tahun (p<0.05). Namun untuk rata-rata skor work engagement pada guru dengan kelompok lama bekerja 0-5 tahun dan 6-10 tahun, ditemukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Selanjutnya untuk demografi lama bekerja, dibagi menjadi tiga kategori. Ditemukan bahwa lama bekerja memiliki hubungan yang signifikan dengan work engagement. Hal tersebut terlihat dari hasil uji beda di atas yang menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan nilai work engagement berdasarkan lama bekerjanya. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, menurut Schaufeli dan Bakker, 2003 menunjukkan bahwa pegawai yang lebih lama masa kerjanya akan lebih engaged terhadap pekerjaannya. Lama kerja yang lebih panjang akan membuat pegawai merasa lebih betah atau cenderung mempunyai rasa keterikatan kerja dalam suatu organisasi (Kreitner & Kinicki, 2004). Hal tersebut bisa dikarenakan pegawai yang bekerja lebih lama telah beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Jika dilihat berdasarkan nilai rata-ratanya, guru SMAN X RSBI yang telah bekerja > 10 tahun memiliki nilai rata-rata work engagement yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru SMAN X RSBI yang baru bekerja 6 - 10 tahun dan 0 - 5 tahun.

Penelitian ini diambil menggunakan kuesioner yang berbentuk penilaian guru terhadap dirinya sendiri, hal ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan data dalam jumlah besar secara efisien. Namun, metode ini mungkin menyebabkan adanya bias pada pengisian yang mendorong guru untuk menjawab secara normatif. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan bisa mengurangi bias tersebut dengan melakukan triangulasi dengan dua atau lebih data objektif lain, atau menggunakan item social desirability untuk mengoreksi skor work engagement berdasarkan tingkat social desirability seseorang.

KESIMPULAN

Sebanyak 98% guru SMAN X RSBI memiliki tingkat work engagement yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru SMAN X RSBI memiliki perasaan positif, penuh, dan kondisi pikiran yang terlibat dengan pekerjaannya sebagai guru. Dari tiga dimensi yang menyusun work engagement, dimensi dedication yang memiliki proporsi paling tinggi dibandingkan dimensi lainnya dalam menyusun work engagement guru SMAN X RSBI. Hal ini menunjukkan bahwa guru SMAN X RSBI memiliki perasaan bermakna, antusias, menginspirasi, bangga, dan tertantang di dalam pekerjaannya. Hal ini didukung juga oleh temuan pada pertanyaan lanjutan yang berupa open question. Ditemukan bahwa guru SMAN X RSBI memiliki perasaan semangat dalam mengajar karena

menganggap bahwa pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang bermakna dan bermanfaat, kemudian mereka juga merasa bangga dengan pekerjaannya sebagai guru. Berdasarkan demografi, ditemukan bahwa lama bekerja memiliki korelasi / hubungan dengan work engagement. Semakin lama guru SMAN X RSBI bekerja, maka work engagement nya juga semakin tinggi.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini didukung penuh oleh Kepala Sekolah SMAN X RSBI dengan bantuan perizinan dan juga komunikasi dalam proses pengambilan data.

REFERENSI

Apuke, O. D. (2017). Quantitative Research Methods : A Synopsis Approach. Kuwait Chapter of Arabian Journal of Business and Management Review, 6(11), 40–47. https://doi.org/10.12816/0040336.

Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance, and normative commitment to the organization.

Journal of Occupational Psychology, 63(1), 1-18. doi:10.1111/j.2044-8325.1990.tb00506.x

Altunel, M. C., Kocak, O. E., Cankir, B. (2015). The Effect of Job Resources on Work engagement : A Study on Academicians in Turkey.

Educational Sciences : Theory & Practice, 15(2), 409-417. DOI 10.12739/estp.2015.2.2349

Bakker, A. B., Hakanen, J. J., Demerouti, E., & Xanthopoulou, D. (2007). Job resources boost work engagement, particularly when job demands are high. Journal of Educational Psychology, 99(2), 274–284. https://doi.org/10.1037/0022-0663.99.2.274.

Bakker, A.B., & Leiter, M.P. (Eds.). (2010). Work engagement: A handbook of essential theory and research. New York, NY: Psychology Press.

Bakker, A. B., Schaufeli, W. B., Leiter, M. P., Taris, T. W. (2008). Work engagement : An Emerging Concept in Occupational Health Psychology.

Work & Stress, 22, 187-200.

Christensen, L.B. (2007). Experimental methodology 10th edition. USA : Pearson Education.

Compton, W. C., & Hoffman, E. (2019). Positive psychology: The science of happiness and flourishing. Sage Publications

Friedenberg, L. (1995). Psychological Testing : Design, Analysis, and Use. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Health Organization, W. (2020). Coronavirus disease ( COVID-19). https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/336034/nCoV-weekly-sitrep11Oct20-eng.pdf.

Hernandez. (2017). Employee’s Age Influence on Work engagement and Job Satisfaction through Job Crafting Behaviours. Tilburg University.

Hobfoll, S.E., Johnson, R.J., Ennis, N., & Jackson, A.P. (2003). Resource loss, resource gain, and emotional outcomes among inner city women. Journal of Personality and Social Psychology, 84, 632–643.

Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2013). Psychological testing : principles, applications, issues eighth edition. California: Cengage Learning.

Kerlinger, Fred N. (2004). Asas-asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692

724. doi:10.2307/256287

Kular, S., Gatenby, M., Rees, C. Soane, E., dan Truss, K. (2008). Employee Engagement : A Literature Review.

Kusuma, W., Suhartono, D., & Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat, P. (2013). Implementasi Kebijakan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Pada Pondok Pesantren Salafiyah Di Kabupaten Kubu Raya Implementation Of Compulsory Study Program For 9 Years Basic Education Policy At Pesantren Salafiyah In Kubu Raya District

Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological capital: Developing the human competitive edge. Oxford University Press.

Maslach, C., & Goldberg, J. (1998). Prevention of burnout: New perspectives. Applied & Preventive Psychology, 7(1), 63-74. doi:10.1016/S0962-1849(98)80022-X

Maslach, C., & Jackson, S. E. (1981). The measurement of experienced burnout. Journal of Organizational Behavior, 2(2), 99-113. doi:10.1002/job.4030020205

Maslach, C., & Leiter, M. P. (1997). The truth about burnout. San Francisco, CA, USA: Jossey-Bass.

Maslach, C., Schaufeli, W. B.,  & Leiter, M. P. (2001). Job burnout. Annual Review of Psychology,  52(1),  397-422.

doi:10.1146/annurev.psych.52.1.397

Moore, J. L., Dickson-Deane, C., & Galyen, K. (2011). E-Learning, online learning, and distance learning environments: Are they the same? Internet and Higher Education. https://doi.org/10.1016/jiheduc.2010.10.001.

Nazir, M. (1999). Metode Penelitian (Cetakan ke Tiga). Jakarta : Ghalia Indonesia.

Permatasari, Dwi Ayu. (2011). Studi Deskriptif Mengenai Work engagement pada Guru di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bandung. Skripsi.

Jatinangor: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran - Skripsi, tidak dipublikasikan.

Putri, R. S., Purwanto, A., Asbari, M., Wijayanti, L. M., & Hyun, C. C. (2020). Impact of the COVID-19 Pandemic on Online Home Learning: An Explorative Study of Primary Schools in Indonesia. 29(5), 4809–4818. http://dx.doi.org/.

Schaufeli et Al. (2002). The measurement of engagement and burnout: A two sample confirmatory factor analytic approach. The Journal of Happiness Studies, 3, 71-92.

Schaufeli et Al. (2008). Workaholism, Burnout and Engagement: Three of Kind or Three Different Kinds of Employee Well-Being. Applied Psychology: An International Review. 57 (2): 173-203.

Schaufeli, W.B., & Bakker, A.B. (2004). Job demands, job resources and their relationship with burnout and engagement: A multisample study. Journal of Organizational Behavior, 25, 293–315.

Schaufeli, W.B., Salanova, M., dan Bakker, A. B. (2006). The Measurement of Work engagement with a Short Questionnaire : A cross-national study. Educational and Psychological Measurement, 66, 701-716.

Schaufeli, W.B., Bakker, A.B., & Van Rhenen, W. (2009). How changes in job demands and resources predict burnout, work engagement, and sickness absenteeism. Journal of Organizational Behavior, 30, 893–917.

Seligman, M. E. P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology: An introduction. The American Psychologist, 55(1), 5-14. doi:10.1037/0003-066X.55.1.5

Sharma, A dan Goel, A. (2017). How Does Work engagement Vary With Employee Demography. India : Science Direct.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 2 Tahun 2020

Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020

Sya, Inggil Sholata. (2016). Studi Deskriptif Mengenai Work engagement pada Guru Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta. Skripsi. Jatinangor: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran - Skripsi, tidak dipublikasikan.

Taherdoost, H. (2018). Sampling Methods in Research Methodology; How to Choose a Sampling Technique for Research. SSRN Electronic Journal, January 2016. https://doi.org/10.2139/ssrn.3205035.

Undang-undang No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1

Undang-undang Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003

Utami, Neni. (2003). Analisis Pengaruh Kinerja Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa. Available online at http://www.umpwr.ac.id/download/publikasi-ilmiah/Analisis-Pengaruh-Kinerja-Guru-Terhadap-Motivasi-Belajar-Siswa.pdf Diakses pada 19 April 2021 pukul 01.43 WIB.

Xanthopoulou, D., Bakker, A.B., Demerouti, E., & Schaufeli, W.B. (2009a). Reciprocal relationships between job resources, personal resources, and work engagement. Journal of Vocational Behavior, 74, 235–44.

Xanthopoulou, D., Bakker, A.B., Demerouti, E., & Schaufeli, W.B. (2009). Work engagement and financial returns: A diary study on the role of job and personal resources. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 82, 183–200.

222