Mengupas Dampak Psikologis Pada Remaja yang Memiliki Masalah Penampilan yang Berhubungan dengan Jerawat
on
Jurnal Psikologi Udayana 2022, Vol.9, No.2, 194-205
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
DOI: 10.24843/JPU/2022.v09.i02.p09
Eksplorasi Dampak Psikologis pada Remaja yang Memiliki Masalah Penampilan dengan Jerawat
Rinella Febry Autrilia dan Retno Hanggraini Ninin Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjajaran [email protected]
Abstrak
Fase remaja adalah masa ketika anak-anak menuju dewasa dan mengalami berbagai perubahan dalam hidupnya, salah satunya pada hormonal yang menyebabkan masalah jerawat. Masalah penampilan yang disebabkan oleh jerawat dapat menimbulkan berbagai dampak psikologis bagi remaja. Remaja yang lahir pada masa teknologi berkembang dengan pesat memiliki tantangan yang berbeda karena mereka banyak terpapar media maupun menggunakan media sosial yang berperan dalam menciptakan standar kecantikan yang ideal, yaitu kulit yang bersih tanpa jerawat. Penelitian kualitatif eksploratori ini dilakukan untuk mengetahui dampak psikologis yang dialami oleh remaja masa kini terhadap masalah penampilan karena jerawat dengan menggunakan metode wawancara. Partisipan penelitian merupakan remaja berusia 13-19 tahun. Analisis dilakukan dengan menentukan kata kunci jawaban peserta, kemudian menentukan kategori kata kunci ini. Setelah menemukan kategori, hubungan antara kategori dianalisis sehingga membentuk tema. Hasil menemukan bahwa setidaknya remaja mengalami lima dampak psikologis, antara lain perubahan pada adanya self-discrepancy dan body-image yang memburuk, merasa malu, mendapatkan respons negatif, merasakan kesedihan dan kecemasan, serta merasakan kemarahan dan frustrasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa masalah penampilan karena jerawat menimbulkan berbagai dampak psikologis yang cenderung serupa pada remaja. Dampak-dampak tersebut saling terkait satu sama lain. Penelitian ini dapat membantu masyarakat umum, khususnya remaja dan orang tua dari remaja yang memiliki masalah jerawat dalam memberikan gambaran dampak psikologis yang mungkin terjadi kepada para remaja, sehingga dapat lebih memperhatikan kondisi psikologis remaja dalam penanganannya.
Kata kunci: Jerawat, penampilan, dampak psikologis, self-esteem, self-image
Abstract
Adolescent phase is a phase when kids grow up and experience changes in their life. One of the changes is the hormonal changes on themselves that leads to acne problem. Appearance problems caused by acne can affect their psychological on adolescence. Adolescence nowadays have different challenges because they were born when technology is advancing rapidly so they are exposed from media as well as using social media which contributed in creating ideal beauty standard, such as flawless skin without acne. This exploratory research is conducted to aim psychology impacts that are experienced by adolescence towards appearance problems caused by acnes by using interview. The research participants are adolescence aged in 11-20 years old. The analysis is conducted by determining keywords of participants’ answers into categories. The relationships between the categories are analyzed until it forms themes. The results found that at least adolescents experienced five psychological impacts, including changes in self-image and self-esteem, feelings of embarrassment and self-consciousness, receiving negative comments and judgments, feelings of sadness and anxiety, and feelings of anger and frustration. Therefore, the problem of appearance due to acne poses various psychological impacts that tend to be similar in adolescents. These impacts are interrelated with each other. This research can help parents of adolescents who have acne problems and health workers in providing an overview of the psychological impact that may occur to adolescents, thus they can pay more attention to the psychological condition of adolescents in handling them.
Keywords: Acne, adolescence, appearance, psychological impacts, self-esteem
LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa transisi ketika anak-anak menuju dewasa (Sumara, Sahadi, & Santoso, 2017). Pada masa ini remaja mengalami banyak perubahan, salah satunya perubahan hormonal. Masalah yang mengikuti dari perubahan hormonal ini umumnya adalah masalah penampilan yang disebabkan oleh jerawat. Perubahan pada fisik mereka kadang membuat mereka tidak nyaman terhadap dirinya.
Kebanyakan penyakit kulit tidak membahayakan nyawa, namun hal ini memberikan tantangan unik bagi kondisi jiwa manusia. Penyakit kulit, termasuk jerawat, tidak hanya dapat memberikan dampak secara fisik seperti luka, bekas, dan atau infeksi, namun dapat memberikan beban psikososial yang berbeda bagi penderitanya karena mereka seringkali tidak dapat menyembunyikannya dari perhatian publik (Bowe, Doyle, Crerand, Margolis, & Shalita, 2011).
Beberapa dampak yang terjadi ketika remaja memiliki jerawat adalah hal tersebut dapat menurunkan kualitas hidup dan selfesteem (Magin, Adams, Heading, Pond, & Smith, 2006; Misery, 2011). Kualitas hidup adalah persepsi seseorang terhadap posisi dirinya di dalam hidup di dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka berada dan berhubungan dengan tujuan, ekspektasi, standar, dan hal-hal yang menjadi pertimbangan mereka (World Health Organization, n.d.). Sementara, self-esteem adalah penilaian seseorang tentang betapa berharganya dirinya, dalam domain tertentu, self-esteem adalah penilaian terhadap penampilan (Jordan, Zeigler-Hill, & Cameron, 2015).
Self-image atau citra diri adalah bagaimana seseorang memandang citranya. Ini termasuk bagaimana mereka memandang citra diri mereka sendiri yang mencakup citra atas tubuh mereka, kepribadian, kemampuan, dan lain-lain. (Bailey, 2003). Masalah penampilan akibat jerawat dapat membuat remaja cenderung menilai citra diri mereka dengan buruk, seolah-olah jerawat adalah bagian dari mereka (Magin et al., 2006).
Citra diri yang buruk pada remaja yang memiliki masalah jerawat kemudian dapat mempengaruhi self-esteem mereka. Mereka memiliki sikap terhadap diri sendiri atau self-attitude yang rendah, merasa tidak berguna, memiliki self-esteem yang lebih rendah, dan memiliki kepuasan terhadap tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak memiliki jerawat (Misery, 2011). Secara garis besar, remaja memiliki perasaan buruk tentang diri mereka sendiri yang dinilai dari penampilan mereka.
Masalah dengan self-esteem juga terkait dengan perasaan selfconsciousness dan perasaan malu (feelings of embarrassment) (Gallitano & Berson, 2018). Perasaan malu adalah salah satu emosi yang berkembang dari keberadaan self-consciousness untuk memfasilitasi tercapainya tujuan sosial tertentu, seperti bersosialisasi dan berkembang. Perasaan malu ini dapat dipicu ketika seseorang memusatkan perhatian mereka pada aspek publik atau pribadi dari diri mereka sendiri, dan menilai peristiwa yang terjadi relevan atau tidak sesuai dengan tujuan
identitas mereka (seperti ingin menjadi seseorang yang terlihat menarik), dan mengaitkan penyebab insiden dengan beberapa faktor internal, seperti menyalahkan atau menghormati dirinya sendiri atas penampilannya yang berjerawat (Robins & Schriber, 2009).
Ketika remaja tidak menyukai diri mereka sendiri dan menganggap diri mereka buruk karena masalah penampilan mereka, mereka cenderung sangat fokus pada perubahan penampilan mereka dalam semua aspek atau hal-hal yang mereka lakukan dan lebih sensitif terhadap perasaan malu tentang penampilan mereka. Dalam hal ini, remaja cenderung sangat peduli dengan masalah jerawat mereka (Henshaw & Ogedegbe, 2014) bahkan dalam kegiatan yang tidak berhubungan dengan jerawat.
Self-esteem, self-consciousness, dan perasaan malu diperburuk oleh komentar negatif yang diterima oleh remaja mengenai masalah penampilan mereka (Magin et al., 2006). Respons negatif yang diterima oleh remaja dengan masalah penampilan juga dapat memperburuk perasaan malu dan kecenderungan untuk sangat terfokus dengan diri mereka sendiri secara berlebihan.
Umumnya ketika remaja memiliki jerawat, ejekan dan penilaian teman sebaya ikut menyertai masalah tersebut. Ejekan tentang kulit berjerawat mereka dapat membuat mereka tidak dapat berhenti memikirkan masalah jerawat mereka, merasa malu dengan kondisi mereka, merasa cemas ketika mereka harus menghadiri suatu kegiatan sehingga mereka lebih memilih untuk menghindari kegiatan sosial, merasa frustrasi, dan marah (Magin et al., 2006).
Self-esteem yang rendah kemudian dapat menyebabkan kecemasan. Hal ini terjadi ketika ada ketidakstabilan dalam citra diri dan diri yang ditampilkan oleh remaja sebagai upaya untuk menghadapi perasaan tidak berharga atau keburukan, yang pada akhirnya menyebabkan kecemasan bagi remaja (Rosenberg, 2015). Ketika remaja tidak menyukai diri mereka sendiri karena penampilan mereka yang berjerawat, mereka cenderung berusaha untuk membuat diri mereka terlihat lebih dekat dengan ideal-self mereka. Jika tidak tercapai, mereka berpotensi menyebabkan kecemasan dan kesedihan yang berhubungan dengan penampilan.
Perasaan marah dan frustrasi juga merupakan emosi umum yang dialami oleh remaja dengan masalah penampilan akibat jerawat. Kemarahan mereka dapat berasal dari komentar negatif dari lingkungan sekitar, sementara frustrasi muncul sebagai tanggapan atas upaya yang telah dilakukan untuk mengobati jerawat tetapi tidak memperoleh hasil yang mereka harapkan. Dalam arti lain, frustrasi muncul karena masalah dalam citra diri, yaitu kesenjangan antara diri mereka yang sebenarnya dan citra diri yang mereka harapkan (Rosenberg, 2015). Pada tingkat yang lebih parah, masalah jerawat juga dapat menyebabkan distres psikologis (Misery, 2011), kecemasan, stres, depresi, dan ide bunuh diri (Hazarika & Archana, 2016).
Saat ini, ada lebih banyak faktor yang terlibat dalam dampak psikologis dari masalah penampilan terkait jerawat. Remaja
abad ke-21 lahir ketika teknologi telah berkembang sangat pesat, yaitu ketika era globalisasi yang memungkinkan pertukaran informasi dari berbagai belahan dunia terjadi dan dalam waktu singkat dan secara real time (Revol, Milliez, & Gerard, 2015). Fenomena ini membuat mereka memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan remaja di generasi orang tua dan kakek-nenek mereka, terkait dengan bagaimana mereka menangani masalah penampilan.
Beberapa karakteristik remaja saat ini, yaitu, cenderung menginginkan kepuasan instan, senang berada di dunia maya, sangat peduli dengan penampilan, dan mengandalkan internet sebagai sumber informasi (Burrow & Rainone, 2017; Chua & Chang, 2016; Jena & Mohanty, 2015; Lea et al., 2019; Mills, Shannon, & Hogue, 2017; Revol et al., 2015). Karakteristik ini membuat remaja di abad ke-21 memiliki tantangan dan kerentanan yang berbeda dalam menangani masalah jerawat serta terhadap pengalaman atas berbagai dampak psikologis akibat jerawat dibandingkan dengan remaja di generasi kakek-nenek mereka dan orang tua mereka (Revol et al., 2015). Sayangnya ini belum menjadi perhatian bagi banyak orang. Di sisi lain, remaja rentan secara psikologis dan cenderung sensitif terhadap perubahan yang terjadi dalam tubuh dan penampilan (Misery, 2011) karena cenderung menempatkan penampilan sebagai sesuatu yang sangat penting, terutama bagi remaja masa kini (Magin et al., 2006; Revol et al., 2015).
Berbagai penelitian tentang dampak psikologis pada remaja yang memiliki masalah jerawat telah berfokus pada konstruk-konstruk seperti depresi dan kecemasan. Selain itu, penelitian ini digunakan dalam metode kuantitatif tetapi dengan sampel terbatas dan dalam populasi rumah sakit atau klinik dermatologi (Bowe et al., 2011; Hazarika & Archana, 2016), tetapi konstruk-konstruk seperti kualitas hidup, self-consciousness, self-image atau citra diri, self-confidence, perasaan malu dan penyesalan terhadap penampilan mereka, serta perasaan malu ketika berinteraksi dengan orang lain karena penampilan mereka tidak dibahas sebanyak kecemasan dan depresi (Magin et al., 2006). Ada beberapa penelitian yang meneliti konstruksi ini dengan pendekatan kuantitatif tetapi mereka tidak dieksplorasi secara mendalam.
Saran dari penelitian tentang dampak psikologis jerawat adalah untuk melakukan studi kualitatif agar mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang bagaimana jerawat mempengaruhi kehidupan penderita, tekanan emosional yang mereka rasakan (Bowe et al., 2011). Hal ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang berurusan dengan remaja, baik profesional, dan orangorang di sekitar mereka untuk mengetahui efek psikologis yang mereka rasakan dan membantu mempertimbangkan perawatan yang akan diberikan kepada mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai dampak psikologis yang dialami oleh remaja dengan masalah penampilan yang berkaitan dengan jerawat.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif eksploratif yang bertujuan mengeksplorasi dampak-dampak psikologis dari remaja yang memiliki masalah penampilan yang berhubungan dengan jerawat.
Responden
Responden pada penelitian ini merupakan remaja berusia 13-19 tahun yang memiliki jerawat. Sampel didapatkan berdasarkan rekomendasi dari rekan-rekan penulis dan perizinan dilakukan melalui sekolah. Sebelum pengambilan data dilakukan, partisipan diberikan informasi mengenai penelitian, risiko, dan manfaat serta informed consent yang dituliskan di laman awal Google Form maupun cetak. Untuk informed consent secara daring, peneliti menambahkan pernyataan “Orangtua saya menyetujui saya mengikuti penelitian ini” kemudian diikuti dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”, sementara untuk informed consent dalam bentuk cetak, orangtua partisipan akan diminta untuk menandatangani lembar tersebut. Kemudian, pengambilan data dilakukan dengan pengisian Google Form yang berisi gambaran pertanyaan yang kemudian akan dilanjutkan dengan wawancara melalui daring.
Wawancara dilakukan selama 45 menit – 1 jam dengan mengikuti panduan yang telah dibuat berdasarkan beberapa alat ukur yaitu Dermatology Life Quality Index (DLQI) (Finlay & Khan, 1994) dan Body Image Disturbance Questionnaire (BIDQ) (Cash, Phillips, Santos, & Hrabosky, 2004). Sebelum wawancara dilakukan, responden diberikan Google Form. Data yang dikumpulkan melalui Google Form adalah area wajah yang berjerawat, dampak dari jerawat, dan bagaimana mereka menangani jerawat serta menghadapi dampak-dampaknya. Data yang didapatkan akan dieksplorasi lebih lanjut pada saat wawancara.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis tematik. Analisis dilakukan dengan cara mengabstraksikan kata kunci dari setiap hal yang dikatakan oleh responden. Kemudian kata kunci tersebut dikelompokkan sehingga menjadi suatu tema tertentu. Setelah ditemukan kategori-kategori tema, maka peneliti menganalisis hubungan antar tema.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Jumlah responden yang diteliti adalah 8 orang (data umum pada tabel 1), dengan pseudonames J, A, M, P, R, S, Su, dan Ab. Kedelapan responden adalah perempuan berusia antara 13-19 tahun dan memiliki jerawat dan satu peserta adalah laki-laki berusia 13 tahun. Terdapat beberapa kesamaan pada gambaran umum subjek, 1) Keempat responden memiliki jerawat di area dahi, pipi, dagu; tiga responden memilii jerawat di area pipi saja; dan satu responden memiliki jerawat selain di bawah hidung selain di area dahi, pipi, dan dagunya. 2) Keenam responden tidak pernah melakukan konsultasi dermatologi, sementara dua orang responden pernah melakukan konsultasi dermatologi. Berdasarkan tabel pada lampiran, lima dari delapan responden memiliki masalah jerawat kurang lebih selama satu tahun.
Terdapat tiga pandangan mengenai alasan atau penyebab jerawat dan tingkat keparahan jerawat dari kedelapan peserta. Pertama, enam remaja memiliki pandangan bahwa pola tidur yang tidak baik dan jenis makanan tertentu dapat memicu timbulnya jerawat, seperti makanan pedas, kacang-kacangan, telur, udang, kurang mengonsumsi sayuran, dan makanan berminyak. Dua di antara mereka juga berpikir bahwa mengonsumsi minuman manis dan tidak meminum air putih yang cukup dapat memicu timbulnya jerawat. Kemudian lima responden berpandangan bahwa penyebab munculnya jerawat adalah menggunakan produk yang salah dan hormon/PMS merupakan fase normal remaja. Tiga responden juga memandang bahwa tidak menjaga kebersihan wajah dan atau alat yang digunakan dapat memicu jerawat.
Dampak-dampak psikologis kemudian dianalisis hubungannya dan membentuk suatu kategori. Berdasarkan hal tersebut, terdapat lima kategori besar dampak psikologis yang dialami oleh remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat, yaitu self-image dan self-esteem, rasa malu dan selfconsciousness, penerimaan komentar negatif, kecemasan dan kesedihan, serta kemarahan dan frustrasi. Dampak-dampak ini disertai dengan perilaku menghindar pada beberapa tema.
Adanya Self-Discrepancy dan Body-Image yang Memburuk Masalah jerawat, termasuk bekas jerawat, membuat remaja memiliki penilaian yang berbeda pada citra tubuhnya, khususnya pada wajahnya. Dalam hal ini citra diri pada wajah remaja cenderung lebih negatif, seperti yang dirasakan oleh responden A “…sesudah saya memiliki jerawat saya jadi merasa kalau kulit saya itu sangat buruk ” Responden M juga merasa bahwa dirinya cantik jika ia tidak memiliki jerawat “Ya cantik kalau nggak ada jerawatnya” dan responden P merasa jijik terhadap dirinya sendiri yang memiliki jerawat “Iya, ada, jijik banget Kadang kalau ngaca tuh “ih jijik banget sama diri sendiri” kayak gitu Sering banget ” Hal ini juga dapat terlihat dalam keinginan remaja untuk mengubah penampilannya menjadi lebih baik. Hal ini diungkapkan oleh responden J dengan pernyataan seperti “…Saya masih punya banyak rencana untuk memperbaiki penampilan saya”
Perhatian yang Berlebihan terhadap Jerawat
Kedua, remaja yang memiliki masalah jerawat juga dapat mengalami dampak pada self-consciousness-nya. Pada aspek perilaku, mereka dapat lebih sering bercermin atau justru menghindari bercermin. Pada responden P, hal ini justru membuat ia menghindari bercermin “Kalau dulu kayak kalau ngaca tuh “ih apa banget sih” jadi nggak pede ngaca kalau dulu ”, ““Iya Kalau ngeliat kaca tuh, aduh males banget ngeliat muka karna ngeliatnya muka tuh kayak ngeliatin jerawat nih satu-satu “nih kapan sembuhnya sih? Kenapa kayak gini sih” jadi kayak kepikiran, kepikiran” Hal-hal yang mereka pikirkan ketika bercermin atau pun tidak meliputi pertanyaan kapan jerawat mereka akan hilang dan menyesali jumlah jerawat mereka yang sangat banyak, seperti yang dikatakan oleh responden J, “…kalau malam-malam mau tidur kadang suka tiba-tiba kepikiran gitu ” dan responden P, “…karna ngeliatnya muka tuh kayak ngeliatin jerawat nih satu-satu “nih kapan sembuhnya sih? Kenapa kayak gini sih” jadi kayak kepikiran, kepikiran…”
Pada aspek perilaku, aktivitas memikirkan jerawat secara terus-menerus ini juga terkadang sampai membuat remaja menangis hingga akhirnya kesulitan tidur dan mengganggu pola tidur mereka. Hal ini dirasakan oleh responden P, “Kalau malem tuh, pas lagi break out banget, hampir setiap malem aku nangis Aku baru tidur jam 2 karna nangis dulu Aku tidur jam setengah 2, sekitar-sekitar jam segitu deh”. Kemudian, ia tidak ingin melihat jerawatnya karena akan membuat ia memikirkannya terus-menerus. Tidak hanya pikiran mereka yang sangat terfokus pada masalah jerawat, tetapi mereka juga menganggap bahwa orang lain memperhatikan wajah mereka lebih dari biasanya. Mereka cenderung berpikir bahwa orang lain juga memperhatikan jerawatnya sebanyak yang mereka lakukan. Hal ini diungkapkan oleh responden P dan A, “Kalau dulu kayak kalau ngaca tuh “ih apa banget sih” jadi nggak pede ngaca kalau dulu ” dan “…Mau ngapa-ngapain itu jadi harus mikir dulu gitu loh biar nanti jerawatnya nanti biar nggak diliatin, nggak ditanya kayak gitu ”
Merasa Malu
Rasa malu muncul ketika remaja melakukan kegiatan, seperti ketika harus bepergian keluar, berfoto, atau ketika mereka melihat orang lain yang tidak memiliki jerawat yang dianggap cantik. Hal ini dirasakan oleh responden M “Kalau misalnya kan foto-foto gitu kadang-kadang Yang lain mukanya mulus, M malah ada bintik-bintik jerawatnya Kadang nggak ikut foto ” dan responden P, “Jadi lebih tertutup Oh iya kalau temen-temen aku kayak bikin Boomerang sama aku trus tag aku di IG, aku nggak pernah nge-repost Waktu aku masih banyak jerawat, kalau nge-tag aku di IG, nggak pernah aku repost Atau kalau diajak bikin Boomerang, akunya nggak mau”
Perasaan malu ketika berfoto membuat remaja menggunakan filter untuk menutupi jerawatnya dan membuat hasil foto terlihat lebih baik. Hal ini diungkapkan oleh responden A “Tapi waktu itu juga ya kak, karena bener-bener insecure gitu kan, dulu tuh yaudah pakai filter”
Responden P juga mengungkapkan perasaan malunya ketika bertemu dengan orang lain yang tidak berjerawat “Kalau lagi ngerasa insecure tuh waktu aku ada acara di Panti Klender…ada acara trus kayak ada kakak-kakaknya gitu, perempuan-perempuan, cantik-cantik bangeet, trus udah gitu mukanya pada mulus-mulus, trus aku bilang “kok gue kayak gini banget yaa” gitu ” Perasaan malu ini juga dirasakan oleh J ketika harus bepergian keluar “Iya sih Kalo keluar mungkin kadang Tapi kan sekarang, ya pakai masker gitu misalnya, males membuka masker itu karena emang ada jerawatnya juga di sini Kayak gitu sih Emang kadang-kadang masih ada rasa nggak percaya dirinya kalau keluar gitu ”
Dalam hal berhubungan dengan lawan jenis, perasaan malu ini juga membuat remaja meragukan penerimaan orang lain terhadap dirinya. Hal ini dirasakan oleh responden P “Jadi kayak misalnya eee pas waktu jerawatan ini, aku punya pacar ya trus aku jadi kayak kalau misalnya diajak video call aku nggak pernah mau Aku bilang “malu ah lagi jerawatan, lagi break out” gitu…jadi kayak serba salah ke diri sendiri sih, sedih juga Takut nggak nerima aku gitu ” Bahkan, pada
responden A, ia memutuskan hubungan dengan lawan jenis yang disukainya “Waktu itu ada yang deket gitu sama aku, kayak ya dia ngedeketin gitu Ya kita udah deket, lumayan lah gitu Terus mikirnya kayak ya dia juga udah bilang gitu, terus mikirnya kayak “ini orang beneran nggak ya? ini beneran nggak sih? ih nggak mungkin banget” Hm apa ya mungkin ya khawatirnya itu ya rasa insecure itu sih Kayak “kok bisa?” gitu Masih banyak loh orang yang maksudnya lebih perfect atau apa “Kok dia mau punya hubungan sama aku” Aku udah buru-buru ngehindar gitu kayak udahlah nggak usah gitu, males kayak gimana gitu Terus yang masalah tidak diterima juga Jadi kayak yaudahlah males mikirin yang masalah hubungan atau apa Fokus ke benahin diri aja, terutama masalah jerawat ini untuk sembuhnya gimana gitu ”
Mendapatkan Respons Negatif dari Orang Lain
Beragam respons negatif yang diterima oleh remaja adalah alasan mengapa mereka berjerawat dan kondisi jerawat yang memburuk. Selain itu respons negatif dari orang lain yang mereka terima meliputi dianggap kotor, tidak menjaga kebersihan, dan mereka dianggap tidak mengobati jerawatnya. Hal ini dialami oleh responden A,“…tante aku ini tuh nanya “ih A kok kamu jerawatan? Udah pakai ini belum? Udah diitu ke dokter belum? Itu diobatin deh”, “Ya gitu kayak ”kok lo jerawatan” ya gitu paling ”, dan “…kalau kadang ada juga kan yang bilang eee jorok banget sih gitu atau jarang cuci muka yaa atau sebagainya ”
Selain itu, mereka menganggap bahwa orang lain juga menilai diri mereka buruk. Remaja menganggap orang lain tidak nyaman ketika melihat wajah mereka atau pun jijik. Hal ini dinyatakan oleh responden A seperti “…nggak biasa gitu liat orang jerawatan makanya ya diliatin terus gitu, terus dari mimik muka tuh kayak geli gitu ngeliatnya…” dan responden P “…mungkin mereka juga jijik kali ya…”
Merasakan Kesedihan dan Kecemasan
Kondisi wajah yang berjerawat membuat remaja mengalami kecemasan dan kesedihan. Kesedihan dan kecemasan yang dirasakan oleh remaja bersumber dari penampilannya yang menurut mereka buruk, komentar negatif, serta kesenjangan antara standar diri yang ideal dan realitas. Kesedihan atas penampilannya yang buruk ditandai dengan mempertanyakan kondisi dirinya yang berjerawat. Seperti yang dikatakan oleh responden J, “Ya kadang, enggak kadang sih, sedih sih kalo lagi merasa gitu Kayak “Aduh gua kok kayak gini ya” kayak gitu”
Di sisi lain, kesedihan yang dialami oleh remaja bukan hanya berasal dari masalah jerawat yang sedang mereka hadapi, tetapi juga karena komentar-komentar negatif serta penghakiman yang mereka terima dari orang lain. Komentar negatif dari orang lain terkadang membuat mereka merasa sakit hati dan menyesali mengapa orang lain harus berperilaku seperti itu. Kesedihan ini umumnya tidak dapat diungkapkan secara langsung oleh remaja karena komentar negatif tersebut didapatkan dari teman atau keluarga mereka. Hal ini dikatakan oleh responden P, “…Trus kalau misalnya jerawat aku kayak lagi nambah gitu tuh, kalau misalnya orangnya yang merhatiin
kan “kok jerawat lo masih banyak gitu sih?” ada yang bilang kayak gitu jadi sedih sih ”
Selain merasakan kesedihan, mereka juga merasakan kecemasan yang umumnya timbul dari kekhawatiran atas kemungkinan timbul jerawat baru atau breakout kembali, serta kemungkinan adanya bekas jerawat setelah jerawat mereka sembuh. Selain itu, kecemasan juga dapat bersumber dari kekhawatiran remaja atas komentar negatif yang pernah ia dapatkan sebelumnya dari teman maupun keluarganya. Hal ini membuat remaja merasa khawatir akan mendapatkan komentar negatif kembali ketika akan bersekolah atau bertemu dengan keluarganya. Hal ini dirasakan oleh responden A yang menyatakan “…Awalnya tuh kayak takut-takut juga gitu loh kak, takut ini kan mukanya tinggal bekas jerawat doang Terus nanti kalau pakai serum malah breakout gitu kak…Terus kita mau ngapain aja tuh kayak ngerasa takut gitu tau kak soalnya takut ditanyain kalau aku sendiri ”, kemudian responden P juga mengungkapkan “…Dan yang jerawat ini nih, aku nggak berani pake apa-apa karna yang aku bilang…yang waktu bulan Juli, aku nggak berani pake apa-apa karna aku disitu jerawatan karna salah ganti produk menurut aku” Sementara responden M, “…takut takutnya ntar diejek atau disapa gitu mungkin ”
Merasakan Kemarahan dan Frustrasi
Remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat juga mengalami kemarahan dan rasa frustrasi. Bentuk kemarahan yang dirasakan remaja dapat berupa menyalahkan diri mereka sendiri yang menimbulkan kekesalan terhadap dirinya sendiri. Perasaan menyalahkan diri sendiri yang berakhir pada kemarahan ini dipicu karena adanya perasaan tidak puas terhadap dirinya yang tidak dapat mencapai tujuan tertentu yang ia percayai seharusnya ada pada dirinya.
Dalam waktu berkepanjangan, selain kemarahan, masalah jerawat juga dapat menimbulkan perasaan putus asa dan pasrah bagi remaja yang mengalaminya yang diikuti frustrasi. Perasaan frustrasi karena merasa tidak memiliki kontrol tidak hanya terjadi dari pengobatan jerawat itu sendiri yang tidak berhasil, tetapi juga didasari dari perasaan tidak berdaya atas dampak yang mereka terima dari lingkungan sekitar terhadap masalah penampilan mereka. Perasaan frustrasi umumnya ditandai dengan pikiran bahwa segala hal yang telah dilakukan adalah sia-sia dan tidak membuahkan hasil yang diharapkan, mempertanyakan penyebab kegagalan, dan disertai perilaku menghentikan perawatan diri. Responden P mengungkapkan,“Sedih banget itu, kayak nyerah banget aku, kayak “hah yaudahlah Emang gini Nanti juga sembuh sendiri kali” kalau kataku gitu ya Yaudah aku diemin aja, emang bener-bener pasrah banget Aku nggak nyoba apa-apa Trus kalau kata orang “nih pake ini P”,“udah pernah nyobain Bu” kataku Masih sama aja hasilnya, jadi kayak lebih…yah yaudahlah, putus asa gitu lah ”
Rasa frustasi adalah akibat dari berbagai upaya yang tidak berhasil untuk mengatasi masalah jerawat, seperti menggunakan produk skincare, mengubah pola hidup seperti mengurangi atau menghindari jenis makanan tertentu, jam tidur, dan menggunakan bahan-bahan alami lainnya. Secara
kognitif, perasaan frustrasi karena jerawat juga dapat menimbulkan pemikiran bahwa seumur hidupnya, dirinya mungkin tidak akan pernah merasakan memiliki kulit yang normal (tanpa jerawat).
Selain karena masalah jerawat itu sendiri, respons negatif dari orang lain juga dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustrasi pada remaja karena merasa tidak dapat mencapai tujuan tertentu yang diharapkan orang lain terhadap mereka. Kemarahan dan frustrasi yang dirasakan tidak ditunjukkan secara eksplisit. Remaja menyembunyikan kemarahan terhadap lawan bicara, terutama yang merupakan keluarga. Terkadang mereka menjawab lawan bicara dengan sekadarnya kemudian memilih untuk diam. Hal ini dialami oleh responden A dan P, “Pernah, tapi kayak berusaha untuk nggak nunjukkin kalau aku tuh sebenernya kesel gitu loh kak Jadi kayak yaudah versi kalemnya jadi “ya nggak tau ya” gitu Ya jadi rada sinis gitu tau kak, jadi aku diem terus aku bilang “ya nggak tau lah” kayak gitu Karena bener-bener kesel gitu tapi kayak nggak mau ditunjukkin Nanti takutnya malah dimarahin kan, padahal ya dari orang itu sendiri yang aturannya jangan nanya-nanya kayak gitu ” dan “…kalau nggak aku diemin, aku “oh iya nih salah sabun cuci muka… Agak sedih sama kesel juga sih, kalau bisa dijitak, jitak itu kepalanya kak ”
Perasaan marah dan frustrasi ini terkadang juga disalurkan kepada orang lain yang tidak berhubungan dengan penyebab kemarahan remaja tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan frustrasi pada remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat merupakan hal yang lebih kompleks. Perasaan frustrasi tidak hanya mempengaruhi kognitif mereka tetapi juga bagaimana mereka berperilaku terhadap orang lain. Hal ini diakui oleh responden A “…kayak aku misalnya aku dipanggil sama Bunda gitu, itu jadi kayak sinis malahan Padahal penyebabnya itu bukan orang sekitar itu, tapi dari tantenya itu gitu Mulutnya tuh emang nyinyir banget sumpah ”
Perilaku Menghindar
Dampak yang dirasakan oleh remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat tidak hanya pada kognitif dan afektif saja tetapi juga pada perilakunya. Pemikiran berlebihan tentang jerawat dan perasaan malu juga cenderung membuat mereka menghindar dari aktivitas sosialnya.
Para remaja berusaha untuk tidak menarik perhatian dengan berbagai cara seperti menghindari orang lain. Sebagai contoh, remaja menolak melakukan video call, adanya keinginan untuk menutupi jerawat, dan ketika berada di luar rumah, remaja memilih tempat yang lebih tertutup saat makan siang bersama teman atau keluarganya. Hal ini disadari oleh responden P yang mengungkapkan “… Dia kayak nggak memperdulikan jerawat aku, tapi akunya tetep kayak nggak mau emang nggak mau nunjukkin, kadang aku angkat nih, trus aku matiin kamera aku ” terhadap pasangannya. Kemudian responden A juga mengatakan “Dan nanti kemana-mana parno-an gitu kan Ih pakai masker ya, di makeup-in ya, pasti kayak gitu nanti… Makanya kalau aku sekarang kalau mau makan-makan gitu tuh, tempatnya harus yang bener-bener tertutup gitu loh kak Jadi nggak ada orang lain yang ngeliat gitu, cuma aku sama orang tua, kalau nggak sama temen aja gitu ”
Selain itu mereka juga menghindari bepergian, seperti menolak ajakan untuk bermain atau lebih memilih bermain ketika malam agar jerawatnya tidak terlalu terlihat, menolak berfoto, dan tidak me-repost foto dari teman maupun mengunggah foto dirinya sendiri. Perilaku ini dilakukan oleh responden P, seperti “Eeee aku kalau diajak keluar lebih ke nolak sih kak…Kalau lagi parah banget “nggak dulu deh, lain kali aja”…kalau nggak, aku nyari alesan lain biar nggak pergi keluar bareng gitu” dan responden Ab “Oh sering banget sih itu dulu Kalau dulu sering… Misalkan muka lagi parah banget, terus diajak main keluar gitu Atau nongkrong dimana gitu misalkan Kayak “udah yuk ikut yuk ikut” “Eh nggak deh” Ya alasannya ya aku nggak bilang alasannya karena nggak PD atau karena minder Alasannya kayak aduh capek, mager atau ada tugas yang lain lah Ngarang-ngarang alasan lain gitu ” Perilaku menolak ajakan berfoto juga dilakukan oleh responden P, ia mengungkapkan “…kalau misalnya nih temen-temen aku, kan temen-temen aku mukanya masih pada bersih ya kak, pada bersih deh mukanyaa trus misalnya kita pada kumpul bareng, trus kalau ngajak foto nih, ngajak foto atau apa, kadang aku nggak ikutan, kadang “ayo apa ikut”, ntar akunya pake masker, merekanya nggak gitu”
Hal ini mereka lakukan karena pikiran mereka sangat terfokus pada diri mereka dan masalah jerawatnya, sehingga mereka merasa bahwa orang lain juga memperhatikan dirinya sebanyak ia memperhatikan jerawatnya dan merasa malu.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Secara umum, temuan penelitian ini mengeksplorasi dampak-dampak psikologis yang dialami oleh remaja yang memiliki masalah penampilan yang berhubungan dengan jerawat. Bagi remaja, salah satu dampak psikologis dari masalah penampilan yang berhubungan dengan jerawat adalah pada adanya selfdiscrepancy dan body-image yang memburuk.
Lingkungan memiliki standar bahwa seseorang dikatakan cantik jika ia tidak memiliki jerawat. Seseorang yang memiliki jerawat akan dipandang bahwa ia kurang merawat dirinya dan tidak sehat (Dréno et al., 2016; Ritvo, Del Rosso, Stillman, & La Riche, 2011). Pandangan ini sedikit banyak mempengaruhi bagaimana remaja berpikir tentang dirinya dan bagaimana dirinya bertanggung jawab atas kondisi yang terjadi pada dirinya.
Hal ini membuat remaja melihat adanya perbedaan atau jarak antara kondisi dirinya yang sebenarnya (actual-self) dengan diri yang ia harapkan (ideal-self) Tidak hanya itu, remaja juga melihat adanya perbedaan antara kedua self tersebut dengan diri yang “seharusnya” (ought-self). Ought-self merefleksikan atribut tertentu yang ia yakini bahwa ia memiliki tugas dan kewajiban untuk memilikinya atau mewujudkannya, dalam hal ini adalah diri yang bersih tanpa jerawat. Ought-self juga biasanya terkait dengan diri dituntut oleh orang lain.
Ketika seseorang merasakan jarak yang jauh antara actual-self dan ideal-self yang dimilikinya, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan terhadap dirinya dan perasaan malu (Vartanian, 2012). Pada penelitian ini masalah penampilan karena jerawat membuat remaja merasa malu terhadap orang lain, dan
meragukan penerimaan orang lain atas kondisi dirinya. Pada aspek perilaku, rasa tidak percaya diri ini membuat remaja memutuskan hubungan dengan lawan jenis yang disukainya.
Kemudian, dampak psikologis lain dari masalah penampilan yang berhubungan dengan jerawat adalah adanya perasaan sedih dan cemas. Perasaan sedih ini juga dapat timbul karena adanya ketidakseimbangan antara ideal-self dengan actual-self (Vartanian, 2012). Remaja memiliki body-image yang cenderung buruk, sehingga mereka berpikir bahwa wajahnya sangat jelek dan atau menjijikkan, namun memiliki ideal-self seperti diri yang cantik tanpa jerawat dan menampilkan diri dengan menutupi jerawatnya. Hal ini menempatkan remaja dalam kesedihan atas realita dirinya. Berdasarkan penelitian, diskrepansi antara standar ideal diri dan realita yang sangat jauh dapat menuju pada depresi (Remue, Hughes, De Houwer, & De Raedt, 2014; Vartanian, 2012).
Di sisi lain, perbedaan antara actual-self dan ought-self menimbulkan perasaan cemas dan bersalah. Perasaan-perasan tersebut muncul karena seolah-olah mereka telah melanggar standar yang ada (Vartanian, 2012). Emosi yang muncul karena adanya jarak tersebut kemudian dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang dapat mengurangi jarak tersebut. Hal ini dapat terlihat pada perilaku remaja yang menolak ajakan berfoto atau menghadapi masalahnya dengan cara menutupi jerawatnya dengan filter ketika berfoto, makeup, rambut, hoodie, dan atau masker untuk menutupi jerawat mereka ketika mereka harus bepergian keluar.
Hal ini sesuai dengan Rosenberg (2015) yang menyatakan ketika seseorang tidak menyukai dirinya, mereka akan berusaha untuk menampilkan diri mereka menjadi lebih baik yang tidak sesuai dengan sebenarnya, untuk mendekati diri yang mereka harapkan. Pada remaja perempuan, mereka menggunakan kosmetik untuk menyamarkan jerawatnya (Fabbrocini, Cacciapuoti, & Monfrecola, 2018).
Tuntutan untuk berperilaku, berpikir, atau merasa tertentu juga dapat menimbulkan kecemasan bagi remaja (Nevid, 2018). Seringkali remaja berada dalam situasi yang mengharuskan mereka untuk tetap menerima respons negatif dari orang lain, seperti teman atau keluarga karena ada tuntutan dari orangtua remaja untuk menunjukkan citra anak yang sopan, yang menghormati lawan bicara dengan mendengarkan mereka terutama yang merupakan keluarganya. Perilaku ini menjauhkan mereka dari diri mereka yang sebenarnya yang merasa tidak nyaman dengan citra tersebut sehingga akhirnya memunculkan kecemasan.
Kecemasan terhadap masalah penampilannya juga dapat membuat remaja cenderung menghindari aktivitas sosial dengan orang lain, seperti menghindari bepergian atau mengikuti sebuah acara. Hal ini dapat terjadi meskipun mereka sudah menutupi jerawatnya, kemudian menempatkan remaja dalam kecemasan karena mereka tetap berpikir bahwa citra atau penampilan dirinya buruk dan hal tersebut dapat sewaktu-waktu terlihat oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan teori diskrepansi self-concept yang menyatakan ketika terjadi diskrepansi antara standar ideal pada diri seseorang dan realita, hal ini dapat menyebabkan seseorang merasa khawatir akan kegagalan
(Higgins, Klein, & Strauman, 1985). Dalam hal ini adalah kegagalan dalam menutupi jerawatnya.
Kecemasan akan mendapat respons negatif kembali juga membuat mereka cenderung menghindari atau meminimalisasi berinteraksi dengan orang lain yang pernah memberikan komentar negatif terhadap masalah mereka. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan salah satu dampak dari masalah penampilan karena jerawat adalah perilaku menghindar dari aktivitas sosial yang biasanya mereka lakukan. Remaja yang memiliki masalah jerawat cenderung menjadi lebih tertutup atau mengalami kesulitan dalam berhubungan sosial (Unal, Emiroğlu, & Cengiz, 2016).
Ketika seorang remaja memiliki masalah penampilan karena jerawat, dampak lain yang dirasakan adalah perhatian yang berlebihan terhadap jerawat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Gallitano & Berson (2018). Masalah penampilan remaja membuat mereka sangat memerhatikan segala hal tentang diri mereka sendiri atau pikiran mereka terokupasi pada masalah jerawat yang sedang mereka alami. Dalam penelitian ini, perhatian berlebihan terhadap jerawat terlihat dari perilaku remaja yang kesulitan tidur karena memikirkan jerawatnya dalam jangka waktu panjang. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa masalah jerawat dapat mengakibatkan kesulitan tidur karena memikirkan hal tersebut terus-menerus (Fabbrocini et al., 2018).
Perhatian yang berlebihan terhadap jerawat pada remaja karena masalah penampilan ini juga berhubungan dengan sensitivitas remaja terhadap perasaan malu. Perasaan malu meliputi perhatian terhadap bagaimana seseorang mempersepsikan diri mereka, perasaan malu timbul ketika seseorang berpikir bahwa terdapat ketidaksesuaian antara aspek publik yang mereka tampilkan dengan persepsi orang lain terhadap mereka (Crozier, 2014). Masalah penampilan karena jerawat umumnya membuat remaja merasa malu karena hal tersebut dianggap sesuatu yang memperburuk penampilan dan impresi mereka.
Perhatian yang berlebihan terhadap jerawat pada remaja dan disertai perasaan malu karena jerawat merupakan sesuatu yang buruk ini kemudian membuat remaja yang terokupasi pada masalah jerawat merasa tidak nyaman, terganggu, dan cenderung memilih untuk menghindari orang lain. Oleh karena itu mereka menunjukkan berbagai perilaku menghindar yang bertujuan untuk meminimalisasi kemungkinan mereka menjadi pusat perhatian banyak orang karena masalah jerawatnya yang membuatnya malu.
Perhatian yang berlebihan terhadap jerawat dan perasaan malu berkaitan juga dengan lingkungan eksternal para remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat (Magin et al., 2006). Hasil penelitian menunjukkan remaja cenderung tidak ingin berteman dengan seseorang yang memiliki bekas jerawat (Dréno et al., 2016). Remaja yang memiliki masalah jerawat cenderung menerima respons negatif dari orang lain seperti keluarga maupun teman-temannya. Perlakuan ini kemudian membuat remaja menjadi lebih self-conscious dan merasa malu.
Hasil penelitian saat ini menunjukkan hal yang serupa, bahwa salah satu dampak dari masalah penampilan karena jerawat adalah mendapatkan respons negatif. Remaja dianggap kurang berupaya mengobati jerawatnya dan orang lain melihat mereka dengan tatapan jijik. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa orang yang berjerawat cenderung dipersepsikan tidak terawat, dan tidak sehat oleh orang lain (Dréno et al., 2016; Ritvo et al., 2011). Berbeda dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Magin (2013), penelitian ini tidak menemukan adanya dampak perundungan pada remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat.
Selain perhatian yang berlebihan terhadap jerawat, masalah penampilan pada remaja juga dapat memberikan dampak lain seperti adanya perasaan marah dan frustrasi. Perasaan marah dan frustrasi ini dapat bersumber dari masalah jerawat itu sendiri atau pun diperparah dari persepsi dan respons negatif orang lain terhadap remaja yang memiliki masalah penampilan (Magin et al., 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fabbrocini et al., (2018), bahwa separuh remaja merasa frustrasi terhadap masalah jerawatnya karena mereka merasa tidak memiliki kontrol atas masalahnya dan atau pengobatannya tidak berhasil (Morris, 2019). Higgins et al., (1985) juga menemukan bahwa perasaan bersalah yang dimanifestasikan dalam bentuk kemarahan terjadi ketika ada kesenjangan antara realitas dan kualitas yang ia percayai seharusnya ada dalam dirinya.
Dalam hal ini, kemarahan dan frustrasi timbul karena remaja menganggap bahwa orang lain memberikan standar ideal pada mereka yaitu tidak berjerawat atau setidaknya untuk mengobati jerawatnya agar sembuh, namun meskipun telah melakukan berbagai upaya, jerawat terkadang tidak membaik atau semakin parah. Hal ini membuat orang-orang di sekitarnya menganggap bahwa mereka tidak mengobati jerawatnya sehingga jerawat tidak membaik/bertambah parah. Ekspektasi yang terlalu tinggi ini kemudian menimbulkan kemarahan. Perasaan marah ini kemudian dapat berujung pada rasa pasrah atau frustrasi ketika hal tersebut terjadi berulang kali. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Higgins et al., (1985), ketika terjadi ketidaksesuaian antara realitas dan standar ideal yang diberikan oleh orang lain terhadap seseorang, hal ini dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustrasi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa masalah penampilan yang berhubungan dengan jerawat menimbulkan berbagai dampak psikologis pada remaja dan dampak yang dialami oleh para remaja yang memiliki masalah jerawat cenderung serupa. Dampak-dampak tersebut saling terkait satu sama lain, remaja cenderung mengalami kesulitan dalam berhubungan sosial karena terdapat self-discrepancy yang membuat mereka memiliki konflik internal dan merasa tidak nyaman dalam menampilkan diri Perbedaan antara actual-self dan ideal-self menimbulkan rasa malu bagi remaja. Perasaan malu remaja diperburuk dengan adanya respons negatif yang diberikan kepada mereka. Berbagai perasaan negatif seperti kecemasan dan kesedihan juga muncul atas masalah penampilan mereka yang juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor lainnya seperti respons negatif yang kemudian dapat menimbulkan perasaan marah serta frustrasi pada remaja.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Hasil penelitian ini hanya didasarkan pada delapan responden, yang mayoritas adalah perempuan. Oleh karena itu sebaiknya penelitian selanjutnya melibatkan partisipan laki-laki untuk mendapatkan perspektif yang menyeluruh mengenai dampak psikologis jerawat bagi remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat. Kedua, hanya dua responden pernah melakukan konsultasi dermatologis sehingga hasil penelitian ini mungkin tidak dapat merepresentasikan populasi remaja yang memiliki masalah penampilan karena jerawat dan melakukan konsultasi dermatologis. Sebaiknya, penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan karakteristik responden yang merupakan pasien dermatologis.
DAFTAR PUSTAKA
Bowe, W. P., Doyle, A. K., Crerand, C. E., Margolis, D. J., & Shalita, A. R. (2011). Body image disturbance in patients with acne vulgaris. The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology, 4(7), 35–41. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21779418
Burrow, A. L., & Rainone, N. (2017). How many likes did I get?: Purpose moderates links between positive social media feedback and self-esteem. Journal of Experimental Social Psychology, 69, 232–236.
https://doi.org/10.1016/j.jesp.2016.09.005
Cash, T. F. (2004). Body image: Past, present, and future. Body Image, 1(1), 1–5. https://doi.org/10.1016/S1740-1445(03)00011-1
Cash, T. F., Phillips, K. A., Santos, M. T., & Hrabosky, J. I. (2004). Measuring “negative body image”: validation of the Body Image Disturbance Questionnaire in a nonclinical population. Body Image, 1(4), 363–372.
https://doi.org/10.1016/j.bodyim.2004.10.001
Chua, T. H. H., & Chang, L. (2016). Follow me and like my beautiful selfies: Singapore teenage girls’ engagement in selfpresentation and peer comparison on social media. Computers in Human Behavior. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.09.011
Crozier, R. W. (2014). Differentiating shame from embarrassment.
Emotion Review, 6(3), 269–276.
https://doi.org/10.1177/1754073914523800
Dréno, B., Tan, J., Kang, S., Rueda, M. J., Torres Lozada, V., Bettoli, V., & Layton, A. M. (2016). How People with Facial Acne Scars are Perceived in Society: an Online Survey.
Dermatology and Therapy, 6(2), 207–218.
https://doi.org/10.1007/s13555-016-0113-x
Fabbrocini, G., Cacciapuoti, S., & Monfrecola, G. (2018). A Qualitative Investigation of the Impact of Acne on Health-Related Quality of Life (HRQL): Development of a Conceptual Model. Dermatology and Therapy, 8(1), 85–99. https://doi.org/10.1007/s13555-018-0224-7
Finlay, A. Y., & Khan, G. K. (1994). Dermatology Life Quality
Index (DLQI)—a simple practical measure for routine clinical use. Clinical and Experimental Dermatology, 19(3), 210–216. https://doi.org/10.1111/j.1365-2230.1994.tb01167.x
Gallitano, S. M., & Berson, D. S. (2018). How Acne Bumps Cause the Blues: The Influence of Acne Vulgaris on Self-Esteem. International Journal of Women’s Dermatology.
https://doi.org/10.1016/j.ijwd.2017.10.004
Hazarika, N., & Archana, M. (2016). The Psychosocial Impact of Acne Vulgaris. Indian Journal of Dermatology, 61(5), 515.
https://doi.org/10.4103/0019-5154.190102
Henshaw, E., & Ogedegbe, E. (2014). Severity and impact of acne vulgaris on the quality of life of adolescents in Nigeria. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology, 7, 329. https://doi.org/10.2147/CCID.S73302
Higgins, E. T., Klein, R., & Strauman, T. (1985). Self-Concept Discrepancy Theory: A Psychological Model for Distinguishing among Different Aspects of Depression and Anxiety. Social Cognition, 3(1), 51–76.
https://doi.org/10.1521/soco.1985.3.1.51
Jena, S., & Mohanty, N. (2015). Understanding mental health of adolescents: An empirical study on school students. Indian Journal of Health & Wellbeing.
Jordan, C. H., Zeigler-Hill, V., & Cameron, J. J. (2015). Self-Esteem. In International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences: Second Edition (Second Edi, Vol. 21). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.25090-3
Lea, S., Martins, A., Morgan, S., Cargill, J., Taylor, R. M., & Fern, L. A. (2019). <p>Health care professional perceptions of online information and support for young people with cancer in the United Kingdom</p>. Adolescent Health, Medicine and Therapeutics, Volume 10, 103–116.
https://doi.org/10.2147/ahmt.s211142
Magin, P. (2013). Appearance-related bullying and skin disorders. Clinics in Dermatology, Vol. 31, pp. 66–71. Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2011.11.009
Magin, P., Adams, J., Heading, G., Pond, D., & Smith, W. (2006). Psychological sequelae of acne vulgaris: results of a qualitative study. Canadian Family Physician Medecin de Famille Canadien, 52, 978–979. Retrieved from www.cfpc.ca/cfp
Mills, J. S., Shannon, A., & Hogue, J. (2017). Beauty, Body Image, and the Media. In Perception of Beauty (p. 13). InTech. https://doi.org/10.5772/intechopen.68944
Misery, L. (2011). Consequences of Psychological Distress in Adolescents with Acne. Journal of Investigative Dermatology, 131(2), 290–292. https://doi.org/10.1038/jid.2010.375
Morris, S. (2019). The Frustration Regulation Journal: A Reflective Framework for Educators. Relay Journal, (November). https://doi.org/10.37237/relay/020205
Myklestad, I., Røysamb, E., & Tambs, K. (2012). Risk and protective factors for psychological distress among adolescents: A family study in the Nord-Trøndelag Health Study. Social Psychiatry
and Psychiatric Epidemiology. https://doi.org/10.1007/s00127-011-0380-x
Nevid, J. (2018). Essentials of Psychology: Concepts and Applications.
Remue, J., Hughes, S., De Houwer, J., & De Raedt, R. (2014). To be or want to be: Disentangling the role of actual versus ideal self in implicit self-esteem. PLoS ONE, 9(9). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0108837
Revol, O., Milliez, N., & Gerard, D. (2015). Psychological impact of acne on 21st-century adolescents: decoding for better care. British Journal of Dermatology, 172(S1), 52–58. https://doi.org/10.1111/bjd.13749
Ritvo, E., Del Rosso, J. Q., Stillman, M. A., & La Riche, C. (2011). Psychosocial judgements and perceptions of adolescents with acne vulgaris: A blinded, controlled comparison of adult and peer evaluations. BioPsychoSocial Medicine, 5(1), 11. https://doi.org/10.1186/1751-0759-5-11
Robins, R. W., & Schriber, R. A. (2009). The Self-Conscious Emotions: How are they Experienced, Expressed, and Assessed? Social and Personality Psychology Compass, 3(6), 887–898. https://doi.org/10.1111/j.1751-9004.2009.00217.x
Rosenberg, M. (2015). Society and the Adolescent Self-image. Princeton University Press. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=YR3WCgAAQBAJ&prin tsec=frontcover&hl=id&source=gbs_book_other_versions_r& cad=2#v=onepage&q=self-image&f=false
Sumara, D., Sahadi, H., & Santoso, M. B. (2017). Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 129–389.
Unal, D., Emiroğlu, N., & Cengiz, F. P. (2016). Evaluation of social anxiety, self-esteem, life quality in adolescents with acne vulgaris. International Journal of Adolescent Medicine and Health, 30(2), 17–21. https://doi.org/10.1515/ijamh-2016-0035
Vartanian, L. R. (2012). Self-Discrepancy Theory and Body Image. In Encyclopedia of Body Image and Human Appearance (Vol. 2, pp. 711–717). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-384925-0.00112-7
World Health Organization. (n.d.). WHOQOL: Measuring Quality of Life. Retrieved November 5, 2022, from https://www.who.int/tools/whoqol
LAMPIRAN
Tabel 1
Gambaran Umum Responden
Aspek |
J |
A |
M |
P |
R |
S |
Su |
Ab |
Usia |
15 tahun |
14 tahun |
16 tahun |
17 tahun |
19 tahun |
13 tahun |
13 tahun |
17 tahun |
Area jerawat |
|
|
|
|
Pipi |
|
Pipi |
Pipi |
Status pengobatan |
Tidak pernah |
Tidak pernah |
Tidak pernah |
Tidak pernah |
Tidak pernah |
Tidak pernah |
Pernah |
Pernah |
Lama memiliki jerawat |
± 6 bulan |
± 1 tahun |
± 1 tahun |
± 1 tahun |
± 4 tahun |
± 1 tahun |
± 1 tahun |
± 2 tahun |
Tabel 2
Pandangan Remaja Mengenai Penyebab Jerawat
Aspek |
J |
A |
M |
P |
R |
S |
Su |
Ab |
• Fase |
• Hormon • |
Tidak • |
Salah • |
Salah |
• PMS |
• Fase • |
Makanan | |
normal |
• Pola |
menjaga |
produk |
produk |
• Makanan |
normal |
pedas, nasi, | |
remaja |
tidur |
kebersiha • |
Pola tidur • |
Tidak |
kacang |
remaja |
kurang | |
• Kulit |
yang |
n |
yang |
menjaga |
• Kurang |
makan | ||
kurang |
tidak |
(membila |
tidak baik |
kebersihan |
menjaga |
sayur | ||
lembap, |
baik |
s wajah • |
Hormon |
peralatan |
kebersiha • |
Minuman | ||
kurang |
• Makanan |
setelah • |
Kurang |
(seprei) |
n wajah |
manis, | ||
minum |
pedas, |
berenang) |
berolahra • |
Makanan |
kurang | |||
Penyebab |
air putih |
udang, • |
Makan |
ga |
berminyak, |
minum air | ||
• Pola tidur |
telur |
telur • |
Makanan |
kacang- |
putih, | |||
yang |
• Salah • |
Pola tidur |
berminya |
kacangan |
• |
Kegiatan | ||
tidak |
produk |
yang |
k dan • |
Pola tidur |
outdoor | |||
baik |
tidak baik |
pedas |
yang tidak |
• |
Pola tidur | |||
• |
Salah • |
Debu dan |
baik |
yang tidak | ||||
produk |
polusi |
baik | ||||||
• |
Salah | |||||||
produk | ||||||||
Derajat |
6 |
8 |
9 |
10 |
1 |
3 |
8 | |
keparahan |
5 | |||||||
(Skala 1-10) |
Tabel 3
Analisis Dampak Psikologis antarsubjek
DanipakJerawat J A |
M |
P |
S |
R |
Su |
Ab | ||
Self-image |
Self-image: |
Self-image: |
Self-image: |
Self-image: |
Self-image: |
Self-image: |
Self-image: |
Self-image: |
dan self- |
■ Kondisi wajah |
• Berpikir wajahnya |
■ Dirinya cantik bila |
■ Berpikirwajahnya |
■ Kulit tanpa jerawat lebih |
■ Berpikir wajahnya |
■ Seorang remaja yang |
• Berpikir wajahnya |
esteem |
sekarang lebih buruk
Self-esteem:
|
sangat kusam
Self-esteem:
|
tidak berjerawat, saat ini ia sangat jelek karena berjerawat
Self-esteem:
|
menjijikkan
Self-esteem:
|
nyaman untuk dipandang
Self-esteem:
|
menjijikkan Self-esteem:
|
sedang dalam fase pertumbuhan |
menjijikkan
Self-esteem:
|
Rasa Malu dan Self- |
Malu |
Malu |
Malu |
Malu |
Malu |
Malu |
Malu |
Malu |
Cunsciousness |
Self-con sclousn ess,- |
Self-consciousness: |
Seff-consciousness: |
Self-consclousness: |
Self-consciousness: |
Self-con sc Iousness: |
Seff-consciousness: |
Self-consciousness: |
■ memikirkan |
w memikirkan jerawat |
• Memikirkan jerawat |
■ Memikirkan jerawat terus- |
■ Memikirkan jerawat dan |
• Memikirkan jerawat |
■ Merasa orang lain |
* Memikirkan jerawat | |
jerawat terus- |
terus menerus. |
terus- menerus. |
menerus, |
bekasnya terus- menerus |
terus-menerus |
mempertanyakan |
terus menerus | |
menerus |
■ merasa lebih |
■ Inginmenutupi |
■ Berpikir orang lain |
■ Ingin menutupi jerawat |
■ Menolak ajakan |
jerawatnya terus- |
• Memikirkan | |
• Tidak Btengunggah foto yang terlihat jerawatnya |
diperhatikan orang lain,
|
jerawat
|
memerhatikan wajahnya
|
■ Inginmemencetjerawat |
bermain
|
menerus
|
pandangan orang lain terhadapnya
bepergian | |
Mendapalkan |
Mendapatkan saran |
Mendapat komenlar negatif |
Mendapat komenlar |
■ Mendapat komenlar negatif |
■ Mendapatkan komenlar |
■ Mendapat komenlar |
■ Mendapal komentar |
• Mendapal komentar |
komentar |
yang tidak sesuai |
dari orang lain (keluarga) |
Uegatifejekan dari orang |
dan ejekan dari orang lain |
negatif dari orang lain berupa |
negatif dari orang lain |
negatif dari orang lain |
negatif dari orang lain |
negatif |
(keluarga) |
lain (teman dan keluarga) |
(teman dan keluarga) ■ Pikiran akan dihakimi sebagai orang yang tidak menjaga kebersihan |
sindiran |
(teman dan orangtua) |
(teman) |
(teman) | |
Kecemasan |
Kesedihan: |
Kecemasan: |
Kecemasan: |
Kecemasan: |
Kecemasan: |
Kecemasan: |
Kecemasan: |
Kecemasan: |
dan kesedihan |
■ karena kondisi |
■ Khawatir akan diberi |
• Khawatir akan |
■ Khawatir akan diberi |
■ Khawatirjerawatakan |
■ Khawatirjerawatnya |
■ Khawatir akan timbul |
■ Khawatirjerawatakan |
jerawat memburuk |
komentar negatif.
Kesedihan:
|
diejek,1 diberi komentar negatif Kesedihan:
|
komentar negatif, Kesedihan:
|
bertambah banyak Kesedihan: ■ Kondisi wajah yang berjerawat |
akan bertambah
Kescdlhan:
|
jerawat Iagi |
memburuk Kesedihan:
| |
Kemarahan |
Frustrasi: |
Kemarahan: |
Kemarahan: |
Kemarahan: |
Kemarahan: |
Kemarahan: |
Kemarahan: |
Kemarahan: |
dan frustrasi |
■ Sudah mencoba |
■ Komentar negatif dari |
■ Komentar negatif |
• Ejekan dari teman-teman |
■ Komenlar negatif dari |
■ Komentarnegatlfdari |
■ Komentar negatif dari |
■ Komentar negatif dari |
berbagai produk skincare tapi tidak berhasil (frustrasi) |
bibi Frustrasi: ■ Sudah mencoba berbagai produk skincare dan bahan alami tapi tidak berhasil (frustrasi) |
dari teman Frustrasi: ■ Sudah mencoba berbagai produk skincare tapi tidak berhasil (frustrasi) |
Frustrasi:
|
teman Frustrasi: ■ Sudah mencoba berbagai cara namun tidak berhasil, kondisi jerawat justru memburuk |
orang lain (teman) Frustrasi: ■ Sudah mencoba berbagai produk skincare, mengeluarkan banyak uang namun tidak berhasil |
orang lain (teman) |
orang teman Frustrasi:
___________kulit normal________________ |
205
Discussion and feedback