E-Jurnal Matematika Vol. 11(4), November 2022, pp. 248-255

DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2022.v11.i04.p389

ISSN: 2303-1751

PENGGUNAAN KREMATORIUM BAGI UMAT HINDU: SEBUAH IDENTIFIKASI KUANTITATIF

Dian Pramesti Dewi1, Eka N Kencana, I Komang Gde Sukarsa3

  • 1Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: [email protected]] 2Kelompok Studi Sosiometrika – Universitas Udayana [Email: [email protected]]

  • 3Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: [email protected]] §Corresponding Author

ABSTRACT

A crematorium is a special place for cremation of dead. In recent years, the Hindu community in Bali has become accustomed to use crematorium for doing ngaben rituals. This study aims to know the determinant of Balinese to do ngaben at crematorium. The population was all Hindu communities in Bali, with a sample of 120 Hindu families who have doing ngaben at the crematorium. These respondents were chosen by applying snow-ball sampling. To find the underlying determinant(s), explanatory factor analysis was used. Data for this study is collected by surveying the respondents using self-administered questionaire on January to March 2022. The results justify there are four factors determine Hindu community in Bali has become accustomed to use crematorium for ngaben. These factors are (a) the quality of the crematorium service as the organizer of ngaben ceremony, (b) conformity of cremation ceremony with conventional cremation, (c) the family's trust and the absence of objections from the traditional village; (d) and consideration of the economic dimension. These factors able to explain the determinant of Hindu balinese people conducted ngaben at crematorium as much as 63 percent.

Keywords: Balinese, crematorium, EFA, Ngaben, quantitative method

  • 1.    PENDAHULUAN

Sebagai salah satu provinsi di Indonesia, Bali terkenal kaya dengan berbagai ritual keagamaan yang menarik disaksikan wisatawan. Salah satu ritual keagamaan di Bali adalah ngaben, ritual pembakaran jenazah yang dipercayai masyarakat Hindu Bali sebagai cara berbakti kepada keluarga yang meninggal dan/atau pembayaran hutang kepada para leluhur (Arjawa, 2016).

Pada umumnya, ngaben dilaksanakan di kuburan di mana keluarga dari yang meninggal tercatat sebagai krama adat desa, warga desa yang terikat dengan kewajiban adat. Upacara ngaben diawali oleh sejumlah upacara persiapan melibatkan seluruh krama adat lainnya yang membutuhkan alokasi tenaga dan waktu krama adat, dan sejumlah dana yang harus disiapkan pihak keluarga penyelenggara. Kerap terjadi konflik ‘prioritas waktu’ dari krama adat saat dihadapkan dengan kewajiban ‘ngayah’ (kerja gotong royong) pada upacara persiapan ngaben dengan melaksanakan kewajiban di instansi atau perusahaan tempat kerjanya. Kondisi serupa juga

terjadi pada sebagian penduduk Hindu Bali yang bekerja di luar Bali, yang menyulitkannya untuk menghadiri kegiatan-kegiatan desa adat di Bali. Meski sebagian desa adat menyikapi kondisi ini dengan memberikan pilihan meli ayahan bagi krama adat yang sulit melakukan kewajiban adat melalui ‘penggantian’ sejumlah uang yang nilainya ditetapkan dalam bentuk perarem adat, terdapat desa adat yang mensyaratkan ngayah bagi seluruh krama, tanpa pilihan meli ayahan.

Kondisi tersebut berpotensi memunculkan konflik horizontal antar-krama adat dengan salah satu muaranya adalah adanya status kasepekang (dikucilkan) bagi krama yang tidak melaksanakan kewajibannya, dengan konsekuensi krama dan keluarganya tidak memperoleh pelayanan adat (Atmadja et al., 2016), termasuk di dalamnya pelayanan ngaben.

Diperkenalkannya krematorium sebagai tempat alternatif ngaben bagi masyarakat Hindu Bali yang mengalami kendala waktu, biaya, pun adanya konflik dengan desa adat, menyebabkan sejumlah krematorium dibangun serta digunakan

sebagai lokasi ngaben. Arjawa (2016, p. 122) bahkan menyatakan krematorium merupakan ‘perusahaan jasa kematian’ atau korporasi yang ‘mengambil alih’ peran desa adat pada ngaben konvensional.

Terdapat beberapa riset tentang fenomena ngaben krematorium di Bali. Pitana (2020) menyebut fenomena ngaben krematorium semakin meningkat yang disebabkan terutama oleh efisiensi prosesi dan nilai-nilai praktisnya. Mengacu kepada upacara ngaben yang dilakukan di krematorium Santhayana, salah satu pelopor krematorium di Bali yang didirikan pada tahun 2008, Pitana menambahkan alasan komunikasi yang kurang intensif dengan desa asal sebagai penyebab meningkatnya ngaben di krematorium, tanpa keluar dari pakem ngaben pada lontar Yama Purana Tattwa.

Sebelumnya, Sudarma (2015) yang meneliti mengenai ritual ngaben di krematorium Santha-yana mengungkapkan warga Hindu Bali yang mengalami kesulitan waktu, biaya, pun adanya permasalahan dengan desa adat, sebagai misal kasepekang, memilih melaksanakan ngaben krematorium alih-alih melakukan ngaben secara konvensional bagi anggota keluarganya yang meninggal. Adanya transaksi ekonomi – sarana dan prosesi upacara ngaben ‘dibeli’ dari pihak penyedia – pada ngaben krematorium disebutnya sebagai contoh komodifikasi pada berbagai aspek kehidupan beragama masyarakat Hindu Bali. Pendapat Sudarma (2015) dipertegas Atmadja et al. (2016) menyebutkan adanya pertimbangan efisien waktu, biaya, dan faktor lain sebagai refleksi fenomena McDonaldisasi pada manusia modern, menyebabkan semakin masifnya ritual ngaben krematorium di Bali.

Mencermati ketiga hasil riset sebelumnya yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini diarahkan membedah fenomena ngaben krematorium menggunakan pendekatan kuantitatif, pendekatan yang mengedepankan metode dan/atau teknik analisis statistika dalam melihat permasalahan riset (Creswell, 2009). Dengan tujuan menemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi ritual ngaben di krematorium, analisis faktor, sebagai teknik analisis statistika peubah ganda pada kelompok independency techniques (Hair et al., 2019), dipilih dan R 4.1.1 (R Core Team, 2020) dengan psych (Revelle, 2019) sebagai alat analisis.

Pada analisis faktor (AF), sebuah variabel x merupakan kombinasi linier dari m faktor F yang diwakilinya, dan bisa dinyatakan sebagai:

x = μ + 11F1 ++ ^mFm + 6

Jadi, untuk p variabel x dan m faktor F, m « p, pada AF hubungan linier antara X = (x1, —, xp) dengan F = (F1,∙∙∙, Fm) dinyatakan sebagai:

xι - μι = ^iifi +-----+ ^m1Fm + 6I

xp  μp — Lm1F1 + ■’■ + lmpFm + 6p

(1)


Menggunakan notasi matriks, pers. (1) bisa dinyatakan dalam bentuk berikut (Johnson & Wichern, 2014):

xιi∖    ∕kι∙∙∙lpι∖   /Fι∖∕

xpp∕   ψpι^lpm/   XFmxV

atau


χ-p×1 = Λp×m × Fm×1 + 6p×1

Pada pers. (2) X dan F masing-masing menyatakan vektor acak amatan dan faktor yang direpresentasikan, Λ adalah matriks factor loading berukuran p × m, dan 6p×1 menyatakan vektor galat.

  • 2.    METODE PENELITIAN

Untuk mengungkapkan determinan ngaben krematorium yang dilakukan masyarakat Hindu Bali, penerapan pendekatan kuantitatif mengikuti tahapan berikut:

  • 1.    Merancang kuesioner survei. Terdapat 21 pernyataan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi ngaben krematorium;

  • 2.    Menguji validitas pernyataan dan reliabilitas kuesioner pada kegiatan pra-riset dengan mendistribusikannya kepada 35 responden;

  • 3.    Melakukan survei pada 120 responden yang terdistribusi di 9 kabupaten/kota di Bali yang pernah melakukan ngaben krematorium;

  • 4.    Melakukan AF eksploratif (EFA) untuk menemukenali faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pelaksanaan ngaben krematorium; dan

  • 5.    Menginterpretasikan faktor yang terbentuk.

  • 3.    HASIL-HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Pengujian Kuesioner Penelitian

Uji validitas pernyataan dan reliabilitas dari rancangan kuesioner dilakukan melalui survei pra-riset pada 35 orang masyarakat Hindu di Kota Denpasar yang pernah melakukan ngaben krematorium. Menurut Field (2009), item atau indikator pengukur konstruk dianggap valid bila koefisien korelasi item tersebut dengan item-item lainnya (ρ) melebihi ambang bawah 0,30; dan konstruk reliabel bila koefisien Cronbach α ≥

0,60. Hasil uji ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji Kualitas Kuesioner Ngaben Krematorium

Kode Item

Deskripsi ringkas

Nilai

P

X1

Biaya lebih murah

0,622

X2

Opini positif keluarga

0,734

X3

Banten diyakini sesuai dengan banten ngaben konvensional

0,805

X4

Rangkaian ritual sesuai dengan ritual ngaben konvensional

0,745

X5

Tidak adanya keberatan desa adat

0,787

X6

Adanya publikasi kegiatan

0,701

X7

Faktor kesehatan yang di-aben-kan

0,432

X8

Adanya jaminan kelayakan ngaben krematorium dari penyelenggara

0,513

X9

Komunikasi positif penyelenggara

0,857

X10

Lokasi krematorium strategis

0,767

X11

Kepraktisan ngaben krematorium

0,655

X12

Efisiensi ngaben krematorium

0,609

X13

Kesulitan ngaben konvensional karena berada di luar desa adat

0,697

X14

Adanya jaminan kerahasiaan

0,760

X15

Pelayanan yang ramah dan sopan

0,862

X16

Kompetensi pelaksana

0,829

X17

Ketelitian pelaksana ngaben

0,925

X18

Ketersediaan pilihan jenis ritual

0,537

X19

Kelengkapan fasilitas fisik

0,701

X20

Kenyamanan bagi keluarga

0,631

X21

Ketersediaan waktu

0,600

Nilai Koefisien Cronbach α

0,953

Sumber: Data primer (2022), dianalisis

Pemeriksaan kualitas kuesioner penelitian menunjukkan seluruh pernyataan pengukur telah memiliki nilai ρ > 0,30, menjustifikasi item memiliki validitas memadai sebagai pengukur. Nilai koefisien Cronbach α = 0,953 juga telah melebihi ambang batas bawah yang disarankan. Memperhatikan hal ini, maka kuesioner layak digunakan pada pengumpulan data primer.

  • 3.2    Profil Responden

Seluruh responden pada penelitian ini berasal dari 9 kabupaten/kota di Provinsi Bali, dipilih menggunakan snow-ball sampling. Responden pertama yang terpilih diketahui telah pernah melaksanakan ngaben krematorium, selanjutnya responden kedua dipilih dari informasi responden pertama yang mengenalnya sebagai pihak yang juga pernah melakukan ngaben krematorium. Proses snow-ball berlangsung dengan cara yang sama sehingga jumlah responden terpenuhi.

Gambar 1 menunjukkan seluruh kabupaten dan kota di Bali terwakili sebagai keluarga yang pernah melaksanakan ngaben krematorium. Kota Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan dua daerah dengan jumlah keluarga melaksanakan ngaben krematorium terbesar di Bali, Kabupaten Klungkung merupakan daerah dengan frekuensi terkecil.

Gambar 1. Distribusi Tempat Tinggal Saat Ini

Karakteristik lain yang juga diamati dari profil responden adalah gender, keikutsertaan pada desa adat tempat tinggalnya (madesa adat), dan pendidikan terakhir (Gambar 2). Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki (68 persen), dengan pendidikan tertinggi ditamatkan SMA ke bawah atau diploma/sarjana memiliki persentase berimbang yaitu 48 persen. Dilihat dari keikutsertaan sebagai krama adat di lokasi tempat tinggalnya saat ini, justru responden yang tercatat sebagai krama mendominasi (77 persen) yang tidak tercatat (23 persen) dalam melakukan ngaben krematorium. Fakta empirik ini menepis anggapan umum bahwa keluarga yang melakukan ngaben krematorium karena bermasalah dengan desa adat di tempat tinggalnya.

Gambar 2. Distribusi Gender, Medesa Adat, dan Pendidikan Tertinggi Diselesaikan

  • 3.3    Pemeriksaan Kelayakan Analisis Faktor

  • 3.4    Ekstraksi Faktor

Tahapan awal pada AF adalah memeriksa kelayakan matriks data Xn×p, dengan n menyatakan ukuran sampel dan p jumlah atribut/variabel yang diamati. Salah satu uji yang lazim digunakan untuk mengevaluasi kelayakan penerapan AF adalah Uji Barttlet yang memeriksa determinan matriks korelasi R melalui pasangan hipotesis:

Ho : | R | = 1

Hi : | R | ≠ 1

Ho ditolak bila statistik Bartlett (XBarttlet) melebihi nilai χp×(p-1) pada signifikansi uji yang 2

dipilih, dengan p menyatakan jumlah variabel.

Statistik Barttlet dihitung menggunakan pers. (3)

XBarttlet = -(n-1-2p+5)×lnR      (3)

Hasil analisis memberikan ln | R | - -16.7 sehingga X2garttlet = 1854 > χ20.0i) 210 = 261, atau H0 ditolak yang menunjukkan matrik korelasi R tidak bernilai sama dengan satu. Penolakan H0 bermakna matriks data X120×21 dapat dianalisis menggunakan AF.

Hasil analisis memberikan ln | R | = -16.7 sehingga χ2garttiet = 1854 > x2o.oι) 210 = 261 atau H0 ditolak, menunjukkan determinan matriks korelasi R tidak bernilai sama dengan satu. Penolakan Ho bermakna matriks data X120×21 layak dianalisis. Pemeriksaan statistik Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) juga lazim dilakukan untuk memeriksa kelayakan dari AF. Statistik KMO dihitung menggunakan pers. (4):

y P yP 22

i ^jji ij_________

KMO - p p 2 P P 2 i j≠irij + i j≠iαij

(4)


Pada (4), alj merupakan koefisien korelasi parsial dari variabel ke-i. Menggunakan statistik ini, matriks data layak dianalisis dengan AF bila KMO > 0,50 (Hair et al., 2019; Tabachnick & Fidell, 2007). Hasil analisis menunjukkan nilai KMO sebesar 0,884, melebihi ambang bawah 0,50 yang disarankan. Dapat disimpulkan kriteria KMO juga menjustifikasi kelayakan AF.

Ekstraksi faktor yang melatarbelakangi ngaben krematorium menggunakan AF adalah prosedur bersifat iteratif. Diawali dari menduga jumlah faktor yang akan diekstraksi, memeriksa nilai komunalitas setiap variabel pada matriks data, hingga menentukan jumlah faktor yang representatif; seringkali dilakukan lebih dari sekali sebelum faktor layak diinterpretasikan.

Pendugaan jumlah faktor yang diekstraksi bisa dilakukan dengan mencermati scree plot yang memetakan kombinasi jumlah faktor yang bisa dibentuk dengan nilai eigen. Jumlah faktor yang sesuai adalah bila nilai eigennya > 1. Gambar 3 menunjukkan scree plot data asal.

Scree Plot Jumlah Faktor vs Nilai Eigen

5                 10                15                20

Jumlah Faktor

Gambar 3. Scree Plot dari Matriks Data

Pada Gambar 3 terlihat ada 4 faktor dengan nilai eigen di atas 1, dengan nilai masing-masing sebesar 10,02, 1,94, 1,46, dan 1,07. Mencermati hal ini maka ditetapkan 4 faktor sebagai determinan ngaben di krematorium. Mempertimbangkan adanya korelasi antarfaktor yang terbentuk, maka metode rotasi yang digunakan adalah oblimin, salah satu teknik rotasi oblique. Metode faktori-sasi yang digunakan adalah maximum likelihood yang dianggap lebih layak pada ranah penelitian sosial humaniora (Hair et al., 2019; Tabachnick & Fidell, 2007). Menggunakan R 4.1.1, hasil AF awal diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil AF untuk Matriks Data Asal

Kode

Standardized factor loading

h2

u2

ML1

ML2

ML3

ML4

X1

-0,17

0,22

0,48

0,21

0,36

0,64

X2

0,25

0,40

0,15

0,03

0,48

0,52

X3

-0,06

0,86

0,03

0,14

0,78

0,22

X4

0,07

0,93

0,04

-0,10

0,92

0,08

X5

0,32

0,15

-0,18

0,53

0,57

0,43

X6

0,13

0,12

-0,03

0,58

0,48

0,52

X7

-0,01

-0,22

0,29

0,53

0,36

0,64

X8

0,05

0,01

-0,06

0,73

0,55

0,45

X9

0,42

0,32

0,14

0,15

0,68

0,32

X10

0,46

0,29

0,06

0,07

0,57

0,43

X11

0,13

0,05

0,81

-0,02

0,84

0,16

X12

0,19

0,08

0,72

-0,04

0,75

0,25

X13

0,12

0,02

0,13

0,34

0,23

0,77

X14

0,15

0,13

0,09

0,53

0,51

0,49

X15

0,75

0,11

-0,03

0,16

0,79

0,21

X16

0,62

0,12

0,11

0,10

0,66

0,34

X17

0,64

0,14

0,06

0,19

0,75

0,25

X18

0,60

0,08

0,18

-0,10

0,54

0,46

X19

0,84

0,00

0,11

-0,05

0,80

0,20

X20

0,97

-0,09

0,01

-0,01

0,84

0,16

X21

-0,09

-0,09

0,41

0,48

0,39

0,61

JK

5,04

2,79

2,34

2,69

Ragam (%)

24,0

13,3

11,2

12,8

Nilai Tucker Lewis Index (TLI)

0,860

RMSEA

0,094

Root mean square of error (RMSE)

0,044

Bayesian Information Criteria (BIC)

-359,626

Keterangan:

h2: komunalitas; u2: uniqueness = 1 – h2;

RMSEA: root mean square of error approximation

Sumber: Data primer (2022), dianalisis

Pemeriksaan pada nilai komunalitas setiap variabel menunjukkan X13 (keluarga berdomisili di luar lingkungan desa adat) lebih kecil dari ambang bawah sebesar 0,30 (Hair et al., 2019), mengindikasikan ragam X13 yang terekstraksi pada keempat faktor kurang dari 30 persen. Memperhatikan hal ini, AF diulang dengan mengeliminasi X13 dari matriks data. Hasil re-AF diperlihatkan pada Tabel 3. Statistik KMO pada re-AF sebesar 0,885, sedikit melebihi nilai KMO pada AF matriks data asal. Demikian pula dengan nilai measure of sampling adequacy (MSA) 20 variabel, seluruhnya memiliki nilai MSA > 0,50 dengan nilai terkecil 0,663 (X7), dan terbesar 0,935 (X2).

Tabel 3. Hasil re-AF, X13 Dieliminasi

Kode

Standardized factor loading

h2

u2

ML1

ML2

ML4

ML3

X1

-0,16

0,22

0,18

0,49

0,34

0,66

X2

0,24

0,40

0,04

0,15

0,48

0,53

X3

-0,06

0,85

0,15

0,03

0,77

0,23

X4

0,06

0,94

-0,10

0,03

0,94

0,06

X5

0,30

0,14

0,57

-0,16

0,59

0,41

X6

0,12

0,11

0,59

-0,01

0,49

0,52

X7

-0,02

-0,23

0,52

0,30

0,35

0,65

X8

0,03

0,00

0,74

-0,04

0,55

0,45

X9

0,40

0,31

0,17

0,15

0,68

0,32

X10

0,45

0,29

0,10

0,07

0,57

0,43

X11

0,12

0,04

-0,03

0,83

0,84

0,16

X12

0,17

0,07

-0,04

0,73

0,76

0,24

X14

0,15

0,12

0,51

0,11

0,50

0,50

X15

0,74

0,11

0,17

-0,03

0,79

0,21

X16

0,61

0,12

0,11

0,12

0,66

0,34

X17

0,63

0,13

0,19

0,07

0,75

0,25

X18

0,59

0,08

-0,10

0,18

0,54

0,46

X19

0,85

0,01

-0,06

0,10

0,80

0,20

X20

0,97

-0,09

-0,01

0,00

0,84

0,16

X21

-0,09

-0,09

0,45

0,42

0,37

0,63

JK

4,89

2,78

2,56

2,40

Ragam (%)

24,5

13,8

12,8

12,0

Nilai Tucker Lewis Index (TLI)

0,867

RMSEA

0,095

Root mean square of error (RMSE)

0,042

Bayesian Information Criteria (BIC)

-311,717

Sumber: Data primer (2022), dianalisis

Re-AF yang dilakukan menunjukkan ada perbaikan pada indikator goodness of fit (GoF) dari struktur faktor. Indikator TLI sebesar 0,867 sedikit lebih kecil dari batas bawah 0,90 yang dianjurkan (Hu & Bentler, 1999). Demikian pula dengan nilai RMSE lebih kecil dari ambang bawah 0,08 meski nilai RMSEA melebihi 0,09 sebagai batas atas yang disarankan. Secara umum mencermati (a) nilai MSA setiap variabel > 0,50; (b) nilai h2 > 0.30; (c) RMSE struktur faktor lebih kecil dari 0,90; dan (d) nilai TLI ≈ 0,90; maka struktur faktor hasil re-AF layak digunakan, dan total ragam yang terekstraksi oleh 20 variabel pengukur sebesar 63,1 persen dengan visualisasi struktur ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur faktor Ngaben Krematorium

Interpretasi dan penamaan (labelisasi) faktor ML1–ML4 pada Gambar 4 dilakukan dengan mencermati nilai loading variabel pengukurnya, ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Variabel Pengukur dan Labelisasi Faktor

Kode

Deskripsi ringkas

Loading

Label

X20

Kenyamanan

0,974

X11

Fasilitas krematorium

0,849

ML1:

X15

Pelayanan pelaksana

0,744

Kualitas

X17

Ketelitian pelaksana

0,633

penye-

X16

Kompetensi pelaksana

0,606

lenggara ngaben

X18

Ketersediaan pilihan

0,594

krema-

X10

Lokasi krematorium

0,446

torium

X9

Komunikasi pelaksana

0,398

X

Ritual sama dengan

0,941

ML2:

ngaben konvensional

Kesesu-

Banten sama dengan

aian

X3

ngaben konvensional

0,845

dengan

konven-

X2

Opini positif keluarga

0,399

sional

X8

Jaminan kelayakan

0,739

ML4:

X6

Ada publikasi rencana

0,589

Keper-

kegiatan

cayaan

X5

Tidak adanya keberat-

0,566

keluarga

an desa adat

pada

X7

Faktor kesehatan

0,515

ngaben

X14

Jaminan kerahasiaan

0,511

krema-

X21

Fleksibilitas waktu

0,450

torium

X11

Kepraktisan ngaben

0,832

ML3:

X12

Efisiensi ngaben

0,731

Pertim-

Biaya yang lebih

bangan

X1

murah

0,492

ekonomi

Sumber: Data primer (2022), dianalisis

Menggunakan oblimin, keempat faktor yang terekstraksi berkorelasi satu dengan lainnya, kondisi yang tidak ditemukan pada teknik rotasi ortogonal, misalnya varimax. Penulis meyakini pada riset sosial humaniora, sangatlah sulit untuk ‘melokalisir’ sebuah faktor dari faktor lainnya, dicirikan dengan ketiadaan korelasi antarfaktor. Berdasarkan hal inilah rotasi oblimin dipilih, dan matriks korelasi antarfaktor ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks Korelasi Antarfaktor

ML1

ML2

ML3

ML4

ML1

1,000

0,621

0,602

0,442

ML2

0,621

1,000

0,415

0,317

ML3

0,602

0,415

1,000

0,271

ML4

0,442

0,317

0,271

1,000

Sumber: Data primer (2022), dianalisis

Koefisien korelasi antarfaktor pada Tabel 5 memiliki nilai < 0,70; sebuah nilai (pML3,ML4) < 0,30 mengindikasikan korelasi dapat diabaikan; tiga ρ berada pada kisaran 0,30 ≤ ρ < 0,50 atau berkorelasi rendah; dan dua p berada pada kisaran 0,50 ≤ p < 0,70 atau berkorelasi sedang (Hinkle et al., 2003).

  • 3.5    Pembahasan

Gambar 4 dan Tabel 4 merupakan hasil akhir AF yang ditujukan mengetahui determinan ngaben krematorium di Bali. Dari 21 indikator yang diperiksa terdapat satu indikator, keluarga yang melakukan ngaben krematorium berdomisili di luar desa adat (X13), dikeluarkan dari analisis karena memiliki nilai komunalitas (h2) kurang dari ambang bawah. Fakta empirik ini menjustifikasi domisili di luar desa adat bukan menjadi salah satu determinan dilakukannya ngaben di krematorium. Menggunakan maximum likelihood sebagai metode ekstraksi dan rotasi oblimin untuk mendistribusikan ragam indikator, diperoleh 4 faktor melatarbelakangi fenomena ngaben krematorium di Bali.

Faktor pertama, kualitas penyelenggaraan ngaben krematorium (ML1) direfleksikan oleh 8 variabel dengan proporsi ragam yang terekstraksi 24.5 persen. Faktor kenyamanan dan fasilitas yang disediakan penyelenggara adalah 2 variabel dengan loading tertinggi. Sebagai penyedia ‘jasa pelayanan ngaben’, faktor ini mencakup dua dimensi dari Retail Service Quality Scale (RSQS), diintroduksi Dabholkar et al. (1996), meliputi dimensi aspek fisik krematorium dan dimensi

reliabilitas dari penyelenggaraan ngaben krematorium.

Faktor kedua, kesesuaian dengan ngaben konvensional (ML2), didominasi oleh indikator prosesi ritual dan sarana (banten) pada ngaben krematorium yang tidak berbeda dengan ngaben konvensional menggambarkan keyakinan pihak pengguna bahwa penyedia jasa tidak keluar dari pakem ngaben seperti tertuang pada lontar Yama Purana Tattwa (Pitana, 2020).

Faktor ketiga, kepercayaan keluarga pada prosesi ngaben krematorium, merupakan refleksi dari sub-dimensi promise dari dimensi reliabilitas penyedia jasa (krematorium) dan sub-dimensi inspiring confidence dari dimensi interaksi personal (Dabholkar et al., 1996) dengan tiadanya keberatan dari desa adat. Indikator desa adat yang tidak berkeberatan dengan prosesi ngaben krematorium (X5) sebagai refleksi faktor ini, pendapat bahwa pengucilan krama sebagai salah satu penyebab dilakukan ngaben krematorium (Sudarma, 2015) – seiring perjalanan waktu, tidak terbukti pada penelitian ini. Bahkan, saat pandemi COVID-19 di mana sejumlah warga Hindu Bali turut menjadi korban, pemerintah dan/atau desa adat mewajibkan agar prosesi ngaben dilakukan secara tertutup dan bisa dilaksanakan di krematorium.

Faktor keempat, pertimbangan ekonomi dari keluarga yang melaksanakan ngaben krematorium, merupakan salah satu penciri manusia modern yang berupaya menyeimbangkan aspek religius dengan aspek ekonomi pada aktivitas yang dilakukannya. Ngaben krematorium yang dinilai lebih praktis, lebih efisien, dan biaya yang lebih terjangkau sepertinya menjadi alternatif bagi masyarakat Hindu Bali sebagai makhluk ekonomi (homo economicus), manusia dengan ciri selfishness yang mengedepankan kepentingan diri, keluarga, dan lingkungan terdekat (Sen, 1977); keterpusatan pada diri (self-centredness) dengan ciri aktivitas yang dilakukan mempertimbangkan konsekuensi balik dari lingkungan (Sen, 2000); dan kalkulasi rasional atas aktivitas yang akan atau telah dilakukannya (Priyono, 2017).

Bila total ragam terekstraksi keempat faktor diperhatikan, maka faktor pertama memiliki ragam terekstraksi sekitar 2 kali dari tiga faktor lain yang ragam terkestraksinya cenderung sama; sekitar 12 – 13 persen. Seperti pada industri jasa lain di mana kualitas layanan jasa yang diterima menentukan kepuasan pengguna, maka kualitas layanan krematorium sebagai determinan utama ngaben krematorium di Bali menjustifikasi pendapat Arjawa (2016) bahwa krematorium telah

berperan sebagai ‘perusahaan jasa kematian’, serta argumentasi telah terjadi komodifikasi (Sudarma, 2015) dan fenomena McDonaldisasi (Atmadja et al., 2016) pada upacara ngaben di Bali.

  • 4.    KESIMPULAN DAN SARAN

Terkait dengan tujuan penelitian mengetahui determinan masyarakat Hindu Bali melakukan ngaben di krematorium, ditemukan terdapat 4 faktor yang melatarbelakangi yaitu (1) kualitas layanan krematorium sebagai penyelenggara ngaben; (2) kesesuaian upacara ngaben dengan ngaben konvensional; (3) kepercayaan (trust)

keluarga pada jaminan yang diberikan pihak krematorium dan tiadanya keberatan dari desa adat; serta (d) pertimbangan dimensi ekonomi.

Terdapat sejumlah kelemahan pada riset ini yang membutuhkan adanya riset lain, antara lain:

  • 1.    Responden penelitian di setiap kabupaten atau kota hanya berasal dari keluarga yang pernah melakukan ngaben krematorium. Diperlukan studi lanjut untuk mengetahui (a) persepsi dari keluarga yang belum pernah melakukan ritual atau keluarga yang menolak ritual ngaben di krematorium;

  • 2.    Dari perspektif metode statistika, disarankan untuk memperbesar ukuran sampel mengingat ukuran sampel pada penelitian ini relatif kecil (120 responden);

  • 3.    Disarankan mencoba metode faktorisasi dan teknik rotasi lain untuk memperoleh faktor terekstraksi yang lebih baik, mengingat ragam keempat faktor pada penelitian ini terekstraksi hanya 63 persen.

DAFTAR PUSTAKA

Arjawa, G. S. (2016). Ngaben di Krematorium (Fenomena Perubahan Sosial di Bali). Pustaka Ekspresi.

Atmadja, N. B., Atmadja, A. T., & Ariyani, L. P.

S. (2016). Ngaben di Krematorium pada Masyarakat Hindu di Bali:  Perspektif

McDonaldisasi dan Homo Complexus. Mozaik Humaniora, 16(2), 215–232. https://doi.org /10.20473/mozaik.v16i2.5862

Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (3rd ed.). SAGE Publications. Inc.

Dabholkar, P. A., Thorpe, D. I., & Rentz, J. O. (1996). A measure of service quality for retail stores: Scale development and validation. Journal of the Academy of Marketing Science, 24(1), 3. https://doi.org/10.1007/BF02893933

Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS (3rd ed.). SAGE Publications, Inc.

Hair, J. J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2019). Multivariate Data Analysis (Eighth ed). Cengage Learning.

Hinkle, D. E., Wiersma, W., & Jurs, S. G. (2003). Applied Statistics for the Behavioral Sciences (5th Ed.). Houghton Mifflin.

Hu, L. T., & Bentler, P. M. (1999). Cutoff criteria for fit indexes in covariance structure analysis: Conventional criteria versus new alternatives. Structural Equation Modeling, 6(1),  1–55. https://doi.org/10.1080/107055

19909540118

Johnson, R. A., & Wichern, D. W. and others. (2014). Applied Multivariate Statistical Analysis. In British Library Cataloguing-in-Publication Data (Sixth). Pearson.

Pitana, I. G. (2020). Modernisasi dan Transformasi Kembali ke Tradisi: Fenomena Ngaben di Krematorium bagi Masyarakat Hindu di Bali. Journal of Bali Studies, 10(2), 351–374. https://doi.org/10.24843/JKB.2020.v10.i02.p 01

Priyono, B. H. (2017). Homo Economicus. Melintas, 33(2), 103–1029.

R Core Team. (2020). R: A Language and Environment for  Statistical Computing.

https://www.r-project.org/

Revelle, W. (2019). psych: Procedures for Psychological, Psychometric, and Personality Research. https://cran.r-project.org/pac-kage=psych

Sen, A. K. (1977). Rational Fools: A Critique of the Behavioral Foundations of Economic Theory. Philosophy & Public Affairs, 6(4), 317–344.

Sen, A. K. (2000). Development as Freedom. Alfred A. Knopf.

Sudarma, I. P. (2015). Commodification of the Cremation Rite at Santha Yana Crematorium in Bali. Discovery Publication, 32(141), 2– 11.

Tabachnick, B. G., & Fidell, L. S. (2007). Using Multivariate Statistics (5th ed.). Pearson Education, Inc.

255