Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 2, 109-119


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Peran intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial terhadap ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir

Talitha Maurilla dan Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana karismasukmayanti@unud.ac.id

Abstrak

Ketidakpuasan tubuh merupakan pikiran dan perasaan tidak puas akan kondisi tubuh individu. Hal ini banyak ditemui di kalangan remaja perempuan karena adanya beragam perubahan, termasuk fisik. Walaupun usianya akan memasuki usia dewasa, perempuan remaja akhir tetap memiliki ketidakpuasan tubuh yang cukup tinggi, salah satunya karena Instagram. Popularitasnya di kalangan remaja membuat banyak individu memilih untuk berkomunikasi di media sosial tersebut dengan beragam isu, seperti adanya risiko kesehatan dan munculnya perbandingan sosial. Perbandingan sosial dilakukan karena motivasi individu untuk mengevaluasi diri melalui atribut yang dimiliki dengan individu lainnya. Perbandingan sosial dapat ditemui ketika remaja menggunakan Instagram, yang dapat mengarah pada ketidakpuasan tubuh. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk mengetahui peran intensitas komunikasi di Instagram terhadap ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir dengan perbandingan sosial sebagai variabel moderasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling. Subjek penelitian ini adalah 110 perempuan usia 17-22 tahun yang berdomisili di Denpasar. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Ketidakpuasan Tubuh, Skala Perbandingan Sosial, dan Skala Intensitas Komunikasi di Instagram. Hasil uji Moderated Regression Analysis (MRA) menunjukkan nilai koefisien tidak terstandarisasi sebesar -2,635 dengan signifikansi 0,003, yang berarti intensitas komunikasi di Instagram berperan terhadap ketidakpuasan tubuh, serta nilai koefisien tidak terstandarisasi moderasi perbandingan sosial sebesar 0,026 dengan signifikansi 0,005, yang berarti perbandingan sosial berperan dalam memperkuat hubungan antara intensitas komunikasi di Instagram dengan ketidakpuasan tubuh. Koefisien determinasi (R2) dalam penelitian ini sebesar 0,436, yang berarti intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial berperan sebesar 43,6% pada ketidakpuasan tubuh.

Kata kunci: Intensitas komunikasi di Instagram, ketidakpuasan tubuh, perbandingan sosial, perempuan, remaja akhir

Abstract

Body dissatisfaction is a negative evaluation of one’s own body. Oftentimes, it can be easily found in adolescence females since there are some noticeable shifts in a few aspects, including a physical one. Despite the age of maturity, late adolescence females are quite dissatisfied with their bodies and this might be caused by Instagram. Its popularity among adolescences turns out bringing social and health issues, such as social comparison. People have an urge to evaluate themselves through theirs and other people’s attributes on Instagram, hence leads to one’s body dissatisfaction. This research is a quantitative study to determine the role of communication intensity in Instagram on body dissatisfaction on late adolescence females, moderated by social comparison. The sampling is done by cluster sampling on 110 females in the age 17 to 22 years old who lives in Denpasar. The measuring tool used in this research is Communication Intensity in Instagram Scale, Social Comparison Scale, and Body Dissatisfaction Scale. The Moderated Regression Analysis (MRA) results showed unstandardized coefficient value of communication intensity in Instagram equal to -2,635 with a significance value of 0,003, therefore it has a significant role to body dissatisfaction. The social comparison value of unstandardized coefficient equals to 0,026 with a significance value of 0,005, therefore it has a significant role in strengthening the relationship between communication intensity in Instagram and body dissatisfaction. The coefficient of determination (R2) suggests that communication intensity in Instagram and social comparison have a significant role equal to 43,6% to body dissatisfaction.

Key words: Body dissatisfaction, communication intensity in Instagram, female, late adolescence, social comparison

LATAR BELAKANG

Remaja menjadi suatu tahap perkembangan yang cukup menonjol pada manusia karena dianggap sebagai masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa; dengan adanya karakteristik kedewasaan dalam aspek fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual (Rice, 2004). Sarwono (2003) berpendapat bahwa pada masyarakat Indonesia, rentang usia remaja berkisar antara 13 sampai 19 atau 20 tahun. Namun, rentang usia pada remaja juga dapat menyesuaikan dengan budaya dan masyarakat setempat (American Psychological Association [APA], 2002). Masa remaja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir.

Menurut Hurlock (1980), karakteristik remaja secara umum digambarkan sebagai masa pencarian identitas, tidak realistis, serta berada di ambang masa dewasa. Meskipun begitu, secara spesifik remaja akhir dicirikan sebagai masa dengan peningkatan pemikiran yang lebih realistis, sikap pandang yang lebih baik, adanya kematangan dalam menghadapi masalah, terjadi peningkatan ketenangan emosional, kontrol emosi yang lebih baik, identitas seksual yang menetap, serta adanya perhatian yang lebih banyak pada lambang kematangan dibandingkan masa-masa remaja sebelumnya (Gunarsa & Gunarsa, 2001; Mappiare, 1982).

Karakteristik yang cukup berbeda ini juga umumnya dominan ditunjukkan pada remaja perempuan dibandingkan remaja laki-laki. Klimstra, Hale, Raiijmakers, Branje, dan Meeus (2009) melakukan penelitian dan menemukan bahwa kepribadian yang lebih stabil ditunjukkan lebih awal dan lebih banyak pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki. Salah satu faktor yang berperan dalam perbedaan ini adalah perkembangan biologis yang terjadi secara lebih cepat pada remaja perempuan dibandingkan remaja laki-laki.

Proses pengerutan otak pada perempuan dimulai pada usia 10 tahun, sementara pada laki-laki dimulai pada usia 15 sampai 20 tahun. Proses pengerutan ini memungkinkan individu untuk dapat lebih mudah memperoleh kestabilan (kognitif dan emosi) dan dapat berperilaku lebih masuk akal (Lim, Han, Uhlhaas, & Kaiser, 2015). Korteks prefontal pada remaja perempuan juga lebih aktif dibandingkan remaja laki-laki, sehingga memungkinkan remaja perempuan untuk mengatasi kebosanan secara lebih baik, adanya fokus perhatian yang lebih tajam, memiliki kecerdasan emosional yang lebih matang, sikap yang lebih positif terhadap sekolah, dan kemampuan menjalin hubungan dengan teman dan orangtua yang lebih hangat dan erat (Davidson, Cave, & Sellner, 2000; Gurian & Stevens, 2004; Jausovec & Jausovec, 2005; Killgore, Oki, & Yurgelun-Todd, 2001; Sax, 2006; Yeo, Ang, Chong, & Huan, 2007).

Namun pada kenyataannya, tidak semua individu di masa remaja akhirnya, khususnya remaja perempuan, dapat menunjukkan pola pikir dan perilaku yang sesuai dengan

ciri-ciri dan tugas perkembangannya. Beberapa penelitian justru menunjukkan bahwa remaja perempuan cenderung lebih rentan terhadap efek negatif dari stres dan memiliki ketidakpuasan tubuh yang lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Sebanyak 80,8% remaja perempuan memiliki ketidakpuasan terhadap tubuh dan ingin mengubah bentuk tubuhnya (Charbonneau, Mezulis, & Hyde, 2009; Lawler & Nixon, 2011).

Ketidakpuasan tubuh pada remaja perempuan menjadi fenomena yang umum terjadi akibat adanya gambaran tubuh ideal yang berkembang di masyarakat. Tubuh yang ideal dianggap akan membuat remaja perempuan lebih bahagia, sehat, atraktif, dan menarik untuk dilihat (Wertheim & Paxton, 2011). Umumnya, ketidakpuasan tubuh tetap akan terjadi bahkan pada remaja perempuan yang telah memiliki berat tubuh ideal (Chen, Fox, & Haase, 2008).

Ketidakpuasan tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap bentuk dan ukuran tubuh karena adanya kesenjangan persepsi antara ukuran tubuh ideal dengan ukuran tubuh yang dimiliki (Ogden, 2002). Fenomena yang umum ditemui pada masa remaja, khususnya pada remaja perempuan, juga ditemukan di Kota Denpasar. Wiranatha dan Supriyadi (2015) menemukan bahwa sebesar 44,3% remaja perempuan memiliki citra tubuh yang negatif. Sari dan Suarya (2018) juga menemukan hal serupa, di mana sebesar 42% remaja perempuan memiliki citra tubuh negatif. Individu dengan citra tubuh negatif biasanya akan mengevaluasi sebagian aspek dari penampilannya secara negatif, dan hal tersebut dapat mengarahkan individu pada ketidakpuasan tubuh (Cash & Pruzinsky, 2002).

Individu yang tidak puas terhadap tubuhnya seringkali memunculkan perilaku untuk mencapai tubuh yang diinginkan. Tidak jarang, perilaku yang dilakukan juga cukup berisiko bagi kesehatan maupun kondisi finansial individu, seperti hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Maurilla (2018) menunjukkan bahwa remaja perempuan melakukan diet ketat dengan makan satu kali sehari dan menghabiskan uang untuk membeli produk pelangsing dan peninggi badan, serta mendaftarkan diri ke gym. Akibat diet ketat yang dilakukan, individu akhirnya jatuh sakit dan karena uang telah banyak dialokasikan untuk memperoleh bentuk tubuh yang ideal, individu juga terpaksa meminjam uang teman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebaliknya, individu yang puas terhadap tubuhnya ditandai dengan mengonsumsi lima porsi sayur dan makan tiga kali sehari tiap harinya, serta memiliki persepsi yang positif terhadap kebutuhan tidur (Santos dkk., 2011). Kepuasan terhadap tubuh pada individu juga berkorelasi positif dengan tingginya presensi di sekolah, kebanggaan terhadap massa otot, kepercayaan diri, pencapaian hidup yang lebih baik, perilaku makan intuitif, dan berkorelasi negatif dengan kebiasaan merokok (Drewnowski & Yee, 1987; Furnham & Calnan, 1998; McCabe, Ricciardelli, &

Finemore, 2002; Neumark-Sztainer, Paxton, Hannan, Haines, & Story, 2006; Yanover & Thompson, 2008).

Menurut teori sosial budaya, gambaran tubuh ideal pada remaja dipengaruhi oleh orangtua, teman sebaya, dan media (Thompson, Heinberg, Altabe, & Tantleff-Dunn, 1999). Media menjadi salah satu aspek yang cukup erat kaitannya dengan gambaran tubuh, di mana terdapat hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh ideal di media massa dengan ketidakpuasan tubuh pada remaja perempuan (Grabe, Ward, & Hyde, 2008). Media massa, khususnya media sosial, menjadi media yang cukup popular dan memegang peranan penting dalam kehidupan remaja saat ini. Penelitian menemukan bahwa remaja memiliki tekanan untuk tampil sempurna di media sosial, khususnya melalui tampilan fisik. Remaja yang lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial juga lebih banyak menerima umpan balik (feedback) terkait tampilan fisiknya (de Vries, Peter, de Graaf, & Nikken, 2016).

Instagram menjadi salah satu bentuk media sosial yang banyak digunakan di Indonesia, ditandai dengan jumlah pengguna aktif sebanyak 59 juta dan menduduki posisi ketiga sebagai media sosial yang paling sering digunakan di Indonesia (Pertiwi, 2018; Worthy, 2018). Selain itu, hasil survei oleh TNS sebagai perusahaan riset pasar, menunjukkan bahwa perempuan menjadi pengguna Instagram yang lebih aktif sebesar 63% dibandingkan laki-laki. Pengguna aktif media sosial ini juga didominasi dari kalangan usia 18-24 tahun sebesar 59% (R, 2016).

Selain popularitasnya, Instagram juga dikenal dengan konsep yang mengedepankan visual (image-based focused). Penelitian menunjukkan bahwa unggahan di media sosial yang mengikutsertakan foto akan mendapat perhatian 10 kali lebih banyak, lebih mudah dipahami, lebih cepat diadaptasi, cenderung mendorong reaksi emosional, dan dapat menyampaikan suatu informasi secara lebih efisien (Pin, 2016; Pollard, 2017).

Penggunaan media sosial ini juga tidak luput dari dampak-dampak yang ditimbulkan, baik itu dampak positif maupun negatif. Hene (2015) menemukan bahwa fokus Instagram pada aspek visual dan penampilan fisik membuat individu berlomba-lomba untuk menampilan sisi terbaik dirinya, yang justru memotivasi diri untuk membangun kualitas diri yang lebih baik, mempermudah komunikasi, dan peningkatan harga diri. Sementara itu, Fardouly, Willberger, dan Vartanian (2017) menemukan bahwa penggunaan Instagram, minimal 30 menit per harinya, dapat berdampak negatif pada persepsi individu terhadap tampilan dan berat tubuhnya. Kecenderungan untuk menampilan diri yang terbaik mendukung adanya standar kecantikan di masyarakat, kecemasan terhadap tubuh, serta membandingan penampilan dengan individu lainnya. Penelitian eksperimen oleh Kleemans, Daalmans, Carbaat, dan Anschütz (2018) menunjukkan bahwa, secara spesifik, melihat unggahan foto perempuan yang telah disunting (edit) di media sosial berdampak pada ketidakpuasan tubuh

pada remaja perempuan, khususnya pada individu yang sering membandingkan dirinya dengan orang lain.

Secara teoretis, perbandingan sosial merupakan proses individu memperoleh informasi tentang tingkat daya tarik fisik yang dimiliki. Ketika perbandingan yang dilakukan dianggap tidak menyenangkan, dapat berdampak pada ketidakpuasan terhadap tubuh individu (Tantleff-Dunn & Gokee, 2002). Dalam beberapa penelitian, perbandingan sosial sebagai variabel moderasi berperan dalam memperkuat hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikatnya. Penelitian oleh Yang (2016) menemukan bahwa individu dengan tingkat perbandingan sosial yang tinggi cenderung lebih merasa kesepian karena mengakses Facebook, begitu pun sebaliknya. Penelitian eksperimen oleh Brown dan Tiggemann (2016) juga menemukan adanya peran perbandingan sosial dan kefanatikan individu terhadap selebritis terhadap ketidakpuasan tubuh akibat melihat beragam unggahan foto yang ada di Instagram.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijabarkan, peneliti merasa perlu untuk meneliti lebih dalam terkait peran intensitas komunikasi di Instagram terhadap ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir, dan melihat apakah terdapat peranan perbandingan sosial dalam memperkuat atau pun memperlemah hubungan antar kedua variabel tersebut.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Adapun variabel terikat, variabel bebas, dan variabel moderasi dalam penelitian ini secara berturut-turut adalah ketidakpuasan tubuh, intensitas komunikasi di Instagram, dan perbandingan sosial.

Ketidakpuasan tubuh

Ketidakpuasan tubuh merupakan penilaian negatif dan rasa malu terhadap tubuh akibat adanya kesenjangan persepsi antara kondisi tubuh yang dimiliki dengan kondisi tubuh ideal. Ketidakpuasan tubuh diukur dengan Skala Ketidakpuasan Tubuh yang terdiri dari tiga aspek, yaitu afektif, kognitif, dan perilaku. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf ketidakpuasan tubuh, begitu pun sebaliknya.

Intensitas komunikasi di Instagram

Intensitas komunikasi di Instagram dapat diartikan sebagai kekuatan tingkatan dalam mengirim atau menerima pesan oleh individu maupun kelompok yang dilakukan secara tidak langsung melalui Instagram. Intensitas komunikasi di Instagram diukur dengan Skala Intensitas Komunikasi di Instagram yang terdiri dari enam aspek, yaitu frekuensi berkomunikasi, durasi berkomunikasi, perhatian ketika berkomunikasi, keteraturan dalam berkomunikasi, tingkat keluasan pesan dan jumlah orang ketika berkomunikasi, dan tingkat kedalaman pesan saat berkomunikasi. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi intensitas komunikasi di Instagram, begitu pun sebaliknya.

Perbandingan sosial

Perbandingan sosial merupakan proses evaluasi individu terhadap dirinya yang melibatkan orang lain sebagai pembanding sebagai upaya untuk membuat penilaian yang lebih akurat tentang dirinya, serta sebagai upaya meningkatkan kinerja dan harga diri. Perbandingan sosial diukur dengan Skala Perbandingan Sosial yang terdiri dari delapan aspek, yaitu perbandingan tinggi tubuh, berat tubuh, bentuk tubuh, wajah, gaya, ketenaran, kepintaran, dan kepribadian. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi perbandingan sosial yang dilakukan individu, begitu pun sebaliknya.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan remaja akhir di Kota Denpasar. Sampel dalam penelitian ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1) berjenis kelamin perempuan di rentang usia 17-22 tahun, 2) memiliki akun dan menggunakan Instagram, dan 3) berdomisili di Denpasar.

Teknik pengambilan sampel menggunakan two stage cluster random sampling, di mana populasi dibagi menjadi beberapa daerah dan selanjutnya dilakukan pengundian untuk memperoleh daerah sampel penelitian (Sugiyono, 2017). Jumlah sampel dalam penelitian ini mengacu pada Field (2009) yang berdasarkan pada variabel bebas yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan rumus dengan jumlah minimum sampel sebanyak 106 orang dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 110 orang.

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksakaan pada tanggal 1 sampai dengan 7 Agustus 2019 pada pemudi-pemudi di lima Sekaa Teruna Teruni (STT) yang ada di Kelurahan Pemecutan Klod, Denpasar Barat. Jumlah skala yang disebar sebanyak 115 skala, namun jumlah skala yang memenuhi syarat untuk dapat dianalisis adalah sebanyak 110 skala.

Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan tiga skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Ketidakpuasan Tubuh, Skala Intensitas Komunikasi di Instagram, dan Skala Perbandingan Sosial. Skala ketidakpuasan tubuh disusun berdasarkan aspek ketidakpuasan tubuh menurut Shroff, Calogero, dan Thompson (dalam Allison & Baskin, 2009). Skala Intensitas Komunikasi di Instagram disusun berdasarkan aspek intensitas komunikasi menurut Devito (2009). Skala Perbandingan Sosial diadaptasi dari Sari dan Suarya (2018) berdasarkan aspek perbandingan sosial menurut Jones (2001). Skala Ketidakpuasan Tubuh terdiri dari 37 aitem, Skala Intensitas Komunikasi di Instagram terdiri dari 30 aitem, dan Skala Perbandingan Sosial terdiri dari 36 aitem. Aitem-aitem dalam ketiga skala disusun menjadi aitem favorable dan unfavorable dengan empat pilihan jawaban,

yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS).

Sebelum dilakukannya analisis data, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas isi dalam penelitian ini dilakukan dengan professional judgement secara kualitatif dengan dosen pembimbing, dosen psikologi, dan perempuan di masa remaja akhir (17-22 tahun) yang menggunakan Instagram. Uji validitas konstruk dilakukan dengan melihat koefisien korelasi item total sebesar 0,30, dan ketika jumlah aitem tidak memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan batas minimum koefisien korelasi aitem total menjadi 0,25 (Azwar, 2016). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach Alpha, di mana suatu instrumen dianggap reliabel ketika memiliki koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,60 (Azwar, 2016).

Skala Ketidakpuasan Tubuh memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,313 hingga 0,679 dan koefisien Alpha sebesar 0,925. Skala Intensitas Komunikasi di Instagram memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,329 hingga 0,758 dan koefisien Alpha sebesar 0,917. Skala Perbandingan Sosial memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,319 hingga 0,699 dan koefisien Alpha sebesar 0,918.

Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua uji, yaitu uji asumsi dan uji hipotesis, di mana uji asumsi meliputi uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov, uji linearitas menggunakan compare means, dan uji multikolinearitas dengan melihat nilai tolerance dan VIF. Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA), agar dapat melihat apakah variabel moderasi memiliki peran dalam memperlemah atau memperkuat hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat (Ghozali, 2013).

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 110 orang yang diperoleh melalui kelima STT di Desa Pemecutan Klod, antara lain STT di Banjar Tegal Kawan, Banjar Tegal Gede, Banjar Abiantimbul, Banjar Samping Buni, dan Banjar Pekandelan. Berdasarkan kategori usia, sebagian besar subjek berusia 22 tahun dengan persentase sebesar 28,1%. Sementara dalam kategori berat badan, sebagian besar subjek memiliki berat badan di rentang 47 hingga 52 kg dengan persentase sebesar 32,7%. Berdasarkan kategori tinggi badan, sebagian besar subjek memiliki tinggi badan di rentang 158 hingga 163 cm dengan persentase sebesar 35,4%, serta dalam kategori Indeks Massa Tubuh (IMT), sebagian besar subjek memiliki IMT normal dengan persentase 66,3%.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 (terlampir) menunjukkan bahwa variabel ketidakpuasan tubuh memiliki nilai rata-rata teoretis yang lebih tinggi dari nilai rata-rata empiris, dengan perbedaan sebesar 6,38 dan nilai t sebesar -7,554 (p=0,000), yang artinya subjek memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh yang rendah.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 (terlampir) menunjukkan bahwa variabel intensitas komunikasi di Instagram memiliki nilai rata-rata teoretis yang lebih kecil dari nilai rata-rata empiris, dengan perbedaan sebesar 3,08 dan nilai t sebesar 4,434 (p=0,000), yang artinya subjek memiliki tingkat intensitas komunikasi di Instagram yang tinggi.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 (terlampir) menunjukkan bahwa variabel perbandingan sosial memiliki nilai rata-rata teoretis yang lebih rendah dari nilai rata-rata empiris, dengan perbedaan sebesar 1,57 dan nilai t sebesar 1,977 (p=0,000), yang artinya subjek memiliki tingkat perbandingan sosial yang tinggi.

Uji Asumsi

Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov-Smirnov, di mana data dikatakan berdistribusi normal ketika signifikansi lebih besar dari 0,05. Berdasarkan tabel 2 (terlampir), nilai signifikansi variabel ketidakpuasan tubuh adalah 0,140 (p>0,05), nilai signifikansi variabel intensitas komunikasi di Instagram adalah 0,200 (p>0,05), dan nilai signifikansi variabel perbandingan sosial adalah 0,200 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga variabel memiliki data yang berdistribusi normal.

Uji linearitas dilakukan dengan melihat Deviation from Linearity, di mana ketika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka terjadi hubungan yang linear antar variabel. Berdasarkan tabel 3 (terlampir), nilai signifikansi antara variabel ketidakpuasan tubuh dengan variabel intensitas komunikasi di Instagram adalah 0,188 (p>0,05), sementara nilai signifikansi antara variabel ketidakpuasan tubuh dan perbandingan sosial adalah 0,428 (p>0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas dan variabel moderasi dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linear terhadap variabel terikat.

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerancedan VIF, di mana ketika tolerance ≥ 0,1 dan VIF ≤ 10) maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan tabel 4 (terlampir), diketahui bahwa variabel intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial memiliki nilai tolerance sebesar 0,973 dan nilai VIF sebesar 1,028, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik Moderated Regression Analysis (MRA) untuk dapat melihat apakah variabel moderasi dalam penelitian ini

berperan terhadap hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat (Sarwono, 2013).

Berdasarkan tabel 5 (terlampir), diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000, yang artinya model MRA dapat dipercaya untuk memprediksi kontribusi intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial terhadap ketidakpuasan tubuh.

Berdasarkan tabel 6 (terlampir), diperoleh nilai R square sebesar 0,436, yang artinya variabel intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial berperan sebesar 43,6% terhadap ketidakpuasan tubuh, dan variabel lain yang tidak diteliti berperan sebesar 56,4% terhadap ketidakpuasan tubuh.

Berdasarkan tabel 7 (terlampir), variabel intensitas komunikasi di Instagram memiliki nilai koefisien parameter sebesar -2,635, nilai t sebesar -3,055, dan signifikansi sebesar 0,003 (p<0,05), sehingga intensitas komunikasi di Instagram berperan secara signifikan terhadap ketidakpuasan tubuh. Variabel perbandingan sosial memiliki nilai koefisien parameter sebesar -1,380, nilai t sebesar -1,937, dan signifikansi sebesar 0,055 (p>0,05), sehingga perbandingan sosial sebagai prediktor mandiri tidak berperan secara signifikan terhadap ketidakpuasan tubuh. Sementara itu, perbandingan sosial sebagai variabel moderasi memiliki nilai koefisien parameter sebesar 0,026, nilai t sebesar 2,900, dan signifikansi sebesar 0,005 (p<0,05), sehingga perbandingan sosial sebagai variabel moderasi berperan secara signifikan dalam memperkuat hubungan antara intensitas komunikasi di Instagram dengan ketidakpuasan tubuh.

Adapun rumus persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = 230,096 – 2,635X1 – 1,380X2 + 0,026X1X2

Keterangan

Y      = Ketidakpuasan tubuh

X1      = Intensitas komunikasi di Instagram

X2     = Perbandingan sosial

X1X2   = Moderasi perbandingan sosial (interaksi X1 dan

X2)

Persamaan regresi ini memiliki arti, yaitu:

  • a.    Nilai konstanta sebesar 230,096 menunjukkan bahwa jika tidak ada peningkatan nilai pada intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial, maka taraf ketidakpuasan tubuh yang dimiliki sebesar 230,096.

  • b.    Nilai koefisien X1 sebesar -2,635 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan satuan nilai pada intensitas komunikasi di Instagram, maka akan diikuti penurunan nilai sebesar -2,635.

  • c.    Nilai koefisien X2 sebesar -1,380 menunjukkan bahwa setiap   terjadi peningkatan satuan nilai pada

perbandingan sosial, maka akan diikuti penurunan nilai sebesar -1,380.

  • d.    Nilai koefisien X1X2 sebesar 0,026 menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan satuan nilai pada variabel moderasi perbandingan sosial, maka akan diikuti kenaikan nilai sebesar 0,026.

Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8 (terlampir).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji MRA, diperoleh hasil bahwa intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial berperan terhadap tingkat ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir. Variabel intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial memberikan sumbangan sebesar 43,6% terhadap ketidakpuasan tubuh, sementara 56,4% lainnya merupakan sumbangan dari faktor lain terhadap ketidakpuasan tubuh.

Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah intensitas komunikasi di Instagram, di mana hasil koefisien parameter dari variabel ini menunjukkan bahwa intensitas komunikasi di Instagram memberikan peran negatif yang signifikan terhadap ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir, yang artinya, meningkatnya taraf intensitas komunikasi di Instagram akan diikuti dengan menurunnya ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir. Penelitian oleh Cohen, Fardouly, Newton-John, dan Slater (2019) menemukan hal serupa, bahwa penggunaan dan paparan Instagram berperan terhadap kepuasan dan penghargaan terhadap tubuh, serta suasana hati yang positif.

Nilai rata-rata empiris intensitas komunikasi di Instagram yang lebih besar dari nilai rata-rata teoretis dapat menggambarkan intensitas komunikasi di Instagram yang tinggi dalam penelitian ini. Verduyn, Ybarra, Résibois, Jonides, dan Kross (2017) menjelaskan bahwa individu dikatakan sebagai pengguna media sosial aktif ketika turut berpartisipasi dalam berinteraksi dengan pengguna lainnya. Bentuk keaktifan individu dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan di media sosial, seperti mengunggah foto ke akun Instagramnnya, menyukai unggahan atau memberikan komentar pada story pengguna Instagram lainnya. Keaktifan individu di media sosial pun berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan individu (subjective wellbeing) dan kepuasan hidup karena adanya hubungan kedekatan sosial antar pengguna (Krasnova, Wenninger, Widjaja, & Buxmann, 2013; Verduyn dkk., 2017).

Adapun dua bentuk kedekatan sosial yang secara positif memengaruhi kesejahteraan individu, yaitu bridging dan bonding, di mana bridging mengacu pada kondisi ketika individu memperoleh informasi baru dan menyampaikan informasi tersebut ke teman sebayanya, sementara bonding mengacu pada kondisi ketika individu memperoleh dukungan emosional atau pertemanan baru dengan orang lain yang dianggap nyaman (Putnam, 2000).

Selain itu, Hene (2015) menemukan bahwa Instagram dianggap memberikan kesenangan dengan cara yang efektif dan efisien, seperti kemudahan untuk mengetahui berbagai informasi terkini, dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman serta mengetahui perkembangan kehidupan kerabat tanpa harus bertemu secara langsung. Instagram dengan fokus pada visual (image-based visual) juga menjadi pilihan yang lebih mudah untuk mencari dan menerima informasi baru.

Kesejahteraan psikologis individu, adanya relasi sosial yang positif, serta konsep diri yang positif berkaitan erat dengan kepuasan individu terhadap tubuhnya (Miranda & Godeli, 2003; Tamayo dkk., 2001). Individu dengan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang rendah juga cenderung merasa lebih puas dengan kondisi tubuhnya dibandingkan dengan individu yang memiliki nilai IMT tinggi (Chaudhari, Tewari, Vanka, Kumar, & Saldanha, 2017). Pada penelitian ini ditemukan bahwa ketidakpuasan tubuh individu tergolong rendah, atau dengan kata lain, kepuasan terhadap tubuh pada individu cenderung tinggi dalam kaitannya dengan intensitas komunikasi yang dilakukan di Instagram. Hal ini dapat dimungkinkan pula karena nilai IMT subjek pada penelitian ini yang sebagian besar berada pada rentang normal, yaitu 18,5 sampai 25 kg/m2.

Ketidakpuasan tubuh merupakan perasaan tidak puas terhadap bentuk dan ukuran tubuh akibat adanya kesenjangan persepsi individu terhadap ukuran tubuh yang dimiliki dengan ukuran tubuh ideal (Ogden, 2002). Ketidakpuasan tubuh yang cenderung rendah dalam penelitian ini serupa dengan penelitian Wood-Barcalow, Tylka, dan Augustus-Horvath (2010) di mana subjek penelitian juga memiliki ketidakpuasan tubuh yang cenderung rendah. Berdasarkan penelitian tersebut, subjek memiliki tiga karakteristik utama yang mampu mengarahkan diri pada kepuasan tubuh dan menangani dampak negatif dari gambaran tubuh ideal di masyarakat, antara lain emosi yang positif, kepercayaan yang rasional, serta persepsi yang realistis.

Selain itu, kepuasan terhadap tubuh mengarahkan individu pada perilaku self-care, seperti menangani stres secara adaptif (jogging, menulis), berolahraga secara teratur, makan dengan penuh kesadaran (mindful eating), mengonsumsi makanan yang bergizi, serta mengajarkan orang lain untuk mencintai diri sendiri (Wood-Barcalow dkk., 2010).

Adapun variabel moderasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perbandingan sosial. Menurut Festinger (dalam Baron & Branscombe, 2011), individu memiliki kecenderungan untuk membandingan atribut dan karakteristik diri dengan orang lain karena ketidakmampuannya untuk memberi penilaian terhadap diri secara objektif. Hasil koefisien parameter perbandingan sosial sebagai variabel moderasi dalam penelitian ini menunjukkan adanya peran perbandingan sosial dalam

memperkuat hubungan antara tingginya intensitas komunikasi di Insagram terhadap rendahnya ketidakpuasan tubuh. Perbandingan sosial sebagai variabel moderasi juga memiliki nilai rata-rata empiris yang lebih tinggi dari nilai rata-rata teoretisnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tingginya perbandingan sosial pada individu akan memperkuat kecenderungan kepuasan terhadap tubuh pada perempuan remaja akhir melalui intensitas komunikasi yang dilakukan di Instagram.

Penelitian oleh Fardouly, Diedrichs, Vartanian, dan Halliwell (2015) menemukan hal serupa, di mana perbandingan sosial sebagai variabel moderasi berperan dalam menguatkan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya, di mana tingginya perbandingan sosial yang dilakukan dapat menguatkan hubungan antara penggunaan media sosial Facebook terhadap ketidakpuasan tubuh dan suasana hati yang negatif.

Adapun dua jenis perbandingan sosial yang dikemukakan oleh Festinger (1954), yaitu perbandingan sosial ke atas (upward social comparison) dan perbandingan sosial ke bawah (downward social comparison). Perbandingan sosial ke atas dilakukan dengan membandingkan kemampuan atau diri individu dengan individu lain yang dianggap lebih baik dan umumnya berdampak pada patah semangat, perasaan rendah diri, iri, malu, atau marah (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Sementara itu, perbandingan sosial ke bawah dilakukan dengan membandingkan kemampuan atau diri individu dengan individu lain yang dianggap lebih buruk dan umumnya menyebabkan diri akan tampak lebih baik, serta meningkatnya persepsi individu terkait kesejahteraan dirinya (Guyer & Vaughan-Johnston, 2018; Taylor dkk., 2009).

Meskipun begitu, perbandingan sosial ke atas tidak selamanya memberikan dampak yang negatif dan perbandingan sosial ke bawah tidak selamanya memberikan dampak yang positif pada individu. Penelitian oleh Rancourt, Leahey, LaRose, dan Crowther (2015) menemukan bahwa perempuan dewasa awal dengan berat badan berlebih (overweight) memiliki keinginan untuk diet dan berolahraga ketika melakukan perbandingan berat badan pada orang lain yang lebih kurus (perbandingan sosial ke atas) dan lebih gemuk (perbandingan sosial ke bawah). Teori kontemporer berpendapat bahwa perbandingan sosial dapat berdampak pada perasaan yang positif maupun negatif, yang didasarkan dari jenis perbandingan sosial yang dilakukan dan dukungan dari berbagai faktor lain, seperti suasana hati dan persepsi individu ketika melakukan perbandingan tersebut (Zuo, 2014). Penilaian individu terhadap kesamaan atau perbedaan yang dimiliki dengan orang yang dianggap superior maupun inferior (perbandingan sosial ke atas maupun ke bawah) juga dapat menjadi determinan penting dalam menentukan apakah perbandingan sosial yang dilakukan akan cenderung ke arah positif atau negatif (Bunk, Collins, Taylor, Van Yperen, & Dakof, 1990; Collins, 1996; Guyer & Vaughan-Johnston, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial berperan sebesar 43,6% terhadap ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir. Selain itu, intensitas komunikasi di Instagram juga berperan secara negatif terhadap ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir, yang berarti meningkatnya taraf intensitas komunikasi di Instagram akan diikuti dengan menurunnya ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir. Perbandingan sosial sebagai variabel moderasi turut berperan secara positif dalam memoderasi hubungan antara tingginya intensitas komunikasi di Instagram dengan rendahnya ketidakpuasan tubuh pada perempuan remaja akhir. Adapun kesimpulan terkait kategorisasi data penelitian, yaitu sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh, intensitas komunikasi di Instagram, dan perbandingan sosial yang berada di kategori sedang.

Adapun saran yang dapat diberikan kepada beberapa pihak, yaitu remaja perempuan, orangtua, dan peneliti selanjutnya. Bagi remaja perempuan, khususnya perempuan pada rentang usia remaja akhir, hendaknya dapat menyesuaikan durasi penggunaan Instagram sesuai kebutuhan masing-masing dan membatasi penggunaannya ketika menimbulkan efek negatif, sehingga mampu memilah konten dan informasi yang tepat, serta merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan orang lain di media sosial tersebut. Perempuan remaja akhir juga hendaknya dapat meningkatkan dan mempertahankan kondisi kepuasan tubuhnya melalui beragam bentuk self-care, seperti penanganan stres secara adaptif, rutin berolahraga, menerapkan mindful eating, serta mengonsumsi makanan yang bergizi. Perbandingan sosial yang dilakukan juga hendaknya didasari oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing, serta membangun, memiliki, dan menerima kondisi diri yang dimiliki.

Saran bagi orangtua hendaknya memberi dukungan terhadap kondisi anak, baik melalui dukungan emosional maupun informatif, yang dapat membantu meningkatkan kepuasan tubuh pada anak. Selain itu, hendaknya orangtua memfasilitasi, mengawasi, mendukung, dan memberikan ruang pada anak untuk dapat mengeksplor diri secara bijak di Instagram. Hendaknya, orangtua juga memberi penghargaan, penerimaan, serta tidak membandingkan anak dengan orang lain dengan cara yang dapat menurunkan kepercayaan diri anak terhadap potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti topik serupa, hendaknya dapat memperluas penelitian dengan melihat peran media sosial lainnya terhadap ketidakpuasan tubuh. Peran media sosial juga hendaknya diteliti pada responden berjenis kelamin laki-laki. Variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang berperan terhadap ketidakpuasan tubuh juga hendaknya diteliti agar memperoleh data yang semakin komprehensif. Proses

pengambilan data juga dapat mempertimbangkan cukupnya tenaga dari pihak peneliti untuk dapat memantau kesiapan subjek penelitian ketika mengambil data, sehingga meminimalisir bias dan pengisian kuesioner yang kurang lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Allison, D. B., & Baskin, M. L. (2009). Handbook of Assessment Methods for Eating Behaviors and Weight-Related Problems Measures, Theory, and Research (2nd Ed.). USA: Sage Publications.

APA (2002). Developing adolescents: A reference for professionals. Washington, DC: American Psychological Society.

Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan validitas (Edisi 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2011). Social Psychology (13th Ed). Boston: Pearson Education, Inc.

Brown, Z., & Tiggemann, M. (2016). Attractive celebrity and peer images on Instagram: Effect on women’s mood and body image. Body Image, 19,       37–43.

doi:10.1016/j.bodyim.2016.08.007

Bunk, B. P., Collins, R. L., Taylor, S. E., VanYperen, N. W., & Dakof, G. A. (1990). The affective consequences of social comparison: either direction has its ups and downs. Journal of Personality and Social Psychology, 59(6), 1238–1249.

Cash, T., F., & Pruzinsky, T. (2002). Body image: A handbook of theory, research and clinical practice. London: Guilford Press.

Charbonneau, A. M., Mezulis, A. H., Hyde, J. S. (2009). Stress and emotional reactivity as explanations for gender differences in adolescents’ depressive symptoms. Journal Youth Adolescence. 38 (8): 1050-1058.

Chaudhari, B., Tewari, A., Vanka, J., Kumar, S., & Saldanha, D. (2017). The Relationship of Eating Disorders Risk with Body Mass Index, Body Image and Self-Esteem among Medical Students. Annals of Medical and Health Sciences Research, 7(3).

Chen, L. J., Fox, K. R., Haase, A. M. (2008). Body shape dissatisfaction and obesity among Taiwanese adolescents. Asia Pacific journal of clinical nutrition, 17 (3), 147-60.

Cohen, R., Fardouly, J., Newton-John, T., Slater, A. (2019). #BoPo on Instagram: An experimental investigation of the effects of viewing body positive content on young women’s mood and body image. New Media & Society. 1-19

Collins, R. L. (1996). For better or worse: The impact of upward social comparison on self- evaluations. Psychological Bulletin, 119(1), 51–69.

Davidson, H., Cave, K. R. & Sellner, D. (2000). Differences in visual attention and task interference between males and females reflect differences in brain laterality. Neuropsychologia 38(4), 508-519.

de Vries, D.A., Peter, J., de Graaf, H., Nikken, P. (2016). Adolescents’ social network site use, peer appearance-related feedback, and body dissatisfaction: testing a mediation model. Journal of Youth and Adolescence. 2016;45(1):211– 224.

Devito, J. A. (2009). Human Communication: The Basic Course. (11th Ed.) Boston: Allyn and Bacon.

Drewnowski, A. & Yee, D. K. (1987). Men and body image: Are males satisfied with their body weight? Psychology Med, 40, 626-634.

Fardouly, J, Willberger, B.K., Vartanian, L.R. (2017). Instagram Use and Young Women’s Body Image Concerns and SelfObjectification: Testing Mediational Pathways. Australia: Media & Society.

Fardouly, J., Diedrichs, P. C., Vartanian, L. R., & Halliwell, E. (2015). Social comparisons on social media: The impact of Facebook on young women's body image concerns and mood. Body image, 13, 38-45.

Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. New York: Sage Social Science Collection.

Furnham, A., & Calnan, A. (1998). Eating disturbance, selfesteem, reasons for exercising and body weight dissatisfaction in adolescent males. European Eating Disorders Review, 6, 58-72. Glasser, W. (1969). Schools without failure. New York: Harper and Row.

Ghozali, I. (2013). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 23 (Edisi 8). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grabe, S., Ward, L. M., & Hyde, J. S. (2008). The role of the media in body image concerns among women: A metaanalysis of experimental and correlational studies. Psychological Bulletin, 134(3),       460-476.

http://dx.doi.org/10.1037/00332909.134.3.460

Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2001) Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gurian, M., and Stevens, K. (2004). With boys and girls in mind. Educational Leadership, 62(3), 21-26.

Guyer, J., & Vaughan-Johnston, T. (2018). Upward and downward social comparisons: A brief historical overview. Madrid: Tidak dipublikasikan.

Hene, Y. (2015). The Psychological Impacts of Instagram on Young South African Adults SelfEsteem. Naskah tidak dipublikasi.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi 5). Jakarta: Erlangga.

Jausovec, N. & Jausovec, K. (2005). Sex differences in brain activity related to general and emotional intelligence. Brain and Cognition, 59(3), 277-286.

Jones, D. C. (2001). Social comparison and body image: attractiveness comparison to models and peers among adolescent girls and boys. Sex roles, 45(9), 646-661.

Killgore, W., Oki, M. & Yurgelin-Todd, D. (2001). Sex-specific developmental changes in amygdala responses to affective faces. NeuroReport, 12, 427-433.

Kleemans, M., Daalmans, S., Carbaat, I., Anschütz, D. Picture perfect: the direct effect of manipulated Instagram photos on body image in adolescent girls. Media Psychology. 2018;21(1):93–110.

Klimstra, T.A., Hale, W. W., Raaijmakers, Q. A., Branje, S. J., & Meeus, W. H. (2009). Identity formation in adolescence: change or stability?. Journal of youth and adolescence, 39(2), 150-62.

Krasnova, H., Wenninger, H., Widjaja, T., & Buxmann, P. (2013). Envy on Facebook: A hidden threat to users’ life satisfaction? Paper presented to the 11th International Conference on Wirtschaftsinformatik, Lepzig, Germany.

Lawler, M., & Nixon, E. (2011). Body dissatisfaction among adolescent boys and girls: the effects of body mass, peer appearance culture and internalization of appearance ideals. Journal of youth and adolescence, 40 1, 59-71.

Lim, S., Han, C. E., Uhlhaas, P. J., and Kaiser, M. (2015) Preferential detachment during human brain development: age- and sex-specific structural connectivity in Diffusion

Tensor Imaging (DTI) data. Cerebral Cortex, 25(6), pp. 14771489.

Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Maurilla, T. (2019). Studi pendahuluan: Peran Intensitas Komunikasi di Media Sosial Instagram dan Perbandingan Sosial terhadap Ketidakpuasan Tubuh pada Perempuan Remaja Akhir. Denpasar: Tidak dipublikasikan.

McCabe, M. P., Ricciardelli, L. A., & Finemore, J. (2002). The role of puberty, media and popularity with peers on strategies to increase weight, decrease weight and increase muscle tone among adolescent boys and girls. Journal of Psychosomatic Research, 52,145-154.

Miranda MLJ, Godeli MRCS. (2003). Música, atividade física e bem-estar psicológico em idosos. R. bras. Ci. Mov; 11(4):87-90.

Neumark-Sztainer, D., Paxton, S. J., Hannan, P. J., Haines, J., Story, M. (2006). Does body satisfaction matter? Five-year longitudinal associations between body satisfaction and health behaviors in adolescent females and males. Journal of Adolescent Health, 39, 244-251.

Ogden, J. (2002). Psychology of eating: from healthy to disordered behavior. USA: The Blackwell Publishing.

Pertiwi, W. K. (2018). Riset Ungkap Pola Pemakaian Medsos Orang Indonesia. Retrieved February 10, 2019 from https://tekno.kompas.com/read/2018/03/01/10340027/risetun gkap-pola-pemakaian-medsos-orang-indonesia

Pin, E. (2016). Pinterest, Snapchat and Instagram: Why visualbased social media is growing so much faster than Facebook and Twitter. Retrieved February 26,   2019 from

https://www.fipp.com/news/features/visual-based-social-media-growing-fast

Pollard, C. (2017). Why Visual Content Is a Social Media Secret Weapon. Retrieved February 26,   2019 from

https://www.huffingtonpost.com/catriona-pollard/why-visual-content-isa-s_b_7261876.html

Putnam, R. D. (2000). Bowling alone: The collapse and revival of American community. New York: Simon & Schuster.

R, Jeko. I. (2016, January 15). Wanita Lebih Doyan Main Instagram Ketimbang Pria. Liputan 6. Retrieved from https://www.liputan6.com/tekno/read/2412338/wanita-lebih-doyanmain-instagram-ketimbang-pria

Rancourt, D., Leahey, T. M., LaRose, J. G., & Crowther, J. H. (2015). Effects of weightfocused social comparisons on diet and activity outcomes in overweight and obese young women. Obesity, 23(1), 85.

Rice, F. P. (2004). The adolescent: development, relationship and culture. Ohio: Ohio Wesleyan University.

Santos, E. M. C., Tassitano, R. M. T., do Nascimento, W. M. F., Petribu, M. de Moraes V., Cabral, P. C. (2011). Body satisfaction and associated factors among high school students. Rev Paul Pediatr, 29(2), 214-23.

Sari, I. A. W. P., & Suarya, L. M. K. S. (2018). Hubungan antara Social Comparison dan Harga Diri terhadap Citra Tubuh pada Remaja Perempuan. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 265-277.

Sarwono. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Gravido Persada.

Sax, L. (2006). Six degrees of separation: What teachers need to know about the emerging science of sex differences. Educational Horizons, 84(3), 190-200.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tamayo A, Campos APM, Matos DR, Mendes GR, Santos JB, Carvalho NT. A influência da atividade física regular sobre o autoconceito. Estudos de Psicologia 2001; 6(2):157165.

Tantleff-Dunn, S. & Gokee, J.L. (2002). Interpersonal influences on body image development. In T.F. Cash & T. Pruzinsky (Eds.), Body image: A handbook of theory, research, and clinical practice (pp.108-116). New York: Guilford Press.

Taylor, S., Peplau, L. Sears, D. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Kencana Pernada Media Group.

Thompson, J. K., Heinberg, L. J., Altabe, M., & Tantleff-Dunn, S. (1999). Exacting beauty: theory, assessment, and treatment of body image disturbance.Washington, DC: American Psychological Association.

Verduyn, P., Ybarra, O., Résibois, M., Jonides, J., & Kross, E. (2017). Do social network sites enhance or undermine subjective well-being? A critical review. Social Issues and Policy Review, 11(1), 274—302.

Wertheim, E. H., & Paxton, S. J. (2011). Body image development in adolescent girls. In T. F. Cash & L. Smolak (Eds.), Body image: A handbook of science, practice, and prevention (pp. 76-84). New York, NY, US: Guilford Press.

Wiranatha, D. F., & Supriyadi. (2015). Hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri pada remaja pelajar puteri di Kota Denpasar. Naskah tidak dipublikasikan. Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi, Universitas Udayana, Bali.

Wood-Barcalow, N.L., Tylka, T.L., Augustus-Horvath, C.L. (2010). ―But I Like My Bodyǁ: Positive body image characteristics and a holistic model for young-adult women. Body Image, 106-116. doi:10.1016/j.bodyim.2010.01.001

Worthy, P. (2018). Top Instagram Demographics That Matter to Social Media Marketers. Retrieved March 13, 2019 from https://blog.hootsuite.com/instagram-demographics/

Yang, C. (2016). Instagram Use, Loneliness, and Social Comparison Orientation: Interact and Browse on Social Media, But Don’t Compare. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 19(12), 703-708.

Yanover, T., & Thompson, J. K. (2008). Eating problems, body image disturbances, and academic achievement: Preliminary evaluation of the eating and body image disturbances academic interference scale. International Journal of Eating Disorders, 41(2). 184–187.

Yeo, S. L., Ang, R. P., Chong, W. H., Huan, V. S. (2007). Gender Differences in Adolescent Concerns and Emotional WellBeing: Perceptions of Singaporean Adolescent Student. The Journal of Genetic Psychology, 168(1), 63-80.

Zuo (A), (2014): Measuring Up: Social Comparisons on Facebook and Contributions to SelfEsteem and Mental Health. [Online]. Available from http://www.ebscohost.com/

LAMPIRAN

Tabel 1.

Deskripsi data penelitian

Variabel Penelitian

N

Mean Teoretis

Mean Empiris

Standar Deviasi Teoretis

Standar Deviasi Empiris

Sebaran Teoretis

Sebaran

Empiris

T

Intensitas

Komunikasi di Instagram

110

75

78,08

15

7,290

30-120

61-102

4,434 (p=0,000)

Perbandingan Sosial

110

90

91,57

18

8,343

36-144

66-116

1,977 (p=0,000)

Ketidakpuasan

Tubuh

110

92,5

86,12

18,5

8,861

37-148

65-109

-7,554

(p=0,000)

Tabel 2.

Hasil uji normalitas

Variabel

Kolmogorov-Smirnov

Signifikansi

Kesimpulan

Ketidakpuasan Tubuh

0,076

0,140

Data berdistribusi normal

Perbandingan Sosial

0,064

0,200

Data berdistribusi normal

Intensitas Komunikasi di Instagram

0,072

0,200

Data berdistribusi normal

Tabel 3.

Hasil Uji Linearitas

Variabel

Signifikansi

Kesimpulan

Ketidakpuasan Tubuh*Intensitas Komunikasi di Instagram

0,188

Data berhubungan secara linear

Ketidakpuasan Tubuh*Perbandingan Sosial

0,428

Data berhubungan secara linear

Tabel 4.

Hasil uji multikolinearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Kesimpulan

Perbandingan Sosial

0,973

1,028

Tidak terjadi multikolinearitas

Intensitas Komunikasi di Instagram

0,973

1,028

Tidak terjadi multikolinearitas

Tabel 5.

Hasil uji signifikan simultan Moderated Regression Analysis (MRA)

Sum of Squares

DF

Mean Square

F

Signifikansi

Regression

3728,218

3

1242,739

27,278

0,000

Residual

4829,246

106

45,559

Total             8557,464         109

Tabel 6.

Besaran sumbangan efektif intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial terhadap ketidakpuasan tubuh

R         R Square         Adjusted R Square           Std. Error of the Estimate

0,660           0,436                  0,420                            6,750

Tabel 7.

Hasil uji signifikansi parameter individual Moderated Regression Analysis (MRA)

Variabel

Unstandardized         Standardized Coefficients      t     Signifikansi

Coefficients

B        Std. Error              Beta

(Constant)

230,096       67,560                                    3,406      0,001

Intensitas

Komunikasi di Instagram

-2,635         0,862                  -2,168              -3,055      0,003

Perbandingan

Sosial

-1,380         0,712                  -1,300              -1,937      0,055

Moderasi

0,026         0,009                 3,045              2,900      0,005

Tabel 8.

Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian

No

Hipotesis                                      Hasil

1.

Hipotesis Mayor:

Intensitas komunikasi di Instagram dan perbandingan sosial berperan

terhadap ketidakpuasan tubuh.                                                 Diterima

2.

Hipotesis Minor:

  • a.    Intensitas komunikasi di Instagram berperan terhadap ketidakpuasan     Diterima

tubuh.                                                                       Diterima

  • b.    Perbandingan sosial berperan terhadap hubungan intensitas komunikasi di

Instagram dengan ketidakpuasan tubuh.

119