Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 2, 96-108


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Peran konformitas dan gaya hidup brand minded terhadap perilaku konsumtif mahasiswi di Kota Denpasar

Sri Windayani dan Dewi Puri Astiti

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana astiti22@yahoo.com

Abstrak

Perilaku konsumtif pada mahasiswi salah satunya disebabkan oleh gaya hidup brand minded. Gaya hidup brand minded adalah kecenderungan individu untuk selalu menggunakan barang bermerek dengan tujuan mendapatkan pengakuan dari lingkungan. Selain itu, konformitas juga dapat memengaruhi perilaku konsumtif seperti individu secara sukarela menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat diterima oleh kelompok sosial. Hal ini bisa dilihat melalui perubahan mahasiswi dalam berpakaian dan bergaya yang didukung oleh teman sebaya. Perilaku konsumtif pada mahasiswi dapat dipahami melihat usia mahasiswi yang mengalami usia peralihan dalam mencari identitas diri. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peran antara konformitas dan gaya hidup brand minded dengan perilaku konsumtif mahasiswi di Kota Denpasar. Subjek dalam penelitian ini adalah 130 orang mahasiswi angkatan 2016 dan 2017 di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala konformitas, skala gaya hidup brand minded, dan skala perilaku konsumtif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,717, nilai koefisien determinasi sebesar 0,513 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (P<0,05) dengan nilai koefisien B terstandarisasi pada variabel konformitas sebesar 0,464 dan gaya hidup brand minded sebesar 0,387. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konformitas dan gaya hidup brand minded secara bersama-sama berperan meningkatkan perilaku konsumtif mahasiswi di Kota Denpasar.

Kata Kunci: Gaya hidup brand minded, konformitas, mahasiswi, perilaku konsumtif.

Abstract

Consumptive behavior on female students is one of them caused by a brand minded lifestyle. Brand minded lifestyle is an individual tendency to always use branded goods in order to get recognition from the surrounding environment. In addition, conformity can also influence consumer behavior such as individuals voluntarily adjusting to the environment so that it can be accepted by social groups. This can be seen through changes in college students in terms of style and style that are supported by peers. Consumptive behavior in female students can be understood considering the age of students experiencing the transition phase in seeking self-identity. This research uses quantitative method which aims to determine the role between conformity and lifestyle brand minded with student consumer behavior in the city of Denpasar. The subjects in this study were 130 female students of 2016 and 2017 in the Management Study Program of the Faculty of Economics, Warmadewa University. The measuring instrument used in this study is the scale of conformity, the scale of lifestyle brand minded, and the scale of consumptive behavior. The data analysis technique used in this study is multiple regression. The results of multiple regression tests show a regression coefficient of 0,717, a determination coefficient of 0,513 and a significance value of 0,000 (P<0,05) with a standardized B coefficient on conformity variables of 0,464 and a lifestyle of brand minded 0,387. These results indicate that conformity and lifestyle brand minded play a role in increasing student consumptive behavior in the city of Denpasar altogether.

Keywords: Brand minded lifestyle, conformity, consumptive behavior, female students.

LATAR BELAKANG

Keinginan individu untuk berbelanja yang tidak mengenal batas, membeli sesuatu secara berlebihan atau tidak terencana disebut dengan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif dapat menyebabkan dampak negatif seperti mendorong individu untuk memiliki pola hidup boros dengan selalu menghamburkan uang untuk sesuatu hal yang tidak penting, tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan, memiliki hutang, serta menghalalkan berbagai cara agar keinginan individu dapat tercapai. Hal ini berarti perilaku konsumtif dapat menyebabkan individu tidak lagi berpikir secara rasional untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Sumartono (2002), perilaku konsumtif merupakan perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan rasional melainkan muncul karena keinginan yang tidak lagi rasional. Pola konsumsi individu dapat langsung berpengaruh terhadap perekonomian negara (Pratama, 2013).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini lebih maju dan berkembang seperti data yang dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu, produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2017 mencapai 5,07% (Setiawan, 2018). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan, salah satunya yaitu daya konsumsi individu juga akan meningkat. Faktor lain yang dapat meningkatkan daya konsumsi individu yaitu perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi saat ini memberikan pengaruh untuk memudahkan penyebarluasan informasi serta dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan gaya hidup individu. Perkembangan teknologi merupakan hal yang menarik, sehingga individu akan selalu mengikuti perkembangan gaya hidup terbaru melalui teknologi, salah satunya melalui media daring yang dapat dengan mudah diakses oleh individu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset asal Inggris, Merchant Machine bahwa Indonesia menduduki posisi pertama sebagai negara dengan pertumbuhan e-commers tercepat. Masyarakat Indonesia rata-rata membelanjakan uang yang dimiliki pada situs belanja daring mencapai US$ 228 per orang atau sekitar Rp 3,19 juta per orang. Sebanyak 11,9% responden berbelanja produk pakaian serta alas kaki, dan 10 % responden membelanjakan uangnya untuk kesehatan dan kecantikan (Widowati, 2019). Akibat pengaruh teknologi, berbelanja tidak lagi memperhatikan antara kebutuhan sesugguhnya atau hanya keinginan semata.

Perilaku konsumtif lebih besar terjadi di kota dibandingkan pedesaan. Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2018, pangsa pengeluaran non-pangan masyarakat perkotaan sebesar 54,02% dan masyarakat pedesaan sebesar 43,72%. Persentase konsumsi pakaian, alas kaki, dan tutup kepala juga lebih besar di perkotaan dibandingkan pedesaan, yaitu sebesar 25,45% di perkotaan dan 22,48% di pedesaan (Badan Pusat Statistik, 2018).

Kota Denpasar merupakan salah satu ibu kota provinsi di Indonesia. Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita kelompok bukan makanan terbesar di Bali yaitu sebesar sebesar Rp 1.171.759 per bulan (Badan Pusat Statistik, 2019). Hal ini yang menjadi andil dalam memengaruhi perilaku konsumtif pada masyarakat.

Pasar bisnis yang beragam akan mendorong individu untuk berperilaku konsumtif. Sasaran utama pasar bisnis adalah wanita muda yang berstatus sebagai mahasiswi. Kondisi pasar yang lebih banyak ditunjukkan untuk wanita dapat menjadikan wanita cenderung lebih mudah dipengaruhi dan lebih konsumtif daripada kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan perilaku konsumtif kemudian sebagian besar dilakukan oleh kaum wanita muda di Indonesia (Situmeang, 2017). Konsumen wanita secara psikologis berbeda dengan konsumen pria. Konsumen wanita ketika berbelanja produk yang diinginkan akan menimbulkan perasaan senang, sedangkan konsumen pria akan menggunakan nalar ketika memutuskan untuk membeli sebuah barang (Situmeang, 2017).

Hal tersebut didukung pula pada data hasil survei tahun 2014 yang dilakukan Tokopedia, bahwa persentase 66,28% mayoritas mahasiswi merupakan masyarakat konsumtif dalam durasi belanja yang dilakukan mencapai 3 kali dalam seminggu, sedangkan laki-laki mayoritas mahasiswa hanya berjumlah 33, 72% (Situmeang, 2017). Mahasiswi berusaha mengikuti berbagai trend yang sedang berkembang agar dapat diterima oleh lingkungan serta diketahui eksistensinya. Mahasiswi mampu menghabiskan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk membeli barang bermerek untuk memaksimalkan penampilan sehari-hari.

Studi pendahuluan dilakukan oleh peneliti terhadap tiga orang subjek yang terdiri dari mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter, Program Studi Psikologi dan Program Studi Fisioterapi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Subjek memiliki kecenderungan membeli tas, sepatu, dan pakaian bermerek dengan alasan lebih awet ketika digunakan karena kualitas yang baik. Tas, sepatu dan pakaian bermerek yang digunakan oleh mahasiswi memiliki kisaran harga Rp 350.000,- sampai Rp 6.000.000,-. Subjek dapat membeli tas, sepatu dan pakaian bermerek yang diperoleh pemasukan dari orangtua langsung, dengan cara meminta uang tambahan ketika melihat suatu produk yang menurut subjek menarik dan harus segera dimiliki (Windayani, 2018). Subjek mengaku ketika sedang berjalan-jalan dengan keluarga atau kekasih ke suatu mall akan mudah terpengaruh jika melihat barang dengan bentuk yang lucu. Subjek akan segera mengambil lalu membayar barang tersebut meskipun di rumah subjek terdapat barang yang hampir serupa (Windayani, 2018). Hal ini dapat dikatakan sebagai perilaku konsumtif karena individu tidak lagi dapat mempertimbangkan barang tersebut termasuk pada kebutuhan atau hanya keinginan semata.

Perilaku konsumtif dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal salah satunya yaitu kelompok pertemanan atau kelompok acuan. Perilaku konsumtif menggunakan barang tertentu dilakukan individu untuk mendapat pengakuan dari individu atau agar dapat diterima oleh suatu kelompok. Kelompok dapat memengaruhi anggota lain untuk berperilaku layaknya kelompok lakukan seperti gaya hidup, perilaku, serta pola pikir yang cenderung sama tanpa paksaan yang disesuai dengan ritme kelompok disebut dengan konformitas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cialdini dan Goldstein (dalam Shelley E, Peplau, & Sears, 2009) bahwa dikatakan konformitas jika individu secara sukarela melakukan suatu tindakan karena individu lain juga melakukan. Hubungan konformitas individu dengan individu yang lain atau kelompok dapat diperhatikan dari sejauh mana individu merasa nyaman dengan kelompok dan juga seberapa besar individu disukai serta diterima oleh individu yang lain (Grinman, 2002). Mayoritas individu memiliki kebebasan untuk berpakaian dan gaya rambut, akan tetapi individu sering mengenakan pakaian seperti individu lain dalam kelompok sosial sebagai alasan untuk mengikuti tren busana terbaru.

Gaya hidup sebagai salah satu faktor internal yang akan memengaruhi individu untuk berperilaku konsumtif, terutama jika perilaku konsumtif terjadi untuk menunjukkan status sosial atau mendapatkan prestise. Perilaku konsumtif dan kebutuhan akan prestise dapat memberikan pengetahuan baru tentang perkembangan tren dan model terbaru serta menemukan barang yang baik dan bernilai bagi diri sendiri.

Gaya hidup individu bersifat tidak permanen dan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, karena individu selalu memiliki perasaan tidak pernah merasa puas dan cukup dengan apa yang telah dimiliki (Fromm, 1995). Individu akan selalu memperbaharui jasa atau barang yang telah digunakan mengikuti perkembangan mode atau tren. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Solihin (2015) yaitu gaya hidup individu dapat berubah dengan cara mengeluarkan segala macam kemampuan, meskipun dalam perjalanan diwarnai dengan susah payah untuk dapat mengikuti tren gaya hidup yang sudah menjadi bagian penting dalam masyarakat modern.

Gaya hidup dapat digambarkan melalui aktivitas individu yang selalu berbelanja, menghabiskan uang yang dimiliki untuk membeli barang edisi terbaru serta pandangan individu mengenai barang yang telah dibeli. Individu hanya menggunakan barang yang berorientasi pada merek tertentu, lalu tidak akan menggunakan merek yang lain selain merek yang memang familiar sehingga individu akan merasa bangga jika menggunakan barang merek disebut brand minded. Menurut McNeal (2007) brand minded adalah pola pikir individu terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada penggunaan merek eksklusif dan terkenal. Gaya hidup brand minded dapat dilihat melalui aktivitas, minat dan opini individu terutama yang hanya berfokus pada penggunaan barang bermerek tertentu.

Gaya hidup brand minded merupakan fenomena yang sedang marak terjadi dalam masyarakat lingkungan perkotaan. Berbagai kalangan usia, tidak menutup kemungkinan untuk membeli dan menggunakan barang berdasarkan gaya hidup brand minded (bermerek). Gaya hidup brand minded dapat dilihat dari angka pembelian barang-barang dari brand terkenal yang setiap tahun mengalami peningkatan. Terlebih lagi semakin banyak iklan yang menampilkan barang bermerek muncul melalui media sosial dapat memudahkan individu untuk melihat serta tertarik membeli barang bermerek. Barang bermerek yang biasa dibeli antara lain pakaian, sepatu, tas, jam tangan original dari brand tertentu yang tujuan sebenarnya bukan sebagai pemenuhan kebutuhan utama tetapi lebih didasari oleh rasa gengsi dan prestise.

Individu berbelanja awalnya didasari oleh kebutuhan yang hanya sekedar memenuhi hidup individu seperti pakaian, namun saat ini pakaian juga bisa berubah menjadi simbol sosial. Simbol sosial menyebabkan terjadinya pergeseran makna seperti saat ini pakaian awalnya hanya menjadi kebutuhan untuk menutupi tubuh agar terhindar dari cuaca panas, dingin dan debu, saat ini berubah menjadi kubutuhan akan keindahan yang sengaja ditampilkan sehingga dianggap menarik oleh individu lain. Individu yang tidak pernah merasa puas serta ada kebutuhan untuk mendapatkan prestise menyebabkan tingginya keinginan individu untuk membeli barang bermerek. Pembelian barang bermerek memiliki daya tarik yang sangat besar karena memberikan nilai tinggi pada penggunanya. Nilai-nilai dirasakan oleh individu ketika menggunakan barang bermerek diantaranya kualitas, nilai sosial, keunikan, nilai hedonik, dan kesadaran akan nilai merek yang berkelas (Hanzaee & Rouhani, 2011).

Perilaku konsumtif pada mahasisiwi didasarkan pada mode atau tren saat ini untuk mendapatkan prestise dan status dalam kelompok sosial. Mahasiswi menghabiskan uang dan waktu menggunakan produk dan jasa yang berfungsi hanya sebagai pelengkap kehidupan individu. Kebutuhan pelengkap pada dasarnya adalah kebutuhan yang sesungguhnya dapat dihindarkan. Mahasiswi merasa urusan penampilan bukan hanya sekedar cara berpakaian, tetapi juga agar dipandang keren oleh individu lain. Mahasiswi pada saat ke kampus sekalipun dapat menggunakan barang bermerek seperti tas, pakaian dan sepatu yang rata-rata bermerek. Mahasiswi membeli kebutuhan dengan bantuan financial dari orangtua dan menggunakan uang pribadi yang dihasilkan dengan cara bekerja, sehingga tidak jarang jika yang dilakukan oleh mahasiswi dapat dikatakan sebagai perilaku konsumtif.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti ingin melihat peran konformitas dan gaya hidup brand minded terhadap perilaku konsumtif pada mahasiswi di Kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku konsumtif serta variabel bebas dalam penelitian ini yaitu konformitas dan gaya hidup brand minded.

Perilaku konsumtif

Perilaku konsumtif yaitu usaha untuk dapat mendatangkan kepuasan tersendiri yang bersifat semu tanpa didasari dengan pertimbangan rasional untuk membeli sesuatu tanpa terencana, serta untuk memenuhi faktor kepentingan dibanding kebutuhan yang ditandai oleh adanya kebutuhan akan barang mewah dan berlebihan dan dapat mengasilkan kepuasan dan kenyamanan fisik. Taraf perilaku konsumtif diukur menggunakan skala Perilaku Konsumtif (PK). Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf perilaku konsumtif yang dimiliki subjek.

Konformitas

Konformitas merupakan suatu perilaku atau sikap yang diikuti oleh individu dikarenakan individu tersebut berusaha untuk menyesuaikan diri dengan individu lain dalam kelompok, dengan alasan karena individu tersebut ingin diterima dalam kelompok tersebut. Taraf konformitas diukur menggunakan skala Konformitas (KTS). Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf konformitas yang dimiliki subjek.

Gaya hidup brand minded

Gaya hidup brand minded lebih menggambarkan perilaku individu, yaitu bagaimana individu hidup menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang berorientasi pada penggunaan produk merek eksklusif.

Taraf gaya hidup brand minded diukur menggunakan skala Gaya Hidup Brand Minded (GHB). Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf gaya hidup brand minded yang dimiliki subjek.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Perguruan Tinggi di Kota Denpasar. Karakteristik populasi dalam penelitian ini antara lain, subjek berusia 18 sampai 25 tahun saat penelitian dilakukan, berjenis kelamin perempuan dan subjek berstatus sebagai mahasiswa aktif Perguruan Tinggi di Kota Denpasar.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan metode multi stage random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara bertingkat atau teknik sampel yang dilakukan lebih dari satu kali (Nasution, 2003).

Jumlah minimum sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus terkait jumlah prediktor yaitu 104 + Σk , maka jumlah minimum sampel dalam penelitian ini adalah 106 (Field, 2009). Responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 150 orang mahasiswi, namun menghasilkan 130 skala yang diisi penuh dan dapat dianalisis.

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2019. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mendatangi subjek penelitian yang telah didapatkan melalui teknik pengambilan sampel di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian ini menggunakan skala perilaku konsumtif, skala konformitas dan skala gaya hidup brand minded. Skala perilaku konsumtif yang digunakan mengacu pada indikator yang dikemukakan oleh Sumartono (2002), skala konformitas disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (1991) dan skala gaya hidup brand minded berdasarkan dimensi menurut Sumarwan (2011).

Skala perilaku konsumtif terdiri dari 33 aitem pertanyaan, skala konformitas terdiri dari 19 aitem pertanyaan dan gaya hidup brand minded terdiri dari 19 aitem pertanyaan. Skala ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Suatu aitem dapat dikatakan valid apabila koefisien korelasi aitem total (rix) sama dengan atau lebih besar daripada 0,30. Apabila jumlah aitem yang diseleksi tidak mencukupi jumlah yang diharapkan, maka peneliti mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas minimum koefisien korelasi aitem total (rix) menjadi 0,25 (Azwar, 2016). Uji reliabilitas alat ukur penelitian dilakukan dengan melihat nilai Alpha Cronbach. Reliabilitas skala dapat dikatakan cukup baik bila memiliki nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,60 (Azwar, 2016).

Penyebaran skala uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2019 yang diberikan kepada mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Hasil uji validitas skala perilaku konsumtif menunjukkan nilai koefisien korelasi item total aitem-total berkisar antara 0,360 sampai 0,759. Hasil uji reliabilitas skala perilaku konsumtif menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,945 yang berarti skala ini mampu mencerminkan 94,5 % nilai skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala perilaku konsumtif layak digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf perilaku konsumtif.

Hasil uji validitas skala konformitas menunjukkan nilai koefisien korelasi item total aitem-total berkisar antara 0,331 sampai 0,765. Hasil uji reliabilitas skala konformitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,867 yang berarti skala konformitas mampu mencerminkan 86,7% nilai skor murni subjek, sehinngga dapat disimpulkan bahwa skala konformitas dapat digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf konformitas.

Hasil uji validitas skala gaya hidup brand minded menunjukkan koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,302 sampai 0,720. Hasil reliabilitas skala gaya hidup

brand minded menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,86 yang berarti skala haya hidup brand minded mampu mencerminkan 86% nilai skor murni subjek, seingga dapat disimpulkan bahwa skala gaya hidup brand minded dapat digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf gaya hidup brand minded.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dalam pengujian hipotesis. Uji hipotesis dapat dilakukan apabila data penelitian telah dapat melewati syarat uji asumsi, seperti uji normalitas, uji linearitas, serta uji multikolinearitas. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, Uji linieritas dapat dilakukan dengan melihat compare mean lalu menggunakan test of linearity, dan uji multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai variance inflation factor (VIF). Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS release 22.0 for Window.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi penelitian variabel perilaku konsumtif, konformitas dan gaya hidup brand minded dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel perilaku konsumtif memiliki mean teoritis yang lebih tinggi dari mean empiris sehingga menghasilkan perbedaan sebesar 13,78 dengan nilai t sebesar –18,538 (p=0,000). Mean empiris yang diperoleh lebih kecil dari nilai teoritis (mean empiris < mean teoritis) mengindikasikan bahwa perilaku konsumtif subjek tergolong rendah. Berdasarkan hasil kategorisasi perilaku konsumtif pada tabel 2 (terlampir), mayoritas mahasiswi yaitu 65,4% berada dalam taraf perilaku konsumtif yang rendah.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel konformitas memiliki mean teoritis yang lebih tinggi dari mean empiris sehingga menghasilkan perbedaan sebesar 7,05 dengan nilai t sebesar -14,174 (p=0,000). Mean empiris yang diperoleh lebih kecil dari nilai teoritis (mean empiris < mean teoritis) mengindikasikan bahwa konformitas subjek tergolong rendah. Berdasarkan hasil kategorisasi konformitas pada tabel 3 (terlampir), mayoritas mahasiswi yaitu 47,7% berada dalam taraf konformitas yang rendah.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel gaya hidup brand minded memiliki mean teoritis yang lebih tinggi dari mean empiris sehingga menghasilkan menghasilkan perbedaan sebesar 7,96 dengan nilai t sebesar - 15,841 (p=0,000). Mean empiris yang diperoleh lebih kecil dari nilai teoritis (mean empiris < mean teoritis) mengindikasikan bahwa gaya hidup brand minded subjek tergolong rendah. Berdasarkan kategorisasi taraf gaya hidup brand minded pada tabel 4 (terlampir), mayoritas mahasiswi yaitu 46,9% berada dalam taraf gaya

hidup brand minded yang rendah.

Uji Asumsi

Uji normalitas menggunakan menggunakan Kolmogorov-Smirnov, data dapat dikatakan berdistribusi secara normal apabila probabilitas lebih besar daripada 0,05 (Azwar, 2016). Tabel 2 menunjukkan bahwa data variabel perilaku konsumtif berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,074 dengan signifikansi 0,200 (p>0,05). Data pada variabel konformitas berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,077 dengan signifikansi 0,200 (p>0,05). Serta data gaya hidup brand minded yaitu beridistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-smirnov sebesar 0,073 dengan signifikansi 0,200 (p>0,05).

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah antar variabel bebas dengan variabel tergantung terdapat hubungan linear atau tidak. Hubungan dua variabel dikatakan signifikan linier jika p<0.05. Tabel 5 menunjukkan hubungan yang linear antara konformitas dan perilaku konsumif dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05). Hubungan yang linear juga ditunjukkan antara gaya hidup brand minded dan perilaku konsumtif dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linear antara konformitas dengan perilaku konsumitf serta gaya hidup brand minded dengan perilaku konsumtif.

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah antar variabel bebas ditemukan adanya korelasi, karena dalam model regresi sebaiknya antar variabel bebas tidak memiliki korelasi (Ghozali, 2016). Adanya multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas (Field, 2009). Tabel 6 menunjukkan nilai Tolerance sebesar 0,830 (>0,1) dan nilai VIF sebesar 1,205 (<10), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas yang diteliti yaitu pada variabel konformitas dan gaya hidup brand minded terhadap perilaku konsumtif.

Berdasarkan beberapa uji yang telah dilakukan seperti uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji linearitas maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini berdistribusi normal, tidak ada multikolinearitas, serta antar variabel menunjukkan hubungan yang linear sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji regresi berganda. Uji regresi berganda dilakukan pada penelitian yang menggunakan dua atau lebih variabel bebas untuk melakukan prediksi terhadap variabel tergantung (Field, 2009). Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikansi, jika p<0,05 maka variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tergantung. Jika nilai p>0,05 maka variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tergantung (Santoso, 2014). Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan program

SPSS (Statistical Package for Social Service) 22.0 for Windows.

Tabel 7 menunjukkan bahwa koefisien regresi (R) sebesar 0,717 dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,513, yang berarti bahwa konformitas dan gaya hidup brand minded secara bersama-sama berperan terhadap perilaku konsumtif dengan sumbangan efektif sebesar 51,3% sedangkan 48,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Tabel 8 menunjukkan bahwa F hitung adalah sebesar 67,001 dengan taraf signifikansi 0,000 (<0,05) sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi perilaku konsumtif. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa konformitas dan gaya hidup brand minded secara bersama- sama berperan terhadap perilaku konsumtif mahasiswi di Kota Denpasar.

Hasil garis regresi berganda pada tabel 10 yang diperoleh dari hasil uji regresi berganda dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

Y= 18,021 + 0,693X1 + 0,573X2

Keterangan:

Y = Perilaku Konsumtif

  • X1 = Konformitas

X2 = Gaya Hidup Brand minded

  • a.    Konstanta sebesar 18,021 menunjukkan bahwa terdapat penambahan atau peningkatan nilai pada konformitas dan gaya hidup brand minded, maka taraf perilaku konsumtif yang akan dimiliki sebesar 18,021.

  • b.    Koefisien regresi X1 sebesar 0,693 menunjukkan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai pada variabel konformitas, maka akan meningkatkan taraf perilaku konsumtif sebesar 0,693.

  • c.    Koefisien regresi X2 sebesar 0,573 menunjukkan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai pada variabel gaya hidup brand minded, maka akan meningkatkan taraf perilaku konsumtif sebesar 0,573.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik regresi berganda, dapat diketahui bahwa pada pengujian hipotesis terdapat peran konformitas dan gaya hidup brand minded terhadap perilaku konsumtif mahasiswi di Kota Denpasar yang mengambil mahasiswi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa sebagai sampel penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai koefisien R sebesar 0,717 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,05). Variabel konformitas dan gaya hidup brand minded secara bersama-sama memberikan peran sebesar 51,3% terhadap perilaku konsumtif dan peran variabel lain yang tidak diteliti sebesar 48,7% terhadap perilaku konsumtif.

Variabel konformitas memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,464 dan taraf signifikansi sebesar 0,000(p<0,05) yang berarti konformitas dapat

meningkatkan perilaku konsumtif. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Windayanti (2019) pada 227 orang mahasiswi di Universitas Udayana dan mendapatkan hasil bahwa konformitas berperan terhadap perilaku konsumtif remaja remaja putri di Universitas Udayana. Penelitian lainnya juga yang sejenis dilakukan oleh Damayanti (2014) terhadap 100 orang mahasiswi-mahasiswi indekos di area kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, bahwa konformitas dan perilaku konsumtif terjadi hubungan positif yang signifikan. Hal ini dapat diartikan jika konformitas semakin tinggi maka perilaku konsumtif akan semakin tinggi juga dan begitu juga sebaliknya.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh pendapat Setiadi (2003) bahwa terdapat faktor sosial yang dapat memengaruhi perilaku konsumtif, salah satunya kelompok rujukan atau grup referensi. Individu bergabung dengan grup referensi dikarenakan tiga alasan yaitu, untuk mendapatkan pengetahuan yang berharga atau menghindari hukuman dan untuk membangun, memodifikasi atau memelihara konsep pribadi individu. Baron dan Bryne (2005) mengungkapkan bahwa alasan individu melakukan konformitas adalah agar disukai oleh orang lain atau paling tidak untuk menghindari penolakan dan hal ini pula dapat menyebabkan mahasiswi ber- perilaku konsumtif.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pergiwati (2016) pada empat orang mahasiswi Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman, yaitu konformitas merupakan salah satu faktor munculnya perilaku konsumtif. Keempat subjek dalam penelitian Pergiwati (2016) melakukan pembelian secara tidak wajar dikarenakan adanya tuntutan di dalam kelompok atau yang biasa disebut dengan konformitas seperti, tidak ingin merasa kalah dengan teman-teman kelompok sehingga keempat subjek selalu berbelanja mengikuti kebiasaan kelompok, ingin terlihat sama dengan teman kelompok dan karena adanya persaingan fashions dalam kelompok. Keempat subjek juga merasa gengsi dan malu apabila tidak membeli barang-barang yang tidak bermerek sehingga merasa dikucilkan oleh temannya, berbagai cara akan ditempuh oleh keempat subjek agar dapat memiliki uang lebih meskipun harus menggunakan cara yang salah. Hal tersebut dilakukan oleh individu agar dapat diterima oleh kelompok. Pernyataan tersebut sejalan dengan yang dikatakan Sarwono (2005) bahwa individu melakukan konformitas agar mendapatkan penerimaan dari kelompok atau lingkungan tertentu.

Variabel gaya hidup brand minded memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,387 dan taraf signifikasi sebesar 0,000 (p>0.05) yang berarti gaya hidup brand minded berperan dalam meningkatkan perilaku konsumtif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manjasari (2017) terhadap 25 orang mahasiswa aktif angkatan 2015 Universitas Muhammadiyah Gresik seperti terdapat hubungan antara gaya hidup brand minded dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Gresik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wijaya (2016) pada 60 orang subjek siswa SMA Harapan 1 Medan juga menemukan bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara gaya hidup brand minded dengan perilaku konsumtif. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi gaya hidup brand minded maka semakin tinggi juga perilaku konsumtif.

Faktor yang menyebabkan individu menjadi berperilaku konsumtif salah satunya yaitu gaya hidup (Hawkins dkk, 2007). Gaya hidup merupakan hal yang cukup sederhana seperti menggambarkan bagaimana individu hidup termasuk barang dan produk yang dibeli, barang yang digunakan, serta perasaan individu mengenai barang tersebut. Gaya hidup adalah manifestasi dari konsep diri, citra yang dimiliki individu mengenai diri individu sendiri sebagai hasil dari budaya, situasi, tempat dan pengalaman yang dapat membentuk kehidupan individu sehari-hari. Gaya hidup yang dimiliki individu ditentukan oleh keputusan sadar dan tidak sadar. Individu sering kali membuat pilihan dengan dengan kesadaran penuh akan berdampak pada kehidupan individu dimasa yang akan datang, tetapi pada umumnya individu tidak menyadari keputusan yang diambil mengenai gaya hidupnya. Perasaan dan emosi memiliki peran yang sama penting dalam banyak keputusan konsumen sebagai analisis yang logis atau pemenuhan atribut fisik (Hawkins dkk, 2007).

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Al-Ghifari (2003), individu akan menaruh perhatian lebih pada hal yang dianggap dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik dengan menggunakan berbagai macam cara serta adanya pengaruh pola hidup individu yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata. Tujuan individu dalam mencari kesenangan fisik disebut dengan gaya hidup. Kotler (2002) menambahkan bahwa gaya hidup merupakan gambaran keseluruhan diri individu ketika berinteraksi dan mencapai tujuan dalam lingkungan.

Pendapat Hawkins (2007) mengenai gaya hidup yang seringkali dijadikan motivasi dan pedoman dalam membeli sesuatu ini berarti mengacu pada gaya hidup mahasiswi dalam aktivitas yang dilakukan, minat terhadap produk tertentu dan pandangan terhadap suatu produk. Gaya hidup yang hanya berorientasi pada merek tertentu yang dianut oleh mahasiswi disebut gaya hidup brand minded dan gaya hidup ini memiliki peran dalam perilaku pembelian. Sutojo (1998) mengatakan bahwa mahasiswi menyukai pembelian barang yang dapat menimbulkan kepuasan apabila mampu memiliki barang dengan merek bergengsi, mahal dan eksklusif.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Netriana (2017) pada 203 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan hasil penelitian terdapat faktor internal bagi responden yang lebih memilih untuk menggunakan produk bermerek original akan membuat responden bergengsi dan merasa percaya diri. Susanti (2016) mengatakan bahwa tanpa disadari tujuan individu berbelanja seperti dapat berbelanja di tempat “X” dan mampu membeli barang dengan merek ternama hanya untuk gengsi dan memperlihatkan status sosial.

Putri (2018) melakukan penelitian terhadap lima orang subjek untuk melihat pandangan konsumen sosialita mengenai makna gaya hidup brand minded. Minat terhadap brand tertentu memiliki makna yang penting karena brand merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan citra diri yang dapat merefleksikan status sosial. Kelima subjek tersebut mengaku bahwa brand dapat mencerminkan diri subjek. Alasan subjek mencari produk tertentu untuk dapat memberikan manfaat yang dicari yaitu mendapatkan kepuasan serta dapat meningkatkan citra diri. Setiadi (2003) mengatakan bahwa citra diri yang aktual dapat menggambarkan diri individu sebenarnya dan citra diri ideal mampu memberikan gambaran mengenai individu yang diinginkan. Produk yang digunakan oleh individu dapat dianggap sebagai refleksi mengenai diri individu dan juga dapat menjadi seperti yang individu inginkan.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda yang dilakukan pada penelitian ini, nilai B pada Coefficients Beta dari variabel konformitas sebesar 0,464 dan nilai B pada Coefficients Beta dari variabel gaya hidup brand minded sebesar 0,387. Hal ini menunjukkan bahwa nilai B pada Coefficients Beta dari konformitas lebih besar dari gaya hidup brand minded, sehingga dapat disebutkan bahwa konformitas memiliki peran lebih besar terhadap perilaku konsumtif dibandingkan gaya hidup brand minded. Hal ini juga menjelaskan bahwa konformitas memiliki peran yang signifikan dan berperan secara positif terhadap perilaku konsumtif yang berarti semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku konsumtif. Individu yang tidak memiliki pendirian sendiri mengenai kebutuhan hidupnya atau kurang mandiri akan cenderung lebih mudah terpengaruh ajakan individu lain. Individu akan berusaha melakukan berbagai hal agar dapat disukai dan diterima baik oleh kelompok termasuk dalam hal berbelanja. Pada saat individu dan teman-teman yang lain sedang berjalan-jalan ke sebuah mall, awalnya hanya ingin melihat-lihat, tetapi secara tidak sengaja individu menemukan hal yang menarik sehingga harus dibeli. Teman-teman yang lain akan memberikan sugesti kepada individu untuk membeli barang tersebut dengan alasan karena teman yang lain juga ikut membeli, sehingga untuk menyenangkan teman yang lain individu akan membeli barang tersebut meskipun sebenarnya barang itu tidak dibutuhkan.

Jika dibandingkan dengan konformitas, gaya hidup brand minded masih mampu mengotrol perilaku konsumtif karena individu hanya berbelanja barang bermerek tetapi kebiasaan belanja tersebut tidak sering dilakukan. Individu menganggap hal yang paling penting adalah kualitas dibandingkan kuatitas, sehingga individu akan memperhatikan secara rinci atau seksama kualitas produk yang ditawarkan setiap akan membeli barang bermerek. Sesuai dengan pendapat Widyarini (2009), kualitas lebih baik daripada kuantitas, seperti pengalaman berkualitas dapat diperoleh dengan memperhatikan hal-hal yang dilakukan secara seksama. Selain itu, adaya pandangan tidak masalah jika mahal asalkan barang dapat bertahan dalam waktu yang lama, sehingga hal itu yang menyebabkan individu tidak terlalu berperilaku konsumtif karena kebiasaan berbelanja barang bermerek sangat

jangan dilakukan mengingat kualitas barang yang diberikan sangat baik. Berdasarkan penjelaskan yang diatas dapat dikatakan bahwa konformitas lebih berperan pada perilaku konsumtif mahasiswi dibandingkan gaya hidup brand minded. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdana dan Mujiasih (2017) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif membeli pakaian pada mahasiswi angkatan 2016 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Penelitian lain juga dilakukan oleh Zumita (2014) terdapat hubungan yang positif dan signifikan variabel konformitas dengan perilaku konsumtif remaja terhadap produk distro pada siswa kelas X di SMA N 4 Yogyakarta.

Hasil kategorisasi pada penelitian ini menunjukkan mayoritas mahasiswi di Kota Denpasar memiliki taraf konformitas yang rendah. Konformitas yang rendah juga dipengaruhi oleh adanya pemikiran individu yang tidak ingin meniru individu lain dengan alasan agar dapat diterima oleh kelompok. Individu hanya ingin berperilaku sesuai dengan keinginan dirinya sendiri tanpa ada paksaan orang lain. Baron dan Bryne (2005) menjelaskan indikasi bahwa rendahnya konformitas ditandai dengan individu yang tidak terpengaruh untuk mengubah perilaku sesuai dengan norma sosial. Individu dengan konformitas yang cenderung sedang dan rendah dapat dilihat dari rendahnya tingkat individu yang memiliki ketergantungan pada teman sebaya. Individu memiliki pendapat sendiri dalam merumuskan apapun, merasa tidak perlu memutuskan sesuatu dengan dibantu pendapat teman, melainkan mengikuti keinginan diri sendiri (Astasari dan Sahra, 2006).

Konformitas yang rendah juga dapat dilihat dari peran budaya, khususnya dalam penelitian ini adalah budaya Bali. Masyarakat Bali telah mengalami pergeseran budaya dari kebudayaan kolektif - kebudayaan roh Bali menjadi ke arah kebudayaan individualis - kebudayaan roh barat. Akibat yang ditimbulkan dari pergeseran ini, masyarakat Bali lebih menekankan pada kepentingan individual, tujuan, keinginan dan tujuan pribadi (Dayakisni & Yuniarti dalam Atmadja, 2010). Perubahan masyarakat Bali yang menjadi masyarakat individualis mengakibatkan individu masih berada dalam ruang kelompok, namun tidak menyatu tetapi memiliki jarak. Hal itu juga terjadi pada hubungan individu satu dengan individu yang lain atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, tidak berdialektika, tetapi berjarak bahkan bisa bersaing dikarenakan adanya kepentingan dan keinginan individu yang tidak ingin sama dengan individu atau kelompok yang lain (Atmadja, 2010).

Mahasiswi di Kota Denpasar memiliki taraf gaya hidup brand minded yang rendah tidak terlepas dari faktor yang memengaruhi seperti faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut seperti persepsi, memori, motif dan kepribadian serta konsep diri. Faktor eksternal yaitu kebudayaan, nilai sosial, demografis, status sosial, dan kelompok referensi (Wijokongko, 1995). Persepsi individu yang menganggap bahwa tidak harus selalu membeli barang- barang bermerek demi menunjang penampilan

dikarenakan masih bisa menggunakan barang tidak bermerek. Persepsi dapat memengaruhi pandangan, pendapat dan daya pikir individu terhadap suatu obyek, salah satunya gaya hidup. McNeal (2007) mengatakan taraf gaya hidup brand minded yang rendah dapat dilihat dari pola pikir individu yang tidak selalu mengacu pada objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek terkenal atau eksklusif saja.

Budaya menjadi salah satu pendorong individu memiliki gaya hidup brand minded yang rendah. Ajaran agama Hindu terdapat Artha dan Nirartha yang merupakan istilah dalam lingkaran perspeksi religius (the circle of religous perspection) masyarakat Hindu. Kedua istilah itu menjadi oposisi biner yang secara struktural terdapat dalam diri individu seperti kegemaran individu yang mengharapkan pujian (Pidada, 2016). Harta (artha) harus diperjuangkan untuk kepentingan kehidupan guna memenuhi kebutuhan hidup individu.

Jalan lainnya yang "tanpa harta" juga merupakan jalan kebenaran. Hidup tanpa harta bukan berarti tidak memiliki kegunaan dalam hidup, seperti kemiskinan yang bukan menjadi halangan untuk mengetahui ajaran dharma dan mencapai kesejatian moksa. Dharma dapat dipelajari dengan kesederhanaan pikiran dan kesederhanaan. Moksa juga dapat dicapai dengan gaya hidup sederhana dan melakukan upacara yang paling sederhana. Hal ini telah tertulis pada Bhagawadgita yang mengatakan bahwa individu bisa menggunakan berbagai cara untuk memuja Tuhan, meskipun dengan hal yang sederhana sekalipun Tuhan akan tetap menerima (Pidada, 2016). Pandangan dalam agama Hindu yang mengajarkan individu untuk hidup sederhana, meskipun dalam hal upacara sekalipun dianut oleh individu, sehingga gaya brand minded individu di Bali termasuk Kota Denpasar tergolong rendah.

Perilaku konsumtif pada penelitian ini menunjukkan taraf kategorisasi yang juga tergolong rendah. Perilaku kosumtif yang cenderung rendah dikarenakan konformitas dan gaya hidup brand minded dalam penelitian ini rendah. Hal ini sesuai dengan uji hasil analisis regresi berganda yang terbukti bahwa variabel konformitas dan gaya hidup brand minded memiliki peran terhadap perilaku konsumtif. Semakin rendah konformitas dan gaya hidup brand minded, maka semakin rendah pula perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif yang rendah dapat menandakan subjek mampu memilah antara kebutuhan dan keinginan sesungguhnya sehingga terhindar dari perilaku konsumtif. Dharmmesta dan Handoko (2011) mengatakan bahwa individu yang berperilaku konsumtif dengan taraf yang rendah ditandai dengan kemampuan untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Individu mampu memenuhi kebutuhan utama terlebih dahulu bukan kebutuhan yang hanya sekedar mengikuti mode, mencoba produk baru, memperoleh pengakuan sosial, dan tanpa memperdulikan itu kebutuhan atau hanya keinginan semata.

Menurut Engel (1994) faktor-faktor yang memengaruhi perilaku konsumtif, dapat dibagi menjadi dua yakni faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari

motivasi, proses belajar dan pengalaman, kepribadian dan konsep diri, status ekonomi, gaya hidup dan sikap. Faktor eksternal yaitu kebudayaan, kelas sosial, keluarga, dan kelompok acuan. Faktor eksternal yang memengaruhi perilaku konsumtif salah satunya adalah budaya, terutama budaya Bali melekat dengan agama. Agama dan budaya merupakan dua hal yang saling berinteraksi dan saling memengaruhi (Kuntowijoyo, 1991). Agama dan budaya pada dasarnya dapat memberikan wawasan atau cara pandang dalam menyikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan. Ajaran agama Hindu terdapat Geguritan Basur yang mendorong individu untuk hidup hemat dengan konsep menabung yang ditanamkan pada anak-anak sejak usia sekolah dasar (Duija, 2017).

Hidup yang seimbang juga diajarkan dalam ajaran agama Hindu. Hidup seimbang merupakan hidup yang berorientasi pada hidup sekala dan niskala. Memandang kehidupan menggunakan konsep Tri Semaya dan Tri Kona. Tri Semaya adalah Wartamana, Atita, dan Nagata. Konsep yang lakukan pada dewasa ini (Wartamana) diharapkan berorientasi pada masa lampau (Atita) dan merumuskan harapan masa depan (Nagata). Konsep Tri Kona yaitu menciptakan sesuatu yang sepatutnya individu ciptakan (utpati), memelihara sesuatu yang seharusnya dipelihara dan lindungi (Stithi), serta menghilangkan atau meninggalkan sesuatu yang memang seharusnya hilangkan atau tinggalkan (Pralina) (Wiana, 2007). Individu diharapkan menggunakan konsep pengendali dinamika hidup Utpati, Stithi dan Pralina pada semua aspek kehidupan. Pandangan dalam ajaran agama Hindu dilakukan untuk individu belajar hidup hemat dan cermat dalam mengubah paradigma hidup modern yang boros seperti saat ini (Wiana, 2007).

Rendahnya taraf perilaku konsumtif pada individu juga dipengaruhi oleh rendahnya gaya hidup brand minded dan konformitas subjek. Gaya hidup merupakan salah satu faktor internal, sedangkan konformitas adalah faktor eksternal yang dapat memengaruhi perilaku kosumtif (Engel, 1994). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada hasil uji regresi berganda yang menunjukkan bahwa secara bersama gaya hidup brand minded dan konformitas dapat berperan dalam perilaku konsumtif mahasiswi.

Konformitas dan gaya hidup brand minded dapat memengaruhi perilaku konsumtif individu. Konformitas terjadi ketika individu secara sukarela menyamakan perilaku dengan kelompok acuan seperti cara berpakaian, bergaya, berperilaku, berkegiatan dan lain sebagainya agar dapat diterima oleh kelompok sosial. Berpakaian dan bergaya bisa dikatakan sebagai gaya hidup. Gaya hidup dapat mencakup apa yang beli, bagaimana individu menggunakannya, dan apa yang akan individu pikirkan tentang produk tersebut. Individu yang selalu berpakaian dan bergaya hanya pada merek tertentu disebut dengan gaya hidup brand minded. Tujuan lain dari individu memenuhi gaya hidup brand minded saat ini bukan sekedar untuk kebutuhan melainkan juga untuk mendapatkan prestise. Terlebih lagi trend fashion yang terus berkembang akan mendorong individu untuk selalu berbelanja meskipun bukan sebagai kebutuhan yang

mendesak melainkan untuk memenuhi hasratnya akan prestise yang didapatkan dari lingkungan.

Konformitas sesungguhnya dapat dihindari apabila individu memiliki kemandirian atau tidak bergantung pada individu lain terutama dalam hal berbelanja. Individu bisa mempercayai diri sendiri tanpa harus mengikuti gaya orang lain agar dapat diterima oleh kelompok sosial. Selain itu, gaya hidup brand minded juga dapat dihindarkan dengan berpegang teguh pada ajaran agama terutama dalam penelitian ini mahasiswi di Kota Denpasar mayoritas beragama Hindu. Agama Hindu mengajarkan individu untuk hidup sederhana termasuk dalam hal upacara karena telah dituliskan dalam Bhagawadgita. Konformitas dan gaya hidup brand minded jika tidak dikontrol akan berdampak buruk pada kehidupan individu karena akan menyebabkan individu menjadi hidup boros.

Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun demikian masih terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya terdapat beberapa kuesioner yang tidak terisi secara penuh sehingga menyebabkan kuesioner tidak layak untuk dianalisis sehingga pendamping diperlukan dalam proses pengisian kuesioner terhadap subjek riset mahasiswi untuk menghindari kesalahan saat pengisian.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa konformitas dan gaya hidup brand minded secara bersama-sama berperan dalam meningkatkan perilaku konsumtif mahasiswi di Kota Denpasar, konformitas berperan dalam meningkatkan taraf perilaku konsumtif, gaya hidup brand minded berperan meningkatkan perilaku konsumtif, mayoritas mahasiswi di Kota Denpasar memiliki taraf konformitas yang tergolong rendah, mayoritas mahasiswi di Kota Denpasar memiliki taraf gaya hidup brand minded yang tergolong rendah, mayoritas mahasiswi di Kota Denpasar memiliki taraf perilaku konsumtif yang tergolong rendah.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti memberikan saran kepada mahasiswi, yaitu diharapkan mampu mengontrol keinginan dan perilaku agar terhindar dari perilaku konsumtif. Cara yang bisa digunakan yaitu membiasakan diri untuk membeli barang-barang sesuai kebutuhan dengan membuat skala prioritas dalam mengatur rencana pengeluaran jika ingin berbelanja. Individu juga diharapkan dapat memilih kelompok pertemanan yang positif seperti mengarahkan individu untuk fokus pada bidang akademik serta mengembangkan kemampuan non-akademik seperti mengikuti organisasi atau aktif dalam kegiatan unit kesejahteraan mahasiswa (UKM) sesuai dengan hobi masing- masing yang berada di kampus.

Saran bagi orangtua diharapkan dapat memberikan arahan dengan mengajak anak berbicara secara langsung dan mengontrol perilaku anak terutama dalam hal berbelanja. Kontrol yang bisa dilakukan oleh orangtua yaitu menamankan pemahaman kepada anak untuk memiliki pemikiran yang mandiri tidak bergantung pada orang lain terutama teman kelompok yang akan memengaruhi anak

dalam hal bergaya dan berpenampilan serta memberikan batasan-batasan yang dapat dipahami oleh anak.

Saran bagi peneliti lain dapat meneliti subjek dengan populasi yang berbeda, diharapkan menggunakan faktor lain yang mungkin memengaruhi perilaku konsumtif mahasiswi selain faktor konformitas dan gaya hidup brand minded serta perlu menelaah lebih dalam lagi terkait permasalahan perilaku konsumtif pada mahasiswi sehingga peneliti dapat menunjuk variabel yang sesuai lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghifari, A. (2003). Remaja Korban Mode. Bandung: Mujahid.

Astasari, A. R. & Sahra, A. (2006). Hubungan Antara Konformitas dengan Perilaku Membeli Impulsif pada Remaja        Puteri.        Diakses        pada

https://www.researchgate.net/publication/334674450 _Perilaku_       Konsumtif_di_Kalangan_Remaja.

Diambil pada tanggal 15 Juni 2019.

Atmadja., N. B. (2010). Ajeg Bali: Gerakan, Identitas, Kultural, dan Modernisasi. Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang.

Azwar, S. (2016). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

----------.  (2016). Reliabilitas dan  validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. Jakarta: BPS RI. Diambil                                   pada

https://www.bps.go.id/publication/2018/11/01/4194e 924ca33f08        7b68ab2de/pengeluaran-untuk-

konsumsi-penduduk-indonesia-- maret-2018.html. Diakses pada 19 Agustus 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS). Rata-rata Konsumsi Per Kapita Sebulan Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota, 1997-2018. Jakarta: BPS RI. Diambil pada https://bali.bps.go.id/dynamictable/2016/01/25/7/rat a-rata- konsumsi-per-kapita-sebulan-provinsi-bali-menurut-kabupaten- kota-1997-2018.html. Diakses pada tanggal 17 Agustus 2019.

Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial (10th ed.). Jakarta: Erlangga.

Damayanti, A.M. (2014). Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswi Indekost Mewah di Kecamatan Kertasura. Diambil pada https://www.tribunnews.com/bisnis/2013/12/05/eko nomi-          indonesia-ditopang-pola-konsumtif-

masyarakat. Diakses pada tanggal 17 Agustus 2019.

Putri, S. M. (2018). Makna Gaya Hidup Brand Minded pada Konsumen Sosialita. Jurnal Humaniora, 9-10. Diambil                                 pada

https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/idea/article/vi ew/4176/2433. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018.

Santoso, S. (2014). Statistik Multivariat, Edisi Revisi, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.

Sarwono, S.W. (2005). Psikologi Sosial Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.

Sears, D.O. Freedman, J. L., & Peplau, L.A. (1991). Psikologi Sosial. Terjemahan M. Adiyanto & S. Soekresno. Jakarta: Airlangga.

Setiadi, N. J. (2003). Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Kencana.

Setiawan, S.R.D. (2018). “Ekonomi Indonesia 2017 Tumbuh 5,07 Persen, Tertinggi        Sejak Tahun

2014”. Diakses pada https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/05/11382 0026/ekono mi-indonesia-2017-tumbuh-507-persen-tertinggi-sejak-tahun- 2014. Diambil pada tanggal 5 Februari 2018.

Shelley E, T., Peplau, L. A., and Sears, D. O. (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. California: Prenadarmedia Group.

Situmeang, M. K. (2017). Perilaku Konsumtif dan Tren Sophaolic pada Mahasiswa di Indonesia. Diambil pada http://www.braindilogsociology.or.id/2017/09/perilaku-konsumtif-dan-tren-shopaholic.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018.

Solihin, O. (2015). Terpaan Iklan Mendorong Gaya Hidup Konsumtif Masyarakat Urban. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi. 42. Diambil                                 dari

https://jipsi.fisip.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-05-no-2/jurnal-4.pdf/pdf/jurnal-4.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 2018.

Sumarwan, U. (2011). Perilaku Konsumen:  Teori dan

Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sumartono. (2002). Terperangkap dalam Iklan: Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi. Bandung: Alfabeta

Susanti, E. Y. (2016). Hubungan Kepercayaan Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswa Psikologi Angkatan 2013 UIN Maulana Ibrahim Malang. Skripsi. Diambil pada http://etheses.uin-malang.ac.id/3691/1/12410167.pdf.

Diakses pada tanggal 15 Desember 2018.

Sutojo, S. (1988). Kerangka Dasar Manajemen Pemasaran. Jakarta:PT Pustaka Binaman Pressindo.

Wiana. (2007). Membangun Keseimbangan Alam dan Manusia. Diambil       pada http://phdi.or.id/artikel/membangun-

keseimbangan-alam-dan-manusia. diakses pada tangal 17 Agustus 2019.

Widowati, H. (2019). Indonesia Jadi Negara dengan Pertumbuhan E- Commerce Tercepat di Dunia. Diambil pada https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/04/25/in donesia-jadi-negara-dengan-pertumbuhan-e-commerce-tercepat-di- dunia. Diakses pada tanggal 17 Agustus 2019.

Widyarini, M. M. N. (2009). Kunci Pengembangan Diri. Jakarta: PT. Gramedia

Wijaya, M. F. R. (2016). Hubungan Gaya Hidup Brand Minded dengan Perilaku Konsumtif Produk Fashion pada Remaja Putri di SMA Harapan 1 Medan. Diambil pada repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/1662/2/12860 0111_fi le2.pdf. Diakses pada tanggal 25 Mei 2019.

Wijokongko, Y. (1995). Peran Gaya Hidup Dalam Riset Konsumen. Pranata: Semarang : Universitas Katolik Soegijapranta.

Windayani, S. (2018). Studi Pendahuluan: Gambaran Gaya Hidup Brand Minded Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar. Tidak dipublikasikan.

Windayanti, N. L., & Supriyadi. (2019). Hubungan antara citra tubuh dan konformitas terhadap perilaku konsumtif pada remaja putri di Universitas Udayana. Jurnal Psikologi Udayana     ,     1101-1113.     Diakses     pada

https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/486

64/28963. Diambil pada tanggal 17 Agustus 2019.

Zumita, H. (2014). Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Remaja terhadap Produk Distro pada Siswa Kelas X di SMA N 4 Yogyakarta. Naskah Tidak diPublikasikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri       Yogyakarta.        Diambil       pada

https://core.ac.uk/download/pdf/33512194.pdf. Diakses pada tanggal 23 Mei 2019.

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN LAISSEZ FAIRE

LAMPIRAN

Tabel 1.

Deskripsi Data Penelitian

Variabel

Penelitian

Mean Teoritis

Mean Empiris

Standar

Deviasi Teoritis

Standar

Deviasi

Empiris

Sebaran Teoritis

Sebaran Empiris

t (sig)

Perilaku Konsumtif

82,5

68,72

16,5

8,473

33-132

49-88

-18,538 (,000)

Konformitas

47,5

40,45

9,5

5,668

19-76

27-54

-14,174 (,000)

Gaya Hidup Brand minded

47,5

39,54

9,5

5,731

19-76

27-50

-15,841 (,000)

Tabel 2.

Kategorisasi Perilaku Konsumtif

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 57,75

Sangat Rendah

17

13,1%

57,75 < X ≤ 74,25

Rendah

85

65,4%

74,25 < X ≤ 90,75

Sedang

28

21,5%

90,75< X ≤ 107,25

Tinggi

0

0%

107,25 < X

Sangat tinggi

0

0%

Total

130

100%

Tabel 3.

Kategorisasi Konformitas

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 33,25

Sangat Rendah

22

16,9%

33,25 < X ≤ 42,75

Rendah

62

47,7%

42,75 < X ≤ 52,25

Sedang

40

30,8%

52,25 < X ≤ 61,75

Tinggi

6

4,6%

61,75 < X

Sangat tinggi

0

0%

Total

130

100%

Tabel 4.

Kategorisasi Gaya Hidup Brand minded

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 33,25

Sangat Rendah

24

18,5%

33,25 < X ≤ 42,75

Rendah

61

46,9%

42,75 < X ≤ 52,25

Sedang

45

34,6%

52,25 < X ≤ 61,75

Tinggi

0

0%

61,75 < X

Sangat tinggi

0

0%

Total

130

100%

Tabel 5.

Hasil Uji Linearitas

Variabel

Linearity

Deviation from Linearity

Kesimpulan

Perilaku Konsumtif* Konformitas

0,000

0,170

Data Linear

Perilaku Konsumtif*Gaya Hidup Brand minded

0,000

0,305

Data Linear

Tabel 6.

Uji Multikolinearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Kesimpulan

Konformitas

0,830

1,205

Tidak terjadi multikolinearitas

Gaya Hidup Brand minded

0,830

1,205

Tidak terjadi multikolinearitas

Tabel 7.

Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Tergantung

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0,717

0,513

0,506

5,957

Tabel 8.

Hasil uji Regresi Berganda

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Regression

4755,242

2

2337,621

67,001

0,000

Residual

4506,788

127

35,487

Total

9262,031

129

108