Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 2 , 49-59


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Peran kepercayaan diri dan dukungan sosial terhadap kecemasan komunikasi pada orang tuli di Denpasar

Ni Kadek Cintya Indirawisadi dan Supriyadi

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana paupasli@yahoo.com

Abstrak

Kaum penyandang tuli memiliki perbedaan budaya komunikasi sehingga sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang menimbulkan kecemasan saat melakukan komunikasi. Kecemasan komunikasi merupakan suatu reaksi negatif yang dialami individu saat dihadapkan dalam situasi komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepercayaan diri yang dimiliki orang tuli dapat memengaruhi kecemasan komunikasi. Taraf kecemasan komunikasi dapat diatasi dengan cara menambah pengalaman, berlatih, dan berpikir positif. Hal kecil seperti dukungan terkadang disepelekan, karena dianggap bukan suatu hal yang memiliki pengaruh besar bagi perkembangan seseorang dalam suatu pencapaian. Dukungan sosial merupakan hal yang berperan penting bagi perkembangan individu dan memiliki banyak efek positif untuk memulihkan kondisi fisik maupun psikologis. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peran kepercayaan diri dan dukungan sosial terhadap kecemasan komunikasi pada orang tuli di Denpasar. Subjek dalam penelitian ini adalah 50 orang yang tergabung pada Bali Deaf Community. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan komunikasi, kepercayaan diri, dan dukungan sosial. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,618, nilai koefisien determinasi sebesar 0,381 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (P<0,05) dengan koefisien beta unstandarisasi pada variabel kepercayaan diri -0,609 dan dukungan sosial sebesar -0,038. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan menurunkan taraf kecemasan komunikasi pada orang tuli.

Kata Kunci: Dukungan sosial, kecemasan komunikasi, kepercayaan diri, orang tuli.

Abstract

The deaf community has different communication cultures, therefore it is difficult to adjust into their environment. As the result, it causes anxiety in communicating. Communication apprehension is a negative reaction experienced by people when they faced in a communication situation, both directly and indirectly. The confident that deaf people have can affect the communication apprehension. The level of communication apprehension can be overcome by increasing experience, practicing, and thinking positively. Small things like support are sometimes overlooked, because they are not considered to be a matter that has a major influence on a person's development in an achievement. Social support is something that plays an important role for individual development and has many positive effects to restore physical and psychological conditions. This study used a qualitative method, in addition, it aimed to find out the role of self-confidence and social support for communication apprehension in deaf people in Bali. The subjects of this study were 50 people who joined the Bali Deaf Community. The measuring instruments used in this study were the scale of communication apprehension, self-confidence, and social support. In analyzing the data, the multiple regression technique was used. The results of multiple regression tests showed that the regression coefficient value of 0.618, the determination coefficient value of 0.381 and the significance value is equal to 0,000 (P<0,05) the unstandardized beta coefficient on the self-confidence variable -0.609 and social support of -0.038. These results indicate that both self-confidence and social support simultaneously play a role in reducing the level of communication apprehension in deaf people.

Keywords: Communication apprehension, deaf people, self-confidence, social support.

LATAR BELAKANG

Diskriminasi kaum penyandang tuli masih marak terjadi di Indonesia. Bentuk diskriminasi yang masih sering dirasakan oleh orang tuli yaitu masih banyak pihak yang menggunakan kata tuna rungu. Orang awam mengatakan bahwa kata tuna rungu merupakan sebuah istilah yang lebih sopan dibandingkan kata tuli, namun istilah tuna rungu bagi kaum penyandang tuli memiliki makna rasa kasihan yang membuat orang tuli dipisahkan dari kehidupan masyarakat normal (Bharotorres, 2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa tuli merupakan individu yang tidak bisa mendengar dan mengguna-kan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Ketidak-mampuan penyandang tuli ditunjukkan saat menerima informasi melalui indera pendengarannya dengan rentang taraf ringan sampai taraf berat atau tuli total (Fazria, 2016).

Penyandang tuli jika dilihat secara fisik tidak terlihat perbedaan dengan orang normal, namun penyandang tuli memiliki keterbatasan pada bahasa linguistik. Tidak berfungsinya alat sensoris pada penyandang tuli menyebabkan munculnya hambatan saat melakukan aktivitas, sehingga dapat menimbulkan reaksi emosional (Lestari, 2016). Kemampuan pendengaran merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan bahasa. Menurut World Health Organization (WHO), saat ini diperkirakan terdapat 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan cacat pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) 32 juta (9%) adalah anak-anak (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI, 2013). Provinsi Bali menduduki posisi terbesar pada kaum penyandang tuli setelah difabel anggota tubuh (handicapped body) yaitu sebanyak 3.696 orang (Badan Pusat Statistik, 2013).

Stewart dan Moss (2001) menyatakan 75% dari jumlah seluruh waktu digunakan untuk komunikasi sehingga dalam kehidupan sehari-hari komunikasi merupakan hal yang penting dan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap manusia sebagai media dalam hubungan antar pribadi. Komunikasi sebagai alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti menyampaikan ide, mengungkapkan perasaan, memberikan informasi, dan mengungkapkan kebutuhan atau keinginan. Individu menjadikan komunikasi sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Johnson dan Johnson (2012) memaparkan bahwa komunikasi merupakan dasar interaksi manusia karena dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk melakukan komunikasi.

Masalah utama penyandang tuli yaitu masalah komunikasi. Keterbatasan konten linguistik yang dimiliki orang tuli membuat orang tuli lebih cepat mengakhiri komunikasi (Yuhan, Potmesil, & Peters, 2014). Kelompok masyarakat tuli sebagai kelompok minoritas memiliki budaya yang berbeda

dengan orang dengar saat melakukan komunikasi (Ladd, 2003). Kaum tuli memiliki budaya yang paling menonjol yaitu bahasa isyarat yang digunakan dalam penyampaian informasi. Hal tersebut menjadi suatu keterbatasan bagi penyandang tuli karena sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga menimbulkan kecemasan komunikasi. Keterbatasan yang dialami orang tuli seringkali membuat orang tuli merasa ditolak oleh orang dengar ketika mencoba untuk melakukan kontak sosial (Yuhan, Potmesil, & Peters, 2014).

Permasalahan utama dalam kecemasan komunikasi yaitu adanya rasa khawatir mengenai respon atau penilaian orang lain terhadap dirinya tentang apa yang disampaikannya dan bagaimana ia menyampaikannya. Menurut Krech (1962) cara individu menghadapi orang lain dipengaruhi oleh bagaimana individu memandang dirinya. Respon-respon interpersonal dari orang lain merupakan sebagai refleksi dari kognisinya terhadap diri sendiri. Kecemasan dalam berkomunikasi biasanya saat individu berada pada lingkungan baru dan kurang adanya rasa percaya diri yang merupakan salah satu faktor yang menentukan munculnya rasa cemas. Informasi atau hasil komunikasi menjadi tidak tercapai karena proses pertukaran pesan yang tidak efektif. Burgoon dan Ruffner (1978) dalam penelitiannya di Amerika Serikat mengemukakan bahwa 20% populasi di Amerika Serikat mengalami comunication apprehention yang cukup tinggi, dan sekitar 10%-20% mengalami comunication apprehension yang sangat tinggi.

Heider (1958) mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang dalam berkomunikasi tidak hanya ditentukan oleh masalah fisik dan keterampilan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kepercayaan diri. Menurut Lauster (2003) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan berdasarkan kemampuan diri sendiri, sehingga saat individu melakukan tindakan tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, bersikap sopan, memiliki dorongan prestasi serta individu dapat mengenali kelebihan dan kekurangannya. Hendriana (2014) menyatakan bahwa individu yang memiliki rasa percaya diri juga akan menghargai dan tidak mudah menyalahkan individu lainnya. Pendapat mengenai tingkat kepercayaan diri juga diungkapkan oleh Leary (1999) bahwa tingkat kepercayaan diri yang rendah akan meningkatkan rasa cemas, bahkan dampak yang lebih besar dapat membuat individu mengalami gangguan kecemasan sosial sehingga individu lebih banyak menghindari situasi sosial. Hal tersebut dapat menyebabkan individu untuk menarik diri dari kehidupan sosial.

Rasa percaya diri sangat dibutuhkan pada setiap individu untuk menguatkan dirinya dalam melakukan aktivitas dan komunikasi dengan orang lain. Rakhmat (2007) mengungkapkan bahwa individu yang kurang percaya diri akan cenderung menghindari komunikasi dengan individu lainnya, hal tersebut terjadi karena individu takut mendapatkan

penilaian negatif terhadap dirinya. Situasi tersebut akan berbeda jika individu memiliki rasa percaya diri yang rendah akan cenderung menghindari situasi saat berinteraksi dengan orang lain sehingga sulit membangun relasi dengan individu lainnya (Lailatusaa’diyah, 2014). Terjalinnya relasi yang baik antara keluarga, teman, maupun pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan dapat mengurangi beban psikis yang dirasakan individu.

Dukungan sosial merupakan hal yang berperan penting bagi perkembangan individu. Smet (1994) mengungkapkan bahwa dukungan sosial memiliki banyak efek positif untuk memulihkan kondisi fisik maupun psikologis seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial mengacu pada rasa nyaman, kepedulian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dan dirasakan individu dari orang lain atau suatu kelompok (Sarafino, 1998). Menurut Suryana (1996) menyatakan bahwa orang tuli memiliki hambatan dalam perkembangan bahasa, komunikasi, sosial, dan emosi. Pemberian dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat membantu orang tuli dalam menghadapi kecemasan saat melakukan komunikasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan bahwa keempat subjek yang merupakan orang tuli mengalami gejala-gejala kecemasan komunikasi. Bentuk kecemasan komunikasi yang dirasakan sesuai dengan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Burgoon and Ruffnerr (1978). Aspek unwillingness merupakan suatu bentuk kecemasan komunikasi yang ditandai dengan tidak adanya minat dan keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam komunikasi, sehingga individu lebih memilih untuk menghindari berbicara dengan orang lain, serta adanya rasa enggan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa subjek sering enggan untuk melakukan komunikasi lebih dulu saat berada pada di lingkungan baru ataupun lingkungan keluarga dan teman-temannya. Hal tersebut terjadi karena perasaan takut subjek terhadap penilaian tentang dirinya atau mendapatkan penolakan dari lingkungan sekitarnya. Aspek unrewarding merupakan tidak adanya penghargaan dalam komunikasi atau adanya penguatan hukum dalam komunikasi individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal memiliki pandangan bahwa ketika berkomunikasi dirinya tidak mendapatkan penghargaan dari orang lain. Kecemasan komunikasi yang muncul dari subjek disebabkan adanya pengalaman yang kurang baik di masa lalu. Subjek yang memiliki pengalaman kurang baik dalam situasi komunikasi dapat mengalami hambatan ketika akan melakukan komunikasi karena subjek pernah mendapatkan respon negatif seperti di bully oleh lingkungan sekitarnya. Aspek uncontrol yaitu rendahnya kontrol ketika individu berada pada situasi komunikasi. Rendahnya kontrol ketika berada dalam situasi komunikasi ditandai dengan munculnya perasaan terancam akibat adanya reaksi dari orang lain. Ketidakmampuan subjek menghadapi situasi komunikasi membuat subjek merasa sulit saat berbicara dan munculnya rasa cemas ketika berada pada

situasi komunikasi, serta ketidakmampuan untuk beradaptasi disebabkan adanya perbedaan antara dirinya dengan individu lain sehingga menimbulkan kecemasan dalam diri subjek.

Pemaparan tersebut dapat diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Muslimin (2013) yang menyatakan bahwa kecemasan komunikasi yang dihadapi individu dapat menjadi permasalahan yang bersifat serius, seperti adanya usaha untuk selalu menghindari situasi komunikasi dengan orang lain atau di depan umum yang pada akhirnya akan mengarah pada tidak adanya minat untuk melakukan komunikasi. Individu yang mengalami kecemasan komunikasi akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin untuk berkomunikasi. Hal itu juga ditunjukkannya masih banyak yang memberikan respon negatif atas kondisinya, yang menyebabkan penurunan minat saat melakukan komunikasi di lingkungan baru.

Berdasarkan uraian mengenai kecemasan komunikasi yang terjadi pada orang tuli, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran kepercayaan diri dan dukungan sosial terhadap kecemasan komunikasi pada orang tuli di Denpasar.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Penelitian ini terdiri dari dari dua variabel bebas, yaitu: kepercayaan diri dan dukungan sosial, dan variabel terikat yaitu kecemasan komunikasi.

Kecemasan komunikasi

Kecemasan komunikasi merupakan suatu reaksi negatif yang dialami individu saat dihadapkan dalam situasi komunikasi baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Kepercayaan diri

Kepercayaan diri merupakan kemampuan atau keberanian dalam mengambil risiko, keputusan, maupun tantangan dan mengenali kekurangan maupun kelebihan tentang dirinya.

Dukungan sosial

Dukungan sosial adalah rasa nyaman, kepedulian, dan bantuan secara verbal atau nonverbal yang didapat dari teman, keluarga, dan orang di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan fisik ataupun psikologis.

Responden

Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah orang tuli yang berusia 17-31 tahun dan merupakan penduduk yang berdomisili di Denpasar. Jumlah kuisioner yang dapat dianalisis dan menjadi subjek dalam penelitian ini sebanyak 50 orang.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada hari Jumat, 19 April 2018 di Coworking Space Ke(m)bali, Sunset Road.

Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan tiga skala sebagai alat ukur, yaitu skala kecemasan komunikasi, skala kepercayaan diri, dan

skala dukungan sosial. Skala kecemasan komunikasi disusun berdasarkan tiga aspek yang mengacu pada teori Burgoon dan Ruffnerr (1978). Skala kepercayaan diri disusun berdasarkan enam aspek yang mengacu pada teori Lauster (2003). Skala dukungan sosial disusun berdasarkan empat aspek yang mengacu pada teori House (dalam Smet, 1994).

Alat ukur penelitian berdasarkan pada skala likert dengan bentuk pernyataan yang unfavorable dan favorable, serta empat pilihan jawaban, yaitu (STS) Sangat Tidak Setuju, (TS) Tidak Setuju, (S) Setuju, (SS) Sangat Setuju.

Uji validitas bertujuan untuk mengukur ketepatan dan kesesuaian alat ukur dalam mengukur atribut dari variabel penelitian, Azwar (2016) mengungkapkan aitem dikatakan valid apabila korelasi aitem total (rix) sama dengan atau lebih besar daripada 0,30.

Uji Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi alat ukur yang digunakan dalam mengukur gejala yang sama (Sugiyono, 2012). Uji reliabilitas alat ukur penelitian dilakukan dengan melihat nilai Alpha Cronchbach Reliabilitas skala dapat dikatakan cukup baik apabila memiliki nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,60. (Azwar, 2016)

Uji coba alat ukur dilakukan untuk memastikan apakah alat ukur yang dibuat mampu mengukur variabel yang ingin diteliti dengan melihat validitas dan reliabilitas dari alat ukur. Uji coba validitas isi pada alat ukur penelitian ini dinilai melalui professional judgement oleh dosen psikologi. Selanjutnya, peneliti melakukan uji coba alat ukur subjek dengan kesamaan karakteristik yang peneliti gunakan. Subjek pada uji coba alat ukur ini merupakan kategori remaja hingga dewasa madya dengan rentang usia 17-31 tahun. Uji coba dilakukan sebanyak satu kali pada komunitas Bali Deaf Community yang berada di Denpasar dengan menggunakan kuisioner.

Skala kecemasan komunikasi terdiri dari 45 aitem, setelah dilakukan uji validitas menghasilkan 28 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar 0,268 sampai 0,719. Hasil uji reliabilitas pada skala kecemasan komunikasi menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,915. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mencerminkan 91,50% nilai skor murni subjek.

Skala kepercayaan diri terdiri dari 50 aitem, setelah dilakukan uji validitas menghasilkan 29 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar 0,277 sampai 0,753. Hasil uji reliabilitas pada skala kepercayaan diri menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,931. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mencerminkan 93,10% nilai skor murni subjek.

Skala dukungan sosial terdiri dari 40 aitem, setelah dilakukan uji validitas menghasilkan 24 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar 0,280 sampai 0,814. Hasil uji reliabilitas pada skala dukungan sosial

menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,883. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mencerminkan 88,30% nilai skor murni subjek.

Hasil uji reliabilitas dan validitas ketiga skala yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga skala yaitu Skala Kecemasan Komunikasi, Skala Kepercayaan Diri dan Skala Dukungan Sosial diyakini dapat mengukur atribut dari variabel penelitian yang hendak diukur.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua uji, yaitu uji asumsi dan hipotesis. Uji asumsi merupakan syarat sebelum dilakukannya uji hipotesis. Uji asumsi yang dilakukan, yaitu uji normalitas, uji linieritas dan uji multikolinieritas. Uji normalitas menggunakan uji kolmogorov smirnov dengan melihat nilai signifikansinya. Uji linearitas menggunakan uji compare means dengan melihat nilai linearity dan deviation from linearity. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 orang penyandang tuli di Denpasar. Hasil deskripsi subjek berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah subjek hampir setara antara laki-laki dan perempuan yang mengikuti penelitian ini yaitu subjek berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 22 orang dengan presentase 48% dan perempuan yang berjumlah 28 orang dengan presentase 56%. Hasil deskripsi subjek berdasarkan usia menunjukkan bahwa terbanyak subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini berusia 18 tahun yang berjumlah 14 orang dengan presentase 28%.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil penelitian variabel kecemasan komunikasi, kepercayaan diri, dan dukungan sosial dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 (terlampir) penelitian menujukkan bahwa kecemasan komunikasi memiliki nilai mean teoritis sebesar 70 dan nilai mean empiris sebesar 59. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel kecemasan komunikasi sebesar 11 dengan nilai t sebesar -10,175 (p=0,000). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Nilai mean empiris yang diperoleh lebih kecil daripada nilai mean teoritis (mean empiris < mean teoritis) hal ini mengindikasikan bahwa subjek memiliki taraf kecemasan komunikasi yang rendah dengan penyebaran rentang berkisar 49-63.

Hasil deskripsi statistik menunjukkan bahwa kepercayaan diri memiliki nilai mean teoritis sebesar 72,5 dan nilai mean

empiris sebesar 84,68. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel kepercayaan diri sebesar 12,18 dengan nilai t sebesar 10,911 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Nilai mean empiris yang diperoleh lebih besar daripada nilai mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) mengindikasikan bahwa subjek memiliki taraf kepercayaan diri yang relatif tinggi dengan penyebaran rentang berkisar 79,75-94,25.

Hasil deskripsi statistik menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki mean teoritis sebesar 60 dan nilai mean empiris sebesar 72,52. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel dukungan sosial sebesar 12,52 dengan nilai t sebesar 20,314 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang singnifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Nilai mean empiris yang diperoleh lebih besar daripada nilai mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) mengindikasikan bahwa subjek memiliki taraf dukungan sosial yang relatif tinggi dengan penyebaran rentang berkisar 66-78.

Uji Asumsi

Hasil uji normalitas dalam tabel 2 (terlampir) dapat diketahui bahwa ketiga variabel penelitian berdistribusi normal. Nilai kolmogorv smirnov dan nilai signifikansi kecemasan komunikasi sebesar 0,087 dan 0,200 (p>0,05). Nilai kolmogorv smirnov dan nilai signifikansi kepercayaan diri sebesar 0,096 dan 0,200 (p>0,05). Nilai kolmogorv smirnov dan nilai signifikansi dukungan sosial sebesar 0,085 dan 0,200 (p>0,05).

Hasil uji linearitas dalam tabel 3 (terlampir) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel kecemasan komunikasi dengan variabel kepercayaan diri dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05) dengan signifikansi deviation from linearity 0,607 (p>0,05). Variabel kecemasan komunikasi dan dukungan sosial juga memiliki hubungan yang linear dengan signifikansi linearity sebesar 0,022 (p<0,05) dan signifikansi deviation from linearity 0,385 (p>0,05).

Uji multikolinearitas dapat dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Apabila nilai tolerance ≥ 0,1 dan nilai VIF ≤ 10 maka dapat dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas (Field, 2009). Hasil uji multikolinearitas pada tabel 4 (terlampir) menunjukkan bahwa variabel kepercayaan diri dan dukungan sosial memiliki tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas dalam penelitian ini.

Uji Hipotesis

Analisis regresi berganda digunakan untuk menunjukkan arah hubungan antar variabel tergantung dan variabel bebas (Ghozali, 2016). Apabila probabilitas lebih kecil daripada 0,05 (p<0,05) maka variabel bebas berperan secara signifikan terhadap variabel terikat sedangkan apabila probabilitas lebih

besar (p>0,05) maka variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat (Santoso, 2016). Hasil uji regresi berganda pada tabel 5 (terlampir) menunjukkan F hitung sebesar 14,490 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan terhadap kecemasan komunikasi orang tuli di Denpasar.

Hasil uji regresi berganda dapat digunakan untuk melihat besar peran dari kepercayaan diri dan dukungan sosial terhadap kecemasan komunikasi. Besar peran dari kedua variabel dalam penelitian menunjukkan bahwa nilai R sebesar 0,618 dengan nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,381. Hal ini menunjukkan kepercayaan diri dan dukungan sosial memiliki peran sebesar 38,1% terhadap kecemasan komunikasi dapat dilihat pada tabel 6 (terlampir).

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda juga dapat diperoleh hasil uji hipotesis minor untuk menganilisis peran kepercayaan diri dan dukungan sosial terhadap kecemasan komunikasi secara terpisah, yang dapat dilihat pada tabel 7 (terlampir). Pada tabel 7 dapat dilihat variabel nilai koefisien beta unstandarisasi pada variabel kepercayaan diri pada orang tuli lebih tinggi dari nilai koefisien beta unstandarisasi pada variabel dukungan sosial (-0,609>-0,038). Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan diri memiliki peran lebih besar terhadap kecemasan komunikasi subjek dibandingkan dengan dukungan sosial. Nilai t sebesar -4,592 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) pada variabel kepercayaan diri menunjukkan bahwa kepercayaan diri berperan terhadap kecemasan komunikasi. Nilai t sebesar -0,170 dan nilai signifikansi sebesar 0,866 (p > 0,05) pada variabel dukungan sosial menunjukkan bahwa dukungan sosial tidak dapat berperan secara mandiri terhadap kecemasan komunikasi.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji regresi berganda yang dilakukan pada penelitian ini, nilai koefisien beta unstandarisasi dari kepercayaan diri sebesar -0,609 dan nilai koefisien beta unstandarisasi dari dukungan sosial sebesar -0,038. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien beta unstandarisasi dari kepercayaan diri lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien beta unstandarisasi dari dukungan sosial, sehingga dapat dinyatakan bahwa kepercayaan diri memiliki peran yang lebih besar terhadap kecemasan komunikasi dibandingkan dukungan sosial. Dilihat dari nilai koefisien beta unstandarisasi, dapat dinyatakan bahwa kepercayaan diri memiliki peran yang signifikan dan berperan secara negatif terhadap kecemasan komunikasi, yang berarti semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi yang dirasakan. Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian oleh Handayani, Aviana, Hermaleni (2016) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi

interpersonal pada siswa sekolah paket. Rasa percaya diri yang tinggi yang dimiliki subjek tuli membuat subjek tuli merasa nyaman ketika melakukan komunikasi hal ini dapat dilihat dari studi pendahuluan yang dilakukan Indirawisadi (2018) bahwa subjek tuli merasa nyaman melakukan komunikasi dengan orang dengar atau relawan-relawan yang turut membantu anggota Bali Deaf Community, hal tersebut menunjukkan bahwa subjek tuli mampu mengatasi rasa cemas saat melakukan komunikasi sehingga menunjukkan kecemasan komunikasi yang rendah.

Hasil kategorisasi variabel kepercayaan diri pada subjek penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa mayoritas subjek tuli memiliki tingkat kepercayaan diri pada kategori tinggi yaitu subjek memiliki sikap positif terhadap dirinya dan mampu untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Tingkat kepercayaan diri yang tinggi pada penelitian ini tercermin dari subjek tuli telah diberikan kepercayaan untuk bekerja di Burger King Seminyak, beberapa subjek tuli juga mulai berani tampil diatas panggung seperti mengikuti ajang pemilihan Putra Putri Tuli, dan komunitas Bali Deaf Community juga membuka kelas bahasa isyarat yang diikuti oleh orang dengar dengan pengajar dari teman-teman tuli Bali Deaf Community (Indirawisadi, 2018). Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Bandura (1997) menyatakan bahwa individu saat melakukan komunikasi, kepercayaan diri sangat dibutuhkan karena pengakuan dan penghargaan dalam berkomunikasi akan dimiliki individu, jika individu memiliki kepercayaan diri. Pemberian wadah dalam dunia kerja dan menyalurkan bakat dengan mengikuti ajang pemilihan Putra Putri Tuli merupakan sebagai salah satu cerminan dari hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow (1994) yaitu esteem needs atau kebutuhan penghargaan. Setiap individu sangat ingin menunjukkan kemampuannya, jati diri dan prestasinya dalam masyarakat. Pemberian kesempatan dalam dunia kerja dan menyalurkan bakat orang tuli membuat keberadaan orang tuli diakui oleh masyarakat sekitar.

Husnan (2015) menyatakan bahwa individu yang memiliki rasa percaya diri yang baik maka individu tersebut memiliki karakteristik mampu berkomunikasi dengan baik. Individu yang mampu melakukan komunikasi dengan baik maka dapat mengatasi kecemasan saat melakukan komunikasi. Hasil kategorisasi kecemasan komunikasi pada penelitian ini tergolong rendah, hal tersebut tercermin dari minat dan keaktifan individu saat berpartisipasi pada situasi komunikasi yang tinggi, tidak adanya penolakan dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak ada perasaan cemas saat melakukan komunikasi baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar. Adanya peran kepercayaan diri terhadap kecemasan komunikasi didukung oleh pendapat yang diungkapkan oleh Muniroh, Asrosi, dan Wicaksono (2018) bahwa rasa percaya diri harus dimiliki individu dengan cara

melakukan interaksi dengan individu lainnya sehingga dapat mengetahui letak kekurangan dan kelebihan yang dimiliki individu. Rakhmat (2007) menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya kecemasan komunikasi adalah keraguan terhadap kemampuan diri sendiri. Spitzberg dan Cupach (dalam Devito, 1997) menjelaskan bahwa individu yang menjalin komunikasi interpersonal yang baik akan memiliki kepercayaan diri yang baik. Individu yang melakukan komunikasi interpersonal dengan baik mampu mengutarakan segala hal yang dirasakannya kepada individu lainnya.

Deskripsi data penelitian menunjukkan variabel kepercayaan diri memiliki mean teoritis sebesar 72,5 dan mean empiris sebesar 84,68 (mean empiris > mean teoritis) yang menunjukkan bahwa subjek dalam peneltian ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang relatif tinggi yaitu sebesar 76% dengan jumlah 38 orang. Menurut Rini (2002) tingginya tingkat kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rendah diri, konsep diri, harga diri, tingkat pendidikan, proses interaksi, dan jenis kelamin. Devito (1997) mengungkapkan bahwa anak yang memiliki kemampuan berkomunikasi dan mampu menjadi komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri yang baik, karena perasaan cemas yang tidak mudah dilihat oleh orang lain dan individu akan merasa nyaman ketika berada pada situasi komunikasi. Bandura (1997) menyatakan bahwa individu saat melakukan komunikasi, kepercayaan diri sangat dibutuhkan karena pengakuan dan penghargaan dalam berkomunikasi akan kita miliki, jika kita memiliki kepercayaan diri.

Lauster (2003) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri memiliki berbagai faktor salah satunya yaitu pengalaman. Pengalaman merupakan sebagai penentu individu untuk ikut berpartisipasi atau menghindari situasi komunikasi. Individu yang pernah mendapatkan pengalaman berupa respon negatif saat melakukan komunikasi akan cenderung menghindari situasi komunikasi. Sebaliknya, individu yang mendapatkan pengalaman berupa respon positif saat melakukan komunikasi akan senang untuk ikut berpartisipasi dalam situasi komunikasi. Hambley (dalam Robbi, 2016) menyatakan bahwa salah satu yang memengaruhi kemampuan inidivu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya adalah kepercayaan diri. Orang tuli adalah individu yang tidak dapat mendengar dan menggunakan bahasa isyarat untuk melakukan komunikasi. Davies (dalam Wahyuni, 2014) menyatakan bahwa rasa percaya diri dapat membantu individu saat berhadapan dengan ketidakpastian, membantu melihat tantangan sebagai kesempatan, dapat memperhitungkan risiko, dan membuat keputusan dengan tepat.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda, nilai koefisien beta unstandarisasi dukungan sosial sebesar -0,038 dan nilai koefisien beta unstandarisasi kepercayaan diri -0,609. Hal ini menujukkan bahwa koefisien beta unstandarisasi dukungan sosial lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien beta

unstandarisasi kepercayaan diri. Dukungan sosial memiliki peran negatif yang tidak signifikan terhadap kecemasan komunikasi, dapat diartikan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kecemasan komunikasi namun memiliki peran yang random apabila diuji secara terpisah dengan variabel kepercayaan diri. Hal ini menunjukkan bahwa hadir atau tidaknya variabel dukungan sosial tidak dapat memprediksi meningkatnya atau menurunnya taraf kecemasan komunikasi orang tuli (Ghozali, 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Sunardi (2010) dengan jumlah subjek 51 mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung semester VII yang mengungkapkan bahwa dukungan sosial memiliki peran negatif yang tidak signifikan pada kecemasan komunikasi. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa dukungan sosial yang awalnya diprediksi menjadi prediktor kecemasan komunikasi ternyata tidak terbukti. Hal ini berarti dukungan sosial tidak dapat memprediksi kecemasan komunikasi pada orang tuli.

Hasil kategorisasi dukungan sosial menunjukkan bahwa subjek penelitian mayoritas memiliki taraf dukungan sosial yang tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa subjek dalam penelitian ini telah memenuhi aspek-aspek dari dukungan sosial seperti aspek dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif, dan dukungan penghargaan. Pemberian dukuangan sosial yang tinggi tercermin dari adanya dukungan dari orangtua penyandang tuli dengan membantu penyandang tuli dalam memberikan arahan untuk mengasah bakat yang dimiliki oleh anak (Indirawisadi, 2018). Hal lain terlihat dari kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap penyandang disabilitas dengan memberikan peluang sama dengan orang normal dalam memperoleh hak-haknya salah satunya dalam dunia bekerja telah dikuatkan secara hukum melalui Undang-Undang no 8 tahun 2013 tentang Penyandang Disabilitas, yang menyebutkan bahwa (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja; (2) Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Sanksinya pun tak mainmain. Jika melanggar, akan diberlakukan ancaman pidana maksimal 6 bulan dan/atau denda maksimal 200 juta rupiah. Hal tersebut dibuktikan dengan studi pendahuluan yang dilakukan Indirawisadi (2018) menyatakan bahwa Burger King Seminyak telah melibatkan penyandang tuli dalam bekerja. Hal lain yang menunjukkan dukungan sosial tinggi yaitu tercermin dari anggota Bali Deaf Community saling memberikan dukungan dan banyak relawan yang turut memberikan dukungan terhadap subjek baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berbeda dengan kepercayaan diri, dalam penelitian ini variabel dukungan sosial memiliki korelasi yang tidak signifikan dengan kecemasan komunikasi. House (Smet, 1994) menjelaskan bahwa dukungan sosial memiliki empat aspek

yaitu dukungan emosional, penilaian, informatif, dan instrumental. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak satupun dari keempat aspek tersebut dipertahankan sebagai prediktor, sehingga mengakibatkan kecilnya sumbangan relatif dan sumbangan efektif masing-masing aspek dukungan sosial terhadap kecemasan komunikasi. Aspek-aspek dukungan sosial tidak dapat diprediksi menurunkan atau meningkatkan kecemasan komunikasi pada individu yang bertentangan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Sarafino (1998) bahwa dukungan sosial akan melindungi individu dari keadaan yang menegangkan atau membuat cemas. Hal serupa ini disampaikan oleh Tentama (2014) bahwa dampak positif bagi individu yang mendapatkan dukungan sosial memiliki kepercayaan diri yang baik, merasa diterima, disayangi, diperhatikan, dan merasa diakui keberadaannya meskipun sebagai kaum minoritas.

Penolakan pada hipotesis bahwa kecemasan komunikasi diprediksi oleh dua variabel bebas secara bersama-sama yaitu kepercayaan diri dan dukungan sosial dapat diterima, namun ketika diuji secara mandiri terhadap kecemasan komunikasi hipotesisnya ditolak. Hal ini dapat disebabkan dukungan sosial tidak hanya dapat memberikan efek positif pada individu. Menurut Sarafino (1998) dukungan sosial juga dapat memberikan efek negatif seperti pemberian dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai hal yang dapat membantu atau dibutuhkan individu, hal ini dapat terjadi karena adanya kekhawatiran secara emosinal sehingga individu tidak memerhatikan dukungan yang diberikan. Efek negatif lainnya yaitu terlalu menjaga atau tidak mendukung keinginan individu, keadaan ini dapat menyebabkan individu menjadi tergantung dengan orang lain sehingga tidak adanya kemandirian. Dukungan sosial bisa memberikan efek positif ketika individu dapat mengarahkan subjek tuli pada gaya hidup yang positif. Individu yang mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan menghargai dirinya sendiri dapat membuat individu mampu untuk hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat luas secara harmonis (Kumalasari, 2012).

Penelitian ini masih memiliki sejumlah keterbatasan diantaranya yaitu penelitian ini hanya berdasarkan hasil pengisian skala dari subjek penelitian sehingga adanya kemungkinan unsur yang kurang objektif dalam proses pengisian skala. Populasi dalam penelitian ini hanya mencakup subjek yang tergabung dalam komunitas sehingga hasil yang diperoleh mungkin akan menimbulkan perbedaan apabila diikuti oleh subjek yang tidak tergabung dalam komunitas. Keterbatasan lainnya yang ditemukan peneliti yaitu peneliti tidak dapat mengontrol kesiapan maupun kesungguhan subjek penelitian dalam mengisi skala. Hal terakhir terkait keterbatasan penelitian ini adalah adanya keterbatasan bahasa linguistik pada orang tuli, sehingga pada pengisian kuisioner perlu penerjemah untuk memudahkan responden dalam pengisian kuisioner.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham H. Maslow. (1994). Motivasi dan kepribadian (teori motivasi dengan pendekatan hierarki kebutuhan manusia). PT PBP, Jakarta.

Azwar, S. (2005). Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Utama.

Azwar, S. (2016). Metode penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik. (2013). Banyaknya penderita cacat menurut kabupaten/kota dan jenis cacatnya di Bali tahun 2012. Denpasar: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

Bharotorres, Adhi K. (2016). Sebutan tuli atau tuna rungu, mana yang lebih tepat?. Jakarta:     Liputan 6. Diunduh dari

https://www.liputan6.com/global/read/2654898/sebutan-tuli-atau-tuna-rungu-mana-yang-lebih-tepat?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTv Q.1&utm_referrer=https%3A%2F%2Fid.search.yahoo.com% 2F diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Burgoon, M & Ruffner,M. (1978). Human communication.United States of America: Precision Typographers.

Deviyanthi, F.S & Widiasavitri, P.N. (2016). Hubungan antara self efficacy dengan kecemasan komunikasi dalam mepresentasikan tugas di depan kelas. Jurnal Psikologi Udayana. [S.l.], v. 3, n. 2, oct. 2016. ISSN 2654-4024. Diunduh                                           dari

https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/25248 diakses tanggal 27 September 2018.

Fazria, N.S. (2016). Hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan harga diri pada remaja tunarungu. Jurnal Elektronik Universitas    Gunadarma,    9(1). Diunduh dari

https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/ 1540 diakses tanggal 29 Maret 2018.

Field, A. (2009). Discovering statistic using SPSS 3rd edition. SAGE Publication

Ghozali, I. (2016). Aplikasi analisis multivariate dengan program ibm SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Handayani F, Aviana Y.I, Hermaleni T. (2016). Hubungan kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa sekolah paket. Jurnal Riset Psikologi. Universitas Negeri Padang.    Vol. 2016.    No.1. Diunduh dari

http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/view/2 252 diakses tanggal 3 Desember 2018.

Heider, F. (1958). The psychology of interpersonal relations. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hendriana Heris. (2014). Membangun kepercayaan diri siswa melalui pembelajaran matematika humanis. Jurnal Pengajaran MIPA,           19(1).           Diunduh          dari

http://journal.fpmipa.upi.edu/index.php/jpmipa/article/view/4 24 diakses tanggal 30 Maret 2018.

Husnan Azhari. (2015). Hubungan antara kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswi yang tinggal di Asrama. Jurnal @trisula LP2M Undar edisi 1. Vol.1/2015 ISSN.2442-3238.              Diunduh              dari

https://ejournal.undar.ac.id/index.php/trisula/article/download /142/92/ diakses tanggal 4 September 2018.

Indirawisadi, C. (2018). Studi pendahuluan kecemasan komunikasi pada orang tuli di Denpasar. Naskah tidak dipublikasikan. Denpasar:  Program Studi Sarjana Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

Johnson, David W. & Johnson, Frank P. (2012). Dinamika kelompok edisi kesembilan. (Alih bahasa:   Theresia). Jakarta: PT.

Indeks.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online. Arti kata mahasiswa. Diunduh dari https://kbbi.web.id/mahasiswa. Diakses tanggal 7 Februari 2019.

Krech,D., Crutchfield, R,S., & Ballachey, E.L.(1962). Individual in society: Mc Graw-Hill Inc.

Kumalasari, F. (2012). Hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur            1(1).            Diunduh            dari

https://jurnal.umk.ac.id/index.php/PSI/article/viewFile/33/32 diakses tanggal 30 Juli 2019.

Ladd, P. (2003). Understanding deaf culture: In search of deafhood. Multilingual Matters LTD. Clevedon. England.

Lailatussa'diyah, A. L. (2014). Hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada kelas VII DI SMP Negeri 15 Yogyakarta tahun ajaran2013/2014. Jurnal Prima Edukasia, 2(1). Diunduh dari https://eprints.uny.ac.id/14704/ diakses tanggal 5 Desember 2018.

Lauster, P. (2003). Tes kepribadian (alih bahasa: D.H. Gulo). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Leary, Mark R. (1999). Making sense of self-esteem. Current Directions in Psychological Science, Blackwell Publishers, American Psychological Society

Lestari, D.S. (2016). Penyesuaian sosial pada mahasiswa tuli. Journal of Disability Studies. 3(1). Diunduh dari http://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/inklusi/article/view/1099 diakses tanggal 29 Maret 2018.

McCroskey, J. (1984). The communication apprehension perspective. Diunduh                                           dari

http://www.jamescmccroskey.com/publications/bookchapters /003_1984 C1.pdf. Tanggal akses: 20 September 2018.

Muniroh S, Asrosi A, Wicaksono L. (2018). Pengaruh kepercayaan diri terhadap interaksi sosial siswa kelas X SMK Swasta Panca Bhakti Kubu Raya. Jurnal pendidikan dan pembelajaran, 7(7).                     Diunduh                    dari

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/download/26 605/75676577307 diakses tanggal 3 Desember 2018.

Muslimin K. (2013). Faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan berkomunikasi di depan umum (Kasus mahasiswa fakultas Dakwah INISNU Jepara). Jurnal Interaksi, 2(2). Diunduh dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/view/6 587 diakses tanggal 3 Desember 2019.

Rakhmat Jalaludin. (2007). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rini, Jacinta, F. (2002). Memupuk rasa percaya diri. Jakarta: Team e psikologi.        Diunduh        dari        http://www.e-

psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=84, diakes pada tanggal 2 Mei 2019)

Robbi. (2016). Hubungan kepercayaan diri dengan interaksi sosial pada Mahasantri Putra Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Jurnal Psikologi Islami,1(1).      Diunduh      dari      http://etheses.uin-

malang.ac.id/5490/ diakses pada tanggal 25 April 2019.

Santoso. (2005). Metodologi penelitian kuntitatif dan kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sarafino, E.O.,  & Smith T.W. (2012). Healty psychology:

Biopsychosocial interactions. New Jearsey: John Wiley & Sons Inc.

Sarafino, E.P. (1998). Health psychology: Biopsychosocial interaction (3rd). New York, NY: John Wiley & Sons, Inc

Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo

Sugiyono.   (2016).Metode   penelitian pendidikan (pendekatan

kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sunardi, I. (2010). Peran konsep diri dan dukungan sosial pada kecemasan berbicara di muka umum.  Jurnal Ilmiah

Psikologi,           3(2).           Diunduh           dari

https://www.researchgate.net/publication/323610531_peran_ konsep_diri_dan_dukungan_sosial_pada_kecemasan_berbica ra_di_muka_umum diakses tanggal 4 Mei 2019.

Suryana. (1996). Keperawatan anak untuk siswa SPK. Jakarta: EGC.

Wahyuni, Sri. (2014). Hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa psikologi. eJournal   Psikologi,   2(1). Diunduh dari

http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/04/JURNAL%20SRI%20WAHYUNI %20(04-16-14-04-07-51).pdf diakses tanggal 4 Maret 2018.

Widhiarso, Wahyu. (2010). Berkenalan dengan analisis mediasi: Regresi dengan melibatkan variabel mediator. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Diunduh dari http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/widhiarso%20201%20% 20Berkenalan%20dengan%20Analisis%20Mediasi.pdf.

Diakses tanggal 15 Juli 2019.

Yuhan, X. Potmesil, M., & Peters, B. (2014). Children who are deaf or hard of hearing in inclusive educational settings: A literature review on interaction with peers. Journal of Deaf Studies and Deaf         Education.          Diunduh         dari

https://academic.oup.com/jdsde/article/19/4/423/2937171 diakses tanggal 30 Maret 2018.

LAMPIRAN

Tabel 1.

Deskripsi Data Penelitian

Variabel       N

Penelitian

Mean

Teoritis

Mean Empiris

Standar Deviasi Teoritis

Standar Deviasi Empiris

Sebaran Teoritis

Sebaran         t

Empiris

Kecemasan     50

komunikasi

70

58,58

14

8,692

28-112

44-76        -10,175

(p=0,000)

Kepercayaan     50

Diri

72,5

84,68

14,5

7,893

29-116

67-105        10,911

(p=0,000)

Dukungan     50

Sosial

60

73,54

12

4,107

24-96

65-84        20,314

(p=0,000)

Tabel 2.

Hasil Uji Normalitas

Variabel

Kolmogorov-Smirnov

Sig.

Kesimpulan

Kecemasan komunikasi

0,087

0,200

Data Normal

Kepercayaan Diri

0,096

0,200

Data Normal

Dukungan Sosial

0,085

0,200

Data Normal

Tabel 3.

Hasil Uji Linearitas

Variabel

Linearitas

Deviation from Linearity

Kesimpulan

Kecemasan komunikasi* Kepercayaan Diri

0,000

0,607

Data linear

Kecemasan komunikasi* Dukungan Sosial

0,022

0,385

Data linear

Tabel 4.

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Kesimpulan

Kepercayaan Diri

0,755

1,324

Tidak terjadi multikolinearitas

Dukungan Sosial

0,755

1,324

Tidak terjadi multikolinearitas

Tabel 5.

Hasil uji Regresi Berganda

Sum of Squares

DF

Mean Square

F                  Sig.

Regression

1177,101

2

588,551

14,490              0,000

Residual

1909,079

47

40,619

Total

3086,180

49

Tabel 6.

Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Tergantung

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0,618

0,381

0,355

6,373

Tabel 7.

Hasil Uji Hipotesis Minor dan Garis Regresi Linear Berganda

Variabel

Unstandardized Coefficients               Standardized             T              Sig.

Coefficients

B                 Std. Error              Beta

(Constant)

112,969                 14,580                                    7,748            0,000

Kepercayaan Diri

-0,609                  0,133                -0,606              -4,592           0,000

Dukungan Sosial

-0,038                  0,222                -0,022              -0,170           0,866

59