Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 2, 60-72


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Peran determinasi diri dan dukungan sosial terhadap kematangan karier pada remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar

Adjie Dharmasatya dan Ni Made Ari Wilani

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ariwilani@unud.ac.id

Abstrak

Kematangan karier merupakan keselarasan antara perilaku dan sikap karier nyata dengan perilaku dan sikap karier yang diharapkan pada rentang usia tertentu di tiap fase perkembangan. Bentuk kematangan karier pada fase remaja khususnya remaja siswa kelas XII adalah kemampuan menentukan jurusan studi lanjut. Kematangan karier dapat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu determinasi diri dan faktor eksternal yaitu dukungan sosial. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peran determinasi diri dan dukungan sosial terhadap kematangan karier. Subjek dalam penelitian ini adalah 173 remaja siswa kelas XII di Denpasar. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kematangan karier, skala determinasi diri, dan skala dukungan sosial. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,561, nilai koefisien determinasi sebesar 0,315 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0.05) dengan koefisien beta terstandarisasi pada variabel determinasi diri 0,179 dan dukungan sosial sebesar 0,464. Hasil ini menunjukkan determinasi diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan meningkatkan kematangan karier pada remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar.

Kata kunci: Determinasi diri, dukungan sosial, kematangan karier, remaja siswa SMA kelas XII.

Abstract

Career maturity is an alignment between real behavioral and career attitudes with expected career attitudes and attitudes expected at a certain age range in each phase of development. The form of career maturity in the adolescent phase, particularly in adolescents, students of Class XII is the ability to determine the direction of further study. Career maturity can be influenced by internal factors, namely self-determination and external factors, namely social support. This study utilized the quantitative method that aims to determine the role of self-determination and social support for career maturity. The subjects in this study were 173 teenagers in class XII in Denpasar. The scale used in this study is the scale of career maturity, self-determination scale, and social support scale. The analysis technique used in this study is multiple regression. The results of multiple regression tests exhibited a regression coefficient of 0.561, a determination coefficient of 0.315 and a significance value of 0.000 (p <0.05) with a standardized beta coefficient on the self-determination variable of 0.179 and social support of 0.464. These results indicate that self-determination and social support play a role altogether in increasing career maturity in adolescents of class XII high school students in Denpasar.

Keywords: Adolescents of class XII high school students, career maturity, self-determination, social support.

LATAR BELAKANG

Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Selama masa peralihan, remaja akan mengalami perubahan-perubahan seperti perubahan kognitif, fisik, dan psikososial (Papalia, Fieldman, & Old, 2009; Santrock, 2013). Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk memenuhi berbagai tugas perkembangan pada masa remaja dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa (Santrock, 2013). Salah satu tugas perkembangan remaja untuk menghadapi masa dewasa adalah mempersiapkan minat dan spesialisasi karier dengan cara mengeksplorasi karier melalui pendidikan dan mencari pengalaman kerja (Larson, Wilson, & Mortimer, 2002; Santrock, 2013).

Super (dalam Savickas, 2001) menjelaskan eksplorasi karier merupakan cara yang dilakukan remaja untuk memeroleh informasi umum terkait pekerjaan dan menggunakan informasi yang dimiliki untuk memilih jurusan dalam pendidikan tinggi atau bidang pekerjaan secara spesifik. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Saifuddin (2018) yang menjelaskan eksplorasi karier perlu dilakukan agar remaja lebih mampu memahami berbagai jenis dan pilihan karier yang bervariasi. Semakin tinggi remaja melakukan eksplorasi karier, maka semakin tinggi pengetahuan remaja tentang diri dan pilihan-pilihan karier. Remaja yang memiliki pengetahuan akan diri dan pilihan karier akan lebih matang dalam mempertimbangkan pilihan-pilihan karier. Berdasarkan pertimbangan pilihan karier yang matang, diharapkan remaja mampu memilih jurusan studi lanjut sesuai dengan cita-cita karier yang dimiliki. Pertimbangan remaja dalam menentukan pilihan karier dalam konteks memilih jurusan studi lanjut merupakan salah satu indikator dalam melihat kematangan karier remaja.

Crites (dalam Saifuddin, 2018) menjelaskan kematangan karier merupakan keselarasan antara perilaku dan sikap karier nyata dengan perilaku dan sikap karier yang diharapkan pada rentang usia tertentu di tiap-tiap fase perkembangan. Salah satu fase perkembangan yang menjadi tolak ukur kematangan karier adalah fase remaja akhir. Remaja akhir berada pada rentang usia 18 hingga 21 tahun (Monks, Knoers & Haditono, 2014). Di Indonesia, individu dengan rentang usia 18 hingga 21 berada pada jenjang sekolah menengah atas kelas XII dan bangku perkuliahan. Dalam rentang remaja akhir diharapkan individu sudah menentukan pilihan jurusan studi lanjut dan karier dengan melakukan ekplorasi dan mempersiapkan pilihan karier guna mencapai kematangan karier (Saifuddin,2018).

Ginzberg (dalam Saifuddin, 2018) menjelaskan terdapat tiga tahap dalam teori perkembangan karier yaitu pertama tahap fantasi yang terjadi sebelum individu berusia 11 tahun. Tahap fantasi dicirikan dengan membayangkan jenis karier dan pekerjaan di masa depan yang tidak didasari atas pertimbangan realistis. Salah satu bentuk kematangan karier pada tahap fantasi adalah kemampuan anak dalam menyebutkan cita-cita karier yang diinginkan. Kedua adalah tahap tentatif yang dimulai pada usia 11 hingga 17 tahun. Dalam tahap tentatif individu mulai menyadari minat, mempelajari kualifikasi pekerjaan, dan memiliki nilai tertentu terkait karier. Ketiga adalah tahap realistik yaitu tahap yang

dimulai pada usia 18 hingga 21 tahun. Tahap realistik dibagi atas tiga bagian yaitu ekplorasi terkait pencarian informasi karier, kristalisasi terkait komitmen pada pilihan karier, dan spesifikasi karier yang mengindikasikan individu telah memiliki pilihan jurusan studi lanjut.

Dalam jenjang pendidikan di Indonesia, remaja berusia 18 tahun umumnya merupakan gambaran usia siswa kelas XII pada Sekolah Menengah Atas. Sesuai dengan teori perkembangan karier Ginzberg (dalam Saifuddin, 2018), remaja siswa kelas XII idealnya telah memasuki tahap realistik. Remaja siswa kelas XII diharapkan dapat menjalankan tugas perkembangan karier yang terdapat dalam tahap realistik seperti: melakukan ekplorasi, menumbuhkan komitmen, dan berpikir secara spesifik terkait pilihan jurusan studi lanjut. Dengan menyelesaikan tugas-tugas pada tahap realistik, remaja siswa kelas XII akan mendapatkan wawasan yang diperlukan terkait jurusan studi lanjut dari ekplorasi karier yang dilakukan, serta dapat fokus pada pilihan jurusan studi lanjut tertentu karena menempatkan komitmen pada pilihan jurusan yang diinginkan. Hasil dari penyelesaian tugas dalam tahap realistik adalah remaja akan memiliki pilihan yang spesifik terkait jurusan studi lanjut (Ginzberg dalam Saifuddin, 2018).

Meski demikian masih terdapat remaja akhir yang kesulitan mencapai kematangan karier khususnya dalam pemilihan jurusan studi lanjut. Hal ini terepresentasi atas fenomena perasaan salah jurusan yang dialami oleh remaja akhir. Berdasarkan data youthmanual atas 400.000 profil remaja di Indonesia menunjukkan 45% mahasiswa merasa salah menentukkan jurusan studi lanjut (Putri, 2018). Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya perasaan salah jurusan adalah tidak paham akan minat, kurang memiliki pengetahuan akan jurusan di perguruan tinggi, perasaan kebingungan, bimbang, keragu-raguan, ketidakpastian, serta stres dalam memilih jurusan studi lanjut (Santrock, 2013; Saifuddin, 2018).

Fenomena salah dalam memilih jurusan studi lanjut tidak hanya terjadi secara umum di Indonesia, namun terjadi di kota-kota besar dan salah satunya adalah Denpasar, Bali. Berdasarkan penjelasan Sayu Ketut Sutristna Dewi, SE, MM., Ak, sebanyak 50% dari 56 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Udayana mengatakan salah memilih jurusan studi lanjut (Widyaswara, 2016). Fenomena salah memilih jurusan akan menimbulkan dampak negatif bagi remaja diantaranya adalah terbuangnya waktu, tenaga, pikiran, materi, dan demotivasi serta dampak negatif jangka panjang seperti meningkatknya angka lulusan sarjana yang menjadi pengangguran (Widyaswara, 2016; Saifuddin, 2018).

Fenomena lain yang menjadi gambaran kesulitan remaja dalam mencapai kematangan karier adalah keraguan atau kebimbangan dalam memilih jurusan studi lanjut (Saifuddin, 2018). Berdasarkan data deskriptif hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada siswa SMA kelas XII di Denpasar ditemukan hasil dari 33 siswa, 18 diantaranya masih kesulitan menentukan jurusan kuliah yang tepat, sementara 15 siswa lain merasa tidak kesulitan dalam menentukan jurusan kuliah yang tepat, kemudian 27 dari 33 siswa merasa takut salah dalam mengambil pilihan jurusan tertentu dan 6 siswa

lain merasa tidak takut salah dalam memilih pilihan jurusan. Lebih lanjut, 18 dari 33 siswa merasa bingung dalam memilih jurusan kuliah, sementara 15 siswa lain menjawab tidak bingung dalam memilih jurusan kuliah, kemudian 19 dari 33 siswa merasa belum yakin dengan jurusan kuliah yang akan dipilih dan 14 siswa lain menjawab yakin dengan jurusan kuliah yang akan dipilih. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti juga menemukan 23 dari 33 siswa sudah merencanakan karier jangka panjang (Dharmasatya, 2019).

Pemaparan data studi pendahuluan menunjukkan bahwa terdapat fenomena kesenjangan antara remaja yang mampu mencapai taraf kematangan karier yang tinggi dengan remaja yang kurang mampu dalam mencapai kematangan karier. Beberapa penyebab terjadinya kesenjangan khususnya terkait rendahnya kematangan karier pada remaja adalah kurangnya kemampuan remaja siswa kelas XII dalam melakukan ekplorasi karier, rendahnya referensi yang dimiliki remaja siswa kelas XII terkait pilihan jurusan studi lanjut, serta kurang memiliki gambaran karier yang jelas. Penyebab-penyebab tersebut mengindikasikan pertimbangan yang kurang matang dalam memilih jurusan studi lanjut.Kurang matangnya pertimbangan dalam mengeksplorasi karir dapat menurunkan kematangan karier pada remaja siswa kelas XII (Saifuddin, 2018).

Kematangan karier pada remaja siswa kelas XII dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal yang memengaruhi kematangan karier adalah selfdetermination atau determinasi diri (Chantara, Kaewkuekool, & Koul, 2014).Self-determination atau determinasi diri adalah kapasitas yang dimiliki individu untuk memilih dan memiliki pilihan serta menjadi penentu atas perilakunya sendiri (Ryan & Deci, 2017). Dalam usaha mencapai taraf determinasi diri yang tinggi individu perlu memenuhi tiga elemen utama yang membangun determinasi diri yaitu, perasaan kompeten, otonomi, dan keterhubungan dengan orang lain (Ryan & Deci, 2017). Pemenuhan ketiga elemen determinasi diri diperlukan agar individu memiliki kemampuan untuk memilih, serta kontrol atas perilakunya sesuai dengan kehendak individu (Ryan & Deci, 2017).

Individu yang memiliki taraf determinasi diri tinggi akan berperilaku sesuai dengan keyakinan internal dan melakukan pengambilan keputusan bukan berdasarkan dorongan, kekuatan, maupun tekanan eksternal (VandenBos, 2007; Ryan & Deci, 2017). Perilaku individu dengan determinasi diri dapat diterapkan sesuai dengan perilaku remaja dalam mencapai kematangan karier (Chantara, Kaewkuekool, & Koul, 2014). Secara spesifik masing-masing elemen determinasi diri memiliki peran bagi remaja siswa kelas XII dalam mencapai kematangan karier. Pertama, remaja dengan perasaan kompeten tinggi lebih berkemungkinan mendapatkan umpan balik positif dari ekplorasi karier. Kedua, remaja dengan otonomi tinggi akan mendorong keinginan remaja untuk mengalami secara langsung pilihan-pilihan karier yang diinginkan. Ketiga, remaja yang memiliki keterhubungan yang kuat dan signifikan dengan orang lain, cenderung lebih mampu mengambil keputusan karier (Vallerand, Pelletier, & Koestner, 2008; Guay, Senécal, Gauthier & Fernet, 2003).

Penelitian yang dilakukan Mamahit (2014) terhadap 410 remaja siswa SMA kelas XII di Jakarta menunjukkan terdapat korelasi positif antara determinasi diri dengan pengambilan keputusan karier pada siswa. Hasil penelitian Mamahit (2014) menjelaskan bahwa kemampuan pengambilan keputusan karier berbanding lurus dengan nilai determinasi diri pada remaja. Artinya, remaja dengan determinasi diri mampu membuat keputusan karier yang tepat. Perilaku yang muncul pada remaja dengan nilai determinasi diri tinggi antara lain; melakukan eksplorasi terkait informasi karier, mempertimbangkan pilihan karier sesuai kompetensi, menjalin keterhubungan dengan orang lain untuk mengkonsultasikan pilihan karier, dan mengambil keputusan karier berdasarkan pertimbangan yang matang. Jika remaja memiliki nilai determinasi diri yang rendah, maka akan sulit untuk menentukan keputusan karier. Penelitian lain yang dilakukan Paixão dan Gamboa (2017) pada 396 remaja SMA kelas XII di Selatan Portugal menunjukkan terdapat korelasi positif antara determinasi diri dengan pengambilan keputusan karier. Remaja dengan determinasi diri yang tinggi akan meningkatkan keinginan remaja untuk terlibat dalam eksplorasi karier secara sistematik, mendapatkan lebih banyak informasi terkait karier, dan mudah mengambil keputusan karier. Kemampuan remaja dalam pengambilan keputusan karier dapat mengarahkan remaja pada kematangan karier.

Selain faktor internal, faktor eksternal seperti dukungan sosial memiliki korelasi dengan kematangan karier pada remaja siswa kelas XII. Dukungan sosial merupakan hal-hal yang diberikan oleh orang lain atau kelompok berupa kenyamaan, kepedulian, penghargaan, dan pemberian bantuan agar penerima dukungan dapat merasakan efek positif (Cohen, Underwood, & Gottlieb, 2000; Uchino dalam Sarafino & Smith, 2010). Dukungan sosial yang diterima oleh individu dari lingkungan sosial seperti orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sosial lain dapat memunculkan penghargaan diri, rasa aman, dan nyaman untuk melangkah ke jenjang berikutnya (Sanderson, 2012). Dengan kata lain, remaja siswa kelas XII yang mendapatkan dukungan sosial dapat akan lebih mudah memenuhi tugas perkembangan seperti perkembangan karier hingga tercapai kematangan karier.

Penelitian yang dilakukan Listyowati, Andayani, dan Karyanta (2012) pada 89 siswa SMA di Klaten, menunjukkan terdapat korelasi positif antara dukungan sosial terhadap kematangan karier pada siswa kelas XII. Hasil penelitian ini menunjukkan kematangan karier pada siswa berbanding lurus dengan dukungan sosial yang diterima oleh siswa. Remaja siswa kelas XII yang mendapatkan dukungan sosial berupa dukungan informatif terkait pilihan-pilihan karier akan lebih dalam mengekplorasi dan mendapatkan wawasan pilihan karier. Wawasan mengenai pilihan karier dapat digunakan oleh remaja siswa kelas XII dalam mempertimbangkan keputusan karier yang mengarahkan siswa pada kematangan karier.

Berdasarkan uraian di atas mengenai fenomena kesenjangan antara remaja yang mampu mencapai taraf kematangan karier yang tinggi dengan remaja yang kurang mampu dalam mencapai kematangan karier di Denpasar, maka peneliti ingin

mengkaji peran determinasi diri dan dukungan sosial terhadap kematangan karier pada remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kematangan karier serta variabel bebas dalam penelitian ini adalah determinasi diri dan dukungan sosial. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut: Kematangan karier

Kematangan karier adalah keselarasan antara perilaku karier nyata dengan perilaku karier yang diharapkan pada rentang usia tertentu di setiap fase perkembangan. Skala kematangan karier disusun berdasarkan dua aspek, yaitu aspek sikap kematangan karier dan kompetensi kematangan karier. Semakin tinggi skor kematangan karier menunjukkan kecenderungan tingginya taraf kematangan karier pada subjek. Determinasi diri

Determinasi diri adalah bentuk perilaku dan pengambilan keputusan berdasarkan kehendak sendiri, keyakinan, dan motif internal dan untuk mencapai determinasi diri, individu perlu memenuhi tiga kebutuhan dasar yaitu perasaaan kompetensi, otonomi, dan keterhubungan. Taraf determinasi diri diukur dengan skala determinasi diri. Skala determinasi diri disusun berdasarkan tiga aspek yaitu, aspek kompetensi, otonomi, dan keterhubungan. Semakin tinggi skor determinasi diri maka semakin tinggi taraf determinasi diri pada subjek.

Dukungan sosial

Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan oleh lingkungan sosial kepada individu dan bertujuan untuk membuat individu merasa dicintai, bernilai, serta terintegrasi dengan lingkungan sosial. Taraf dukungan sosial diukur dengan skala dukungan sosial. Skala dukungan sosial disusun berdasarkan empat aspek yaitu, aspek dukungan emosional atau dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan infomasional, dan dukungan kebersamaan. Semakin tinggi skor dukungan sosial maka semakin tinggi taaf dukungan sosial yang diterima subjek.

Responden

Populasi dalam peneltian ini merupakan remaja akhir berusia 18 tahun yang aktif sebagai siswa SMA kelas XII di Denpasar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Teknik samping yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster sampling, khususnya multi-stage cluster sampling. Multi-stage clustersampling merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam cluster sampling (Clark-Carter, 2004).

Jumlah minimum sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus terkait jumlah prediktor yaitu 104 + Σk , maka jumlah minimum sampel dalam penelitian ini adalah 106 (Field, 2009). Responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 173 siswa.

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 28 Maret 2019 di SMAN 8 Denpasar. Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti menghubungi pihak sekolah untuk mengkonfirmasi waktu untuk pengambilan data.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu skala kematangan karier, skala determinasi diri, dan skala dukungan sosial. Skala kematangan karier disusun peneliti berdasarkan teori Crites (dalam Saifuddin, 2018), skala determinasi diri disusun berdasarkan teori Ryan dan Deci (2017), dan skala dukungan sosial disusun berdasarkan teori Uchino (dalam Sarafino & Smith, 2010).

Skala kematangan karier terdiri atas 28 aitem pernyataan, skala determinasi diri terdiri atas 23 penyataan, dan skala dukungan sosial terdiri atas 19 pernyataan. Setiap skala terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Berdasarkan penjelasan Azwar (2016), sebuah alat tes dapat dikatakan valid apabila alat ukur dapat mengungkapkan data yang tepat serta cermat dalam memberikan gambaran mengenai pengukuran data. Salah satu uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu dengan melihat korelasi aitem total (rix), apabila nilai korelasi aitem total (rix) menunjukkan nilai minimal 0,3 maka aitem dikatakan valid, apabila jumlah proporsi aitem tidak memenuhi setiap dimensi alat ukur, maka koefisien korelasi aitem total dapat diturunkan menjadi 0,25 (Azwar, 2016).Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha, apabila nilai koefisien mendekati angka 1,00 maka dikatakan semakin reliabel (Azwar, 2016).

Penyebaran skala uji coba alat ukur penelitian dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada tanggal 22 Maret di SMAN 4 Denpasar. Jumlah alat ukur yang dapat dianalisis dalam uji coba alat ukur berjumlah 84 skala.

Hasil uji validitas skala kematangan karier menunjukkan nilai koefisien korelasi item total dengan rentang 0,307 hingga 0,520. Hasil uji reliabilitas skala kematangan karier menunjukkan koefisien Alpha yang mampu merepresentasikan89,1% skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala kematangan karierlayak digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf kematangan karier.

Hasil uji validitas skala determinasi diri menunjukkan nilai koefisien korelasi item total dengan rentang 0,323 hingga 0,655. Hasil uji reliabilitas skala determinasi diri menunjukkan koefisien Alpha yang mampu merepresentasikan87,4% skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala determinasi dirilayak digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf determinasi diri.

Hasil uji validitas skala dukungan sosial menunjukkan nilai koefisien korelasi item total dengan rentang 0,315 hingga

0,575. Hasil uji reliabilitas skala kematangan karier menunjukkan koefisien Alpha yang mampu merepresentasikan83,2% skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala dukungan sosiallayak digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur taraf dukungan sosial.

Teknik Analisis Data

Uji hipotesis dilakukan apabila data peneletian telah melewati syarat uji asumsi yaitu uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov test, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji compare means, dan uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance pada hasil analisis regresi berganda. Setelah melakukan uji asumsi, data penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS release 22.0.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh bahwa total subjek berjumlah 173 siswa dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 109 siswa dan laki-laki sebanyak 64 siswa.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi penelitian variabel kematangan karier, determinasi diri, dan dukungan sosial dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel kematangan karier memiliki mean teoretis 70 dan mean empiris sebesar 80,13 sehingga terdapat perbedaan sebesar 10,13 dengan nilai t sebesar 15,037 (p=0,000). Nilai mean empiris yang diperoleh dari data penelitian menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) mengindikasikan subjek memiliki taraf kematangan karier yang tinggi. Berdasarkan hasil kategorisasi taraf kematangan karier pada tabel 2 (terlampir), mayoritas siswa yaitu 53,8% berada dalam taraf kematangan karier yang tinggi.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel determinasi diri memiliki mean teoretis 57,5 dan mean empiris sebesar 58,90 sehingga terdapat perbedaan sebesar 01,40 dengan nilai t sebesar 3,332 (p=0,001). Nilai mean empiris yang diperoleh dari data penelitian menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) mengindikasikan subjek memiliki taraf determinasi diri yang sedang. Berdasarkan hasil kategorisasi taraf determinasi diri pada tabel 3 (terlampir), mayoritas siswa yaitu 69,4% berada dalam taraf determinasi diri yang sedang.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial memiliki mean teoretis 47,5 dan mean empiris sebesar 66,05 sehingga terdapat perbedaan sebesar 19,00 dengan nilai t sebesar39,970(p=0,000). Nilai mean empiris yang diperoleh dari data penelitian

menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) mengindikasikan subjek memiliki taraf dukungan sosial yang sedang. Berdasarkan hasil kategorisasi taraf dukungan sosial pada tabel 4 (terlampir), mayoritas siswa yaitu 63% berada dalam taraf dukungan sosial yang sedang.

Uji Asumsi

Uji normalitas dilakukan dengan analisis Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui normalitas distribusi sebaran skor, apabila probabilitas lebih besar dari 0.05, dapat diartikan data terdistribusi secara normal (Azwar, 2016). Tabel 5 menunjukkan bahwa data variabel Kematangan karier berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,061 dengan signifikansi 0,200 (p>0,05). Data pada variabel determinasi diri berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,062 dengan signifikansi 0,098 (p>0,05). Serta data dukungan sosial beridistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-smirnov sebesar 0,064 dengan signifikansi 0,080 (p>0,05).

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel terikat Priyatno (2012). Langkah kerja untuk melakukan uji linieritas adalah dengan melihat compare mean lalu menggunakan test of linearity. Hubungan dua variabel dikatakan signifikan linier jika nilai deviation from linearity lebih besar dari 0,05. Tabel 6 menunjukkan hubungan yang linear antara kematangan karier dan determinasi diri dengan nilai deviation from linearity sebesar 0,599 (p>0,05). Hubungan yang linear juga ditunjukkan antara kematangan karier dan dukungan sosial dengan nilai deviation from linearity sebesar 0,480 (p<0,05). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linear antara kematangan karier dengan determinasi diri serta kematangan karier dengan dukungan sosial.

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji adanya korelasi antar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, karena dalam model regresi idealnya antar masing-masing variabel bebas tidak memiliki korelasi (Ghozali, 2016). Model regresi dianggap baik ketika variabel bebas tidak memiliki korelasi yang tinggi dengan variabel bebas lainnya. Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas (Field, 2009). Tabel 7 menunjukkan nilai Tolerance sebesar 0,832 (>0,1) dan nilai VIF sebesar 1,201 (<10), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas yang diteliti yaitu pada variabel determinasi diri dan dukungan sosial.

Berdasarkan uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji linearitas yang telah dilakukan maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini berdistribusi normal, terdapat hubungan yang linear, serta tidak terdapat multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji regresi berganda (Multiple Regression). Uji regresi berganda dilakukan pada penelitian yang menggunakan dua atau lebih

prediktor terhadap variabel terikat (Field, 2009). Pengambilan keputusan dalam pengujian regresi berganda didasarkan pada nilai signifikansi, jika p<0,05 maka prediktor berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Jika nilai p>0,05 maka prediktor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat (Santoso, 2014). Pada penelitian ini, uji hipotesis menggunakan metode analisis regresi berganda dengan bantuan software SPSS release 22.0. Tabel 8 menunjukkan bahwa koefisien regresi (R) sebesar 0,561 dengan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,315, yang berarti bahwa determinasi diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan terhadap kematangan karier dengan sumbangan efektif sebesar 31,5% sedangkan 68,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Tabel 9 menunjukkan bahwa F hitung adalah sebesar 39,131 dengan taraf signifikansi 0,000 (<0,05) sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kematangan karier. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa determinasi diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan terhadap kematangan karier remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar.

Hasil uji regresi berganda pada tabel 10 dapat memprediksi taraf kematangan karier masing-masing pada siswa dengan melihat persamaan garis regresi sebagai berikut:

Y = 18,718 + 0,179X1+ 0,464X2

Keterangan:

Y = Kematangan karier

  • X1 = Determinasi diri

  • X2 = Dukungan sosial

  • a.    Konstanta sebesar 18,718 mengindikasikan bahwa jika tidak ada penambahan atau peningkatan pada determinasi diri dan dukungan sosial, maka taraf kematangan karier yang dimiliki sebesar 18,718.

  • b.    Koefisien regresi X1 sebesar 0,179 mengindikasikan bahwa setiap penambahan satuan nilai pada variabel determinasi diri, maka akan meningkatkan taraf kematangan karier sebesar 0,179.

  • c.    Koefisien regresi X2 sebesar 0,464 mengindikasikan bahwa setiap penambahan satuan nilai pada variabel dukungan sosial, maka akan meningkatkan taraf kematangan karier sebesar 0,464

Analisis Lanjutan

Analisis lanjutan dalam penelitian ini menggunakan independent sample t test untuk melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam taraf kematangan karier. Pengambilan keputusan dalam uji ini dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama adalah melihat dari hasil Levene's Test for Equality of Variance untuk melihat sebaran data yang bersifat homogen. Jika nilai Sig. kurang dari 0,05 maka pengambilan keputusan harus melihat baris pada tabel berlabel Equal variances not assumed. Jika nilai sig. p < 0,05 maka asumsi homogenitas varian dilanggar sehingga untuk mengetahui perbedaan antar dua kelompok pada variabel

terikat perlu melihat nilai sig (2-tailed) equal variances not asssumed. Langkah selanjutnya adalah melihat nilai sig (2tailed), jika nilai sig (2-tailed) < 0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok (Field, 2009). Hasil perbedaan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 11 (terlampir). Hasil Independent Sample T-test dapat dilihat pada tabel 12 (terlampir).

Perbedaan kematangan karier berdasarkan jenis kelamin

Pada tabel 12 menunjukkan nilai F pada Levene's Test agresivitassebesar 4,999 dengan taraf signifikansi 0,027 (p<0,05). Nilai t pada Equal variances not assumed agresivitas adalah -3,828 dengan signifikansi (2-tailed) 0,000 (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kematangan karier berdasarkan jenis kelamin, dengan tingkat kematangan karier siswa perempuan lebih besar daripada siswa laki-laki dengan rata-rata kematangan karier siswa perempuan sebesar 82,02 sedangkan siswa laki-laki sebesar 76,71.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, hasil analisis dengan menggunakan teknik regresi berganda menunjukkan bahwa pengujian hipotesis adanya peran determinasi diri dan dukungan sosial terhadap kematangan karier pada remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai koefisien R sebesar 0,561 serta nilai F hitung sebesar 39,131 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,05). Selain itu, terdapat koefisien determinasi yang menunjukkan nilai sebesar 0,315 yang menunjukkan bahwa variabel determinasi diri dan dukungan sosial secara bersama-sama memberi sumbangan efektif sebesar 31,5% terhadap remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar.

Variabel determinasi diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,179 dengan taraf signifikansi sebesar 0,011 (p<0,05) yang menandakan determinasi diri berperan dalam meningkatkan taraf kematangan karier. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mamahit (2014) terhadap 410 siswa SMA di Jakarta, bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara determinasi diri pada siswa SMA dengan pengambilan keputusan karier. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai determinasi diri pada siswa SMA maka semakin baik siswa dalam pengambilan keputusan karier. Penelitian lain yang dilakukan oleh Látalová dan Pilárik (2015) pada 173 siswi di Slovakia menunjukkan hasil yang serupa yaitu, determinasi diri memiliki hubungan yang signifikan serta dapat memprediksikan pengambilan keputusan karier. Penelitian oleh Látalová dan Pilárik (2015) menjelaskan bahwa siswi yang memiliki determinasi diri, cenderung lebih sering mengunakan cara-cara yang adaptif dalam pengambilan keputusan karier.

Salah satu aspek dalam determinasi diri adalah kompetensi, yaitu perasaan yang terpenuhi jika individu merasa efektif dalam menyelesaikan tugas (Ryan & Deci, 2017). Siswa dengan perasaan kompeten tinggi akan mendapatkan umpan balik positif berupa pemahaman mengenai jurusan studi lanjut

yang komprehensif atas ekplorasi karier yang dilakukan. Dengan mendapatkan timbal balik positif atas ekplorasi karier, remaja siswa kelas XII akan lebih memunculkan motivasi intrinsik dalam mengeksplorasi karier dan menentukan pilihan jurusan studi lanjut. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan Guay dkk (2003) dan Vallerand, Pelletier, dan Koestner (2008) bahwa seseorang dengan perasaan kompetensi yang tinggi lebih berkemungkinan untuk mendapatkan umpan balik positif atas ekplorasi karier yang telah dilakukan.

Aspek selanjutnya yang membangun determinasi diri adalah otonomi, yaitu perasaan yang terpenuhi apabila individu memiliki kehendak dan kontrol atas pilihan-pilihannya sendiri (Ryan & Deci, 2017). Remaja siswa yang memiliki perasaan otonomi atas pilihan-pilihan jurusan studi lanjut yang dimilikinya akan lebih berkeinginan untuk terlibat langsung dalam ekplorasi terkait pilihan jurusan studi lanjut. Hal ini sesuai dengan penelitian Paixão dan Gamboa (2017) yang menjelaskan perasaan otonomi sebagai bagian dari determinasi diri. Penelitian yang dilakukan Paixão dan Gamboa (2017) yang menemukan terdapat perbedaan antara siswa yang memiliki determinasi diri dengan siswa yang kurang memiliki determinasi diri. Siswa yang memiliki determinasi diri memiliki kecenderungan untuk ikut terlibat dalam proses ekplorasi karier yang sistematik dan lebih mampu dalam pengambilan keputusan karier. Di lain sisi, siswa yang kurang memiliki determinasi diri memiliki kecenderungan untuk tidak ingin terlibat dalam melakukan ekplorasi karier dan pengambilan keputusan karier.

Aspek terakhir yang membangun determinasi diri adalah keterhubungan, yaitu perasaan yang terpenuhi apabila individu merasa memiliki hubungan yang signifikan dengan lingkungan sosial (Ryan & Deci, 2017). Hasil dari hubungan yang signifikan antara siswa dengan lingkungan sosial adalah siswa dapat lebih terbuka mengenai kelemahan dan kekuatannya pada bidang tertentu dan memiliki pilihan dalam menentukan pilihan jurusan studi lanjut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Trainor (2005) yang menemukan siswa yang menjalin hubungan yang hangat dengan orangtua lebih mampu terbuka mengenai permasalahan akademik, dan mampu mempersiapkan studi lanjut. Lebih lanjut Guay dkk (2003) dan Vallerand, Pelletier, dan Koestner (2008) menerangkan bahwa siswa yang memiliki hubungan yang kuat dan signifikan dengan orang lain, cenderung lebih mampu dalam menentukan keputusan karier.

Variabel dukungan sosial memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,464 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang mengindikasikan dukungan sosial berperan dalam meningkatkan taraf kematangan karier. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusanti (2015) pada 623 siswa SMA di Bogor, bahwa terdapat hubungan signifikan dan positif antara dukungan sosial dengan kematangan karier. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh siswa SMA maka semakin mampu siswa SMA dalam mencapai kematangan karier. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Listyowati, Andayani, dan Karyanta (2012) pada 89 siswa SMA kelas XII

di Klaten menunjukkan hasil yang serupa, yaitu dukungan sosial memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kematangan karier.

Dukungan sosial yang efektif dapat berasal dari orang-orang kepercayaan yang dimiliki individu seperti teman dekat, pasangan, maupun keluarga (Taylor, 2015). Lebih lanjut, Repetti (dalam Taylor, 2015) menjelaskan pentingnya dukungan sosial keluarga bagi anak. Anak yang mendapatkan dukungan sosial dari orangtua seperti menjalani kehidupan yang stabil akan berdampak positif pada kemampuan menyelesaikan masalah pada anak. Dukungan sosial dari orangtua dapat diimplementasikan kepada siswa. Ketika siswa menerima dukungan sosial dari orangtua, siswa dapat lebih fokus pada tugas perkembangan karier ekplorasi minat karier, mengembangkan kompetensi terkait pekerjaan tertentu, serta membuat perencanaan karier. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2015) yang menemukan adanya hubungan positif antara persepsi dukungan sosial orangtua dengan perencanaan karier pada siswa. Dengan menerima dukungan sosial dari orangtua, anak dapat merasa lebih aman dan nyaman untuk melangkah ke jenjang selanjutnya (Sanderson, 2012).

Salah satu aspek yang membangun dukungan sosial adalah dukungan emosional, yaitu bentuk dukungan yang diberikan orang lain berupa empati, perhatian, serta persetujuan gagasan (Uchino, dalam Sarafino & Smith, 2010). Siswa yang mendapatkan dukungan emosional memiliki kecenderungan untuk lebih sering membicarakan rencana karier pada orangtua dan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dan Huang (2018) pada 562 mahasiswa di Shanghai, bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan ekplorasi karier. Hal ini juga didukung oleh penjelasan Kracke (2002) bahwa siswa yang sering membicarakan karier dengan orangtua dan teman sebaya dapat meningkatkan keinginan siswa untuk mencari informasi karier.

Aspek lain dalam dukungan sosial seperti dukungan informasi yaitu dukungan sosial dalam bentuk pemberian saran, arahan, maupun anjuran memiliki hubungan dengan aspek sikap dalam kematangan karier terutama terkait orientasi pekerjaan (Uchino, dalam Sarafino & Smith, 2010). Dengan mendapatkan dukungan sosial, seperti dukungan informasi mengenai jurusan studi lanjut, siswa akan mendapatkan saran maupun anjuran baik dari orangtua, teman sebaya, maupun pihak guru terkait jurusan studi lanjut tertentu. Sehingga hal ini dapat menjadi pertimbangan yang lebih luas bagi siswa dalam memikirkan orientasi karier terutama terkait pemilihan jurusan studi lanjut. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez (2012) yang menunjukkan terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dan pemikiran mengenai konsep karier.

Aspek selanjutnya yang membangun dukungan sosial adalah dukungan instrumental, yaitu dukungan dalam bentuk bantuan langsung dan terlihat nyata seperti bantuan keuangan atau pemberian fasilitas (Uchino, dalam Sarafino & Smith, 2010). Brown (2003) menjelaskan bahwa penyediaan fasilitas yang

tepat dari orangtua dapat untuk menunjang kematangan karier pada siswa. Pemberian dukungan instrumental berupa bantuan keuangan dapat diberikan oleh orangtua untuk disalurkan pada aktivitas-aktivitas terkait ekplorasi karier sehingga hal ini dapat memunculkan keinginan siswa untuk memperdalam pemahaman karier. Bentuk bantuan keuangan yang diberikan orangtua dapat berupa pemberian uang saku tambahan untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Selain itu, pemberian fasilitas seperti menyediakan gawai dan internet dapat memudahkan siswa dalam proses ekplorasi karier. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanta (2012) bahwa pemberian fasilitas oleh orangtua memiliki pengaruh dalam meningkatkan perilaku ekplorasi karier pada siswa.

Aspek terakhir yang membangun dukungan sosial adalah dukungan kebersamaan atau companionship. Dukungan kebersamaan mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menyediakan waktu kepada individu (Uchino, dalam Sarafino & Smith, 2010). Salah satu bentuk dukungan kebersamaan dapat digambarkan dari penyediaan waktu yang diberikan lingkungan sosial seperti orangtua dan teman kepada siswa. Ketersediaan orangtua untuk meluangkan waktu dengan anak dapat terepresentasi dari aktivitas diskusi terkait minat karier, gambaran karier yang diinginkan, maupun mendampingi anak dalam ekplorasi karier. Hal ini sejalan dengan penjelasan Burrel (dalam Herin & Sawitri, 2017) bahwa bentuk dukungan sosial yang dapat diberikan oleh orangtua salah satunya adalah menyediakan waktu untuk anak yang berdampak pada peningkatan kematangan karier. Lebih lanjut, Saifuddin (2018) menerangkan bahwa orangtua yang menyediakan waktu luang untuk anak dapat lebih mudah membimbing anak dalam menentukan jurusan studi lanjut, sehingga anak mampu mencapai kematangan karier.

Subjek dalam penelitian ini merupakan siswa SMA kelas XII berusia 18 tahun di Denpasar. Berdasarkan penjelasan Havighurs (dalam Papalia, Fieldman, & Olds, 2009) rentang usia 18 tahun merupakan rentang usia pada masa remaja. Havighurs (dalam Papalia, Fieldman, & Olds, 2009) menjelaskan bahwa remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang perlu dipenuhi untuk mempersiapkan diri menghadapi masa dewasa. Beberapa tugas perkembangan remaja menurut Havighurs (dalam Papalia, Fieldman, & Olds, 2009) adalah membina hubungan yang intensif dengan teman sebaya, mencapai kemandirian emosi dan finansial dari orangtua, dan memilih serta mempersiapkan karier. Salah satu tugas remaja yaitu membina hubungan yang intesif dengan teman sebaya terepresentasi dari kedekatan remaja siswa dengan teman sebaya dan kecenderungan remaja untuk lebih mendengar saran dari teman sebaya (Zhang & Huang, 2018). Penelitian Zhang dan Huang (2018) juga menunjukkan remaja siswa mempersepsikan saran dari teman sebaya sebagai dukungan informasi yang tepat dibandingkan dengan saran dari pihak sekolah seperti guru.

Hasil deskriptif penelitian menunjukkan bahwa mayoritas remaja siswa kelas XII berada dalam taraf determinasi diri sedang. Taraf determinasi diri yang sedang pada siswa diindikasikan dengan kecenderungan siswa dalam mencapai

prestasi yang lebih baik, mampu mengidentifikasi motivasi intrinsik, serta merasa lebih kompeten dalam tugas-tugas sekolah (Guay, Retelle, Larose, Vellerand, Vitaro, 2013). Taraf sedang pada determinasi diri dapat disebabkan karena adanya kecenderungan orangtua untuk mengontrol otonomi anak (Guay dkk, 2003). Meski demikian, kontrol atas otonomi yang dilakukan orangtua bertujuan agar orangtua lebih mudah dalam mengarahkan karier anak, sehingga anak dapat lebih spesifik dalam melakukan ekplorasi karier. Hal ini didukung oleh pernyataan Ma dan Yeh (2005) yang menjelaskan kedekatan yang terjalin antara orangtua dan anak dapat memudahkan orangtua dalam mengontrol dan mengarahkan anak mengenai gambaran karier, sehingga anak lebih mudah dan terarah dalam mengeksplorasi pilihan karier.

Hasil deskriptif penelitian menunjukkan bahwa mayoritas remaja siswa kelas XII berada dalam taraf dukungan sosial sedang. Remaja siswa yang mendapatkan dukungan sosial dalam taraf sedang merasa mampu untuk menceritakan ide-ide dan permasalahan serta merasa dibantu dalam membuat pilihan (Marhamah & Hamzah, 2017). Sarafino dan Smith (2010) menjelaskan bahwa individu yang merasa terlalu banyak mendapatkan dukungan sosial dalam jangka waktu yang relatif lama, individu akan mendapatkan tekanan psikologis. Tekanan psikologis yang dialami dapat berupa merasa mendapatkan terlalu banyak nasihat, dan lebih mudah stres saat merasa tidak ada dukungan sosial yang diterima (Sarafino & Smith, 2010; Lewis & Rook dalam Taylor, 2015). Dalam melakukan ekplorasi karier, stres merupakan salah satu hal yang menyertai siswa. Apabila stres yang dirasakan terlalu tinggi maka siswa cenderung sulit untuk melakukan ekplorasi karier secara efektif (Santrock, 2013).

Hasil deskriptif penelitian menunjukkan bahwa mayoritas remaja siswa kelas XII berada dalam taraf kematangan karier tinggi. Hal ini menunjukkan mayoritas siswa sudah mampu mengeksplorasi minat karier, mengumpulkan informasi mengenai jurusan studi lanjut, memahami kompetensi yang diperlukan dalam mencapai karier yang diinginkan, memiliki standar dalam memilih jurusan studi lanjut, serta bersikap mandiri terkait pengambilan keputusan karier. Taraf kematangan karier yang tinggi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang memengaruhi kematangan karier diantaranya faktor kedekatan hubungan anak dan orangtua, adanya intensitas yang tinggi mengenai diskusi karier, serta mendapatkan fasilitas yang menunjang karier (Kracke, 2002; Brown 2003; Saifuddin, 2018). Sementara itu beberapa faktor internal yang dapat memengaruhi kematangan karier pada siswa diantaranya memiliki perasaan kompeten dalam melakukan ekplorasi karier, memilih jurusan studi lanjut berdasarkan minat, serta wawasan yang luas mengenai karier (Guay dkk, 2003; Vallerand, Pelletier, dan Koestner, 2008; Saifuddin, 2018).

Hasil dari analisis lanjutan menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kematangan karier pada remaja siswa laki-laki dan kematangan karier pada remaja siswa perempuan. Pada analisis lanjutan ini juga menunjukkan bahwa kematangan karier remaja siswa perempuan lebih tinggi dari kematangan karier pada remaja siswa laki-laki.

Patton dan Creed (2001) menjelaskan bahwa saat mulai memasuki sekolah menengah, remaja siswa perempuan mendapatkan tekanan karier dan pekerjaan dari lingkungan sosial yang secara signifikan memengaruhi kepastian remaja perempuan dalam mengambil keputusan karier. Hal sebaliknya terjadi pada remaja siswa laki-laki. Penelitian yang dilakukan Sirohi (2013) menjelaskan remaja siswa laki-laki cenderung tidak ingin berkomitmen pada suatu peran dalam sebuah pekerjaan dibanding remaja siswa perempuan.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya masih terdapat beberapa kuesioner yang tidak terisi dengan lengkap sehingga tidak dapat dianalisis. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kelelahan karena pengambilan data dilakukan pada jam akhir pelajaran sekolah. Keterbatasan terakhir dalam penelitian ini adalah pemilihan waktu pengambilan data yang kurang tepat yaitu tiga hari sebelum ujian nasional SMA, sehingga dimungkinkan fokus siswa ada pada UN bukan dalam konteks pemillihan jurusan studi lanjut.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa determinasi diri dan dukungan sosial secara bersama-sama berperan dalam meningkatkan kematangan karier pada remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar, determinasi diri berperan dalam meningkatkan taraf kematangan karier, dukungan sosial berperan dalam meningkatkan taraf kematangan karier, mayoritas remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar memiliki taraf determinasi diri yang tergolong sedang, mayoritas remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar memiliki taraf dukungan sosial yang tergolong sedang, mayoritas remaja siswa SMA kelas XII di Denpasar memiliki taraf kematangan karier yang tergolong tinggi, serta dalam analisis lanjutan menunjukkan terdapat perbedaan yang signifkan antara kematangan karier pada remaja siswa laki-laki dan perempuan serta kematangan karier remaja siswa perempuan lebih tinggi dari remaja siswa laki-laki.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti memberikan saran kepada siswa, yaitu diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan determinasi diri. Beberapa cara dalam meningkatkan determinasi diri adalah berusaha untuk efektif dalam melakukan sesuatu, belajar menguasai keterampilan tertentu, membangun jaringan sosial dengan orang lain, mengikuti kegiatan yang melibatkan minat secara berkelompok, serta melakukan penilaian diri dengan melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pada bidang tertentu untuk dapat memahami diri sendiri. Siswa juga diharapkan dapat lebih asertif dalam meminta bantuan dari lingkungan sosial seperti bantuan terkait informasi jurusan studi lanjut tertentu kepada orangtua, teman, maupun pihak sekolah.

Saran bagi orangtua dapat memberikan perlakuan yang mampu meningkatkan determinasi diri sejak dini. Orangtua diharapkan mampu meningkatkan perasaan kompeten dengan memberikan umpan balik positif atas ekplorasi karier yang dilakukan anak, meningkatkan perasaan otonomi dengan tidak memaksakan ekpektasi karier orangtua, serta memberikan otoritas bagi anak untuk mengekplorasi karier sesuai dengan

minat, dan kekuataan yang dimiliki. Orangtua juga diharapkan dapat menjalin kedekatan dengan meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai jurusan studi lanjut dengan anak sebagai bentuk companionship support, serta memberikan perhatian pada minat anak sebagai bentuk emotional support.

Saran bagi institusi pendidikan diharapkan mampu menerapkan program yang dapat mengidentifikasi dan meningkatkan determinasi diri siswa secara lebih komprehensif. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan pihak institusi pendidikan adalah menginformasikan profil determinasi diri siswa kepada orangtua. Institusi pendidikan seperti sekolah juga diharapkan mampu memaksimalkan peran guru bimbingan konseling seperti membuat kelas kerjasama dengan alumni untuk memberikan informational support terkait pilihan-pilihan jurusan studi lanjut. Lebih lanjut guru bimbingan konseling di sekolah diharapakan dapat memperantarai dengan menemani siswa untuk mengutarakan pendapat terkait karier kepada orangtua apabila terdapat perbedaan pendapat antara orangtua dengan anak sebagai bentuk companionship support.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan memerhatikan waktu pengambilan data yang lebih optimal, contohnya apabila pengambilan data dilakukan pada siswa kelas XII di Denpasar dapat mengambil waktu pada satu hingga dua bulan pertama di semester akhir karena cenderung tidak ada pelajaran di kelas hal ini bertujuan untuk meminimalisir faktor kelelahan dalam pengisian kuesioner saat ada jam pelajaran aktif di kelas. Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti variabel bebas lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini kaitannya dalam memengaruhi kematangan karier seperti harapan dan pola asuh orangtua, minat, status sosial ekonomi, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2016). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Brown, D. (2003). Career choice and development. San Francisco, CA: Jossey-Bass.

Chantara, S.,  S., Kaewkuekool, & Koul, R. (2014). Self

determination theory and career aspirations: A review of literature. Journal of Science And Humanity, 212-216. Diakses pada tanggal 13 Januari, 2019, dari laman: https://www.researchgate.net/publication/228517707.

Clark-Carter, D. (2004). Quantitative psychological research: A students handbook. New York, NY: Psychology Press.

Cohen, S., Underwood, L. G., & Gottlieb, B. H. (2000). Social support measurement and intervention a guide for health and social scientist. New York, NY: Oxford Univ. Press.

Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS. London: Sage.

Ghozali, I. (2016). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Guay, F., Ratelle, C., Larose, S., Vallerand, R. J., & Vitaro, F. (2013). The number of autonomy-supportive relationships: Are more relationships better for motivation, perceived competence, and achievement? Contemporary Educational Psychology, 38(4),             375–382.             doi:

10.1016/j.cedpsych.2013.07.005

Guay, F., Senécal, C., Gauthier, L., & Fernet, C. (2003). Predicting career indecision:    A self-determination theory

perspective. Journal of Counseling Psychology,50(2), 165177. doi:10.1037/0022-0167.50.2.165

Kracke, B. (2002). The role of personality, parents and peers in adolescents      career      exploration. Journal      of

Adolescence,25(1), 19-30. doi:10.1006/jado.2001.0446

Larson, R. W., Wilson, S., & Mortimer, J. T. (2002). Conclusions: Adolescents preparation for the future. Journal of Research on   Adolescence,12(1),   159-166.   doi:10.1111/1532-

7795.00029

Látalová, V., & Pilárik, Ľ. (2015). Predicting Career DecisionMaking Strategies In Women: The Role Of SelfDetermination      And      Perceived      Emotional

Intelligence. Studia      Psychologica,57(2),      95-114.

doi:10.21909/sp.2015.02.686

Listyowati A., Andayani, T. R., & Karyanta, N. A. (2012). Hubungan antara kebutuhan aktualisasi diri dan dukungan sosial dengan kematangan karier pada siswa kelas XII SMA N 2 Klaten. Jurnal Psikologi,2, 02nd ser., 116-141. Diakses pada tanggal 12 Januari, 2019, dari laman: https://jurnalwacana.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/wacan a/article/view/23.

Ma, P. W., & Yeh, C. J. (2005). Factors Influencing the Career Decision Status of Chinese American Youths. The Career Development          Quarterly,53(4),          337-347.

doi:10.1002/j.2161-0045.2005.tb00664.x

Mamahit, H. C. (2014). Hubungan antara determinasi diri dan pengambilan keputusan karier siswa SMA. Jurnal Psiko-edukasi,12, 90-100. Diakses pada tanggal 11 Januari, 2019, darilaman: http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/fkip/article/view/297..

Marhamah, F., & Hamzah, H. B. (2017). The Relationship Between Social Support And Academic Stress Among First Year Students At Syiah Kuala University. Psikoislamedia : Jurnal                Psikologi, 1(1).                 doi:

10.22373/psikoislamedia.v1i1.1487

Monks, F., Knoers, A., & Haditono, S. R. (2014). Psikologi

perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

Novitasari, A. D. (2015). Hubungan antara persepsi dukungan orangtua dengan perencanaan karier pada siswa kelas XI SMK N 1 Kalasan. Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling,4(09), 3-14. Diakses pada tanggal 10 Mei, 2019,                                                  dari

laman:http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/fipbk/a rticle/view/263

Paixão, O., & Gamboa, V. (2017). Motivational Profiles and Career Decision Making of High School Students. The Career Development          Quarterly,65(3),          207-221.

doi:10.1002/cdq.12093

Papalia, D. E., Feldman, R. D., & Olds, S. W. (2009). Human development. Maidenhead: McGraw-Hill.

Patton, W., & Creed, P. A. (2001). Developmental Issues in Career Maturity and  Career Decision Status. The Career

Development          Quarterly,49(4),          336-351.

doi:10.1002/j.2161-0045.2001.tb00961.x

Priyanto. (2012). Belajar cepat olah data statistik dengan SPSS. Yogyakarta: CV Andi Ofset.

Purwanta, E. (2012). Dukungan orangtua dalam karier terhadap perilaku ekplorasi karier siswa SLTP. Teknodika,10(2), 127-140. Diakses pada 12 mei, 2019, dari laman: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr. Edi Purwanta, M.Pd/Teknodika PPs UNS - Dukungan orangtua dalam karier thd perilaku eksplorasi karier.pdf

Putri, N. (2018, April 14). Youthmanual: Angka Siswa yang Salah Pilih Jurusan Masih Tinggi. Skystarventures. Diakses dari laman:     http://www.skystarventures.com/youthmanual-

angka-siswa-yang-salah-pilih-jurusan-masih-tinggi/

Rodriguez, S. (2012). Social Support and Career Thoughts in College Athletes     and     Non-Athletes. The     Professional

Counselor,2(1), 12-21. doi:10.15241/srr.2.1.12

Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2017). Self-determination theory: Basic psychological needs in motivation, development, and wellness. New York: Guilford Press.

Saifuddin A. (2018). Kematangan Karier: Teori dan strategi memilih jurusan dan merencanakan karier. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sanderson, C. A. (2012). Health psychology(Edisi ke-2.). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Santrock, J. W. (2013). Adolescence. London: Mcgraw Hill.

Santoso, S. (2014). Panduan lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2010). Health psychology:

Biopsychosocial interactions. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Savickas, M. L. (2001). A developmental perspective on vocational behaviour: Career patterns, salience, and themes. Journal for Educational and Vocational Guidance,1(1-2), 49-57. Diakses pada tanggal13 Januari, 2019, darilama: https://psycnet.apa.org/record/2003-01640-002.

Sirohi, V. (2013). Vocational guidance and career maturity among secondary school students: An Indian experience. Journal of           Vocational,           381–389.           doi:

http://dx.doi.org/10.19044/esj.2013.v9n19p%p

Taylor, S. E. (2015). Health psychology. New York, NY: McGraw-Hill Education.

Trainor, A. A. (2005). Self-Determination Perceptions and Behaviors of Diverse Students with LD During the Transition Planning Process. Journal of Learning Disabilities,38(3), 233-249. doi:10.1177/00222194050380030501

Vallerand, R. J., Pelletier, L. G., & Koestner, R. (2008). Reflections on          self-determination          theory. Canadian

Psychology/Psychologie Canadienne,49(3),   257-262.

doi:10.1037/a0012804

VandenBos, G. R. (2007). APA dictionary of psychology. Washington, DC: American Psychological Association.

Widyaswara, W. E. (2016, Desember 28). Duh, Banyak yang Ngaku Salah Jurusan, AJI Gali Penyebab Generasi Muda Enggan Berwirausaha. Bali.Tribunnews. Diakses dari laman: https://bali.tribunnews.com/2016/12/28/duh-banyak-yang-ngaku-salah-jurusan-aji-gali-penyebab-generasi-muda-enggan-berwirausaha

Yusanti G. (2015). Hubungan antara dukungan sosial dengan kematangan karier pada siswa SMA di Kota Bogor. Jurnal Psikologi. Diakses pada tanggal 12 Januari, 2019, dari laman:http://eprints.binus.ac.id/32289/

Zhang, H., & Huang, H. (2018). Decision-making self-efficacy mediates the peer support–career exploration relationship. Social Behavior and Personality:  An

International          Journal,46(3),           485-498.

doi:10.2224/sbp.6410

LAMPIRAN

Tabel 1.

Deskripsi Data Penelitian

Variabel

Penelitian

Mean

Teoritis

Mean Empiris

Standar Deviasi Teoritis

Standar Deviasi Empiris

Xmin

Xmax

Sebaran Teoritis

Sebaran

Empiris

t (sig)

Kematangan Karier

70

80,13

14

8,858

58

103

28-112

58-103

15,037 (0,000)

Determinasi

Diri

57,5

58,90

11,5

5,510

44

88

23-92

44-88

3,332 (0,001)

Dukungan Sosial

47,5

66,05

9,5

6,105

44

74

19-76

44-74

39,970 (0,000)

Tabel 2.

Kategorisasi Kematangan Karier

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 49

Sangat Rendah

0

0%

49< X ≤ 63

Rendah

4

2,3%

63< X ≤ 77

Sedang

59

34,1%

77< X ≤ 91

Tinggi

93

53,8%

91< X

Sangat tinggi

17

9,8%

Total

173

100%

Tabel 3.

Kategorisasi Determinasi Diri

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 40,25

Sangat Rendah

0

0%

40,25< X ≤ 51,75

Rendah

16

9,2%

51,75< X ≤ 63,25

Sedang

120

69,4%

63,25< X ≤ 74,75

Tinggi

37

21,4%

74,75< X

Sangat tinggi

0

0%

Total

173

100%

Tabel 4.

Kategorisasi Dukungan sosial

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 35,6

Sangat Rendah

1

0.6%

35,6< X ≤ 43,5

Rendah

59

34,1%

43,5< X ≤ 51,5

Sedang

109

63%

51,5< X ≤ 59,4

Tinggi

4

2,3%

59,4< X

Sangat tinggi

0

0%

Total

173

100%

Tabel 5.

Hasil Uji Normalitas

Variabel

Kolmogorv-Smirnov

Sig.

Kesimpulan

Kematangan Karier

0,061

0,200

Data Normal

Determinasi Diri

0,062

0,098

Data Normal

Dukungan Sosial

0,064

0,080

Data Normal

Tabel 6.

Hasil Uji Linieritas

Variabel

Linearity

Deviation from Linearity

Kesimpulan

Kematangan karier* Determinasi Diri

0,000

0,599

Data Linear

Kematangan Karier* Dukungan Sosial

0,000

0,480

Data Linear

Tabel 7.

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Kesimpulan

Determinasi Diri

0,832

1,201

Tidak terjadi multikolinearitas

Dukungan Sosial

0,832

1,201

Tidak terjadi multikolinearitas

Tabel 8.

Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Tergantung

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0,561

0,315

0,307

7,373

Tabel 9.

Hasil Uji Regresi Berganda

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Regression

4252,833

2

2127,416

39,131

0,000

Residual

9242,369

170

54,367

Total

13497,202

172

Tabel 10.

Hasil Uji Hipotesis Minor dan Persamaan Regresi Linear Berganda

Variabel

Unstandardized Coefficients     Standardized         t             Sig.

Coefficients

B           Sts. Error         Beta

(Constant)

18,718           7,224                           2,591           0,010

Determinasi

Diri

0,288            0,112           0,179           2,573           0,011

Dukungan Sosial

0,673            0,101           0,464           6,669           0,000

Tabel 11.

Hasil Perbedaan Kematangan Karier antara Laki-laki dan Perempuan

Jenis Kelamin

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Kematangan Karier

Laki-laki

Perempuan

63

110

76,71

82,02

9,357

7,965

1,179

0,759

Tabel 12.

Hasil Independent Sample T-test

Levene's Test for Equality of Variance

t-test for Equality of Means

F

Sig.

t           df

Sig. (2tailed)

Kematangan Karier

Equal variances assumed

Equal variances not assumed

4,999

0,027

-3,999       171

-3,828     113,052

0,000

0,000

72