Peran dukungan sosial dan efikasi diri terhadap resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Bali
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 1, 67-76
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607
Peran dukungan sosial dan efikasi diri terhadap resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Bali
Luh Bella Pradnyaswari dan I Made Rustika
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Abstrak
Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit, bertahan serta tidak menyerah pada keadaan sulit yang dialami dalam hidupnya. Resiliensi menjadikan individu untuk berusaha beradaptasi dan mempelajari keadaan dengan tujuan menjadi pribadi yang lebih baik. Resiliensi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal pada masing-masing individu. Faktor eksternal yang memengaruhi resiliensi adalah respon orang-orang dimana individu tinggal dan faktor internal yang memengaruhi adalah keyakinan untuk mampu mengatasi permasalahan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sosial dan efikasi diri terhadap resiliensi pasien gagal ginjal kronik. Subjek dalam penelitian ini adalah 72 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Bali. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial, skala efikasi diri dan skala resiliensi. Teknik analisis pada penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi sebesar 0,721, nilai koefisien determinasi sebesar 0,519 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0.05) dengan koefisien beta terstandarisasi pada variabel dukungan sosial sebesar 0,268 dan efikasi diri sebesar 0,517. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dukungan sosial dan efikasi diri secara bersama-sama berperan terhadap resiliensi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Bali.
Kata kunci: Dukungan sosial, efikasi diri, pasien gagal ginjal kronik, resiliensi.
Abstract
Resiliency is the ability to rise, survive and persist in the face of adversities. Resiliency becomes a force that drive people adapt and assess the situation in order to become a better version of themselves. Resiliency is effected by internal and external factors in each individual. External factors that impacts resiliency are the responds of other people living in the same community and internal factor is the confidence to overcome the adversities. This research use quantitave method aimed to discover the role of social support and self-efficacy toward resiliency in chronic kidney disease patients. The research utilized the social support scale, self efficacy scale and resiliency scale. The analysis technique of this research is double regression. The results of double regression showed that the coefficient number of regression was 0,721, the coefficient number of determination was at 0.519 and the number of significancy was 0,000 (p<0.05) with standarized beta coefficient on social support at 0.268 and self-efficacy was at 0.517. It showed that social support and self-efficacy impacted the resiliency of chronic kidney disease patients during hemodyalisis.
Keywords : Chronic kidney disease patients, resiliency, self-efficacy, social support.
LATAR BELAKANG
Resiliensi merupakan faktor yang berperan penting bagi individu untuk dapat bertahan mengatasi suatu permasalahan. Resiliensi adalah kemampuan individu dalam mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan kesehatan dan energi yang baik sehingga dapat melanjutkan hidup secara sehat (Setyowati, Hartati, & Sawitri, 2010). Reivich dan Shatte menyatakan bahwa resiliensi merupakan proses merespon sesuatu dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma terutama untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari (dalam Pratiwi, 2014).
Setiap manusia membutuhkan resiliensi karena pada suatu saat dalam kehidupannya akan melewati tantangan atau kesulitan. Seperti halnya pekerjaan kantor yang menumpuk, permasalahan dengan rekan kerja, ketidaksepakatan dengan pasangan, hubungan yang gagal dan pengalaman trauma. Tetapi ketika individu mampu meningkatkan resiliensi dalam dirinya, maka individu tersebut akan mampu mengatasi permasalahan hidup yang dihadapinya. Resiliensi juga merupakan kunci keberhasilan individu saat bekerja dan kepuasan dalam hidupnya. Ketika individu memiliki resiliensi dalam dirinya maka hal tersebut akan berdampak pada kesehatan fisik, mental dan kualitas dalam hubungannya (Reivich & Shatte, 2003).
Resiliensi sangat berperan penting dalam kehidupan manusia terlebih lagi pada penderita penyakit kronis seperti pada penderita gagal ginjal. Penanganan pasien penyakit kronis saat ini telah berfokus pada pasien (patient-centered care). Tim medis menganggap pasien sebagai orang yang paling memahami kondisi kesehatannya dan mempertimbangkan pengalaman subjektif pasien sebagai suatu hal yang relevan untuk membantu proses penyembuhan pasien. Pasien ikut aktif berperan dalam usaha meningkatkan kesehatannya dimana pasien bekerjasama dengan petugas kesehatan untuk menentukan intervensi yang tepat (Potter & Perry, 2008).
Gagal ginjal kronik adalah penyakit kronis mematikan yang berada pada urutan ke 18. Sedangkan di Indonesia, perawatan pasien dengan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung (Kemenkes, 2017). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan masalah medis, sosial dan ekonomi yang sangat berpengaruh bagi pasien dan keluarga, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk membiayai pasien dengan gagal ginjal (Widiana, 2010).
Penyakit ginjal kronis yang telah memasuki stadium lima atau penyakit ginjal tahap akhir memerlukan terapi pengganti ginjal . Terdapat tiga modalitas yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal (Kemenkes, 2017). Terapi yang sering digunakan di Indonesia adalah hemodialisa. Terapi hemodialisa ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti ginjal karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal (Azahra, 2013). Jumlah pasien gagal ginjal yang rutin melakukan hemodialisa di Bali pada tahun 2015 sebanyak 38.375 pasien dengan keterangan 485 pasien
hemodialisa akut, 150 pasien dengan tindakan hemodialisia-ekstra dan 16 pasien dengan tindakan Hibrid Dalisis (Indonesian & Registry, 2016).
Waktu yang dibutuhkan pasien selama tindakan hemodialisis berlangsung rata-rata 9-12 jam setiap minggunya, dimana tindakan hemodialisis ini dibagi menjadi dua atau tiga sesi yang setiap sesinya berlangsung 3-6 jam (Titisari, 2017). Tindakan hemodialisis ini akan berlangsung seumur hidup kecuali pasien melakukan transplantasi ginjal. Proses terapi hemodialisa yang berlangsung lama dan dengan kurun waktu yang lama dapat memengaruhi keadaan psikologis pasien (Supriyadi, Wagiyo, & Widowati, 2011).
Studi pendahuluan yang dilakukan kepada 11 pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa menunjukkan 1 pasien memiliki resiliensi rendah, 7 pasien memiliki resiliensi yang sedang dan 3 pasien memiliki resiliensi yang tinggi (Pradnyaswari, 2018). Perbedaan tingkat resiliensi pada pasien tersebut memicu keingintahuan peneliti terkait faktor apa saja yang bisa menyebabkan perbedaan resiliensi antar pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.
Perilaku manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal (Notoatmodjo, 2008). Manusia merupakan mahluk sosial, perilakunya sangat dipengaruhi oleh perilaku orang-orang yang ada disekitarnya. Lingkungan yang bersifat positif terhadap penderita dan memberi dukungan semangat kepada penderita gagal ginjal akan membangkitkan semangat penderita untuk bangkit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) serta penelitian oleh Sinaga, Jumani dan Misrawati (2012) menyatakan bahwa faktor eksternal yang memengaruhi resiliensi pada pasien adalah dukungan sosial yang diberikan kepada pasien. Dukungan sosial adalah bentuk perhatian, penghargaan, semangat, penerimaan, maupun pertolongan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan dekat, antara lain orang tua, saudara, anak, sahabat, teman maupun orang lain dengan tujuan untuk memberi suatu pertolongan (Sinaga, 2012). Sarafino (2009) menyatakan, dukungan sosial mengacu pada kepedulian, kenyamanan, atau bantuan yang tersedia bagi seseorang dari individu ataupun kelompok. Dukungan tersebut dapat datang dari berbagai sumber seperti orangtua, keluarga, kekasih, teman, dokter ataupun organisasi komunitas kelompok tertentu.
Tinggi rendahnya resiliensi pasien yang menghadapi penyakit dan rutinitas dalam hemodialisa tidak hanya dapat ditentukan oleh faktor eksternal, tetapi juga ditentukan oleh faktor dalam diri pasien. Menurut Bandura (1997), keyakinan individu bahwa dirinya merasa mampu mencapai target yang telah ditetapkan memengaruhi kemampuannya untuk menghadapi suatu penyakit. Keyakinan ini disebut dengan efikasi diri. Efikasi diri merupakan keyakinan individu akan keberhasilan dalam melakukan perawatan diri untuk mencapai hasil yang diinginkan. Individu yang memiliki keyakinan dalam aktivitas perawatan diri akan lebih mudah berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sehingga akan meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
terapiutik (Tsay, 2003).
Individu dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, ketika dihadapkan pada situasi sulit individu dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. individu dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan segala hal yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi diri yang rendah cenderung akan mudah menyerah (Ghufron & Risnawita, 2010).
Hasil penelitian Amalia dan Sulistyarini (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Individu dengan efikasi diri yang rendah menunjukkan sikap tidak mampu menyelesaikan tugas, perasaan tidak berdaya, tidak percaya diri, dan konsentrasi menurun. Rendahnya efikasi diri akan berakibat pada resiliensi pasien dalam menjalani terapi hemodialisa. Efikasi diri merupakan aspek internal yang dapat menjadi kekuatan individu untuk mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan kesehatan.
Berdasarkan uraian dari penjelasan fenomena resiliensi yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Peran Dukungan Sosial dan Efikasi Diri terhadap Resiliensi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Bali.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah resiliensi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan sosial dan efikasi diri. Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Resiliensi
kemampuan individu untuk bangkit, bertahan serta tidak menyerah pada keadaan sulit yang dialami dalam hidupnya. Individu berusaha untuk beradaptasi dan mempelajari keadaan untuk tujuan menjadi pribadi yang lebih baik.
Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan dukungan yang diberikan oleh individu yang mengenal dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses hemodialisa pasien. Seperti keluarga, teman, kerabat, dan sahabat. Dukungan yang diberikan berupa emosi, informasi, evaluasi, dan instrumental untuk membantu individu mengatasi kesulitan masalah yang dialami.
Efikasi diri
Efikasi diri adalah keyakinan atau kemantapan individu memperkirakan kemampuan yang ada pada dirinya untuk melaksanakan tugas tertentu. Efikasi diri yang dimaksud dalam penelitian ini seperti kemampuan mengatasi kemungkinan masalah yang akan muncul, pasien yakin terhadap potensi diri yang dimilikinya, dan memiliki keyakinan untuk sembuh dan menjaga kesehatan.
Subjek
Kriteria populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik probability sampling. Menurut Purwanto (2016) probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana subjek-subjek diambil dari sebuah populasi dengan cara tertentu dimana probabilitas terpilihnya setiap anggota populasi adalah diketahui. Strategi probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara diundi perkabupaten dan hasil undian menyatakan kabupaten Bangli, sehingga subjek dalam penelitian ini adalah pasien hemodialisa di Rumah Sakit di Kabupaten Bangli dengan jumlah sampel 72 pasien.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling dengan jenis cluster sampling. Cluster Sampling (Area Sampling) atau disebut juga cluster random sampling adalah teknik yang digunakan bilamana populasi terdiri dari kelompok-kelompok individu atau cluster (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini jumlah sampel minimum adalah sebanyak 66 orang, hal tersebut berdasarkan pada rumus yang disampaikan oleh Field (2009) yaitu 50 + 8 x VB (Variabel Bebas), sehingga diperoleh jumlah sampel minimum sebanyak 66 orang.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 November-11 Desember 2019 di Rumah Sakit Bangli Medical Canti dan Rumah Sakit Umum Bangli. Pengambilan data dilakukan dengan cara menemui subjek secara langsung.
Alat Ukur
Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala dengan tiga jenis skala, yaitu skala resiliensi, skala dukungan sosial dan skala efikasi diri. Skala Resiliensi disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Connor dan Davidson (2003). Skala dukungan sosial disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sarafino (2009). Skala efikasi diri disusun dengan mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh Rustika (2014) mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Bandura.
Skala resiliensi terdiri dari 33 aitem pernyataan, skala dukungan sosial terdiri dari 36 aitem pernyataan dan skala efikasi diri terdiri dari 38 aitem pernyataan. Jenis pernyataan pada penelitian ini terdiri dari pernyataan yang mendukung konsep variabel (favorable) dan pernyataan yang tidak mendukung konsep variabel (unfavorable). Terdapat empat alternatif pilihan jawaban pada skala ini, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Cronbach (dalam Azwar, 2017) menyatakan koefisien korelasi aitem-total sama dengan atau lebih besar dari 0,30
dianggap sudah memadai. Apabila jumlah aitem yang diseleksi tidak mencukupi jumlah yang diharapkan, maka peneliti mempertimbangkan untuk menurunkan batas minimum koefisien korelasi aitem-total menjadi 0,25. Aitem-total 0,25 dapat diinterpretasikan bahwa aitem-aitem pada suatu skala dapat digunakan. Uji reliabilitas alat ukur pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai Alpha Cronbach. Menurut Azwar (2017) reliabilitas skala dapat dinyatakan cukup baik bila memiliki nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,60.
Subjek pada uji coba (try out) alat ukur merupakan pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa yang tergabung pada Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). Try out dilaksanakan pada tanggal 8-17 Oktoer 2018.
Aitem skala resiliensi memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,256 sampai 0,698 dengan reliabilitas sebesar 0,912. Aitem skala dukungan sosial memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,318 sampai 0,737 dengan reliabilitas sebesar 0,928. Aitem skala efikasi diri memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,355 sampai 0,656 dengan reliabilitas sebesar 0,936. Berdasarkan hasil skor dari validitas dan reliabilitas, skala resiliensi, skala dukungan sosial dan skala efikasi diri dinyatakan layak digunakan dalam penelitian sebagai alat ukur.
Teknik Analisis Data
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Multiple Regression. Analisis Multiple Regression digunakan untuk mengetahui peran dari dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel tergantung. Hipotesis mayor dan hipotesis minor pada penelitian diuji dengan uji F dan koefisien beta terstadarisasi (Santoso, 2005). Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai signifikansi, jika p <0,05 maka variabel bebas berperan secara signifikan terhadap variabel terikat. Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS 22.0 for windows.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 72 pasien dengan mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 44 orang dengan persentase sebesar 61,1 %. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini berprofesi sebagai petani yang berjumlah 21 orang dengan persentase sebesar 29,2 %. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini pendidikan terakhirnya adalalah Sekolah Dasar (SD) yang berjumlah 34 orang dengan persentase sebesar 47,2%. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini telah melakukan terapi hemodialisa selama 0-1 tahun yang berjumlah 34 orang dengan persentase sebesar 47,2 %. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini melakukan terapi hemodialisa dengan durasi dua kali dalam satu minggu yang berjumlah 70 orang dengan persentase sebesar 97,2 %. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini tidak memiliki penyakit komorbid yang berjumlah 45 orang dengan persentase sebesar 62,5 %.
Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan hasil deskripsi statistik pada tabel 1, variabel resiliensi memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 82,5 dan nilai rata-rata empiris 100,06. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel resiliensi sebesar 17,56 serta nilai t sebesar 17,104 (p=0,000). Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata empiris dan nilai rata-rata teoritis. Mayoritas subjek pada penelitian ini memiliki taraf resiliensi sedang. Hal tersebut dilihat berdasakan presentase sebesar 63,9% dengan jumlah subjek 46 orang dari keseluruhan subjek penelitian. Kategorisasi resiliensi dapat dilihat pada tabel 2
Berdasarkan hasil deskripsi statistik pada tabel 1, variabel dukungan sosial memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 90 dan nilai rata-rata empiris 116,54. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel dukungan sosial sebesar 26,54 serta nilai t sebesar 22,770 (p=0,000). Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata empiris dan nilai rata-rata teoritis. Rata-rata Empiris yang diperoleh lebih besar daripada rata-rata teoritis (rata-rata empiris > rata-rata teoritis) menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf dukungan sosial yang tinggi. Kategorisasi dukungan sosial dapat dilihat pada tabel 3.
Berdasarkan hasil deskripsi statistik pada tabel 1, variabel efikasi diri memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 95 dan nilai rata-rata empiris 112,31. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel efikasi diri sebesar 17,31 serta nilai t sebesar 11,799 (p=0,000). Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata empiris dan nilai rata-rata teoritis. Rata-rata empiris yang diperoleh lebih besar daripada rata-rata teoritis (rata-rata empiris > rata-rata teoritis) menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf efikasi diri yang tinggi. Kategorisasi efikasi diri dapat dilihat pada tabel 4.
Uji Asumsi Klasik
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 5 menunjukkan bahwa data pada variabel resiliensi berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,077 dan signifikansi 0,200 (p>0,05). Data pada variabel dukungan sosial berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,088 dan signifikansi 0,200 (p>0,05). Data pada variabel efikasi diri berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,076 dan signifikansi 0,200 (p>0,05).
Berdasarkan hasil dari uji linearitas pada tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel resiliensi dengan variabel dukungan sosial dan variabel efikasi diri. Pada variabel resiliensi dengan variabel dukungan sosial memiliki nilai signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05) dan signifkansi deviation from linearity sebesar 0,350 (p>0,05). Hubungan antara variabel resiliensi dengan variabel efikasi diri dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05) dan signifkansi deviation from linearity 0,069 (p>0,05).
Hasil uji multikolineriaritas pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial dan efikasi diri memiliki nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas pada penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistibusi normal, variabel bebas dan variabel terikat memiliki hubungan linear dan tidak terjadi multikolinearitas pada kedua variabel bebas, sehingga uji hipotesis pada penelitian ini dapat menggunakan analisis parametrik dengan menggunakan uji regresi berganda
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji regresi pada tabel 8 menunjukan F hitung sebesar 37,289 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Nilai tersebut menunjukan bahwa dukungan sosial dan efikasi diri berperan terhadap resiliensi pada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Berdasarkan pada tabel 9 nilai R adalah sebesar 0,721 dengan nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,519. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dukungan sosial dan efikasi diri menentukan taraf resiliensi sebesar 51,9 %, sedangkan 48,1 % ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil pada tabel 10 menunjukan bahwa variabel dukungan sosial memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,268 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,018 (p<0,05), sehingga dukungan sosial berperan dalam meningkatkan taraf resiliensi pasien. Variabel efikasi diri memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,517 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga efikasi diri berperan dalam meningkatkan taraf resiliensi pasien.
Rumus garis regresi berganda yang diperoleh dari hasil uji regresi berganda dalam penelitian ini dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
Y= {31,947 + [(0,236)(X1) + [(0,362)(X2)]}
Keterangan:
Y = Resiliensi.
X1 = Dukungan Sosial.
X2 = Efikasi Diri.
Garis Regresi tersebut memiliki arti; pertama, konstanta sebesar 31,947 menunjukkan bahwa jika tidak ada penambahan atau peningkatan nilai pada dukungan sosial dan efikasi diri, maka taraf resiliensi yang dimiliki akan sebesar 31,947. Kedua, koefisien regresi X1 sebesar 0,236 menunjukkan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai pada variabel dukungan sosial, maka akan meningkatkan taraf resiliensi sebesar 0,236. Ketiga, koefisien regresi X2 sebesar 0,362 menunjukkan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai pada variabel efikasi diri, maka akan meningkatkan taraf resiliensi sebesar 0,362.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik regresi berganda, menunjukkan hasil dukungan sosial dan efikasi diri berperan meningkatkan taraf resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan hasil dari nilai koefisien regresi (R) sebesar 0,721 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,05). Koefisien determinasi sebesar 0,519 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial dan efikasi diri secara bersama-sama memberikan sumbangan efektif sebesar 51,9% terhadap variabel resiliensi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa dukungan sosial dan efikasi diri menentukan 51,9% taraf resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa, sedangkan 48,1% ditentukan oleh variabel atau faktor lain yang tidak diteliti.
Variabel dukungan sosial memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,268 dengan signifikansi sebesar 0,018 (p<0,05). Hal ini menunjukkan dukungan sosial berperan secara signifikan untuk meningkatkan resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Titisari (2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan resiliensi pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi resiliensi pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa, begitu pula sebaliknya.
Pasien yang mendapatkan dukungan sosial akan percaya bahwa dirinya dicintai oleh orang lain, dihargai, dan merasa dirinya adalah bagian dari suatu kelompok sosial yang akan dapat membantu pasien. Sejalan dengan penelitian Wahyuningsih (2011) menyatakan bahwa pasien hemodialisis yang mendapat dukungan dari keluarga akan memiliki ketenangan psikologis dalam menghadapi kondisinya, sehingga hal ini akan berdampak pada membaiknya kualitas hidup penderita serta resiliensi pasien akan meningkat. Sedangkan pasien yang merasa kurang mendapatkan dukungan akan memengaruhi berkembangnya penilaian negatif terhadap diri sendiri, pasien kurang termotivasi untuk menjaga kesehatannya, sehingga kurangnya bantuan dalam perawatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari kepada pasien akan berdampak pada menurunnya keinginan pasien untuk bertahan pada masa-masa sulit dalam menghadapi penyakitnya, sehingga resiliensi pasien akan menurun (Kusuma, 2011).
Variabel efikasi diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,517 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa efikasi diri berperan dalam meningkatkan resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Amalia dan Sulistyarini (2016) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis. Semakin tinggi efikasi diri
maka semakin tinggi pula kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis.
Efikasi diri diterapkan secara luas dalam memprediksi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Bandura, 1997). Efikasi diri memiliki efek positif pada perilaku kesehatan, gaya hidup, motivasi untuk tekun menjalani terapi dan keyanikan dalam mengatasi penyakit kronis. Rayyani, Malekyan, Forouzi, Razban (2014) melakukan penelitian kepada 60 pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisis, hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara self-care, efikasi diri dan kualitas hidup pasien yang menerima hemodialisis. Pasien dengan efikasi diri yang tinggi menggunakan sumber daya pribadinya dan kekuatannya untuk menghadapi tantangan meningkatkan kualitas hidup mereka, sehingga pasien mampu melewati kondisi terpuruk pada hidupnya.
Aspek efikasi diri yang berkaitan dengan hasil penelitian Rayyani, dkk (2014) adalah strength. Bandura meyatakan strength merupakan salah satu aspek yang berkaitan dengan keyakinan individu mengenai kemampuan dan kekuatannya. Pasien yang yakin dengan kekuatannya akan mempengaruhi taraf resiliensinya. Pasien dengan taraf efikasi diri tinggi memiliki kepercayaan diri, toleransi terhadap afek negatif dan kuat dalam menghadapi rintangan (Bandura, 1997). Efikasi diri adalah aspek yang penting ketika individu menghadapi kesulitan. Ketika individu memiliki keyakinan yang positif maka hal ini berhubungan dengan peningkatan motivasi untuk menolak pikiran negatif tentang keadaan yang dialami (Utami & Helmi, 2017). Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Anasulfalah (2018) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Dr. Moewardi. Hasil penelitian menyatakan pasien gagal ginjal kronik yang memiliki efikasi diri tinggi memiliki kualitas hidup yang baik, begitu pula sebaliknya.
Pada hasil uji regresi berganda nilai koefisien beta terstandarisasi dari dukungan sosial adalah 0,268 dan nilai koefisien beta terstandarisasi dari efikasi diri adalah 0,517. Hal ini menunjukkan peran efikasi diri lebih besar terhadap resiliensi dibandingkan dengan peran dukungan sosial. Pasien yang memiliki keyakinan untuk sembuh akan terwujud dengan perilaku disiplin dalam menjalani terapi, teratur dalam mengkonsumsi obat-obatan serta patuh dengan diet yang dijalani. Pasien yang memiliki keyakinan dalam dirinya akan lebih mampu mencapai suatu target walaupun lingkungan tidak memerhatikan dirinya. Individu dengan efikasi diri yang rendah akan pesimis untuk bisa melalui masa-masa sulit dalam hidupnya.
Penelitian Wulandari, Sianturi dan Supriyadi (2015) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara efikasi diri dan dukungan sosial dengan kepatuhan menjalani hemodialisis pada pasien Cronic Kidney Disease (CKD) di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal berdasarkan nilai p value efikasi diri adalah 0,011 sedangkan nilai p value dukungan sosial adalah 0,028. Sehingga dinyatakan hubungan efikasi diri lebih kuat
daripada dukungan sosial terhadap kepatuhan dalam menjalani hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik. Tingginya taraf efikasi diri pasien berhubungan dengan keyakinan yang kuat mampu bertahan dengan kondisi fisik yang stabil sehingga pasien memilih untuk patuh melaksanaan hemodialisa. Dengan kepatuhan menjalani terapi akan berdampak pada pengurangan resiko komplikasi penyakit.
Kategorisasi variabel dukungan sosial menunjukan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf dukungan sosial yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan responden, mayoritas subjek dalam penelitian ini adalah petani yang berjumlah 21 orang dengan presentase 29,2%. Subjek penelitian yang bekerja menjadi petani perkebunan akan menjalin hubungan yang akrab dengan sesama petani, saling memerhatikan dan cepat tanggap untuk memberikan pertolongan kepada orang yang mengalami kesulitan, sehingga taraf dukungan sosialnya tinggi. Sejalan dengan penelitian Astuti (2012) menyatakan bahwa relasi petani dan buruh tani di Desa Tanjung Rejo tidak hanya fokus pada pertukaran ekonomi dalam pekerjaan tetapi juga terjalin pertukaran sosial. Kedekatan tersebut akan membangun kedekatan emosional saling menguntungkan satu dengan yang lainnya dan menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial antar petani.
Kategorisasi variabel efikasi diri menunjukan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf efikasi diri yang tinggi. Berdasarkan hasil deskripsi terkait dengan penyakit komorbid pada subjek penelitian menunjukkan sebanyak 45 pasien menyatakan dirinya tidak memiliki penyakit komorbid atau penyakit penyerta selain gagal ginjal kronik dengan presentase sebesar 62,5%, sehingga kondisi fisik berpengaruh dengan tingginya taraf efikasi diri pasien. Taraf efikasi diri yang tinggi pada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa juga dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiologis dan suasana hati. Bandura (dalam Rustika, 2012) menyatakan bahwa orang akan mengartikan kelelahan dan rasa sakit yang dirasakan sebagai petunjuk tentang efikasi dirinya. Demikian juga dengan suasana hati, perubahan suasana hati dapat memengaruhi keyakinan individu tentang efikasi dirinya. Mayoritas pasien tidak memiliki penyakit komorbid sehingga hal tersebut dapat memengaruhi suasana hati pasien menjadi lebih positif, sehingga taraf efikasi diri pada pasien menjadi tinggi.
Kategorisasi variabel resiliensi menunjukan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf resiliensi yang sedang. Asumsi peneliti dari hasil deskripsi subjek berdasarkan lama menjalani terapi memiliki pengaruh terhadap taraf resiliensi yang sedang pada subjek penelitian ini. Jumlah subjek yang menjalani terapi hemodialisa 0-1 tahun adalah 34 orang atau sebesar 47,2%. Sejalan dengan hasil penelitian Sagala (2015) menyatkan bahwa adaptasi penderita terhadap rutinitas terapi hemodialisa yang dijalani baik bersifar psikologis maupun fisik berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapri (dalam Sagala, 2015) yang menyatakan bahwa semakin lama penderita menjalani hemodialisa maka pasien akan semakin dapat beradaptasi dengan aktivitas rutin
yang dijalaninya, hal tersebut akan mendukung kualitas hidup pasien, sehingga pasien mampu melewati masa-masa sulitnya dan menjadi pribadi yang resilen.
Penelitian ini memiliki keterbatasan terkait dengan kuesioner yang tidak terisi dengan lengkap pada saat pelaksanaan penelitian karena ada beberapa subjek yang tidak mengisi aitem dengan lengkap sehingga data dari subjek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dianalisis. Deskripsi dalam penelitian juga perlu dijelaskan lebih detail agar dalam pembahasan penelitian dapat dikaitkan dengan data deskripsi subjek yang lebih beragam.
Berdasarkan pemaparan hasil analisis penelitian, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah dukungan sosial dan efikasi diri berperan sebesar 51,9% dalam meningkatkan taraf resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Dukungan sosial berperan dalam meningkatkan taraf resiliensi pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Efikasi diri berperan dalam meningkatkan taraf resiliensi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Bali. Mayoritas Pasien Gagal Ginjal Kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa memiliki taraf dukungan sosial yang tergolong tinggi dengan presentase sebesar 66,7%. Mayoritas Pasien Gagal Ginjal Kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa memiliki taraf efikasi diri yang tergolong tinggi dengan presentase sebesar 62,5%. Mayoritas Pasien Gagal Ginjal Kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa memiliki taraf resiliensi yang tergolong sedang dengan presentase sebesar 63,9%.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan kepada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan dukungan sosial dan efikasi diri pada diri pasien agar pasien mampu melalui masa-masa sulit dalam hidupnya sehingga pasien bisa menjadi pribadi yang resilien. Peningkatan dukungan sosial dapat dilakukan dengan cara terbuka dengan orang lain dan mampu memberikan umpan balik pada perhatian yang diberikan oleh orang lain, ramah dan empati terhadap orang lain sehingga orang-orang akan berempati dan memberikan perhatian kepada pasien. Peningkatan efikasi diri dapat terwujud dengan mengembangkan potensi lain pada diri dengan keterbatasan fisik setelah menjalani terapi, terbuka terhadap pengalaman baru, tekun dan gigh dalam menjalankan terapi serta aturan gaya hidup yang harus dijalani.
Kepada keluarga diharapkan untuk memberikan perhatian kepada pasien agar pasien merasa mendapat dukungan sosial, sehingga pasien mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya dan menjadi pribadi yang resilien. Terkait dengan pengembangan dukungan sosial dapat diwujudkan dengan cara memberikan perhatian dan sensitif dalam menanggapi setiap keluhan yang disampaikan oleh pasien, memberikan dukungan moral dan material serta membantu pasien untuk bisa memahami kondisi sakitnya, hal tersebut dapat membantu pasien mencapai dukungan sosial yang tinggi.
Terkait dengan peningkatan efikasi diri dapat diwujudkan dengan persuasi verbal berupa dukungan semangat dan motivasi bahwa pasien mampu menjalani dan melewati masa-masa sulitnya sehingga efikasi diri pasien meningkat Kepada institusi kesehatan diharapkan mampu mengadakan program yang dapat meningkatkan dukungan sosial dan efikasi diri pada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa agar mampu menjadi pribadi yang resilien. Seperti mengadakan kegiatan seminar kesehatan untuk menambah informasi kepada pasien mengenai penyakit dan terapi yang akan dijalani dan memberikan motivasi kepada pasien melalui tim medis. Hal tersebut mampu meningkatkan dukungan sosial dan efikasi diri pada pasien sehingga pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa menjadi resilien.
Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel yang lebih banyak sehingga sampel tidak hanya diambil pada satu wilayah saja agar data yang diperoleh dapat lebih representatif. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lain yang dapat memengaruhi taraf resiliensi pada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa, seperti variabel kecerdasan emosional.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, V.R, & Sulistyarini, R. I. (2016). Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis. Jurnal Psikologi UII, 2(16), 1-16
Anasulfalah, H. (2018). Hubungan Self Efficacy dengan Kualitas Hidup Pasien dengan Chronic Kidney Disease yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Dr. Moewardi. Biomass Chem Eng, 1(1), 6-15.
Astuti, S. (2012). Pola Relasi Sosial Petani dengan Buruh Tani dalam Produksi Pertanian. FISIP Universitas Sumatera Utara, 1(1), 1-10
Azahra, M. (2013). Peran Konsep Diri Dan Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Penderita Gagal Ginjal Yang Menjalani Terapi Hemodialisis. EMPATHY Jurnal Fakultas Psikologi, 2(1), 23-35.
Azwar, S. (2017). Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy, The Exercise of Control. W.H. Freeman and Company, New York (Tsay, 2003).
Connor & Davidson. (2003). Develompment of The New Resilience Scale : The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Journal of Depression and Anxiety, 18(2), 7683.
Ghufron, M. N., Risnawita R.S. (2010). Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Indonesian, P., & Registry. (2016). 8 th Report Of Indonesian Renal Registry 2015.
Kemenkes. (2017). InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kusuma, H. 2011. Hubungan Antara Depresi dan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis. Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Fakultas Keperawatan Univrsitas Indonesia, Depok. Retrieved from
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282772-T-Henni%20Kusuma.pdf.
Formula Modification Of Diet In Renal Disease, 8, 2–8.
Wulandari, E., Sianturi, M., & Supriyadi. (2015). Korelasi Self Efficacy dan Social Support dengan Kepatuhan menjalani Hemodialisis pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Poltekkes Semarang, 1(1), 1–10.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2008). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Potter. P. A. & Perry,A.G. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek. Jakarta: EGC
Pradnyaswari, L.B. (2018). Studi Pendahuluan: Resiliensi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Bangli. Denpasar: Tidak
dipublikasikan.
Pratiwi, D. A. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta (Doctoral_dissertation,_STIKES'Aisyiyah, Yogyakarta)
Purwanto, E. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rayyani.M,Malekyan.L., Forouzi.M.A., Razban. (2014). Self-care Self-efficacy and Quality of Life among Patients Receiving Hemodialysis in South-East of Iran. Asian Journal for Nursing Education and Research, 4(1), 165–171
Reivich, K. & Shatte, A. (2003). The Resilience Factor: 7 Keys to Finding Your Inner Strength and Overcoming Life's Hurdles : Potter TenSpeed Harmony
Rustika, I. M. (2012). Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura.
Buletin Psikologi, 20(1–2), 18–25.
https://doi.org/10.22146/bpsi.11945
Rustika, I. M. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik pada Remaja. (Disertasi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sagala, D. S. P. (2015). Analisa Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Ilmiah Keperawatan Imelda, 1(1), 8–16.
Santoso. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif, Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sarafino, E. P. (2009). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions.Fifth Edition.USA: John Wiley & Sons.
Setyowati, A., Hartati, S., & Sawitri, D. R. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan resiliensi pada siswa penghuni rumah damai. Jurnal Psikologi, 7(1), 67-77.
Sinaga, R. A. Jumani, Misrawati. (2012). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Ners Indonesia, 2(2), 99-108.
Supriyadi, Wagiyo, & Widowati, S. R. (2011). Tingkat Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Terapi Hemodialisis, 6(2), 107–112.
Tititsari, A. (2017). Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Resiliensi Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Terapi Hemodialisia (Doctoral dissertation, Universitas_Muhammadiyah Surakarta)
Tsay.L.S. (2003). Self Efficacy training for patients with end stage renal disease: Blackwell Publishing Ltd. Retrieved from http://ebscohost
Utami, C. T., & Helmi, A. F. (2017). Self-Efficacy dan Resiliensi: Sebuah Tinjauan Meta-Analisis. Buletin
Psikologi,_25(1),_54–65.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.18419
Wahyuningsih, S. A. (2011). Pengaruh terapi Suportif terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Klien Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit PELNI Jakarta. (Doctoral dissertation, _FIKUI, Jakarta)
Widiana, I. G. R. (2010). Distribusi Geografis Penyakit Ginjal Kronik di Bali: Komparasi Formula Cockcroft-Gault dan
LAMPIRAN
Tabel. 1 Deskripsi Data Penelitian | |||||
Variabel Mean Penelitian Teoritis |
Mean Standar Empiris Deviasi Teoritis |
Standar Deviasi Empiris |
Sebaran Teoritis |
Sebaran Empiris |
t |
Resiliensi 82,5 |
100,06 16,5 |
8,710 |
33-132 |
81-117 |
17,104 (p=0,000) |
Dukungan 90 Sosial |
116,54 18 |
9,891 |
36-144 |
98-139 |
22,770 (p=0,000) |
Efikasi 95 Diri |
112,31 19 |
12,446 |
38-152 |
78-141 |
11,799 (p=0,000) |
Tabel 2. Kategorisasi Resiliensi | |||||
Rentang Nilai |
Kategori |
Jumlah |
Persentase | ||
X ≤ 57,75 |
Sangat Rendah |
0 |
0% | ||
57,75 < X ≤ 74,25 |
Rendah |
6 |
8,3% | ||
74,25 < X ≤ 90,75 |
Sedang |
46 |
63,9% | ||
90,75 < X ≤ 107,25 |
Tinggi |
20 |
27,8% | ||
107,25 < X |
Sangat tinggi |
0 |
0% | ||
Total |
72 |
100% | |||
Tabel 3. Kategorisasi Dukungan Sosial | |||||
Rentang Nilai |
Kategori |
Jumlah |
Persentase | ||
X ≤ 63 |
Sangat Rendah |
0 |
0% | ||
63 < X ≤ 81 |
Rendah |
0 |
0% | ||
81 < X ≤ 99 |
Sedang |
4 |
11,1% | ||
99 < X ≤ 117 |
Tinggi |
48 |
66,7% | ||
117 < X |
Sangat tinggi |
16 |
22,2% | ||
Total |
72 |
100% | |||
Tabel 4. Kategorisasi Efikasi Diri | |||||
Rentang Nilai |
Kategori |
Jumlah |
Persentase | ||
X ≤ 66,5 |
Sangat Rendah |
0 |
12,9% | ||
66,5 < X ≤ 85,5 |
Rendah |
1 |
1,4% | ||
85,5 < X ≤ 104,5 |
Sedang |
16 |
22,2% | ||
104,5 < X ≤ 117123,5 |
Tinggi |
45 |
62,5% | ||
123,5 < X |
Sangat tinggi |
10 |
13,9% | ||
Total |
72 |
100% | |||
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas | |||||
Variabel |
Kolmogorv-Smirnov |
Sig. |
Kesimpulan | ||
Resiliensi |
0,077 |
0,200 |
Data Normal | ||
Dukungan Sosial |
0,088 |
0,200 |
Data Normal | ||
Efikasi Diri |
0,076 |
0,200 |
Data Normal |
Tabel 6. Hasil Uji Linearitas
Variabel Linearity Deviation from Kesimpulan
Linearity
Resiliensi* Dukungan 0,000 Sosial |
0,350 |
Data Linear | ||
Resiliensi* Efikasi Diri 0,000 |
0,069 |
Data Linear | ||
Tabel 7. Hasil Uji Multikolinearitas | ||||
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Kesimpulan | |
Dukungan Sosial |
0,574 |
1,741 |
Tidak terjadi multikolinearitas | |
Efikasi Diri |
0,574 |
1,741 |
Tidak terjadi multikolinearitas | |
Tabel 8. Hasil uji Regresi Berganda | ||||
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F Sig. | |
Regression |
2797,497 |
2 |
1398,749 |
37,289 0,000 |
Residual |
2588,281 |
69 |
37,511 | |
Total |
5385,778 |
71 |
Tabel 9. Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Tergantung
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
0,721 |
0,519 |
0,505 |
6,125 |
Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Minor dan Garis Regresi Linear Berganda
Variabel |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Sts. Error |
Beta | |||
(Constant) |
31,947 |
8,690 |
3,676 |
0,000 | |
Dukungan Sosial |
0,236 |
0,097 |
0,268 |
2,434 |
0,018 |
Efikasi Diri |
0,362 |
0,077 |
0,517 |
4,692 |
0,000 |
76
Discussion and feedback