Pengaruh kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap motivasi kerja pada perempuan bekerja di Bali
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 1, 57-66
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607
Pengaruh kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap motivasi kerja pada perempuan bekerja di Bali
Desta Natalia Christy Pardede dan Komang Rahayu Indrawati Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana komangrahayu@unud.ac.id
Abstrak
Motivasi kerja merupakan daya dorong yang memunculkan dan mengarahkan perilaku pada suatu perbuatan atau pekerjaan pada upaya nyata untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah perempuan yang terdorong untuk bekerja. Motivasi kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal yang memengaruhi motivasi kerja salah satunya adalah stres kerja. Stres kerja merupakan beban akibat pekerjaan dan lingkungan kerja. Stres kerja dapat mempengaruhi kondisi mental, fisik dan proses berfikir. Faktor internal yang memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali emosi diri dan orang lain, dan menggunakan kemampuan ini untuk memotivasi diri dan berhubungan dengan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap motivasi kerja pada perempuan bekerja di Bali. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuisioner skala kecerdasan emosional, skala stres kerja dan skala motivasi kerja. Hasil dari uji analisis regresi ganda menunjukkan nilai R=0,853 (p<0,05) dan nilai R square=0,728, yang berarti kecerdasan emosional dan stres kerja berkontribusi efektif sebesar 72,8% terhadap motivasi kerja pada perempuan bekerja di Bali. Koefisien beta terstandarisasi dari kecerdasan emosional menunjukkan nilai sebesar 0,142 (p>0,05) yang berarti bahwa kecerdasan emosional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja. Koefisien beta terstandarisasi dari stres kerja menunjukkan nilai sebesar -0,789 (p<0,05) yang berarti bahwa stres kerja berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja.
Kata Kunci : Kecerdasan emosional, motivasi kerja, perempuan bekerja, stres kerja.
Abstract
Work motivation is a driving force that displays and directs behavior in an action or real efforts to achieve the goals. This research is motivated by the increasing number of women who starts to work. Work motivation is influenced by external and internal factors. One of external factors that influence work motivation is work stress. Work stress defined as a burden due to work and work environment. Work stress can affect mental health, physical health and thought processes. One internal factor that has influence on work motivation is emotional intelligence. Emotional intelligence is the ability to recognize the emotions of yourself and others, and use this ability to motivate yourself and connect with others. This study aims to determine the effect of emotional intelligence and work stress on work motivation in female workers in Bali. Data retrieval was conducted by distributing questionnaires on emotional intelligence scale, work stress scale and work motivation scale. The result of multiple regression analysis shows R value = 0,853 (p<0,05) and R square value = 0,728, which means that 72.8% of emotional intelligence and work stress contribute effectively to work motivation in female workers in Bali. The standardized coefficient beta of emotional intelligence shows a value of 0,142 (p>0,05), which means emotional intelligence do not significantly affects work motivation. The standardized coefficient beta of work stress shows a value of -0,789 (p<0,05), which means work stress significantly affects work motivation.
Keywords: Buying decisions, conformity, female university students, self-concept.
LATAR BELAKANG
Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2015 menunjukkan bahwa 38% dari 120 juta pekerja di Indonesia adalah perempuan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa terjadi peningkatan pastisipasi perempuan dalam dunia kerja sebanyak 2,33% dari 52,71% pada Februari 2016 menjadi 55,04% pada Februari 2017. Berdasarkan sensus tenaga kerja yang dilakukan BPS pada tahun 2016, tenaga kerja perempuan mendominasi tiga sektor dari 17 sektor yang ada, yaitu sektor jasa kesehatan dan tenaga sosial (67,5%), jasa pendidikan (61,1%), dan jasa lainnya (62,3%).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukkan jumlah angkatan kerja perempuan yang bekerja di Provinsi Bali mencapai 1.082.600 orang, sedangkan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sebesar 67.70% dari total penduduk usia kerja perempuan. Berdasarkan data BPS Provinsi Bali (2018), sektor yang menyerap tenaga kerja perempuan paling banyak adalah industri pengolahan (226.000) dan perdagangan (394.000), sedangkan pada industri pertanian, jumlah pekerja perempuan dan laki-laki hampir sama.
Semakin terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk bekerja mendorong para perempuan untuk bisa mengembangkan karir dan mencapai prestasi yang membanggakan. Adapun contoh nyata dari pernyataan ini adalah Nirwana. Nirwana adalah perempuan yang memiliki profesi dalam bidang yang umumnya ditekuni laki-laki. Ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tangerang. Nirwana dapat menunjukkan hasil kerja yang baik didasari oleh keinginan untuk menantang diri sendiri agar mampu berkarya melebihi laki-laki (Legal Era Indonesia, 2017). Nirwana termotivasi oleh keinginan untuk menghasilkan karya yang lebih baik dari rekan kerja yang umumnya laki-laki. Alasan-alasan tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki motivasi kerja yang kuat.
Mengutip penelitian Iswari dan Pradhanawati (2017), tingkat motivasi kerja karyawan perempuan pada PT. Phapros Tbk berada pada kategori sedang. Penelitian Nurjaya (2016) mengungkap bahwa terdapat perbedaan antara motivasi kerja karyawan laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan laki-laki memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi dari karyawan perempuan. Pada penelitian Damayanti (2014) terhadap karyawan tetap di RSUD Kabupaten Penajam Paser Utara dengan mayoritas subjek perempuan, ditemukan bahwa 54,3% karyawan memiliki tingkat motivasi kurang baik dan 45,7% sisanya memliki tingkat motivasi kerja yang baik. Penelitian Damasanti (2014) mengenai motivasi kerja siswi SMKN di Bali menunjukkan angka rata-rata sebesar 94,12, dimana angka tersebut tergolong dalam kategori baik. Hal ini berarti tingkat motivasi kerja yang tinggi ditunjukkan oleh siswi SMKN di Bali. Penelitian Indrawati dkk (2013) menunjukkan perempuan bekerja di Bali memiliki motivasi yang tinggi untuk berkembang dan bergerak maju. Hal ini di dukung oleh fakta bahwa banyak perempuan di Bali yang bekerja di sektor formal maupun informal. Dapat
disimpulkan bahwa perempuan memiliki tingkat motivasi yang beragam.
Melaksanakan pekerjaan dapat menimbulkan stres bagi seorang pekerja. Beban kerja yang berlebihan serta desakan waktu mengakibatkan karyawan menjadi tertekan dan stres. Penelitian lain yang diberitakan dalam majalah Cosmopolitan edisi Januari 2016 melaporkan bahwa 71% responden mengalami kegugupan dan panik dan sekitar 75% responden mengalami hilangnya motivasi (2015).
Persaingan dan tuntutan kerja yang semakin tinggi menimbulkan tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan University of Calgary menunjukkan bahwa penyebab perempuan mengalami stres di tempat kerja karena kurangnya penghargaan atas kerja keras yang dilakukan (Kompas, 2012). Penyebab utama stres kerja adalah tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau keterampilan pekerja, keinginan atau aspirasi yang tidak tersalurkan dan ketidakpuasan dalam bekerja. Lingkungan kerja, kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja (Ibrahim, Amansyah, dan Yahya, 2016).
Stres yang dialami karyawan dapat menurunkan motivasi sehingga dapat mengganggu kinerja karyawan dan mengganggu kinerja perusahaan secara umum. Hal mengganggu yang dapat muncul akibat stres contohnya semangat kerja yang menurun, sering membolos atau tidak masuk kerja; juga gangguan secara fisik seperti tekanan darah tinggi, gangguan pada alat pencernaan, dan lain-lain (Hidayati, Purwanto, dan Yuwono, 2008). Tingkat stres rendah hingga sedang memungkinkan karyawan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik karena mereka mampu meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan, dan kemampuan berinteraksi (Bayanti, 2016).
Stres kerja yang dialami dapat menghalangi kelancaran perusahaan. Agar pekerjaan dapat berjalan lancar, setiap karyawan perlu memiliki kecerdasan emosional yang baik untuk dapat mempertahankan motivasi diri agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kecerdasan emosional atau emotional intelligence merujuk pada kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional mencangkup karakteristik seperti optimisme, cermat, motivasi, empati dan kompetensi sosial (Papalia, Old, dan Feldman, 2008). Karyawan yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu untuk mendorong diri untuk dapat mencapai suatu tujuan. Kemampuan ini sangat diperlukan apabila seseorang sedang dalam kondisi motivasi yang menurun.
Individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi ketika menghadapi tuntutan atau stres yang berlebihan akan mampu memecahkan masalah yang dimiliki dengan kepala dingin. Mereka mampu mengubah masalah yang dihadapi sebagai suatu pengalaman atau pembelajaran dan menggunakannya sebagai kekuatan yang mendorong agar individu lebih maju dan berkembang sehingga dapat mencapai tujuan. Mereka
mampu mengatur diri sehingga dapat mengubah hal-hal negatif menjadi hal positif dan lebih produktif karena mereka dapat siap menerima kritik yang membangun juga memberikan umpan balik, dan berperilaku lebih supportif. Sebaliknya, karyawan dengan kecerdasan emosional yang rendah akan cenderung menyalahkan orang lain atas kesulitan yang dihadapi dan larut dalam masalah yang dihadapi. Seseorang dengan kecerdasan emosional tinggi tidak takut melakukan kesalahan karna mereka mau terus belajar agar dapat menunjukkan hasil kerja yang optimal. Tidak takut melakukan kesalahan membuat seseorang tidak mudah tertekan.
Perempuan dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi dapat bersikap dengan tegas, mampu mengungkapkan perasaan dengan baik, memandang diri sendiri secara positif, dan dapat menyesuaikan diri untuk mengatasi stres yang dirasakan (Goleman dalam Suhartati, 2017). Seseorang dengan tingkat kecerdasan emosional yang baik akan memiliki keadaan emosi yang stabil. Kestabilan emosi ditunjukkan oleh kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif. Seseorang dengan kestabilan emosi lebih bertanggung jawab, lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas, tidak impulsif, dan lebih bisa mengendalikan diri daripada individu yang tidak memiliki kestabilan emosi (Hidayati, Purwanto, dan Yuwono, 2008).
Kecerdasan emosional adalah salah satu faktor penting bagi seseorang dalam melaksanakan tugas. Kecerdasan emosional berhubungan dengan kepuasan kerja internal seseorang (Bayanti, 2016). Seseorang yang memiliki kepuasan terhadap pekerjaannya akan termotivasi untuk menunjukkan hasil kerja yang baik. Goleman mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi yang ada pada seseorang terdiri dari kemampuan untuk mengendalikan diri, semangat,
ketekunan, dan mampu untuk memotivasi diri sendiri (Hidayati, Purwanto, dan Yuwono, 2008).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melihat pengaruh kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap motivasi kerja pada perempuan bekerja.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kecerdasan
emosional dan stres kerja. Variabel tergantung pada
penelitian ini adalah motivasi kerja. Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, dan menggunakan kemampuan tersebut pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain secara produktif. Taraf kecerdasan emosional diukur menggunakan skala kecerdasan emosional. Semakin tinggi skor yang diperoleh menandakan bahwa tingkat kecerdasan emosional semakin tinggi.
Stres Kerja
Stres kerja merupakan ketidaksesuaian antara beban kerja dan kemampuan individu untuk mengatasinya. Taraf stres
kerja diukur menggunakan skala stres kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka tingkat stres kerja semakin tinggi. Semakin rendah skor yang diperoleh maka tingkat stres kerja semakin rendah.
Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan daya dorong yang memunculkan dan mengarahkan perilaku pada suatu perbuatan atau pekerjaan pada upaya-upaya nyata untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat motivasi kerja semakin tinggi.
Subjek
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan bekerja yang berada pada rentang usia 18-60 tahun, di Denpasar Barat berjumlah 123 orang. Karakteristik subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik antara lain pertama, perempuan yang berstatus sebagai karyawan atau memiliki usaha sendiri, Kedua, berusia 18-60 tahun, dan Ketiga wilayah kerja berada di Denpasar Barat.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini diambil dengan metode pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan cluster random sampling. Kecamatan Denpasar Barat terpilih menjadi daerah sampel. Adapun perusahaan yang terpilih adalah PT. Bank Muamalat, Tbk, Hello Gorgeous, SMAN 2 Denpasar, SMAK Santo Yoseph, SMPK Santo Yoseph, TBI, Pop Hotel, Anemone, Conato Bakery, PT. Bank Prima Master, Global Art, Klinik Utama SMC, Phi-phi, Esther, Amaris Hotel, Klinik BSMC dan Bhumimi. Skala yang disebarkan pada proses pengambilan data adalah sebanyak 158 skala, hanya 123 skala terisi lengkap dan dapat dianalisis.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2018. Penelitian dilaksanakan dengan cara mengajukan surat permohonan izin kepada perusahaan kemudian menyebarkan kuisioner kepada karyawan perempuan memenuhi kriteria yang telah terpilih.
Alat Ukur
Menurut Azwar (2015) suatu instrumen penelitian dikatakan valid jika mempunyai validitas tinggi, sebaliknya jika validitas rendah artinya instrumen tersebut tidak valid. Suatu item dikatakan valid apabila nilai koefisien validitasnya lebih besar dari 0,30. Metode yang digunakan untuk mengukur raliabilitas alat ukur adalah Cronbach Alpha. Keputusan uji reliabilitas diambil jika koefisien Cronbach Alpha lebih besar sama dengan 0,6 maka alat ukur dinyatakan reliabel (Azwar, 2015).
Pengujian skala dilakukan dari tanggal 24 Oktober hingga 11 November 2018 pada perempuan bekerja di Kota Denpasar sebanyak 63 skala. Total skala yang diuji dan dapat dianalisis sebanyak 56 skala.
Hasil uji validitas skala kecerdasan emosional menunjukkan nilai koefisien korelasi item bergerak dari 0,316 sampai 0,672. Hasil uji reliabilitas skala kecerdasan emosional menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,912 yang
artinya skala mampu mencerminkan 91,2% variasi skor murni subjek, sehingga dapat dikatakan bahwa skala kecerdasan emosional layak digunakan mengukur taraf kecerdasan emosional.
Hasil uji validitas skala stres kerja menunjukkan nilai koefisien korelasi item bergerak dari 0,242 sampai 0,739. Hasil uji reliabilitas skala stres kerja menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,938 yang artinya skala mampu mencerminkan 93,8% variasi skor murni subjek, sehingga dapat dikatakan bahwa skala stres kerja layak digunakan untuk mengukur taraf stres kerja.
Hasil uji validitas skala motivasi kerja menunjukkan nilai koefisien korelasi item bergerak dari 0,325 sampai 0,767. Hasil uji reliabilitas skala motivasi kerja menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,955 yang artinya skala mampu mencerminkan 95,5% variasi skor murni subjek, sehingga dapat dikatakan bahwa skala motivasi kerja layak digunakan untuk mengukur taraf motivasi kerja.
Teknik Analisis Data
Uji hipotesis dilakukan apabila data peneletian telah melewati syarat uji asumsi yaitu uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji Compare Means, dan uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance. Setelah melakukan uji asumsi, data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 16.0.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh bahwa total subjek berjumlah 123 orang mahasiswa perempuan. Mayoritas berada pada rentang usia 22 hingga 35 tahun sebanyak 70 orang. Mayoritas subjek bekerja di SMAK ST. Yoseph sebanyak 21 orang dari 123 sunjek. Sebanyak 119 dari 123 subjek merupakan pegawai swasta. Mayoritas subjek bekerja selama 0 hingga 2 tahun sebanyak 56 dari 123 subjek. Mayoritas subjek memiliki penghasilan perbulan 1-2 juta rupiah sebanyak 71 orang. 56 dari 123 sybjek merupakan sarjana., dan 109 dari 123 subjek tidak memiliki pekerjaan tambahan.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi statistik data penelitian variabel kecerdasan emosional, stres kerja dan motivasi kerja dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki nilai mean teoritis sebesar 87,5 dan nilai mean empiris sebesar 105,51 dan menghasilkan perbedaan sebesar 18,01 dengan nilai t sebesar 23,206 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai mean teoritis yang lebih kecil dari mean empiris dan nilai signifikasi t yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa
rata-rata subjek memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi.
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa bahwa stres kerja memiliki nilai mean teoritis sebesar 100 dan nilai mean empiris sebesar 76,02 dengan perbedaan sebesar 23,98 dan nilai t sebesar -20,706 dengan nilai signifikasi sebesar 0,000. Nilai mean empiris yang lebih kecil dari mean teoritis dan nilai signifikasi t yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa rata-rata subjek memiliki tingkat stres kerja yang rendah.
Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan motivasi kerja memiliki nilai mean teoritis sebesar 105 dan nilai mean empiris sebesar 123,20 dengan perbedaan sebesar 18,2 dan nilai t sebesar 16,775 dengan nilai signifikasi sebesar 0,000. Nilai mean teoritis yang lebih kecil dari mean empiris dan nilai signifikasi t yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa rata-rata subjek memiliki tingkat motivasi kerja yang tinggi
Uji Asumsi
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Apabila uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan probabilitas lebih besar daripada 0.05, maka data dikatakan berdistribusi secara normal. Sedangkan jika probabilitas data lebih kecil dari 0.05, berarti data tidak berdistribusi normal. Tabel 2 menunjukkan bahwa data variabel kecerdasan emosional berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,867 dengan signifikansi 0,439 (p>0,05). Variabel stres kerja berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 1,244 dengan signifikansi 0,91 (p>0,05). Variabel motivasi kerja berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 1,277 dengan signifikansi 0,77 (p>0,05).
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji linearitas data dilakukan dengan menggunakan analisis compare mean. Tabel 3 menunjukkan hubungan yang linear antara variabel kecerdasan emosional dan motivasi kerja, serta antara variabel stres kerja dan motivasi kerja. Hal ini ditunjukan melalui nilai taraf signifikansi linearity antara variabel kecerdasan emosional dan motivasi kerja yaitu sebesar 0,000 (p<0,05) dan memiliki nilai taraf signifikansi deviation from linearity sebesar 0,120 (p>0,05), serta nilai taraf signifikansi linearity antara variabel stres kerja dan motivasi kerja yaitu sebesar 0,000 (p<0,05) dan memiliki nilai taraf signifikansi Deviation from Linearity sebesar 0,050 (p>0,05).
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas atau tidak terjadi multikolinearitas. Adanya multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value dan nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas (sugiyono, 2007). berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan stres kerja
yang sama-sama menunjukan nilai Tolerance sebesar 0,650 (Tolerance>0,1) dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) sebesar 1,538 (VIF<10).
Uji Hipotesis
Berdasarkan uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji linearitas yang telah dilakukan maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini berdistribusi normal, memiliki hubungan yang linear, dan tidak ada multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.
Hasil uji regresi berganda variabel kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap motivasi kerja adalah sebagai berikut (tabel terlampir)
Menurut Riduwan, (2014) regresi berganda merupakan analisis untuk memprediksi pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, teknik regresi berganda juga menunjukkan arah hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas(Ghozali, 2015). Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan program SPSS 16.0. Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 160,513 dan nilai sifnifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi kerja.
Berdasarkan hasil pada tabel 6 menunjukan nilai R sebesar 0,853, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat variabel kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap variabel motivasi kerja. Nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,728 menunjukan bahwa variabel bebas memiliki peran sebesar 72,8% terhadap variabel terikat, sedangkan, 27,2% sisanya berasal dari variabel lain diluar variabel penelitian
Berdasarkan hasil pada tabel 7 menunjukkan variabel kecerdasan emosional memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,102, nilai t sebesar 1,723 dan nilai signifikansi sebesar 0,088 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan atau penurunan kecerdasan emosional tidak memengaruhi tingkat motivasi kerja. Variabel stres kerja memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,789, nilai t sebesar -13,360 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan stres kerja menurunkan tingkat motivasi kerja.
Variabel kecerdasan emosional memiliki nilai koefesien beta terstandarisasi yang bernilai 0,102, sedangkan pada variabel stres kerja memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi yang bernilai -0,789. Koefisien beta terstandarisasi digunakan untuk membandingkan variabel bebas sehingga dapat ditemukan bahwa variabel bebas manakah yang memiliki peran yang lebih dominan terhadap variabel terikat. Variabel stres kerja memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi yang lebih besar dari variabel kecerdasan emosional.
Rumus garis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y= {164,361+ [( 0,142)(X1)] +[(-0,739)( X2)]}
keterangan sebagai berikut :
Y = Motivasi kerja
-
X1 = Kecerdasan emosional
X2 = Stres kerja
Garis regresi tersebut memiliki arti sebagai berikut.
-
a. Konstanta sebesar 164,361 mengindikasikan bahwa setiap peningkatan satuan skor pada variabel kecerdasan emosional atau stres kerja maka taraf motivasi kerja sebesar 164,361.
-
b. Koefisien regresi X1 Sebesar 0,142 mengindikasikan bahwa setiap peningkatan satuan skor subyek pada variabel kecerdasan emosional, maka akan terjadi peningkatan taraf motivasi kerja sebesar 0,142.
-
c. Koefesien regresi X2 sebesar 0,035 memiliki arti bahwa variabel bebas berperan dalam meningkatkan tingkat variabel terikat Jadi, setiap terjadi peningkatan satuan nilai dari variabel konformitas, maka nilai variabel keputusan pembelian akan mengalami peningkatan sebesar 0,035.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis, hipotesis alternatif penelitian diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap motivasi kerja pada perempuan bekerja. Hal ini dapat dilihat hasil analisis regresi ganda yang menunjukkan nilar R sebesar 0, 853 dengan F hitung sebesar 160,513 dan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), yang artinya kecerdasan emosional dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi kerja. Nilai R square sebesar 0,728 menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan stres kerja secara bersama-sama berkontribusi efektif sebesar 72,8% terhadap motivasi kerja, sedangkan 27,2% merupakan sumbangan dari variabel lain selain variabel penelitian.
Melalui hasil koefisien beta terstandarisasi, diketahui bahwa kecerdasan emosional secara mandiri tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja. Kecerdasan emosional memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,102, nilai t hitung sebesar 1,723 dan nilai signifikansi sebesar 0,088 (p>0,05). Variabel stres kerja memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,789, nilai t hitung sebesar -13,360 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) Hal ini menunjukkan bahwa variabel stres kerja secara mandiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kaluku dkk (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dan stres kerja pada perawat. Stres kerja yang dialami dapat memengaruhi motivasi kerja karyawan. Stres kerja dapat menurunkan motivasi sehingga dapat memengaruhi sikap atau perilaku karyawan sehinggan mengganggu pekerjaan dan mengganggu jalannya perusahaan secara umum (Hidayati, Purwanto, dan Yuwono, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja memiliki perngaruh terhadap motivasi kerja sebesar -78,9%.
Nilai koefisien stres kerja yang bertanda negarif menunjukkan bahwa stres kerja memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan motivasi kerja. Semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami karyawan, maka akan terjadi penurunan terhadap tingkat motivasinya.
Riggio (2013) menyatakan bahwa stres akibat pekerjaan pada level psikologis mengakibatkan ketegangan, perasaan lelah, kecemasan hingga depresi sehingga menurunkan motivasi dan dapat mengganku produktivitas dan kualitas kerja. Tingkat stres kerja yang tinggi menyebabkan hasil kerja yang kurang baik, semangat menurun, prestasi menurun dan gangguan fisik. Tingkat stres rendah memungkinkan karyawan untuk bekerja dengan lebih baik karena mereka mampu meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan, dan kemampuan berinteraksi (Bayanti, 2016).
Selain stres kerja, hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional juga berpengaruh terhadap motivasi kerja. Penelitian Herawaty (2016) menunjukkan kecerdasan emosional memiliki pengaruh secara langsung yang bernilai positif terhadap motivasi kerja pada guru matematika. Penelitian oleh Syafnilianti, Mulatsih dan Wati (2016) pada aparatur desa menghasilkan kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Hasil penelitian Aiyub (2014) menunjukkan kecerdasan secara langsung memengaruhi motivasi kerja karyawan Dinas Pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berperan sebesar 10,2% terhadap motivasi kerja. Nilai koefisien kecerdasan emosional yang bertanda positif menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan yang searah dengan motivasi kerja. Semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional karyawan, maka akan terjadi peningkatan pada tingkat motivasi kerja karyawan. Rendahnya peran kecerdasan emosional terhadap motivasi kerja dan nilai signifikansi kecerdasan emosional sebesar 0,088 (p>0,05) pada penelitian dapat dijelaskan oleh penelitian terdahulu. Salah satu hal yang dapat menjelaskan adalah jenis pekerjaan masing-masing subyek. Ditunjukkan oleh penelitian Herawaty (2016), Syafnilianti, Mulatsih dan Wati (2016) dan Aiyub (2014) bahwa pada sampel penelitian dengan jenis pekerjaan tertentu, kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja. Pada penelitian ini subjek penelitian tidak dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki, ini menjadi alasan tidak ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap motivasi kerja
Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada variabel kecerdasan emosional, mayoritas subjek penelitian yaitu sebanyak 84 orang berada dalam kategori tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Sebesar 68,3% subjek penelitian memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, artinya mayoritas subjek memiliki kecerdasan emosional yang baik, sehingga dapat mengenali, mengerti dan mengatur emosinya. Singh (2006) menjelaskan bahwa individu dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi dapat mencapai keseimbangan antara emosi dan akal, sadar akan perasaan yang dialami, menunjukkan empati dan kasih sayang untuk orang lain, serta memiliki harga diri yang tinggi. Kecerdasan
emosional berperan dalam berbagai situasi di tempat kerja dan membantu mencapai efektifitas organisasi. Feldman dan Mulle (2007) menyatakan individu yang tingkat kecerdasan emosionalnya rendah tidak memiliki kesadaran diri dan mengulang kesalahan yang sama. Individu dengan kecerdasan emosional rendah membiarkan emosi memengaruhi perilaku mereka, merupakan individu yang tidak sensitif dan tidak peduli, menuntut, tidak empati dan sulit untuk diajak bekerja sama.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada variabel stres kerja, mayoritas subjek penelitian yaitu sebanyak 77 orang berada dalam kategori tingkat stres kerja yang rendah. Sebesar 62,6% subjek penelitian memiliki stres kerja yang rendah, artinya mayoritas subjek memiliki stres kerja yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pertiwiningsih dan Puspasari (2014) yang menunjukkan bahwa stres kerja memberi pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Individu akan lebih mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks atau menunjukkan sikap yang tidak nyaman ketika mengalami stres kerja yang berlebih sehingga mempengaruhi emosi maupun kondisi seseorang dalam bekerja.
Stres kerja merupakan suatu hal yang dipersepsikan oleh individu itu sendiri, maka tingkat stres kerja karyawan dapat bervariasi. Stres yang dipersepsikan negatif dapat menyebabkan pengaruh negatif baik secara fisik ataupun mental. Apabila stres yang dialami memengaruhi kondisi mental maka akan muncul perubahan dalam perasaan, pemikiran, dan perilaku individu. Pada setting pekerjaan, pengaruh negatif dari stres ditunjukkan dengan kualitas kerja yang menurun, semangat kerja dan motivasi yang rendah serta kinerja yang menurun (Riggio, 2013). Pengelolaan stres kerja akan berbeda antara individu satu dengan yang lain. Jika mampu mengatasi stres kerja dengan baik maka stres kerja tidak akan mengganggu konsentrasi dalam bekerja sehingga motivasi kerja akan tetap terjaga. Namun individu jika tidak mampu mengatasi stres kerja dengan baik, maka akan berakibat pada penurunan semangat dan motivasi kerja sehingga pekerjaan tidak dilakukan secara maksimal.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada variabel motivasi kerja, mayoritas subjek penelitian yaitu sebanyak 74 orang berada dalam kategori tingkat motivasi kerja yang tinggi. Sebesar 60,2% subjek penelitian memiliki motivasi kerja yang tinggi, artinya mayoritas subjek memiliki motivasi kerja yang baik. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong munculnya perilaku, mengarahkan perilaku tersebut dan mendukung perilaku agar mencapai tujuan (Steers dan Porter dalam Riggio, 2013). Motivasi merupakan suatu konsep untuk membantu memprediksi perilaku. Motivasi berbeda antara individu satu dengan yang lain dan merupakan kombinasi antara keadaan intrinsik individu dengan lingkungan. Berdasarkan data karekteristik sebanyak 56 atau 45,53% subjek telah bekerja hingga 2 tahun. Data mengenai penghasilan perbulan menunjukkan sebanyak 71 atau 57,72% subjek penelitian memiliki penghasilan satu hingga dua juta perbulan. Lama bekerja dan gaji merupakan contoh faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat
motivasi kerja karyawan. Hal ini mendukung kesimpulan taraf motivasi kerja yang masuk dalam kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi dan stres kerja yang rendah akan secara otomatis menghasilkan taraf motivasi kerja yang tinggi terhadap perempuan bekerja di Bali.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan meningkatkan motivasi kerja pada perempuan bekerja sedangkan tingkat stres kerja yang tinggi akan menurunkan tingkat motivasi kerja pada perempuan kerja. Dengan demikian, setelah melalui prosedur analisis data penelitian, karya tulis ini telah mampu mencapai tujuannya yaitu mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan stres kerja terhadap perempuan bekerja di Bali.
Berdasarkan penelitian analisis data yang telah dilakukan, hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1 .Kecerdasan emosional dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap motivasi kerja perempuan bekerja di Bali.
-
2 .Kecerdasan emosional tidak berperan dalam meningkatkan taraf motivasi kerja. Tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan emosional tidak memengaruhi tingkat motivasi kerja perempuan bekerja di Bali.
-
3 .Stres kerja berperan dalam menurunkan taraf motivasi kerja perempuan bekerja di Bali. Semakin tinggi stres kerja, maka akan memengaruhi tingkat motivasi kerja perempuan bekerja di Bali.
Bagi perempuan bekerja yang telah memiliki kecerdasan emosional serta motivasi kerja yang tinggi, diharapkan mampu mempertahankan kecerdasan emosional dan motivasi kerja yang dimiliki. Selain itu, diharapkan pula dapat berbagi pengalaman ataupun berbagi solusi agar dapat meminimalisir kondisi-kondisi negatif yang dialami oleh perempuan bekerja ketika mengalami stres kerja sehingga dapat mempertahankan atau meningkatkan motivasi kerja. Bagi perempuan bekerja yang telah memiliki stres kerja yang rendah, diharapkan mampu mengelola tingkat stres kerja yang dimiliki dengan melakukan aktivitas positif yang diminati masing-masing individu agar tidak terbeban oleh pekerjaan. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan sampel lebih besar agar hasil penelitian lebih representatif. Kendala mengenai subjek penelitian yang hanya pekerja pada level staff, dapat diatasi dengan melakukan penelitian dengan kriteria subjek pada level menengah keatas. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menggunakan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang mungkin berperan terhadap motivasi kerja seperti pola kepemimpinan atasan, komunikasi dengan rekan kerja, iklim organisasi, konflik peran ganda, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aiyub. (2014). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Iklim Organisasi dan Disiplin Kerja terhadap Motivasi Kerja serta Dampaknya pada Kinerja Pegawai UPTD Pendidikan Kabupaten Aceh Besar. Diunduh dari
http://etd.unsyiah.ac.id/ index.php?p=show_detail&id=5654 tanggal 23 April 2018.
Azwar, S. (2015). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bayanti, A. B. (2016). Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Kantor Pelayanan Wilayah III Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. Diunduh dari http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4696/ tanggal 11 April 2018
Damasanti, I. A. R. (2014). Kesiapan Kerja Ditinjau dari Motivasi Kerja, Sikap Kewirausahaan, dan Kompetensi Keahlian Busana Wanita pada Siswa SMKN. Jurnal Pendidikan Sains, Vol. 2, No. 2, hlm 114-1244
Damayanti, S. (2014). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Pegawai Tetap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur Tahun 2014. Jurnal ARSI, Vol. 2 No. 2: 139-149
Dini. (2012). Penyebab Stres Dipengaruhi Jenis Kelamin. Diunduh dari
https://lifestyle.kompas.com/read/2012/06/06/11052194/Pe nyebab.%20Stres.Dipengaruhi.Jenis.Kelamin tanggal 14 April 2018
Feldman, J. & Mulle, K. (2007). Put Emotional Intelligence to Work: EQuip Yourself for Success. Virginia: American Society for Training & Development
Ghozali, I. (2015). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Herawaty, D. (2016). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Partisipasi Guru Dalam Forum Ilmiah, Keyakinan Diri (Self Efficacy), Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Matematika. Jurnal Review Pembelajaran Matematika, Vol. 1 No.1:71-85
Hidayati, R., Purwanto, Y. & Yuwono, S. (2008). Kecerdasan Emosi, Stres Kerja dan Kinerja Karyawan. Jurnal Ilmiah Psikologi diunduh dari
http://journals.ums.ac.id/index.php/indigenous/article/view/ 1605 tanggal 21 Maret 2018
Ibrahim, H., Amansyah, M., & Yahya, G. N. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki Internasional Indonesia Makassar Tahun 2016. Al-Sihah: Public Heath Science Journal, Vol. III No. 1:60-68
Indrawati, K. R.; Fridari, I. G. A. D.; Istriyanti, N. L. A.; dkk. (2013). Profil Motivasi Wanita Bali yang Bekerja(studi Wanita Bali yang Bekerja pada Institusi Formal). Jurnal Widyasrama, Vol. 21, No. 1.
Islahuddin. (2017). Perempuan Hanya Mendominasi di Tiga Sektor Pekerjaan. Diunduh dari
https://beritagar.id/artikel/berita/perempuan-hanya-mendominasi-di-tiga-sektor-pekerjaan tanggal 4 Agustus 2018
Iswari, R. I. & Pradhanawati, A. (2017). Pengaruh Peran Ganda Stres Kerja san Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Perempuan di PT Phaptos Tbk Kota Semarang. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, Vol. 6 No. 1: 1-10
Legal Era Indonesia. (2017). Saatnya Perempuan Maksimalkan Potensi dalam Pekerjaan. diunduh dari
https://legaleraindonesia.com/saatnya-perempuan-maksimalkan-potensi-dalam-pekerjaan/ tanggal 17 April 2018
Lestari, S. (2016). Pertumbuhan Jumlah Pekerja Perempuan Meningkat. Diunduh dari
http://kupang.tribunnews.com/2016/01 /07/pertumbuhan-jumlah-pekerja-perempuan-meningkat tanggal 15 Februari 2018
Maya, C. (2018). Ini Sebabnya, Tingkat Pengangguran Perempuan Bali Rendah. Diunduh dari
http://www.balipost.com/news/2018/04/21/43553/Ini-
Sebabnya,Tingkat-Pengangguran-Perempuan...html tanggal 4 Agustus 2018
Munandar, A. S. (2014). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universita Indonesia (UI-Press)
Mustami, A. A. (2017). Angkatan Kerja Naik di Dorong Partisipasi Perempuan. Diunduh dari http://nasional.
kontan.co.id/news/angkatan-kerja-naik-didorong-partisipasi-perempuan tanggal 11 April 2018
Nurjaya. (2016). Perbedaan Motivasi Kerja Pegawai Pria dengan WanitaDinas Perhubungan Kota Makassar. Jurnal MINDS, Vol. 3 No.1
Papalia, D. E., Old, S. W., Feldman, & R. D. (2008). Human Development. Jakarta: Prenada Media Group
Pertiwiningsih, H. R. & Puspasari, D. (2014). Pengaruh Stres Kerja terhadap Motivasi Kerja Karyawan di PT. Telkom Surabaya Metro. Jurnal Administrasi Perkantoran (JPAP), Vol. 2, No. 2
Pujiono J.S. (2015). 75 Persen Wanita Mengalami Stres Akibat Pekerjaan. Diunduh dari
https://beritagar.id/artikel/kesehatan/75-persen-wanita-mengalami-stres-akibat-pekerjaan tanggal 12 April 2018
Riduwan. (2014). Pengantar Statistika Sosial. Bandung: AlfabetaSugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Riggio, R. E. (2013). Introduction to Industrial/Organizational Psychology 6th Ed. USA: Pearson Education
Singh, D. (2006). Emotional Intelligence at Work: A Professional Guide, Third Edition. New Delhi: Response Books
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suhartati, S. (2017). Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Persepsi terhadap Kinerja Karyawan Wanita Ketika Masa Pramenstruasi pada Perusahaan Garmen di Bali. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar.
Syafnilianti., Mulatsih, L. S. & Wati, L. (2016). The Effect Of Emotional Intelligence, Job Stress, And Cynicism On Employee Performance: The Role Of Motivation As Intervening Variable. E-journal Bung Hatta, Vol. 8 No. 2:113
LAMPIRAN
Tabel 1
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Mean Variabel N Teoritis |
Mean Std Std Sebara Sebara T Empiris Devias Deviasi n n i Empiris Teoritis Empiris |
KE 123 87,5 |
105,51 17,5 8,61 35-140 84-128 23,206 (p=.000) |
123 100 SK |
76,02 20 12,85 40-160 40-103 -20,706 (p=.000) |
MK 123 105 |
123,20 21 12,03 42-168 96-156 16,775 (p=.000) |
Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian | ||||
Variabel |
Kolmogorov-Smirnov |
Sig. |
Kesimpulan | |
Kecerdasan Emosional |
0,867 |
0,439 |
Data Normal | |
Stres Kerja |
1,244 |
0,91 |
Data Normal | |
Motivasi Kerja |
1,277 |
0,77 |
Data Normal | |
Tabel 3 Hasil Uji Linearitas Data Penelitian | ||||
Variabel |
Linearity |
Deviation Linearity |
from Kesimpulan | |
Kecerdasan Emosional * Motivasi Kerja |
0,000 |
0,120 |
Data Linear | |
Stres Kerja * Motivasi Kerja |
0,000 |
0,050 |
Data Linear | |
Tabel 4 Hasil Uji Multikolinearitas Data Penelitian | ||||
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Kesimpulan | |
Kecerdasan Emosional |
0,650 |
1,538 |
Tidak multikolinearitas |
terjadi |
Stres Kerja |
0,650 |
1,538 |
Tidak multikolinearitas |
terjadi |
Tabel 5
Hasil Signifikansi Uji Regresi Berganda
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression |
12851,433 |
2 |
6425,716 |
160,513 |
0,000 |
Residual |
4803,884 |
120 |
40,032 | ||
Total |
17655,317 |
122 |
Tabel 6
Besarnya Peran Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja terhadap Motivasi Kerja
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate | ||
0,853 |
0,728 |
0,723 |
6,327 | ||
Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis dan Garis Regresi Linier Berganda | |||||
Model |
Unstandardized Coefficients B |
Std. Error |
Standardized Coefficients Beta |
T |
Sig. |
Constant |
164,361 |
11,711 |
14,034 |
0,000 | |
Kecerdasan Emosional |
0,142 |
0,83 |
0,102 |
1,723 |
0,088 |
Stres Kerja |
-0,739 |
0,55 |
-0,789 |
-13,360 |
0,000 |
66
Discussion and feedback