Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Psikologi Pendidikan, 195-204


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

Peran kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi terhadap penyesuaian diri mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018

Ni Putu Padmadita Nanda Pratiwi dan Ni Made Ari Wilani

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]

Abstrak

Penyesuaian diri adalah respon mental dan perilaku mahasiswa baru untuk mengatasi dan menyelaraskan kebutuhan, harapan, serta tuntutan yang berasal dari diri sendiri serta dari lingkungan sekitar melalui upaya-upaya tertentu. Penyesuaian diri memfasilitasi mahasiswa baru untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang baik dengan dirinya sendiri serta lingkungannya, terutama di lingkungan perguruan tinggi. Penyesuaian diri dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui peran kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi terhadap penyesuaian diri mahasiswa baru. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 226 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018. Alat ukur penelitian ini adalah skala penyesuaian diri, skala kecerdasan emosional, dan skala motivasi berprestasi. Teknik analisis data penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,805, nilai koefisien determinasi sebesar 0,648, dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) dengan koefisien terstandarisasi pada variabel kecerdasan emosional sebesar 0,425 dan motivasi berprestasi sebesar 0,437. Hasil penelitian menunjukkan kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi berperan terhadap peningkatan penyesuaian diri mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018.

Kata kunci: Kecerdasan emosional, mahasiswa baru, motivasi berprestasi, penyesuaian diri

Abstract

Adjustment is a mental and behavior response of first-year university students’ to overcome and harmonize needs, expectations, and demands that come from within themselves and surrounding environment through certain efforts. Adjustment facilitates first-year university students to form and maintain a good relationship with themselves and their surrounding environment, mainly in the university environment. Adjustment is affected by emotional intelligence and achievement motivation. This study used a quantitative methods to determine the role of emotional intelligence and achievement motivation on adjustment of first-year university students. The subjects in the study were 226 students of Medical Faculty batch of 2018 at Udayana University. The measuring instruments in this research were adjustment scale, emotional intelligence scale, and achievement motivation scale. The data analyze technique in this study was multiple regression. The results of multiple regression tests show that the regression coefficient value is 0.805, the determination coefficient value is 0.648, and the significance value is 0.000 (p<0.05) with the value of standarized beta coefficient for emotional intelligence is 0.425 while the value of standarized beta coefficient for achievement motivation is 0.427. The results indicate that emotional intelligence and achievement motivation variables play a role in increasing adjustment of first-year university students of Medical Faculty at Udayana University batch of 2018.

Keywords: Achievement motivation, adjustment, emotional intelligence, first-year university students

LATAR BELAKANG

Sepanjang kehidupannya, individu akan melewati tahap-tahap perkembangan mulai dari masa kanak-kanak hingga masa lanjut usia. Pada setiap tahapan individu mendapatkan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Setiap tahapan perkembangan individu merupakan hubungan yang erat dan saling memengaruhi antara satu tahap dengan tahap selanjutnya. Individu dihadapkan dengan perubahan dari berbagai aspek, seperti aspek biologis, aspek kognitif, aspek lingkungan, dan aspek sosio-emosional (Agustiani, 2009). Individu mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi apabila individu tersebut memiliki kemampuan penyesuaian diri (Agustiani, 2009).

Menurut Schneiders (dalam Agustiani, 2009) individu dengan kemampuan penyesuaian diri yang baik adalah individu yang mampu bereaksi terhadap diri dan lingkungan secara matang, sesuai, efisien, memuaskan, serta menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan pribadi dan sosial. Setiap orang akan dihadapkan dengan situasi yang membutuhkan penyesuaian diri ketika mereka memasuki lingkungan yang baru, termasuk mahasiswa tahun pertama.

Menurut Goodwin (dalam Fuad, 2013), saat memasuki perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama dihadapkan dengan berbagai tantangan baru dan harus menghadapi tantangan akademis yang berbeda dengan yang sebelumnya dihadapi. Pendidikan tinggi adalah tempat dimana mahasiswa melewati proses adaptasi pada lingkungan pendidikan dan sosial yang baru dan menekan (Misra & Castillo, 2004). Menurut Baker dan Siryk (dalam Hutz, Martin, & Beitel, 2007), penyesuaian diri di perguruan tinggi adalah proses psikososial yang menjadi sumber stres dan menuntut kemampuan coping di berbagai aspek kehidupan mahasiswa, yaitu area akademis, personal-emosional, dan keterikatan pada institusi.

Mahasiswa tahun pertama mengalami pergeseran posisi. Sebelumnya, mahasiswa tahun pertama merupakan siswa senior di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sekarang menjadi mahasiswa junior di perguruan tinggi. Peristiwa ini disebut sebagai top-dog phenomenon (Santrock, 2007). Perbedaan kurikulum, disiplin, hubungan sosial, gaya hidup, cara belajar, target prestasi, dan masalah lain membuat mahasiswa kesulitan dalam tahun pertama perkuliahannya (Santrock, 2007).

Pada tahun pertama, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana diarahkan untuk mengikuti kegiatan akademik dan non-akademik. Selain kegiatan perkuliahan di dalam kelas, mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana juga diarahkan untuk mengikuti kegiatan lain seperti orientasi, organisasi kemahasiswaaan, hingga kepanitiaan untuk acara-acara yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (LPM Pcyco, 2016; Bemfkunud.com, 2017; Tribunnews.com, 2017). Selain itu dimulai dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018, mahasiswa juga harus mengumpulkan Satuan Kredit Partisipasi (SKP) sebanyak 100 poin selama masa studinya. Peraturan ini berbeda dengan

peraturan bagi angkatan-angkatan sebelumnya, dimana mahasiswa pada angkatan-angkatan sebelumnya harus mengumpulkan 50 poin SKP.

Mahasiswa tahun pertama dapat mengumpulkan poin SKP dari berbagai kegiatan, mulai dari kepanitiaan, organisasi kemahasiswaan, hingga mengikuti lomba-lomba (Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2018). Situasi ini mendorong mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Banyaknya tuntutan yang dihadapi sebagai seorang mahasiswa dapat menyebabkan mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana menemui kesulitan melakukan penyesuaikan diri ketika berada di perguruan tinggi.

Melalui studi pendahuluan tentang penyesuaian diri yang dilakukan peneliti terhadap 24 mahasiswa tahun pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, diketahui bahwa mahasiswa menemui kesulitan ketika mengikuti perkuliahan (Pratiwi, 2018). Beberapa kesulitan yang dialami mahasiswa tahun pertama adalah kesulitan berkonsentrasi untuk mengikuti dan memahami materi saat lecture, kesulitan untuk mulai berkenalan dengan mahasiswa lain, hingga kesulitan mengatur waktu dan prioritas antara kegiatan akademis dengan kegiatan di organisasi kemahasiswaan (Pratiwi, 2018). Mahasiswa tahun pertama juga merasakan bahwa terdapat banyak kegiatan yang tidak direncanakan seperti kelanjutan masa orientasi mahasiswa baru, berkurangnya waktu luang bersama keluarga dan teman-teman, dan berkurangnya waktu tidur (Pratiwi, 2018).

Hasil studi pendahuluan juga menemukan bahwa kesulitan-kesulitan tersebut membuat mahasiswa tahun pertama kurang memiliki minat untuk belajar dan mengerjakan tugas kuliah, mendapatkan nilai yang rendah, merasa jengkel, kesepian, kelelahan, tertekan, cemas, mengeluh, menangis, hingga mengalami masalah kesehatan seperti demam, migrain, batuk, dan pilek (Pratiwi, 2018). Beberapa mahasiswa mencoba mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut dengan menyusun jadwal kegiatan yang akan dilakukan, berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa lain melalui organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan untuk kegiatan-kegiatan yang diadakan di lingkungan kampus, mencari informasi, serta ikut dalam kegiatan magang organisasi kemahasiswaan, kepanitiaan, dan lomba-lomba (Pratiwi, 2018). Kesulitan-kesulitan tersebut memiliki kaitan yang erat dengan aspek penyesuaian diri.

Penyesuaian diri harus dikembangkan oleh semua orang, termasuk mahasiswa tahun pertama (Dyson & Renk 2006). Ketika memasuki perguruan tinggi, hampir semua mahasiswa tahun pertama melewati fase penyesuaian diri dan memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk menyesuaikan diri (Dyson & Renk, 2006). Penyesuaian diri yang baik membuat mahasiswa merasakan sedikit tekanan sementara penyesuaian diri yang buruk membuat mahasiswa kesulitan dalam tahun pertama perkuliahannya dan cenderung berperilaku defensif (Hurlock, 1980; Lapsley & Edgerton, 2002).

Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri mahasiswa. Salah satunya adalah kecerdasan emosional. Ketika menghadapi masa peralihan dari SMA ke perguruan tinggi, sangat penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan kecerdasan emosional. Goleman (2015) menyatakan bahwa emosi merupakan perasaan serta pikiran yang spesifik, keadaan biologis, psikologis, dan tendensi untuk berperilaku. Salovey dan Mayer (dalam Papalia, Old, & Feldman, 2009) juga mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami perasaan diri sendiri dan orang lain serta memanfaatkan perasaan tersebut untuk mengendalikan pikiran dan perilaku. Kecerdasan emosional memengaruhi keberhasilan atau kegagalan mahasiswa dalam mengelola emosinya. Semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional maka kemampuan mahasiswa untuk mengatasi masalah yang dihadapi juga akan semakin baik.

Pada masa remaja, mahasiswa dapat menghadapi dan mengatasi permasalahan psikologis dan emosi yang fluktuatif dengan kemampuan kognitif dan kesadaran diri yang meningkat. Kesadaran diri merupakan kemampuan individu untuk mengenali emosinya sehingga tidak terjebak oleh perasaannya sendiri (Goleman, 2015). Apabila remaja dapat mengenali emosinya, remaja akan mampu mengendalikan emosinya agar seimbang dan tersampaikan dengan cara yang tepat.

Habubah, Noordin, dan Mahyuddin menyatakan bahwa pada tahun pertama, kehidupan sebagai seorang mahasiswa di perguruan tinggi tidak mudah (dalam Mudhovozi, 2012). Mahasiswa tahun pertama dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan akademik dan menjalin serta membangun hubungan pertemanan baru di lingkungan perguruan tinggi. Pada prosesnya, interaksi dalam hubungan sosial juga seringkali muncul perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan masalah tersendiri. Maka dari itu, mahasiswa tahun pertama juga perlu mengendalikan emosi agar tidak terjebak dalam emosi negatif yang dirasakannya.

Kemampuan untuk mengenali dan mengendalikan emosi dapat membantu mahasiswa tahun pertama menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat. Ketika mahasiswa dapat mengenali dan mengendalikan emosinya, mahasiswa juga akan mampu mengekspresikan emosi yang dirasakan dan kemudian mampu mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang muncul secara rasional. Bentuk kecerdasan emosional tersebut dapat membantu mahasiswa tahun pertama untuk menyesuaikan diri, khususnya ketika membentuk hubungan sosial di lingkungannya. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian mengenai Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri Peserta Didik di SMP Negeri 20 Padang dimana terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri (Ichsan, 2013).

Selain kecerdasan emosional, faktor lain yang dapat memengaruhi penyesuaian diri mahasiswa adalah motivasi berprestasi. Djaali (2013) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai keadaan fisiologis dan psikologis dalam diri seseorang yang membuatnya melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu berprestasi setinggi mungkin. Menurut Schwitzgebel dan Kolb (dalam Djaali, 2013), individu dengan

tingkat motivasi berprestasi tinggi memiliki minat terhadap keadaan atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil yang diberikan. Schwitzgebel dan Kolb (dalam Djaali, 2013) juga menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mengerjakan tugas sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab dibandingkan dengan individu dengan tingkat motivasi berprestasi rendah. Ketika berada di perguruan tinggi, mahasiswa juga dihadapkan dengan situasi yang kompetitif dengan mahasiswa tahun pertama yang lain. Menurut Stipek (dalam Slavin, 2015), mahasiswa tahun pertama akan bersaing untuk meraih prestasi setinggi mungkin, baik di bidang akademik maupun non-akademik. Stipek (dalam Slavin, 2015) juga menyatakan bahwa keinginan dan kemampuan menyelesaikan tugas semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik dapat membantu mahasiswa tahun pertama menghadapi kompetisi di perguruan tinggi secara tepat. Apabila mahasiswa tidak memiliki keinginan untuk menyelesaikan tugas yang diterima, mahasiswa juga tidak akan mampu mencapai prestasi yang tinggi dan kalah bersaing dengan mahasiswa tahun pertama yang lain. Hal ini dapat menghambat penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama (Sukmadinata, 2007).

Sebagai mahasiswa tahun pertama, motivasi berprestasi menjadi faktor penting sebagai penentu keberhasilan mahasiswa untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi. Mahasiswa dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berhasil menyesuaikan diri dalam menjalani kehidupan di perguruan tinggi sementara mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan kesulitan untuk menyesuaikan diri karena rendahnya dorongan untuk meraih prestasi yang tinggi. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Elias, Noordin, dan Mahyuddin (2010) terhadap 178 mahasiswa jurusan pendidikan di Universitas Putra Malaysia yang menemukan bahwa mahasiswa dengan motivasi berprestasi yang rendah juga menunjukkan keinginan yang rendah untuk berkompetisi sehingga membuat mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka penelitian ini mencoba menggali lebih dalam tentang Peran Kecerdasan Emosional dan Motivasi Berprestasi terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Angkatan 2018, sehingga penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel tergantung penelitian ini adalah penyesuaian diri. Variabel bebas penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi. Definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

Penyesuaian diri

Penyesuaian diri adalah proses yang terdiri dari respon mental dan perilaku untuk menyelaraskan kebutuhan, harapan, dan tuntutan dari dalam diri maupun lingkungan sekitarnya melalui upaya-upaya tertentu.

Kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi diri sendiri dan orang lain dan mampu memanfaatkannya unuk mengendalikan pikiran dan perilaku. Motivasi berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan dari dalam diri untuk meningkatkan dan mempertahankan kemampuannya dalam semua aktivitas berdasarkan standar keunggulan dengan membangkitkan, menyesuaikan, dan memantapkan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah 530 orang mahasiswa angkatan 2018 di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah probability sampling. Jenis probability sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Simple random sampling dilakukan dengan melakukan undian berdasarkan daftar hadir mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 yang sesuai dengan karakteristik responden serta bersedia menjadi responden penelitian.

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Februari 2019. Penelitian dilaksanakan dengan bertemu secara langsung dengan responden yang memenuhi kriteria di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan skala penyesuaian diri, skala kecerdasan emosional, dan skala motivasi berprestasi. Skala penyesuaian diri merupakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuaian diri menurut Schneiders (1964). Skala kecerdasan emosional merupakan skala yang disusun oleh Rustika (2014) yang telah dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional menurut Goleman (2003). Skala motivasi berprestasi merupakan skala yang disusun oleh Putri (2016) yang telah dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek motivasi berprestasi menurut Schwitzgebel dan Kalb (dalam Djaali, 2013).

Skala penyesuaian diri memiliki 37 aitem pernyataan, skala kecerdasan emosional memiliki 36 aitem pernyataan, dan skala motivasi berprestasi memiliki 34 aitem pernyataan. Skala ini memiliki pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) yang terdiri dari empat pilihan, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Menurut Azwar (2016), apabila koefisien korelasi aitem total memiliki nilai yang sama atau lebih besar daripada 0,30 aitem dianggap sudah valid. Jika jumlah aitem tidak memenuhi setiap dimensi pada alat ukur, maka koefisien korelasi aitem total dapat diturunkan menjadi 0,25. Teknik pengukuran reliabilitas pada penelitian ini adalah Cronbach Alpha, dimana

aitem dapat digunakan apabila tingkat koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,60 (Azwar, 2016).

Pengujian skala dilakukan pada tanggal 19 dan 21 Desember 2018 kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Udayana angkatan 2018.

Hasil uji validitas skala penyesuaian diri menunjukkan nilai koefisien korelasi item total bergerak dari 0,304 hingga 0,600.

Hasil uji reliabilitas skala penyesuaian diri menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,914. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 91,40% nilai skor murni subjek.

Hasil uji validitas skala kecerdasan emosional menunjukkan nilai koefisien korelasi item total bergerak dari 0,306 hingga 0,552. Hasil uji reliabilitas skala kecerdasan emosional menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,885. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 88,50% nilai skor murni subjek.

Hasil uji validitas skala motivasi berprestasi menunjukkan nilai koefisien korelasi item total bergerak dari 0,302 hingga 0,636. Hasil uji reliabilitas skala motivasi berprestasi menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,902. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 90,20% nilai skor murni subjek.

Teknik Analisis Data

Uji hipotesis menggunakan teknik regresi berganda untuk mengetahui peran dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel tergantung (Siregar, 2014). Uji hipotesis menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Service) 18.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh total subjek berjumlah 226 orang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang (19,5%) dan perempuan sebanyak 182 orang (80,5%). Mayoritas subjek berusia 18 tahun dengan jumlah 156 orang (69%), berasal dari Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter (PSSKPD) dengan jumlah 103 orang (45,6%), dan berasal dari Bali dengan jumlah 157 orang (69,5%).

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata teoretis penyesuaian diri sebesar 92,5 dan nilai rata-rata empiris sebesar 115,38 dengan perbedaan sebesar 22,88 dengan nilai t sebesar 35,867 dan nilai signifikansi 0,000. Nilai rata-rata empiris lebih besar daripada nilai rata-rata teoretis serta nilai signifikansi t lebih kecil dari 0,05. Hasil ini memperlihatkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat penyesuaian diri yang tinggi. Kategorisasi penyesuaian diri terdapat pada tabel 2.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata teoretis kecerdasan emosional sebesar 90 dan nilai rata-rata empiris sebesar 105,86 dengan perbedaan sebesar 15,86

dengan nilai t sebesar 24,443 dan signifikansi 0,000. Nilai rata-rata empiris lebih tinggi daripada nilai rata-rata teoretis serta nilai signifikansi t lebih kecil dari 0,05. Hasil ini memperlihatkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Kategorisasi kecerdasan emosional terdapat pada tabel 3.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata teoretis motivasi berprestasi sebesar 85 dan nilai rata-rata empiris sebesar 101,67 dengan perbedaan sebesar 16,67 dengan nilai t sebesar 27,887 dan signifikansi sebesar 0,000. Nilai rata-rata empiris lebih tinggi daripada nilai rata-rata teoretis serta nilai signifikansi t lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat motivasi berprestasi yang tinggi. Kategorisasi motivasi berprestasi terdapat pada tabel 4.

Uji Asumsi Klasik

Berdasarkan tabel 5, uji normalitas menunjukkan variabel penyesuaian diri berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 1,142 dan signifikansi 0,147. Variabel kecerdasan emosional berdistribusi normal dengan Kolmogorov-Smirnov 1,117 dan signifikansi 0,165. Variabel motivasi berprestasi berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 1,617 dan signifikansi 0,110.

Berdasarkan tabel 6, uji linearitas memperlihatkan terdapat hubungan yang linear antara variabel penyesuaian diri dengan variabel kecerdasan emosional dengan signifikansi linearitas sebesar 0,000. Hubungan antara variabel penyesuaian diri dengan variabel motivasi berprestasi juga linear dengan signifikansi linearitas sebesar 0,000.

Berdasarkan tabel 7, uji multikolinearitas menunjukkan variabel kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi memiliki nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.

Berdasarkan uji asumsi, dapat disimpulkan data penelitian ini berdistibusi normal, memiliki hubungan linear, dan tidak terjadi multikolinearitas. Sehingga uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan regresi berganda.

Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji regresi pada tabel 8, terlihat nilai F hitung sebesar 204,735 dengan signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi memiliki peran terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018.

Berdasarkan tabel 9, terlihat nilai R sebesar 0,805 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,648. Hal ini menunjukkan kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi memiliki peran sebesar 64,8% % terhadap penyesuaian diri sementara variabel yang tidak diteliti memiliki peran sebesar 35,2% terhadap penyesuaian diri. Hasil uji regresi berganda juga menunjukkan hasil uji hipotesis minor untuk menganalisis secara terpisah

peran kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi terhadap penyesuaian diri.

Berdasarkan tabel 10, terlihat bahwa variabel kecerdasan emosional memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,425, nilai t sebesar 7,166, dan taraf signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil daripada 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berperan dalam meningkatkan tingkat penyesuaian diri. Variabel motivasi berprestasi memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,437, nilai t sebesar 7,376, dan taraf signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil daripada 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki peran terhadap tingkat penyesuaian diri.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda, diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y = {22,312 + [(0,424) (X1)] + [(0,475) (X2)]}

Keterangan :

Y = Penyesuaian Diri

X1 = Kecerdasan Emosional

X2 = Motivasi Berprestasi

Persamaan regresi tersebut memiliki beberapa intepretasi. Pertama, nilai konstanta 22,312 menunjukkan bahwa jika variabel kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi bernilai tetap maka tingkat penyesuaian diri akan meningkat sebanyak 22,312 Kedua, ilai koefisien kecerdasan emosional (X1) sebesar 0,424 menunjukkan bahwa setiap terjadi penambahan satuan nilai untuk kecerdasan emosional maka akan terjadi peningkatan nilai sebesar 0,424. Ketiga, nilai koefisien motivasi berprestasi (X2) sebesar 0,475 menunjukkan bahwa setiap terjadi penambahan satuan nilai untuk motivasi berprestasi maka akan terjadi peningkatan nilai sebesar 0,475.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik regresi berganda, didapatkan hasil bahwa variabel kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi secara bersama-sama berperan terhadap tingkat penyesuaian diri. Nilai koefisien regresi sebesar 0,805 dan nilai koefisien determinasi sebesar 0,648 menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi secara bersama-sama memberikan sumbangan efektif sebesar 64,8% terhadap tingkat penyesuaian diri mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018, sementara 35,2% sisanya merupakan faktor lain.

Kemampuan penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama terkait dengan kemampuan untuk mengenali, menilai, dan mengekspresikan emosi diri sendiri dan orang lain serta menggunakan emosi tersebut untuk mengatur pikiran dan perilaku. Mahasiswa yang mampu mengenali dan memahami emosi yang muncul akan mampu mengelola emosinya dan kemudian menyusun solusi yang tepat terhadap tantangan yang dihadapi, terutama pengendalian agresivitas sehingga hubungan dengan diri sendiri dan orang lain dapat

berlangsung dengan harmonis dan membantu tercapainya penyesuaian diri (Mutammimah, 2014).

Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi kecerdasan emosional menunjukkan kecerdasan emosional memberikan peran terhadap penyesuaian diri. Semakin tinggi kecerdasan emosional, maka semakin tinggi pula penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cobos-Sánchez, Flujas-Contreras, dan Gómez-Becerra (2016) serta Himmah dan Desiningrum (2017) yang menemukan terdapat peran yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri. Adanya kemampuan tersebut membantu mahasiswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cara yang tepat (Saptopo, 2010). Ketika mahasiswa tahun pertama dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk mengatur pikiran dan perilakunya ketika berada di perguruan tinggi, mahasiswa tahun pertama tidak memperumit masalah yang muncul dan mampu mengarahkan diri untuk mencari solusi untuk menyelesaikan masalah dengan tepat, baik saat mengerjakan tugas-tugasnya sendiri maupun ketika berinteraksi serta bekerjasama dengan orang lain di lingkungan perguruan tinggi.

Berdasarkan deskripsi data penelitian, kecerdasan emosional subjek memiliki mean empiris yang lebih besar daripada mean teoretis dan menunjukkan bahwa mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Tingkat kecerdasan emosional dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri (Goleman, 2015). Mahasiswa tahun pertama yang mampu menunjukkan emosi yang sesuai dengan situasi yang dihadapi serta membentuk dan mempertahankan hubungan sosial yang baik dengan orang lain juga akan mampu mencapai tingkat penyesuaian diri yang tinggi.

Kecerdasan emosional berperan terhadap penyesuaian diri juga dapat disebabkan oleh peran lingkungan perguruan tinggi dalam memfasilitasi mahasiswa tahun pertama melalui berbagai kegiatan. Salah satunya adalah program orientasi yang wajib diikuti seluruh mahasiswa tahun pertama. Hal ini sejalan dengan penelitian Posey, Hill, Gomez, McFall, Humenik, dan Clifford (2015) yang menemukan bahwa program orientasi mahasiswa baru yang diadakan oleh perguruan tinggi memberikan manfaat yang berarti bagi mahasiswa dan membantu mereka untuk meningkatkan penyesuaian diri di perguruan tinggi.

Program orientasi mahasiswa baru yang diadakan dapat terdiri dari berbagai kegiatan yang mengarahkan mahasiswa untuk lebih mengenal kegiatan dan fasilitas di perguruan tinggi serta berkenalan dengan dosen pengajar, staf, teman-teman baru, dan kakak-kakak tingkat. Program orientasi mahasiswa baru juga membuat mahasiswa bekerjasama dengan mahasiswa lain untuk menyelesaikan permasalahan ketika mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Mahasiswa terlatih untuk bekerjasama dengan anggota kelompok dengan karakter yang berbeda-beda. Mahasiswa juga belajar untuk mengenali emosi yang muncul dari diri sendiri dan orang lain serta mengendalikan emosi sehingga mampu mengatasi masalah yang muncul secara efektif. Deveci (2015) dalam penelitiannya menemukan

bahwa mahasiswa tahun pertama yang terlibat dalam kerjasama yang baik dan merasakan kepuasan yang tinggi terhadap kerjasama tersebut memiliki kecerdasan emosional yang cenderung tinggi.

Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memberikan peran yang signifkan terhadap penyesuaian diri. Hal ini berarti peningkatan motivasi berprestasi akan diikuti dengan meningkatnya penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elias, Noordin, dan Mahyuddin (2010) yang menemukan bahwa terdapat peran yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan penyesuaian diri.

Adanya kecenderungan untuk berorientasi terhadap masa depan, memiliki percaya diri, dan rasa tanggungjawab untuk terdorong meraih pencapaian yang tinggi, serta bersedia untuk berusaha keras selama masa studinya akan membantu mahasiswa untuk melakukan penyesuaian diri dengan baik di perguruan tinggi (Elias, Noordin, & Mahyuddin, 2010). Saat mahasiswa tahun pertama dapat memanfaatkan dorongan tersebut ketika berada di perguruan tinggi, mahasiswa tahun pertama tidak bersikap pasif ketika mengikuti kegiatan akademik dan non-akademik di lingkungan perguruan tinggi dan akan lebih aktif dalam menemukan dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan keinginan dan tujuan yang ingin diraih selama menyelesaikan masa studi di perguruan tinggi.

Berdasarkan deskripsi data penelitian, motivasi berprestasi subjek memiliki mean empiris yang lebih besar daripada mean teoretis yang memberikan indikasi bahwa mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Terbentuknya motivasi berprestasi yang tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri (Santrock, 2007). Menurut Hechhausen (dalam Djaali, 2013), mahasiswa tahun pertama dapat mengembangkan tingkat penyesuaian diri yang tinggi dengan secara sadar mencari tahu minat serta tujuan yang ingin mereka capai berdasarkan standar yang telah ditentukan, terutama terkait dengan menyelesaikan tugas-tugas yang ada, mencapai prestasi tertentu, dan mengungguli orang lain. Mahasiswa tahun pertama yang mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya dalam bentuk pujian yang bersifat material maupun psikologis juga dapat membantu mahasiswa tahun pertama mencapai penyesuaian diri.

Memiliki orientasi terhadap masa depan yang tinggi, percaya diri, bertanggung jawab, dan rasa percaya diri memengaruhi tingkat penyesuaian diri mahasiswa (Elias, Noordin, & Mahyuddin, 2010). Ketika mahasiswa secara aktif mulai mencari tahu tentang hal-hal yang sesuai dengan minatnya, mahasiswa juga akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai. Setelah menentukan tujuan secara realistis dan menantang, mahasiswa mengembangkan rasa percaya diri dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut dan terdorong mendapatkan hasil yang terbaik.

Hasil kategorisasi data motivasi berprestasi menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Tingkat motivasi berprestasi yang tinggi pada subjek penelitian dapat disebabkan oleh adanya harapan dan pujian dari orang-orang di sekitar mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018. Fakultas Kedokteran dilihat sebagai fakultas favorit sehingga mahasiwanya juga dianggap lebih unggul daripada mahasiswa lain dalam berbagai hal seperti cara bersikap, proses belajar, hingga kemampuan untuk bersaing dalam dunia kerja. Situasi tersebut dapat mendorong mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 untuk mengembangkan keinginan untuk mengungguli mahasiswa lain, yang dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan adanya harapan dan pujian sebagai faktor ekstrinsik dapat memengaruhi motivasi berprestasi seseorang.

Selanjutnya, terdapat perbedaan pada hasil studi pendahuluan tentang penyesuaian diri mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 dengan hasil kategorisasi data penyesuaian diri. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa mahasiswa tahun pertama mengalami kesulitan menyesuaikan diri. Namun pada hasil kategorisasi data terlihat bahwa mayoritas mahasiswa tahun pertama berada pada tingkat penyesuaian diri yang tinggi. Perbedaan yang muncul dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, jenis pertanyaan yang digunakan saat menggali data studi pendahuluan dan data penelitian berbeda. Studi pendahuluan menggunakan pertanyaan yang umum untuk mahasiswa tahun pertama saat mulai melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, sehingga jawaban yang diberikan masih berdasarkan pada pengalaman mahasiswa tahun pertama saat baru mulai aktif di perguruan tinggi. Lalu pengambilan data penelitian selanjutnya menggunakan skala yang disusun dari indikator berdasarkan teori yang telah ditentukan sebelumnya.

Kedua, terdapat rentang waktu kurang lebih selama enam bulan antara waktu pengambilan data studi pendahuluan dan waktu pengambilan data penelitian. Selama rentang waktu tersebut, tingkat penyesuaian diri mahasiswa dapat mengalami peningkatan bersamaan dengan peningkatan kecerdasan emosional, motivasi berprestasi, intensitas kegiatan akademik dan non-akademik yang diikuti, serta berkembangnya rasa familier mahasiswa dengan lingkungan perguruan tinggi. Salah satu faktor yang memberikan pengaruh pada penyesuaian diri adalah keadaan lingkungan. Individu akan mampu mengembangkan penyesuaian diri apabila lingkungan sekitarnya memberikan rasa aman, menerima secara terbuka, dan harmonis (Schneiders, 1964).

Berdasarkan hasil penelitian ini, kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian diri, khususnya dalam menjalani perkuliahan di perguruan tinggi. Analisis data penelitian dan penjelasan pada bagian sebelumnya juga menunjukkan bahwa penelitian ini telah mampu mencapai tujuan yaitu untuk mengetahui peran kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi secara bersama terhadap penyesuaian

diri mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 serta peran kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi secara terpisah terhadap terhadap penyesuaian diri mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yang dapat diperhatikan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang memiliki topik serupa. Pada penelitian ini, perbandingan jumlah subjek penelitian tidak seimbang, terutama karakteristik subjek berdasarkan usia, tempat asal, dan jenis kelamin sehingga uji analisis tambahan seperti uji beda pada masing-masing karakteristik tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, kesimpulannya adalah kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi secara bersama-sama berperan meningkatkan penyesuaian diri mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018. Mayoritas mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2018 memiliki penyesuaian diri yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 62,8%. kecerdasan emosional yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 65,5%, dan motivasi berprestasi yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 68,6%.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan bagi mahasiswa tahun pertama agar dapat mengembangkan kecerdasan emosional dengan belajar lebih mengenali emosi diri sendiri dan orang lain saat melakukan interaksi sosial serta belajar mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi, termasuk ketika berada di perguruan tinggi serta meningkakan motivasi berprestasi dengan aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dapat membantu untuk mencapai keberhasilan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, termasuk ketika berada di perguruan tinggi.

Bagi institusi pendidikan, disarankan agar institusi pendidikan menambah kesempatan mahasiswa tahun pertama untuk mengembangkan kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi melalui pemberian informasi terkait kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan perguruan tinggi, pelatihan terkait manajemen emosi dan waktu, serta layanan konseling yang membantu mahasiswa tahun pertama untuk melakukan penyesuaian diri selama berada di perguruan tinggi yang disertai monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan tersebut sehingga hasilnya dapat menjadi umpan balik bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang diadakan di perguruan tinggi.

Bagi penelitian selanjutnya, disarankan agar dapat mempertimbangkan beberapa hal seperti menyertakan cakupan populasi yang lebih luas, meneliti variabel-variabel lain yang mungkin memiliki hubungan dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tahun pertama, serta mempertimbangkan proporsi subjek yang berpartisipasi dalam penelitian agar lebih seimbang berdasarkan jenis kelamin.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2009). Psikologi perkembangan: Pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT Refika Aditama.

Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (2018). Buku pedoman pelaksanaan SKP Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar: Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2018.

Bemfkunud.com. (2017). BKFK 55. BEM FK Unud. Diunduh dari http://bemfkunud.com/2017/03/13/bkfk-55/ pada tanggal 2 April 2018.

Cobos-Sánchez, L., Flujas-Contreras, J., & Gómez-Becerra, I. (2016). The role of emotional intelligence in psychological adjustment among adolescents. Annals of Psychology,         33(1),         66-73.         doi:

10.6018/analesps.33.1.240181.

Deveci, T. (2015). Freshman students' emotional intelligence and team-work satisfaction levels. A comparative study: Gender and nationality. Journal of Higher Education, 5(1), 35-43. doi: 10.2399/yod.15.007.

Djaali. (2013). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Dyson, R., & Renk, K. (2006). Freshman adaptation to

university life: Depressive symptoms, stress and coping. Journal of Clinical Psychology, 62(10), 12311244. http://dx.doi.org/10.1002/jclp.20295.

Elias, H., Noordin, N. & Mahyuddin, R. (2010). Achievement motivation and self-efficacy in relation to adjustment among university students. Journal of Social Science, 6(3), 333-339. doi : 10.3844/jssp.2010.333.339.

Fuad, F.T. (2013). Hubungan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (Naskah publikasi, Universitas Indonesia). Diakses dari http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-03/S45743-Fitri%20Tasliatul%20Fuad.

Goleman, D. (2003). Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

__________. (2015). Emotional intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentan kehidupan (5th ed). Jakarta: Erlangga.

Hutz, A., Martin, W. E.,  & Beitel, M. (2007).

Ethnocultural person-environment fit and college adjusment:    Some implications for college

counselors. Journal of College Counseling, 10, 130141. doi: 10.1002/j.2161-1882.2007.tb00013.x.

Ichsan, B. (2013). Hubungan kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri peserta didik di SMP Negeri 20 Padang. Jurnal Wisuda ke-47 Bimbingan & Konseling. Diakses dari id.portalgaruda.org.

Lapsley, D. K.,  & Edgerton, J. (2002). Separation

individuation, adult attachment style, and college adjustment. Journal of Counseling & Development,

80(4),          484-492.          doi:10.1002/j.1556-

6678.2002.tb00215.

LPM Pcyco. (2016). Injeksi edisi khusus PKKMB dan SDFK. Diunduh                                      dari

https://www.dropbox.com/s/mw7ekktx9heer1m/SDFK. pdf?dl=0 pada tanggal 2 April 2017.

Misra, R. & Castillo, L.G (2004). Academic stress among the college students : Comparison of american and international students. International Journal of Stress Management,  11(2),  132-148. doi: 10.1037/1072

5245.11.2.132.

Mudhovozi, P. (2012). Social and academic adjustment of first-year university students. Journal Social Science, 33(2),                  251-259.                  doi:

10.1080/09718923.2012.11893103.

Mutammimah. (2014). Hubungan konsep diri dan kecerdasan emosi dengan kemampuan penyesuaian diri pada remaja. Persona, 3(1),   42-51. Diakses dari

jurnal.untag-sby.ac.id.

Papalia, D.E., Olds S.W., & Feldman R.D. (2009). Human development (9th ed) (A.K Anwar, Trans). Jakarta: Kencana. (Awalnya diterbitkan 1998).

Posey, T., Hill, E., Gomez, E., McFall, M., Humenik, S., & Clifford, D. (2015). Student adjustment to college: Examining the impact of an outdoor orientation program.     Illuminare, 13(1), 53-62 Diakses dari

digitalcommons.odu.edu.

Pratiwi, N.P.P.N. (2018). Mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.  (Artikel  tidak

dipublikasikan).  Program Studi Sarjana Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali.

Putri, K.A.R.D. (2016). Peran kemandirian dan efikasi diri terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas unggulan SMA Dwijendra Denpasar. (Skripsi tidak dipublikasikan). Program Sarjana Psikologi Universitas Udayana. Denpasar.

Rustika, I.M. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada  remaja.  (Disertasi tidak

dipublikasikan). Program Doktor Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Santrock, J.W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga.

Saptoto, R. (2010). Hubungan kecerdasan emosi dengan kemampuan coping adaptif. Jurnal Psikologi, 37 (1), 13-22. Diakses dari jurnal.ugm.ac.id.

Schneiders. A.A. (1964). Personal adjustment and mental health.                  Diakses                  dari

krishikosh.egranth.ac.in/bitstream/1/2027598/1/HS386. pdf.

Siregar, S. (2014). Statistik parametrik untuk penelitian kuantitatif : Dilengkapi dengan perhitungan manual dan aplikasi SPSS versi 17. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Slavin, R.E. (2015). Educational psychology : Theory and practice. New York: Pearson.

Sukmadinata, N.S. 2007. Landasan psikologi : Proses pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tribunnews.com. (2017). Student day unud sebagai syarat wisuda.                Diunduh                dari

http://bali.tribunnews.com/2017/07/13/student-day-unud-sebagai-syarat-wisuda pada tanggal 2 April 2018.

LAMPIRAN

Tabel 1

Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi Data

Penyesuaian Diri

Kecerdasan Emosional

Motivasi Berprestasi

N

226

226

226

Rata-rata Teoretis

92,5

90

85

Rata-rata Empiris

115,38

105,86

101,67

SD Teoretis

18,5

18

17

SD Empiris

9,766

10,159

9,689

Xmin

37

36

34

Xmax

148

144

136

Sebaran Teoretis

37 - 148

36 - 144

34 - 136

Sebaran Empiris

92 - 148

79 - 135

83 - 125

t

35.867

24.443

27.887

(Sig = 0,000)

(Sig = 0,000)

(Sig = 0,000)

Tabel 2

Kategorisasi Penyesuaian Diri

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 64,75

Sangat rendah

0 orang

0%

64,75 < X ≤ 83,25

Rendah

0 orang

0%

83,25 < X ≤ 101,75

Sedang

14 orang

6,2%

101,75 < X ≤ 120,25

Tinggi

142 orang

62,8%

120,25 < X

Sangat tinggi

70 orang

31,0%

Total

226 orang

100%

Tabel 3

Kategorisasi Kecerdasan Emosional

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 63

Sangat rendah

0 orang

0%

63 < X ≤ 81

Rendah

1 orang

0,4%

81 < X ≤ 99

Sedang

52 orang

23%

99 < X ≤ 117

Tinggi

148 orang

65,5%

117 < X

Sangat tinggi

25 orang

11,1%

Total

226 orang

100%

Tabel 4

Kategorisasi Motivasi Berprestasi

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 59,5

Sangat rendah

0 orang

0%

59,5 < X ≤ 76,5

Rendah

0 orang

0 %

76,5 < X ≤ 93,5

Sedang

39 orang

17,3%

93,5 < X ≤ 110,5

Tinggi

155 orang

68,6%

110,5 < X

Sangat tinggi

32 orang

14,2%

Total

226 orang

100%

Tabel 5

Hasil Uji Normalitas

Variabel

Kolmogorov-Smirnov

Sig.

Kesimpulan

Penyesuaian Diri

1,142

0,147

Data berdistribusi normal

Kecerdasan Emosional

1,117

0,165

Data berdistribusi normal

Motivasi Berprestasi

1,617

0,110

Data berdistribusi normal

Tabel 6

Hasil Uji Linearitas

Variabel

Sig.

Kesimpulan

Penyesuaian Diri*Kecerdasan Emosional

0,000

Data berhubungan secara linear

Penyesuaian Diri*Motivasi Berprestasi

0,000

Data berhubungan secara linear

Tabel 7

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel

Tolerance

VIF

Kesimpulan

Kecerdasan Emosional

0,450

2,223

Tidak terjadi multikolinearitas

Motivasi Berprestasi

0,450

2,223

Tidak terjadi multikolinearitas

Tabel 8

Hasil Uji Regresi Berganda Data Penelitian

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Regression

13047,057

2

6523,528

204,735

0,000

Residual

7105,510

223

31,863

Total

20152,566

225

Tabel 9

Tingkat Peran Kecerdasan Emosional dan Motivasi Berprestasi Terhadap Penyesuaian Diri

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0,805

0,648

0,644

5,645

Tabel 10

Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t Variabel Kecerdasan Emosional dan Motivasi Berprestasi Terhadap Penyesuaian Diri

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std.

Error

Beta

(Constant)

22,312

4,606

4,844

0,000

Kecerdasan Emosional

0,424

0,059

0,425

7,166

0,000

Motivasi Berprestasi

0,475

0,064

0,437

7,376

0,000

204