Arc. Com. Health • juni 2017

ISSN: 2527-3620

Vol. 4 No. 1 : 86 - 96

PERILAKU DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR PADA DOSEN DI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Ida Ayu Sri Puspita Wati, Komang Ayu Kartika Sari*, Dinar Lubis

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Deteksi dini penyakit Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan melakukan medical check-up masih sangat jarang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat memerlukan reference group sebagai pedoman berperilaku sehat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap perilaku pendidik kesehatan sebagai reference group dalam melakukan medical check-up untuk deteksi dini masalah kesehatan. Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional deskriptif, dengan sampel sebanyak 57 orang dosen yang dipilih dengan teknik accidental sampling. Data terkait perilaku medical check-up dikumpulkan dengan metode pengisian angket menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan 50,88% responden telah melakukan medical check-up. Pada analisis bivariat terlihat bahwa karakteristik sosiodemografi tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku medical check-up. Pada kelompok umur lansia awal diperoleh PR=1,65, pada profesi diperoleh PR=2,03 dan pada variabel penghasilan diperoleh PR=1,69. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan perilaku medical check-up. Pada persepsi kerentanan diperoleh PR=2,21 dan PR=1,62 pada variabel cues to action. Simpulan dari penelitian ini yaitu pendidik kesehatan sebagian besar telah melakukan medical checkup. Variabel kelompok umur lansia awal, profesi, penghasilan, persepsi kerentanan dan cues to action meningkatkan kemungkinan responden untuk melakukan medical check-up.

Kata kunci : perilaku, medical check-up, penyakit tidak menular, pendidik kesehatan

ABSTRACT

Screening of non-communicable diseases (NCDs) through medical check-up is still very rarely done by the community. Communities need reference groups as guidelines for healthy behavior. Therefore, this study aimed to measure behavior of health educators as a reference group in conducting medical check-up as early detection of health problems. This study is a descriptive cross-sectional design, with 57 sample lecturers selected with accidental sampling technique. Data was collected through questionnaire and analyzed by univariate and bivariate. Study found that 50.88% of respondents had done a medical check-up. According to bivariate analysis, sociodemographic characteristics were not significantly related to the behavior of medical check-up. In early age group obtained PR = 1.65, in the profession obtained PR = 2.03 and in the income variable obtained PR = 1.69. There was no significant relationship between perceptions and behavior of medical check-up. On the perception of vulnerability obtained PR = 2.21 and PR = 1.62 on the cues to action variable. In conclusion, health educators mostly have done medical check-up. The early age group variables, profession, income, perception of vulnerability and cues to action increase the likelihood of respondents to conduct medical check-up.

Keywords: behavior, medical check-ups, non-communicable diseases, health educators

PENDAHULUAN

Kesehatan sangat penting artinya bagi kehidupan manusia yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Menurut Undang-Undang RI. No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan

setiap orang hidup secara produktif secara sosial dan ekonomi. Seseorang dapat dikatakan sehat apabila terhindar dari berbagai penyakit secara fisik dan emosional, salah satunya yaitu terhindar dari penyakit tidak menular (PTM) yang dapat menyebabkan kematian.

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang sering timbul

tanpa adanya gejala klinis. PTM merupakan penyebab kematian utama yaitu sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh dunia, di mana sekitar 29 juta (80%) terjadi di negara yang sedang berkembang (WHO, 2010).

Deteksi dini terhadap PTM perlu dilakukan agar pasien tidak datang pada saat penyakitnya sudah parah dan apabila dideteksi pada fase awal lebih mudah untuk diatasi. Medical check-up merupakan serangkaian pemeriksaan dini untuk mengetahui kondisi kesehatan seseorang. Manfaat utama dilakukannya medical checkup yaitu untuk mendeteksi gangguan kesehatan sedini mungkin dan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pengobatan selanjutnya (Sulistya, 2012).

Berdasarkan penelitian oleh Ramlan (2014), medical check-up jarang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat pada umumnya cenderung untuk mencari kelompok referensi (reference group) sebagai pedoman perilaku mereka (Notoatmodjo, 2014). Pendidik kesehatan merupakan salah satu reference group di kalangan masyarakat yang dianggap lebih tahu akan pentingnya menjaga kesehatan. Hasil wawancara informal dengan beberapa dosen di FK Unud menunjukkan bahwa mereka memperhatikan kesehatannya dengan melakukan pola hidup sehat namun masih ada dosen yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check-up untuk mendeteksi dini penyakit yang mungkin dideritanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pendidik kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam melakukan medical check-up untuk

deteksi dini masalah kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar pengembangan intervensi untuk meningkatkan perilaku medical checkup PTM pada tenaga pendidik kesehatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif cross-sectional yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK Unud) pada Bulan April-Juni 2016. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 57 orang dosen yang terdiri dari dosen Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) 22 orang, dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) 10 orang, Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) dan Pendidikan Dokter Gigi (PSPDG) masing-masing 7 orang, Program Studi Psikologi 6 orang, dan Program Studi Fisioterapi 5 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik accidental sampling pada masing-masing program studi di FK Unud dengan mempertimbangkan proporsi jumlah dosen di masing-masing program studi tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 19 poin pertanyaan. Variabel yang diteliti terdiri dari karakteristik sosiodemografis yang meliputi umur, jenis kelamin, penghasilan, profesi dan pendidikan, perilaku medical check-up, persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat, persepsi hambatan dan adanya cues to action. Analisis data dilakukan secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara perilaku medical check-up dengan variabel lainnya. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada Bulan April 2016.

HASIL DAN DISKUSI

Karakteristik sosiodemografis responden

Tabel 1 menyajikan karakteristik sosiodemografis responden dimana terlihat bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur 26-35 tahun atau

dewasa awal sebesar 57,89%, berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 70,18% dan mempunyai pendidikan S2 yaitu sebesar 71,93%. Sebagian besar respoden berasal dari program studi pendidikan dokter 57, 86% dan memiliki profesi sebagai dokter 75,44%. Distribusi penghasilan responden hampir merata yaitu sebesar 57,89% responden memiliki penghasilan sebesar ≤6 juta rupiah dan sebesar 42,11% responden memiliki penghasilan >6 juta rupiah.

Tabel 1. Karakteristik sosiodemografis responden

Karakteristik Responden (n=57)

f

%

Kelompok Umur

Dewasa awal (26-35 tahun)

33

57,89

Dewasa akhir (36-45 tahun)

16

28,07

Lansia awal (46-55 tahun)

5

8,77

Lansia akhir (>55 tahun)

3

5,26

Jenis Kelamin

Laki-laki

17

29,82

Perempuan

40

70,18

Pendidikan

S1

8

14,04

S2

41

71,93

S3

8

14,04

Profesi

Bukan dokter

14

24,56

Dokter

43

75,44

Penghasilan

Rendah (≤ 6 juta rupiah)

33

57,89

Tinggi (> 6 juta rupiah)

24

42,11

Unit Kerja

Pendidikan Dokter

22

38,60

Ilmu Keperawatan

7

12,28

Pendidikan Dokter Gigi

7

12,28

Kesehatan Masyarakat

10

17,54

Fisioterapi

5

8,77

Psikologi

6

10,53

Perilaku medical check-up dan riwayat         Tabel 2 menyajikan perilaku medical

keluarga yang menderita PTM              check-up dan riwayat keluarga responden

yang menderita PTM. Terdapat sebanyak 29 orang (50,88%) responden telah melakukan medical check-up, sedangkan 28 orang lainnya (49,12%) tidak melakukan medical check-up dalam setahun terakhir. Hal tersebut menunjukkan, dosen di FK Unud sebagai pendidik kesehatan sudah tanggap terhadap masalah kesehatan dengan melakukan medical check-up sebagai upaya deteksi dini masalah kesehatan khususnya pada PTM. Namun masih banyak yang tidak melakukan medical check-up, walaupun medical check-up sangat bermanfaat untuk deteksi dini masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada dirinya terutama penyakit-penyakit tidak menular yang biasanya tidak menimbulkan gejala.

Informasi lainnya yang disajikan pada tabel 2 dapat dilihat jenis PTM yang diperiksakan paling banyak oleh responden adalah hipertensi yaitu sebesar 75,86% responden. Menurut responden, pemeriksaan untuk deteksi dini penyakit hipertensi sangat sederhana sehingga mudah dilakukan. Selain itu seperti yang dijelaskan oleh WHO (2000), hipertensi merupakan salah satu pencetus terjadinya PTM lainnya sehingga deteksi dini yang paling banyak dilakukan pertama kali adalah pada penyakit hipertensi.

Pemeriksaan yang paling rendah dilakukan yaitu pada penyakit jantung koroner (PJK) yang hanya dilakukan oleh 20,69% responden. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Majid (2008), pemeriksaan pada penyakit jantung koroner membutuhkan peralatan khusus untuk

mendeteksi adanya kelainan pada jantung sebagai penegakan diagnosisnya. Hal tersebut menyebabkan penyakit jantung koroner masih jarang diperiksakan oleh masyarakat, begitu pula pada pendidik kesehatan.

Pada pemeriksaan medical check-up pada penyakit yang umumnya diderita oleh perempuan, jumlah responden yang melakukan medical check-up memiliki distribusi yang hampir sama karena keseriusan penyakitnya sama. Seperti dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) dan Oktaviana (2015), kanker serviks dan kanker payudara memiliki keseriusan yang sama karena dapat menyebabkan kematian sehingga pemeriksaan deteksi dini penyakit sangat membantu untuk mencegah perjalanan klinis kedua penyakit menjadi lebih parah. Pada Tabel 2 juga terdapat jenis pemeriksaan lainnya yang dilakukan responden yaitu general medical check-up, pemeriksaan asam urat, kolesterol dan urologi.

Riwayat PTM pada keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah riwayat pada keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa riwayat hipertensi merupakan riwayat penyakit yang paling banyak dimiliki oleh keluarga responden yaitu sebesar 47,37% dan yang paling sedikit adalah kanker serviks dan kanker payudara yaitu masing masing hanya sebesar 1,75%. Selain itu terdapat riwayat penyakit keluarga lainnya yang terdiri dari kanker paru, stroke, batu ginjal dan penyakit paru.

Arc. Com. Health • juni 2017

ISSN: 2527-3620

Vol. 4 No. 1 : 86 - 96

Tabel 2. Riwayat pemeriksaan PTM dan PTM yang pernah diderita oleh anggota keluarga

Riwayat PTM yang Pernah Diderita

PTM yang diperiksakan          oleh Anggota Keluarga

Jenis PTM

Tidak     Melakukan

Tidak Ada          Ada

Melakukan     f (%)

f (%)                                   f (%)                f (%)

Hipertensi

7 (24,14)       22 (75,86)              30 (52,63)            27 (47,37)

Diabetes mellitus Penyakit jantung koroner Kanker serviks Kanker

Payudara Lainnya

12 (41,38)       17 (58,62)              41 (71,93)            16 (28,07)

23 (79,31)       6 (20,69)              51 (89,47)            6 (10,53)

20 (68,97)       9 (31,03)              56 (98,25)             1  (1,75)

20 (68,97)       9 (31,03)              56 (98,25)             1  (1,75)

25 (86,21)       4 (13,79)              52 (91,23)            5 (8,77)

Persepsi Kerentanan untuk Menderita dan Keseriusan PTM

Pada Tabel 3 disajikan persepsi responden terkait kerentanan untuk menderita PTM dan keseriusan PTM. Data menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi kerentanan yang berbeda pada masing-masing individu. Sebanyak 49,12% responden memiliki persepsi bahwa mereka berisiko besar untuk menderita penyakit diabetes mellitus, diikuti oleh penyakit hipertensi sebesar 40,35% responden dan penyakit jantung koroner sebesar 29.83% responden. Jumlah responden yang menganggap risikonya besar untuk menderita kanker serviks dan kanker payudara hampir sama yaitu 15% responden untuk kanker serviks dan 12,50% responden untuk kanker payudara. Persepsi kerentanan

terhadap penyakit seseorang berbeda-beda, dimana persepsi kerentanan merupakan persepsi subjektif seseorang tentang risiko dari kondisi kesehatan dan kerentanan terhadap penyakit yang dihadapi (Strecher & Rosstrenstock, 1997).

Dari 57 responden, 41 orang atau 71,83% menyatakan bahwa PTM dapat terjadi pada dirinya di usia saat ini. Terdapat perbedaan jumlah responden yang menyatakan dirinya berisiko pada usianya masing-masing. Perbedaan jumlah responden tersebut dapat terjadi karena adanya persepsi bahwa PTM sangat mungkin terjadi pada usia saat ini. Menurut Kemenkes RI (2014), PTM tidak hanya rentan pada orang berusia lanjut tetapi juga sering terjadi pada usia produktif (15-65 tahun) seperti pada usia responden saat ini yang berada pada usia produktif.

Tabel 3 juga menyajikan penyakit yang paling banyak dianggap serius adalah hipertensi yaitu oleh 59,65% responden tetapi masih terlihat angka yang cukup tinggi pada responden yang memiliki persepsi keseriusan PTM yang rendah. Ada berbagai kemungkinan yang dapat menyebabkan

seseorang memiliki persepsi keseriusan yang rendah terhadap kondisi jika menderita PTM, salah satunya yaitu PTM biasanya sama sekali tidak menunjukkan gejala yang serius sehingga orang akan menganggap jika menderita PTM kondisinya tidak akan serius (Adhikary dalam WHO, 2000).

Tabel 3. Persepsi kerentanan dan tingkat keseriusan PTM

Jenis PTM

Persepsi Kerentanan terhadap           Tingkat Keseriusan

risiko PTM

Sangat

Besar          Kecil                    Serius     Tidak serius

Serius

f (%)            f (%)                       f (%)           f (%)

f (%)

Hipertensi Diabetes mellitus Penyakit jantung koroner Kanker serviks* Kanker

Payudara*

23 (40,35)        34 (59,65)      4 (7,02)     34 (59,65)       19 (33,33)

9         24 (42,11)       24 (42,11)

28 (49,12)        29 (50,88)

17 (29,83)        40 (70,17)          9         23 (40,35)       25 (43,48)

(15,79)

9         13 (32,50)       18 (45,00)

6 (15,00)        34 (85,00)

9         13 (32,50)       18 (45,00)

5 (12,50)        35 (87,50)

*) Hanya dijawab oleh responden perempuan Persepsi manfaat dan hambatan dalam melakukan medical check-up

Dari hasil pengisian kuesioner, seluruh responden baik yang melakukan maupun tidak melakukan medical check-up memiliki persepsi bahwa medical check-up bermanfaat sebagai upaya deteksi dini PTM dan efektif dalam mencegah terjadinya perjalanan penyakit, dimana lebih dari 90% responden menyatakan bahwa medical checkup efektif untuk mencegah perjalanan penyakit pada masing-masing PTM. Data ini menunjukkan bahwa sebagai pendidik

kesehatan, responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai perjalanan penyakit dan cara menanggulanginya.

Dari 28 orang responden yang tidak melakukan medical check-up, 22 responden (78,57%) menyatakan bahwa keterbatasan waktu adalah hambatan untuk melakukan medical check-up. Sebagai pendidik kesehatan, responden tidak memiliki banyak waktu luang karena kesibukannya dalam melaksanakan tugas sebagai dosen. Selain itu, kebanyakan responden memiliki profesi lainnya seperti dokter, perawat, psikolog, fisioterapis, pengusaha dan lainnya, yang

dilakukan setelah menyelesaikan tugasnya sebagai dosen di FK Unud. Hal tersebut menyebabkan responden kesulitan dalam meluangkan waktu untuk melakukan medical check-up. Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian oleh Ramlan (2014) yang menyebutkan bahwa apabila persepsi hambatan untuk melakukan perilaku sehat tinggi maka perilaku sehat tidak akan dilakukan.

Cues to action dalam melakukan medical check-up

Adapun cues to action atau pencetus untuk melakukan medical check-up adalah memiliki teman yang menderita PTM yaitu sebesar 64,91% dan 21,62% diantaranya memiliki kondisi yang sudah parah. Dari seluruh responden yang memiliki teman menderita PTM, sebesar 67,57% menyatakan kondisi teman/orang terdekat berpengaruh bagi dirinya. Selain kondisi teman/orang terdekat, saran tenaga medis bisa menjadi faktor pencetus bagi responden untuk melakukan medical check-up dimana dari 57 responden terdapat 33 orang atau 57,89% yang mendapat saran dari tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan medical checkup pada PTM. Saran dari tenaga medis biasanya mempertimbangkan kondisi kesehatan pasien sesuai dengan kerentanannya untuk menderita suatu penyakit.

Hubungan perilaku medical check-up responden dengan karakteristik sosiodemografis

Tabel 4 menunjukkan hubungan karakteristik responden dengan perilaku medical check-up. Tabel ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel

karakteristik yang berhubungan degan perilaku medical check-up responden. Namun, jika dilihat dari angka rasio proporsi pada kelompok umur lansia awal ditemukan PR=1,65, 95%CI: 0,55 – 4,93, yang berarti kelompok umur lansia awal meningkatkan peluang untuk melakukan medical check-up 1,65 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur dewasa awal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eke et al. (2012) yang menyebutkan bahwa kelompok umur dominan yang melakukan medical check-up adalah pada umur 30-49 tahun. Rentang umur pada penelitian ini yaitu pada dewasa akhir dan lansia awal termasuk ke dalam rentang umur tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Serrano MM et al. (2000), menunjukkan bahwa pengaruh usia pada perilaku medical check-up kemungkinan terkait dengan adanya peningkatan tingkat kerentanan penyakit seiring dengan meningkatnya usia sehingga medical check-up lebih banyak dilakukan oleh orang yang berusia dewasa dan lansia.

Pada variabel profesi diperoleh PR=2,03 95%CI: 0,70 – 5,84 yang berarti responden dengan profesi sebagai dokter meningkatkan peluang untuk melakukan medical check-up 2,03 kali lebih besar dibandingkan responden dengan profesi bukan dokter. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang berlatar belakang pendidikan dari bidang kesehatan akan lebih tanggap terhadap kesehatannya sehingga cenderung melakukan deteksi dini.

Pada variabel penghasilan, responden yang memiliki penghasilan tinggi meningkatkan peluang untuk melakukan medical check-up 1,69 kali lebih besar daripada

responden yang memiliki penghasilan rendah dimana nilai PR=1,69, 95%CI: 0,81 – 3,15. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Ramlan (2014) yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan ekonomi akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan termasuk pada pelayanan medical

check-up. Penelitian yang dilakukan oleh Serrano MM, et.al. (2000) juga menjelaskan bahwa adanya peningkatan tingkat pendapatan pada mereka yang berusia lebih tinggi akan memungkinkan untuk melakukan medical check-up.

Tabel 4. Perilaku medical check-up responden berdasarkan karakteristik sosiodemografis

Karakteristik Responden

Perilaku medical check-up

PR

95% CI

p

Tidak Melakukan f (%)

Melakukan f (%)

Kelompok Umur

Dewasa awal

17 (51,52)

16 (48,48)

Ref

Dewasa akhir

7 (43,75)

9 (56,25)

1,16

0,51 – 2,62

0,72

Lansia awal

1  (20,00)

4 (80,00)

1,65

0,55 – 4,93

0,37

Lansia akhir

3 (100)

0  (0)

1,29

0,99

Jenis Kelamin

Laki-laki

8 (47,06)

9 (52,94)

Ref

Perempuan

20 (50,00)

20 (50,00)

0,94

0,43 – 2,01

0,88

Pendidikan

Rendah

4 (50,00)

4 (50,00)

Ref

Tinggi

24 (48,98)

25 (51,02)

1,02

0,35 – 2,93

0,97

Profesi

Bukan dokter

1 (71,43)

4 (28,57)

Ref

Dokter

18 (41,86)

25 (58,14)

2,03

0,70 – 5,84

0,18

Penghasilan

Rendah

20 (60,61)

13 (39,39)

Ref

Tinggi

8 (33,33)

16 (66,67)

1,69

0,81 – 3,15

0,15

Hubungan perilaku medical check-up            Pada Tabel 9 terlihat bahwa

responden dengan riwayat keluarga dan

persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi                                      cues to action, dan riwayat keluarga tidak

adanya perilaku sehat terutama dalam upaya terhindar dari penyakit.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa cues to action memiliki nilai PR=1,62, 95%CI: 0,66 – 4,0 yang berarti responden yang mendapat saran dan tanda untuk bertindak meningkatkan peluang untuk melakukan medical check-up 1,62 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak mendapat pencetus untuk bertindak. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rosenstock dalam Strecher & Rosenstock, (1997) yaitu adanya pencetus dalam bertindak akan menyebabkan seseorang untuk bergerak ke arah perilaku pencegahan. Pada penelitian oleh Nugraha & Nurhayati (2011), variabel cues to action memiliki keterlibatan terhadap pasien untuk menentukan perilaku yang diambilnya.


berhubungan secara statistik dengan perilaku medical check-up. Walaupun tidak behubungan secara statistik, semua variabel memiliki peluang untuk meningkatkan perilaku responden dalam melakukan medical check-up dilihat dari nilai PR pada masing-masing variabel. Nilai PR terbesar adalah pada variabel persepsi kerentanan dan cues to action.

Pada persepsi kerentanan diperoleh nilai PR=2,21, 95%CI: 0,84 – 5,8 yang berarti responden dengan persepsi rentan terhadap PTM meningkatkan peluang untuk melakukan medical check-up 2,21 kali lebih besar dibandingkan dengan responden dengan persepsi tidak rentan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Abraham & Sheeran (2005), bahwa apabila persepsi kerentanan terhadap penyakit tinggi maka perilaku sehat yang dilakukan seseorang juga tinggi. Kerentanan terhadap penyakit mendorong Tabel 5. Perilaku medical check-up pendidik kesehatan berdasarkan riwayat keluarga dan persepsi

Perilaku Medical Check-up

Variabel

Tidak

Melakukan f (%)

Melakukan f (%)

PR

95% CI

P

Persepsi

Kerentanan

Tidak Rentan

Rentan

13 (72,22)

15 (38,46)

5 (27,78)

24 (61,54)

Ref

2,21

0,84 – 5,8

0,1

Persepi Keseriusan

Tidak Serius

Serius

7 (53,85)

21 (47,73)

6 (46,15)

23 (52,27)

Ref

1,13

0,46 – 2,78

0,78

Cues to

Action

Tidak Ada Ada

11 (64,71)

17 (42,50)

6 (35,29)

23 (57,50)

Ref

1,62

0,66 – 4,0

0,28

Riwayat Keluarga Tidak ada Ada


11 (52,38)       10 (47,62)       Ref

17 (47,22)       19 (52,78)       1,10    0,51 – 2,38      0,79

KESIMPULAN

Sebanyak 50,88% dosen di FK Unud sebagai pendidik kesehatan sudah melakukan medical check-up sebagai upaya deteksi dini masalah kesehatan khususnya pada PTM, sedangkan sebanyak 49,12% dosen belum melakukan medical check-up.

Perilaku medical check-up pada pendidik kesehatan dilihat berdasarkan karakteristik sosiodemografi yaitu kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, profesi dan penghasilan. Dari keempat variabel tersebut tidak ada yang berhubungan secara statistik dengan perilaku medical check-up namun variabel kelompok umur (PR=1,65), profesi (PR=2,03) dan penghasilan (PR=1,62) berpeluang meningkatkan perilaku responden dalam melakukan medical checkup.

Perilaku medical check-up juga dilihat berdasarkan riwayat keluarga dan persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, cues to action, dan riwayat keluarga. Dari semua variabel tersebut tidak ada yang berhubungan secara statistik terhadap perilaku medical check-up. Walaupun tidak bermakna secara statistik, semua variabel berpeluang meningkatkan perilaku responden dalam melakukan medical checkup.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, C., & Sheeran, P. (2005). The

Health Belief Model. In M. Conner & P. Norman   (Eds.),   Predicting   Health

Behaviour  (Second  Edi, pp.  28–80).

London:   Open  University   Press.

Available:   https://books.google.co.id/

books?id=YjvuX4Q9s_wC&pg=PA28&h l=id&source=gbs_toc_r&cad=3#v=onepa ge&q&f=false

Eke, C., et.al. (2012). Perception and Practice of Periodic Medical check-up by Traders in South East Nigeria. Afrimedic Journal, 3(2),          24–29.          Available:

http://www.ajol.info/index.

php/afrij/article/view/86577

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Umum Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (1st ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Majid, A. (2008). Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. Medan.

Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Oktaviana, M. N. (2015). Hubungan Antara Persepsi Kerentanan Individu, Keseriusan Penyakit, Manfaat dan Hambatan dengan Penggunaan Skrining Inspeksi Visual Asam Asetat Pada wanita Usia Subur. Universitas Sebelas Maret.

Ramlan, E. (2014).Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan atau Medical Check Up

(MCU) untuk Kesehatan Perorangan. Available:  http://ediramlan.web.ugm.

ac.id/?p=36

Sari, I. S. (2013). Hubungan Persepsi tentang Kanker Serviks dengan Sikap Melakukan Deteksi Dini Inspeksi Asam Asetat pada Ibu di Dusun Ringinsari Bokoharjo Prambanan Kabupaten Sleman. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah. Retrieved from http://opac.say.ac.id/1422/1/Naskah Publikasi Indah Septiana Sari.pdf

Strecher, V. J., & Rosenstock, I. M. (1997). The Health Belief Model. In A. Baum, S. Newman, J. Weinman, R. West, & C. McManus (Eds.), Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (pp. 113– 121). United Kingdom: Cambridge University      Press.      Available:

https://books.google.co.id/books?hl=id &lr=&id=zVh30FrAuDsC&oi=fnd&pg= PA113&dq=Rosenstock,+I.+(1974).+Hist orical+Origins+of+the+Health+Belief+M odel.+Health+Education+Monographs. &ots=Ik6VkwyLur&sig=imiZxfwdKOn b4ItqhaEa_nf81sc&redir_esc=y#v=onep age&q&f=false

Sulistya, A. B. (2012). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Pemanfaatan Layanan Medical Check-Up Di RSPAD Gatot Subroto Tahun 2011. Tesis Universitas Indonesia.

WHO. (2000). Ringkasan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular, Pendekatan    WHO    STEPwise,

Noncommunicable Diseases and Mental Health. Geneva.

96