Peran harga diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku asertif mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Pendidikan, 134-144
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607
Peran harga diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku asertif mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Desak Putu Sinta Mahadewi dan I Gusti Ayu Diah Fridari Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Perilaku asertif merupakan perilaku individu dalam mengekspresikan perasaan yang ada dalam pikirannya secara tegas dan jujur namun tanpa menyakiti perasaan orang lain. Perilaku asertif penting bagi individu dalam berkomunikasi guna tercapainya hubungan interpersonal yang harmonis. Faktor internal yang dapat memengaruhi munculnya perilaku asertif pada individu adalah harga diri yaitu penilaian terhadap diri serta kemampuan untuk mengelola emosi secara adaptif. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peran harga diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku asertif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 120 orang yang merupakan mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku asertif, skala harga diri, dan skala kecerdasan emosional. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,536, nilai koefisien determinasi sebesar 0,287 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0.05) dengan koefisien beta terstandarisasi pada variabel harga diri sebesar 0,390 dan kecerdasan emosional sebesar 0,267. Hasil tersebut menunjukkan bahwa harga diri dan kecerdasan emosional secara bersama-sama berperan dalam meningkatkan perilaku asertif pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Kata Kunci: Harga diri, kecerdasan emosional, mahasiswa, perilaku asertif
Abstract
Assertive behavior is individuals’ expression behavior in expressing the feelings of their minds in firm and honest way without hurting the others feelings. This assertive behavior is important for every individual especially in communication in order to achieve harmonious interpersonal relationships. Internal factors that can influence the emergence of assertive behavior in individuals is self-esteem which is the way of induvidual assess themselves and their ability to manage emotions adaptively. This study applied a quantitative method with the aimed of finding out the role of self-esteem and emotional intelligence on assertive behavior. There were 120 people as the subject of this study. The subjects were active students in Medical Faculty Udayana University. The instruments used in this study were the scale of assertive behavior, self-esteem scale, and emotional intelligence scale. Multiple regression technique was used in analyzing the data. The result of multiple regression shows that regression coefficient is 0.536, determination coefficient is 0.287 and significance value is 0.000 (p <0.05) with standardized beta coefficient on self-esteem variable of 0.390 and emotional intelligence of 0.267. That result indicates that both self-esteem and emotional intelligence play a role in improving assertive behavior in the students of Medical Faculty Udayana University.
Keywords: Assertive behavior, emotional intelligence, self-esteem, student
LATAR BELAKANG
Mahasiswa dikatakan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali sarat dengan berbagai predikat (Sadli, 2012). Mahasiswa yang menuntut ilmu baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta memiliki kewajiban untuk mengikuti kegiatan perkuliahan agar dapat lulus dan memperoleh gelar yang sesuai dengan jurusan yang ada. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu komponen penting dalam penyampaian materi dan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terkait materi tersebut (Forest dan Altbach, 2007). Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di tingkat perguruan tinggi memiliki perbedaan dengan tingkat pendidikan lainnya, seorang mahasiswa diharapkan dapat ikut aktif dalam kegiatan belajar mengajar tersebut agar tercapainya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Mahasiswa juga diharapkan dapat berpikir kritis terkait dengan apa yang disampaikan oleh pengajar (Suparni, 2018).
Keaktifan mahasiswa yang paling mudah dilihat adalah saat melakukan kegiatan diskusi. Kegiatan diskusi biasanya dilakukan baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan organisasi mahasiswa. Salah satu fakultas di lingkungan Universitas Udayana yang secara konsisten menggunakan diskusi sebagai metode pengajaran adalah Fakultas Kedokteran (www.hmkufkunud.com). Pada kegiatan diskusi tersebut, mahasiswa diharapkan dapat menyampaikan pendapat sesuai dengan topik diskusi untuk mencapai suatu kesepakatan atau pemecahan suatu masalah. Mahasiswa harus memiliki kemampuan berbicara yang baik dan juga disertai dengan wawasan yang luas terkait dengan topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataanya tidak semua mahasiswa yang memiliki pengetahuan luas dapat menyampaikan pendapatnya dengan leluasa (Siska, Soedardjo, dan Purnamaningsih, 2003).
Kemampuan untuk menyampaikan pendapat yang sesuai dengan isi hati seseorang dapat disebut dengan perilaku asertif. Perilaku asertif ini tidak hanya diperlukan di dalam kegiatan diskusi maupun perkuliahan, dalam kehidupan sehari-hari setiap individu seharusnya dapat menyampaikan pendapat sesuai dengan isi hatinya yang sebenarnya. Menurut Rees dan Graham (1991), perilaku asertif adalah perilaku yang memungkinkan seseorang menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya agar mendapat hasil yang diinginkan, dengan tetap dapat mempertahankan harga diri yang berarti dalam penyampaian pendapat tersebut individu tidak akan merasa rendah diri atau merasa tidak berhak dalam mengemukakan pendapat, selain itu berperilaku asertif juga harus tetap dapat menghormati pendapat orang lain.
Perilaku asertif pada mahasiswa tidak hanya terkait dengan kegiatan belajar mengajar atau diskusi saja, perilaku asertif yang dimaksudkan juga termasuk bagaimana cara seorang mahasiswa dapat menolak permintaan seseorang yang mengakibatkan kerugian padanya serta menyampaikan keinginan yang dimiliki dengan jujur. Perilaku asertif pada
mahasiswa dapat dilihat dari interaksinya dengan individu lain dalam kegiatan sehari-hari, contohnya adalah ketika seorang mahasiswa dapat menolak suatu permintaan tanpa merasa bersalah dan tanpa melukai perasaan orang lain maka mahasiswa tersebut dapat dikatakan sudah berperilaku asertif. Mahasiswa harus dapat membuat prioritas terkait dengan kegiatan yang lebih penting dilakukan dan kegiatan yang dapat ditunda lebih dulu. Namun remaja yang memiliki hubungan lekat dengan teman sebaya akan kesulitan untuk melakukan penolakan karena adanya rasa khawatir akan ditinggalkan atau diucilkan (Mahadewi, 2019).
Pada kenyataannya tidak semua mahasiswa dapat menyampaikan pendapatnya dengan cara yang benar. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, didapatkan hasil bahwa dari 30 orang subjek yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Udayana terdapat 33,33% mahasiswa yang memiliki tingkat perilaku asertif yang rendah, 56,66% memiliki tingkat perilaku asertif sedang, dan 10% sisanya memiliki tingkat perilaku asertif yang tinggi. Setelah dilakukannya wawancara lebih lanjut subjek yang merupakan mahasiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana menjelaskan bahwa sering merasa kesulitan ketika harus menolak ajakan teman walaupun pada saat itu subjek memiliki kesibukan lainnya. Subjek menjelaskan bahwa memiliki rasa kecemasan akan ditinggalkan atau tidak akan menerima ajakan lagi dari teman tersebut apabila subjek menolak pada saat itu. Subjek lain mengungkapkan bahwa akan timbul rasa bersalah ketika menolak permintaan dari teman baik itu permintaan tolong maupun ajakan untuk bepergian. Subjek mengungkapkan akan lebih sulit menolak terhadap teman atau individu yang menurut subjek kurang dekat dengannya.
Tingkat perilaku asertif tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan terdapat perbedaan pada masing-masing individu. Menurut Lioyd (1991) ada lima faktor yang dapat memengaruhi perilaku asertif diantaranya adalah jenis kelamin, harga diri, tingkat pendidikan, tipe kepribadian, kebudayaan, dan lingkungan sekitar. Pendapat tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyani dan Mudaim (2017) yang memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dan harga diri.
Harga diri merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang meliputi penilaian positif maupun penilaian negatif (Ghufron dan Risnawati, 2010). Seperti apa individu dalam menilai dirinya sendiri maka hasil penilaian tersebut akan memengaruhi perilaku dalam kehidupannya. Ketika seseorang memiliki harga diri yang positif orang tersebut cenderung akan lebih mudah untuk menerima kritik. Individu yang memiliki harga diri yang positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri sebagaimana adanya, serta tidak cepat menyalahkandirinya atas kekurangan dan ketidak sempurnaan dirinya, ia selalu merasa puas dan bangga dengan hasil karyanya sendiri dan selalu percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan (Santrock, 2007).
Individu dengan harga diri yang baik akan memiliki toleransi dan penghargaan yang sama terhadap semua orang (Minchinton, 1993). Ketika individu dapat menghargai orang
lain maka individu tersebut menyadari adanya kesetaraan dalam hubungan interpersonal sehingga individu dapat berperilaku asertif. Harga diri membuat individu tidak memaksakan kehendak atau nilai-nilai kepada orang lain karena individu tersebut tidak membutuhkan penerimaan dari orang tersebut agar merasa dirinya berharga (Khalid, 2011). Ketika berpendapat individu akan mengemukakan pendapatnya secara leluasa tanpa memaksakan orang lain agar memiliki pendapat yang sama dengan dirinya, hal ini dapat memudahkan individu untuk berperilaku asertif karena tidak merasakan kekhawatiran sosial yang berlebihan.
Selain harga diri, faktor lain yang dapat berperan terhadap perilaku asertif mahasiswa adalah kecerdasan emosional, pernyataan tersebut didukung oleh penelitian dari Widyaningrum (2013) yang menyatakan adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku asertif remaja akhir yang termasuk mahasiswa di dalamnya. Penelitian tersebut menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,769 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dan kecerdasan emosional dalam penelitian tersebut. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah akan memperlihatkan emosi yang meledak-ledak, rendahnya toleransi terhadap rasa frustrasi, kurang mampu dalam memecahkan masalah dan kurang mampu menerima kritik.
Kecerdasan emosional yang baik dapat membantu individu ketika melakukan hal yang berkaitan dengan penyampaian pendapat, individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan dapat mengemukakan pendapat dengan tetap menghargai pendapat orang lain (Widyaningrum, 2013). Selain itu, individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam pergaulan dapat meredam emosinya dan dapat berperilaku asertif pada orang di lingkungan sekitarnya, hal tersebut akan menciptakan suatu hubungan yang baik dan tanpa menyakiti salah satu pihak. Perilaku asertif itu sendiri akan menjadi lebih baik apabila individu itu sendiri memiliki kecerdasan emosional yang baik pula. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan mampu mengendalikan emosinya sendiri (Goleman, 1999).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dilihat bahwa harga diri dan kecerdasan emosional memiliki peran terhadap perilaku asertif sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan “Peran Harga Diri dan Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Asertif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana”.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dari variabel bebas dan variabel terikat. Terdapat dua variabel bebas yaitu harga diri dan kecerdasan emosional sedangkan variabel terikat adalah perilaku asertif. Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
Perilaku Asertif
Perilaku asertif dalam penelitian ini adalah perilaku yang dimiliki oleh individu dalam mengatakan pendapatnya dan
tetap memikirkan perasaan dan menghormati lawan bicaranya. Variabel perilaku asertif diukur dengan skala perilaku asertif. Skala ini disusun berdasarkan empat aspek, yaitu mendukung kesetaraan dalam hubungan interpersonal, bertindak sesuai kepentingan dan minat, mampu mempertahankan hak-hak pribadi, dan mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf perilaku asertif yang dimiliki subjek.
Harga diri
Harga diri pada penelitian ini adalah penilaian dan pandangan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan kemampuan dan perilaku individu itu sendiri secara apa adanya. Variabel harga diri diukur dengan skala harga diri. Skala ini disusun berdasarkan empat aspek, yaitu kekuatan (power), keberartian (significance), kebajikan (virtue) dan kemampuan (competence). Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf harga diri yang dimiliki subjek.
Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional pada penelitian ini adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran untuk mengambil keputusan yang terbaik. Variabel kecerdasan emosional diukur dengan skala kecerdasan emosional. Skala ini disusun berdasarkan empat aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, dan mengenali emosi orang lain. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf kecerdasan emosional yang dimiliki subjek.
Responden
Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rentang usia 18-22 tahun yang berdmisili di Bali.
Teknik yang digunakan dalam mengambil data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus dari Green (dalam Field, 2009) yaitu 104+k, diperoleh jumlah minimum sampel sebanyak 106 (k = jumlah variabel bebas). Ditentukan jumlah minimum subjek sebanyak 106 orang dan peneliti menyebarkan skala sebanyak 120 skala dengan jumlah skala valid sebanyak 120 skala.
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksakaan mulai tangga 10 November 2018 sampai dengan 24 November 2018 bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Alat Ukur
Alat ukur penelitian menggunakan tiga skala yaitu skala perilaku asertif, skala harga diri, dan skala kecerdasan emosional. Skala perilaku asertif merupakan skala adaptasi dari Widyaningrum (2013) yang mengambil aspek berdasarkan aspek dari Alberti dam Emmons (2002). Skala harga diri merupakan skala modifikasi dari Hidayati (2016) dengan tambahan dari peneliti berdasarkan aspek dari Coopersmith (1967) dan skala kecerdasan emosional mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Goleman (1999) yang dibuat oleh peneliti.
Alternatif jawaban dari skala perilaku asertif, harga diri, dan kecerdasan emosional peneliti menggunakan alat ukur
berdasarkan skala likert yang disajikan dalam bentuk pernyataan yang favorable dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban yang terdiri dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Instrumen dikatakan valid apabila alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut valid. Valid berarti instrumen tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Sugiyono (2016) mengemukakan bahwa validitas instrumen berarti alat ukur yang digunakan untuk mengukur data tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstrak. Uji validitas isi pada alat ukur penelitian ini dilakukan melalui penilaian ahli atau professional judgment yang dilakukan oleh dosen psikologi yaitu Ibu I Gusti Ayu Diah Fridari selaku dosen pembimbing. Proses pengujian validitas dilakukan dengan melakukan seleksi pada aitem-aitem skala berdasarkan korelasi aitem-total. Menurut Cronbach, koefisien korelasi aitem-total sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 dianggap sudah memadai.
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dan kecermatan pengukuran (Azwar, 2016). Suatu hasil pengukuran dikatakan reliabel apabila skor yang diperoleh tidak menghasilkan error. Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai Alpha Cronbach. Menurut Azwar (2016), reliabilitas skala dapat dikatakan cukup baik bila memiliki nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,60. Semakin tinggi nilai koefisien reliabilitas dari suatu skala, maka skala tersebut semakin reliabel.
Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2018 sampai dengan 2 November 2018 yang bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Uji validitas dilakukan pada skala perilaku asertif yang terdiri dari 70 aitem, dan menghasilkan 45 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,301 sampai dengan 0,725. Pengujian reliabilitas skala perilaku asertif dengan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,942. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 94,20% variasi yang terjadi pada skor murni subjek terkait sehingga alat ukur dinyatakan layak digunakan untuk mengukur atribut perilaku asertif.
Uji validitas dilakukan pada skala harga diri yang terdiri dari 30 aitem, dan menghasilkan 14 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,303 sampai dengan 0,468. Hasil uji reliabilitas skala harga diri dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien alpha adalah 0,778. Koefisien alpha 0,778 menjelaskan bahwa skala harga diri mampu mencerminkan 77,80% variasi yang terjadi pada skor murni subjek terkait sehingga alat ukur dinyatakan layak digunakan untuk mengukur atribut harga diri.
Uji validitas dilakukan pada skala kecerdasan emosional yang terdiri dari 30 aitem, dan menghasilkan 24 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,322 sampai dengan 0,711. Pengujian reliabilitas skala kecerdasan emosional dengan teknik Alpha
Cronbach menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,872. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 87,20% variasi yang terjadi pada skor murni subjek terkait sehingga alat ukur dinyatakan layak digunakan untuk mengukur atribut kecerdasan emosional.
Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan uji hipotesis data penelitian harus menlakukan uji asumsi terlebih dahulu. Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji linieritas serta uji multikolinieritas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji Compare Means, dan uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance. Ketika uji asumsi telah terpenuhi dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan software SPSS versi 22.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan data hasil penelitian, subjek berjumlah 120 orang. Subjek berjenis kelamin perempuan sejumlah 98 orang dan berjenis kelamin laki-laki sejumlah 22 orang. Mayoritas subjek berusia 20 tahun dan berasal dari program studi kesehatan masyarakat.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi penelitian variable perilaku asertif, harga diri, dan kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa perilaku asertif memiliki mean teoritis sebesar 112,50 dan mean empiris sebesar 144,24. Perbedaan mean empiris dan mean teoretis variabel perilaku asertif sebesar 8,68 dengan nilai t sebesar 32,019 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoretis. Mean empiris yang diperoleh lebih besar dari mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf perilaku asertif yang tinggi. Berdasarkan penyebaran frekuensi, dihasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 115-170.
Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa harga diri memiliki mean teoritis sebesar 35,00 dan mean empiris sebesar 40,47. Perbedaan mean empiris dan mean teoretis variabel harga diri sebesar 5,47 dengan nilai t sebesar 13,214 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoretis. Mean empiris yang diperoleh lebih besar dari mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf harga diri yang tinggi.Berdasarkan penyebaran frekuensi, dihasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 30-52.
Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki mean teoritis sebesar 60,00 dan mean empiris sebesar 69,36. Perbedaan mean empiris dan
mean teoretis variabel kecerdasan emosional sebesar 9,36 dengan nilai t sebesar 18,171 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoretis. Mean empiris yang diperoleh lebih besar dari mean teoretis (mean empiris > mean teoretis) menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf kecerdasan emosional yang tinggi. Berdasarkan penyebaran frekuensi, dihasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 5782.
Uji Asumsi
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data ketiga variabel memiliki distribusi yang normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov. Data dalam penelitian dikatakan berdistribusi normal apabila memiliki nilai p atau probabilitas lebih besar dari 0,05, sedangkan data dikatakan tidak berdistribusi normal apabila nilai p lebih kecil daripada 0,05 (Azwar, 2016). Tabel 2 (terlampir) menujukkan bahwa ketiga variabel dalam penilitian ini berdistribusi normal. Data pada variabel perilaku asertif berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,079 dan signifikansi 0,064 (p>0,05). data pada variabel harga diri berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,078 dan signifikansi 0,069 (p>0,05). data pada variabel kecerdasan emosional berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,063 dan signifikansi 0,200 (p>0,05).
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang linear antara kedua variabel penelitian. Uji linearitas data dilakukan dengan menggunakan analisis compare mean, lalu menggunakan test of linearity. Hubungan antara dua variabel dikatakan linear apabila nilai signifikansi pada linearity lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan deviation from linearity di atas 0,05 (p>0,05) (Priyanto, 2012).Hasil uji linearitas pada tabel 3 (terlampir) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel perilaku asertif dan variabel harga diri dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05) dan signifikansi deviation of linearity 0,506 (p>0,05). Sedangkan perilaku asertif dan kecerdasan emosional memiliki hubungan yang linear dengan signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05) dan signifikansi deviation of linearity 0,115 (p>0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linear antara perilaku asertif dengan harga diri serta perilaku asertif dengan kecerdasan emosional.
Identifikasi multikolinearitas dapat diketahui dari nilai tolerance atau Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas dalam penelitian (Field, 2009). Hasil uji multikolinearitas yang ditunjukkan pada tabel 4 (terlampir) menunjukkan bahwa variabel harga diri dan kecerdasan emosional memiliki nilai tolerance sebesar 0,907 dan nilai VIF sebesar 1,103, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas dalam penelitian.
Uji Hipotesis
Hasil uji regresi berganda pada tabel 5 (terlampir) menunjukkan F hitung sebesar 23,559 dan signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05). Dengan demikian, model regresi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku asertif. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa harga diri dan kecerdasan emosional secara bersama-sama berperan terhadap perilaku asertif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hasil uji regresi berganda dapat digunakan untuk melihat besar peranan harga diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku asertif. Berdasarkan tabel 6 (terlampir) hasil uji regresi berganda menunjukkan koefisien regresi R sebesar 0,536 dan koefisien determinasi (R square) sebesar 0,287. Maka dapat disimpulkan bahwa harga diri dan kecerdasan emosional secara bersama-sama menentukan 28,7% taraf perilaku asertif, sedangkan 71,3% ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil uji regresi berganda juga dieroleh hasil uji hipotesis minor untuk menganalisis peran harga diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku asertif secara terpisah. Hasil uji regresi berganda pada tabel 7 (terlampir) menunjukkan bahwa harga diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,390, nilai t sebesar 4,762 dan signifikansi 0,000 (p<0,05), sehingga harga diri berperan secara signifikan terhadap perilaku asertif. Sedangkan kecerdasan emosional memiliki koefisien beta yang terstandarisasi sebesar 0,267, nilai t sebesar 3,256 dan signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05) sehingga kecerdasan emosional berperan secara signifikan terhadap perilaku asertif.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa terdapat peran harga diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku asertif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas udayana yang artinya bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hipotesis diterima karena dilihat dari hasil nilai koefisien R sebesar 0,538 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,05). Variabel harga diri dan kecerdasan emosional secara bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 28,7% terhadap variabel perilaku asertif sedangkan 62,3% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini..
Koefisien beta terstandarisasi dari variabel harga diri adalah sebesar 0,390 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), hal tersebut berarti harga diri memiliki peran dalam meningkatkan tingkat perilaku asertif. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitan yang telah dilakukan oleh Firdaus (2015) pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana dengan 100 orang subjek. Firdaus (2015) mengungkapkan bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut akan lebih mudah untuk menunjukkan perilaku yang asertif. Penelitian lain juga menghasilkan hasil yang serupa, Cahyani dan Mudaim (2017) mengungkapkan bahwa munculnya perilaku asertif pada remaja karena adanya penghargaan diri yang positif terhadap dirinya yang dapat menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan sangat berharga untuk dirinya sendiri.
Harga diri merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Sandha, Hartati, dan Fauziah, 2012). Harga diri berkaitan dengan bagaimana orang menilai dirinya yang akan memengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari (Tambunan, 2001). Individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan lebih mudah dalam mengungkapkan pendapat (Hapsari dan Retnaningsih, 2007). Hal tersebut dikarenakan individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan memiliki kekhawatiran yang rendah terhadap respon sosial yang ia terima (Rosita, 2011).
Ketika mahasiswa dapat mengungkapkan pendapat dengan jujur dan apa adanya maka mahasiswa tersebut dapat berperilaku asertif. Harga diri dapat memengaruhi bagaimana cara individu berkomunikasi (Firdaus, 2015). Individu yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan dapat melakukan berbagai bentuk perilaku asertif seperti melakukan penolakan dan mempertahankan hak tanpa harus melukai perasaan orang lain. Perilaku asertif merupakan ungkapan yang secara tegas dan tidak dibuat buat serta tetap menghargai kepentingan orang lain. Perilaku ini mampu mengkomunikasikan kesan respek kepada diri sendiri dan orang lain sehingga dapat memandang keinginan, kebutuhan, dan hak kita sama dengan keinginan, kebutuhan, dan hak orang lain atau bisa diartikan juga sebagai gaya wajar yang tidak lebih dari sikap langsung, jujur, dan penuh dengan respek saat berinteraksi dengan orang lain (Cahyani dan Mudaim, 2017).
Variabel bebas kedua dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional. Variabel kecerdasan emosional memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,267 dan taraf signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05) yang artinya kecerdasan emosional berperan dalam meningkatkan tingkat perilaku asertif. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Prayuhana (2008). Penelitian tersebut dilakukan dengan jumlah subjek sebanyak 136 siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang yang menghasilkan hasil regresi dengan nilai R= 0,6662. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan perilaku asertif.
Kecerdasan emosional dapat membantu individu untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan saat berhubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Individu yang dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya akan menunjukkan perilaku yang positif dalam berinteraksi. Ketika individu dapat memelihara hubungan interpersonal dengan baik maka mereka akan berusaha melakukan perilaku yang tidak merugikan individu yang ada di lingkungan sosialnya (Widyanigrum, 2013).
Salah satu aspek dari kecerdasan emosional menurut Salovey (dalam Goleman, 1999) adalah membina hubungan dengan orang lain. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu yang terampil dalam berkomunikasi akan dapat menyadiri diperlukannya kesetaran dalam hubungan
interpersonal sehingga akan timbul rasa saling menghargai agar hubungan tersebut dapat berhasil. Mubayidh (2006) mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, di mana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. Ketika individu memiliki kecerdasan emosional yang baik maka individu dapat mengenali emosi orang lain sehingga ketika harus menyampaikan pendapat sebisa mungkin tidak akan melukai perasaan orang lain. Individu yang dapat menyampaikan isi hati secara jujur dan apa adanya tanpa melukai perasaan orang lain adalah individu yang memiliki perilaku asertif (Alberti dan Emmons, 2002).
Faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang mungkin berperan dalam munculnya perilaku asertif adalah pola asuh orang tua. Pola asuh orangtua sangat berpengaruh terhadap perilaku yang akan ditunjukkan oleh anak. Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter akan menyebabkan anak kesulitan dalam menyampaikan pendapat. Sedangkan orangtua dengan pola asuh lebih terbuka seperti pola asuh otoritatif akan menyebabkan anak lebih nyaman untuk mengungkapkan pendapat dan perasaannya secara jujur tua (Alberti dan Emmons, 2002). Selain pola asuh orang tua faktor berikutnya yang berperan adalah tingkat pendidikan individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makan semakin luas wawasan yang dimiliki sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka (Alberti dan Emmons, 2002). Ketika individu terbuka dengan dirinya sendiri maka individu akan lebih mudah untuk menyampaikan perasaan yang ia rasakan pada saat itu
Berdasarkan hasil kategorisasi variabel harga diri subjek menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki harga diri yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas mahasiswa bangga dengan hasil kerjanya, bertindak mandiri, mudah menerima tanggung jawab, mengatasi prestasi dengan baik dan menanggapi tantangan baru dengan antusias (Clemes dan Bean, 2001). Hal yang menyebabkan tingginya harga diri pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dikarenakan adanya pencapaian dan pengakuan terkait dengan subjek yang mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran yang merupakan salah satu fakultas favorit di Universitas Udayana (www.infokampus.news). Banyaknya peminat dari berbagai program studi di Fakultas Kedokteran menyebabkan tingginya persaingan yang timbul untuk mengenyam pendidikan di fakultas tersebut. Mahasiwa yang berhasil lolos dengan mengalahkan banyak pesaing yang ada tentu akan menimbulkan rasa bangga karena hal tersebut merupakan sebuah pencapaian. Individu yang berhasil mendapatkan suatu pencapaian akan merasa bahwa dirinya berharga.
Adanya perasaan berharga dapat menimbulkan harga diri yang baik untuk diri sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tracey (2003) bahwa tingkat harga diri ditentukan oleh dua faktor, yang salah satunya adalah “rasa diri bernilai” atau seberapa bernilai dan berharga diri (self worth) kita menurut perasaan kita, seberapa besar kita menyukai diri kita dan menerima sebagai orang yang baik. Hal ini dapat ditunjukkan dengan sikap menerima diri sendiri sebagaimana adanya,
keyakinan memiliki hidup yang bernilai dan berarti, serta menghormati diri sendiri.
Pencapaian yang dicapai individu dalam hal ini adalah pendidikan yang merupakan modal besar untuk masa depan akan memberikan rasa berharga terhadap diri. Individu yang telah mencapai pencapaian tersebut akan merasa bahwa dirinya kompeten karena dapat menyelesaikan tugas dengan hasil yang sesuai harapan. Kompetensi menjadi suatu yang berpengaruh dalam meningkatkan harga diri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mruk (2006) bahwa harga diri meliputi kombinasi dari dua aspek yaitu kompetensi dan keberhargaan.
Hasil kategorisasi dari variabel kecerdasan emosional subjek menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki kecerdasam emosional yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas mahasiswa memiliki penyesuaian diri yang baik, mampu menghadapi kesukaran dengan cara objektif, tertarik untuk bekerja dan berprestasi, dan mampu memotivasi diri terhadap kritik (Hidayanti, Purwanto dan Yuwono, 2008). Faktor yang menyebabkan tingginya kecerdasan emosional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana adalah usia subjek yang berkisar 19-22 tahun dimana menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) rentang usia 18 hingga 22 tahun termasuk dalam tahap perkembangan remaja akhir. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007) kemampuan kognitif pada usia remaja akhir telah mencapai tahap operasional formal. Remaja akhir lebih dapat berpikir secara abstrak, logis dan sistematik. Hal tersebut menyebabkan individu dapat mengontrol emosi dengan lebih baik serta dapat mengenali emosi orang lain dengan lebih peka. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Goleman (1999) yang berpendapat bahwa Kecerdasan emosional ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak.
Kategorisasi dari variabel perilaku asertif subjek dalam penelitian menunjukkan hasil bahwa mayoritas subjek memiliki taraf perilaku asertif yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas mahasiswa dapat mengekpresikan ketidaksetujuan, berbicara sesuai dengan realita, serta dapat berkomunikasi secara langsung terbuka dan jujur. Tingginya taraf perilaku asertif pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dipengaruhi oleh tingginya taraf harga diri dan tingginya taraf kecerdasan emosional yang dimiliki oleh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal tersebut ditujukkan dari hasil uji regresi berganda yang telah dilakukkan dalam penelitian ini dimana harga diri dan kecerdasan emosional baik secara bersama-sama maupun terpisah berperan dalam meningkatkan perilaku asertif.
Selain itu subjek yang merupakan mahasiwa yang merupakan tingkat pendidikan lanjut akan memiliki wawasan yang lebih luas sehingga akan dapat mengembangkan diri menjadi lebih terbuka sehingga akan lebih mudah untuk melakukan perilaku asertif. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widaningrum (2015) yang menyebutkan bahwa adanya perbedaan signifikan terkait tingkat perilaku asertif ditinjau dari tingkat pendidikan yang dimilki subjek.
Masih terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya adalah subjek yang berpartisipasi dalam penelitian berasal dari tiga program studi dengan total enam program studi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, hal tersebut dilakukan peneliti karena jumlah subjek sudah memenuhi jumlah yang diperlukan. Namun akan lebih baik apabila subjek dapat berasal dari semua program studi yang ada di Fakultas Kedokteran. Hal lainnya adalah jumlah subjek yang merupakan mayoritas perempuan dapat menyebabkan terjadinya bias dalam penelitian terkait dengan hasil penelitian dari Dewanty (2017) bahwa perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap perilaku asertif individu.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan dari penelitian ini adalah harga diri dan kecerdasan emosional berperan dalam meningkatkan tingkat perilaku asertif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kedua, harga diri berperan dalam meningkatkan tingkat perilaku asertif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Ketiga, kecerdasan emosional berperan dalam meningkatkan tingkat perilaku asertif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Keempat, mayoritas Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki taraf harga diri yang tinggi. Kelima, mayoritas Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki taraf kecerdasan emosional yang tinggi. Terakhir, mayoritas Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki taraf perilaku asertif yang tinggi.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, saran yang dapat peneliti berikan kepada mahasiwa adalah diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan harga diri dan kecerdasan emosional sehingga dapat meningkatkan perilaku asertif yang timbul mengingat pentingnya perilaku asertif dalam kegiatan belajar maupun interaksi sosial. Peningkatan harga diri dapat dilakukan dengan mengasah kemampuan di bidang yang diminati, berinteraksi aktif dengan lingkungan sekitar, dan memperhatikan dan menaati norma yang berlaku di lingkungan sekitar. Peningkatan kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan cara berusaha memahami emosi orang lain, mengenali emosi diri, serta dapat memotivasi diri untuk mencapai suatu tujuan.
Peneliti dapat memberikan masukan pada orangtua agar dapat memberikan perlakuan yang dapat menumbuhkan dan mempertahankan harga diri dan kecerdasan emosional pada anak sejak dini mengingat bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal individu yang merupakan faktor yang dapat memengaruhi harga diri dan kecerdasan emosional. Perlakuan dari orang tua yang dapat menumbuhkan dan mempertahankan harga diri adalah dengan memberikan perlakuan yang adil antar anak, memberikan kesempatan untuk aktif dan memberikan pendidikan demokratis sejak dini. Selain itu orangtua dapat memberikan pengawasan yang cukup agar anak tidak melakukan penyimpangan dan dapat menaati norma sosial yang ada. Perlakuan yang dapat diberikan orang tua untuk menumbuhkan dan mempertahankan kecerdasan emosional anak adalah dengan melatih pengungkapan emosi secara leluasa namun tidak berlebihan, melatih kemampuan empati
serta memberikan contoh yang sesuai dalam memahami emosi orang lain.
Bagi institusi pendidikan direkomendasikan agar dapat menyusun program yang sedemikian rupa dapat mempertahankan dan meningkatkan harga diri dan kecerdasan emosional mahasiswa sehingga dapat berperan dalam meningkatkan perilaku asertif yang memiliki peran penting dalam proses belajar dan iteraksi sosial. Program tersebut dapat berupa pelatihan, pemberian materi, serta pemberian kesempatan agar mahasiswa dapat aktif berdiskusi sehingga dapat mengasah kemampuan dalam berperilaku asertif.
Saran bagi peneliti selanjutnya agar dapat memilih subjek penelitian lebih merata sehingga data yang diperoleh dapat lebih variatif dan dapat digeneralisasi lebih luas. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel bebas lain yang berbeda dari penelitian ini sehingga dapat ditemukan variabel lain yang dapat berperan dalam perilaku asertif, seperti kebudayaan, pola asuh, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, R., & Emmons, R. (2002). Your perfect right. California: IMPACT.
Azwar, S. (2016). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cahyani, S., & Mudaim. (2017). Hubungan harga diri (self esteem) dengan perilaku asertif peserta didik SMK negeri 3 metro tahun pelajaran 2016/2017. lampung. universitas muhamadiyah metro. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, 339-344. Dikutip dari
http://repository.ummetro.ac.id/files/semnasdik/3b366288b 99920abaad44c74653253f3.pdf. Diakses dan Diunduh 8 Maret 2018
Clemes, H., & Bean, R. (2001). Membangkitkan Harga Diri Anak. (Alih Bahasa: Anton.Adiwiyoto). Jakarta: Mitra Utama.
Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self-esteem. San Francisco: Freeman and Company.
Dewanty, I. R. (2017). Perbedaan perilaku asertif dan harga diri ditinjau dari jenis kelamin di Polres Batu. (Skripsi). Dikutip dari http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/Fak-Psikologi/article/view/64202. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2019.
Field, A. (2009). Discovering statistic using spss 3rd edition. London: SAGE Publication.
Firdaus, G. (2015). Hubungan harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa fakultas psikologi UKSW. (Skripsi). Dikutip dari http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8750/2/T1 _802009051_Full%20text.pdf. Diakses dan diunduh pada 28 Maret 2018.
Forest, J. J. F., & Altbach, P. G. (2007). International Handbook of Higher Education. Dordrecht: Springer.
Ghufron, N. M., & Risnawati, R. (2010). Teori-teori psikologi. Jakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Goleman, D. (1999). Emotional intelligence. Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.
Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.S.D. (2014). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hapsari, M. R., & Retnaningsih. (2007). Perilaku asertif dan harga diri pada karyawan. Jurnal Psikologi, 1(1). Dikutip dari https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/vie wFile/%20276/216. Diakses dan diunduh pada 20 April 2018.
Hidayanti, R., Purwanto, Y., & Yowono, S. (2008). Kecerdasan emosi, stres kerja dan kinerja karyawan. Jurnal Psikologi, 2(1), 91-96. Dikutip dari
https://media.neliti.com/media/publications/98942-ID-kecerdasan-emosi-stres-kerja-dan-kinerja.pdf. Diakses dan diunduh 5 Maret 2018
Hidayati, N. (2016). Hubungan antara harga diri dan kepercayaan diri dengan social loafing pada mahasiswa. Naskah Tidak Dipublikasikan, Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Jawa Tengah.
Himpunan Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Udayana. (2014). Proses belajar prodi kedokteran umum. Dikutip dari https://hmkufkunud.wordpress.com/2014/03/08/proses-belajar-prodi-kedokteran-umum/. Diakses pada 14 Maret 2019.
Khalid, I. (2011). Pengaruh self-esteem dan dukungan sosial terhadap optimisme hidup penderita HIV/AIDS. (Skripsi). Dikutip dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4 86/1/IDHAM%20KHALID-FPS.pdf. Diakses dan diunduh 14 Maret 2018.
Lioyd, S. (1991). Mengembangkan perilaku asertif yang positif. Jakarta: Binarupa Aksara.
Mahadewi, D. P. S. (2019). Gambaran perilaku asertif mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Artikel Studi Pendahuluan (Tidak Dipublikasi). Program Studi Sarjana Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Minchinton, G. (1993). Maximum self esteem. Kuala Lumpur: Golden Books Center.
Mruk C. J. (2006). Self esteem, research, theory, and practice. New York: Springer Publishing Company.
Mubayidh, M. (2006). Kecerdasan dan kesehatan emosional anak. Yogyakarta: Pustaka al-Kautsar.
Prayuhana, V. K. (2008). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku asertif siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. (Skripsi). Dikutip dari http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-
Psikologi/article/view/2911. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2018.
Rees, S., & Graham, R. (1991). Assertion training how to be who you really are. London.: Rauletge.
Rosita, H. (2011). Hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 4(3), 217. Dikutip dari
http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/18 37/1/Artikel_10502099.pdf. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2018.
Sadli, 2010. Berbeda Tetapi Setara Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Yogyakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Sandha, P. T., Hartati, S., & Fauziah, N. (2012). Hubungan antara self esteem dan penyesuaian diri pada siswa tahun pertama
SMA Krista Mitra Semarang. Jurnal Psikologi, 1(1), 47-82. Dikutip dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/ 420/419. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2018.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.
Siska, Soedardjo, Purnamaningsih, E. H. (2003). Kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 30(2), 67-71.
https://doi.org/10.22146/jpsi.7025. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2019.
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (Mixed methods). Bandung: ALFABETA.
Suparni. (2018). Efektvitas pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar berbasis integrasi interkoneksi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Jurnal Didaktik Matematika. 5(2), 11-19. Dikutip dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&sour ce=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjJ1d2uj5 vhAhW_8HMBHcpbCl8QFjABegQIAxAC&url=http%3A %2F%2Fwww.jurnal.unsyiah.ac.id%2FDM%2Farticle%2F download%2F11427%2Fpdf_1&usg=AOvVaw1GzeYYG ByIc7P0cfjwjKYv. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2019.
Tambunan, R. (2001). Harga diri remaja. Dikutip dari http://www.e-psikologi.com/remaja/240901-1.htm. Diunduh dan diakses pada 24 Maret 2018.
Widaningrum, M. M. V. (2015). Perbedaan perilaku asertif ditinjau dari tingkat Pendidikan, usia, dan jenis kelamin pada siswa SMA Negeri 3 Salatiga dan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. (Skripsi). Dikutip dari
https://anzdoc.com/oleh-margareta-m-vantika-w.html.
Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2019.
Widyaningrum, F. (2013). Hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. (Skripsi). Dikutip dari http://repository.usd.ac.id/1314/. Diakses dan diunduh pada 14 Maret 2018.
LAMPIRAN
Tabel 1.
Deskripsi Data Penelitian
Variabel |
N |
Mean Teoritis |
Mean Empiris |
Std Deviasi Teoritis |
Std Deviasi Empiris |
Sebaran Teoritis |
Sebaran Empiris |
t |
PA |
120 |
112,50 |
144,24 |
22,50 |
10,860 |
45-180 |
115 - 170 |
32,019 (p=0,000) |
SE |
120 |
35,00 |
40,47 |
7,00 |
4,532 |
14-56 |
30 - 52 |
13,214 (p=0,000) |
KE |
120 |
60,00 |
69,36 |
12,00 |
5,642 |
24-96 |
57 - 82 |
18,171 (p=0,000) |
Tabel 2.
Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
Variabel |
Kolmogorov-Smirnov |
Asymp.Sig(2-tailed) | ||
Perilaku Asertif |
0,079 |
0,064 | ||
Harga Diri |
0,078 |
0,069 | ||
Kecerdasan Emosional |
0,063 |
0,200 | ||
Tabel 3. | ||||
Hasil Uji Linieritas Data Penelitian | ||||
F |
Sig. | |||
Perilaku Asertif*Self Esteem |
Between Groups |
Linearity Deviation of Linearity |
33,587 0,968 |
0,000 0,506 |
Perilaku Asertif* Kecerdasan Emosional |
Between Groups |
Linearity Deviation of Linearity |
22,451 1,429 |
0,000 0,115 |
Tabel 4.
Hasil Uji Multikolinieritas Data Penelitian
Variabel |
Tolerance |
Variance Inflation Factor (VIF) |
Keterangan |
Harga Diri |
0,907 |
1,103 |
Tidak terjadi multikolinieritas |
Kecerdasan Emosional |
0,907 |
1,103 |
Tidak terjadi multikolinieritas |
Dependent Variable: Perilaku Asertif
Tabel 5.
Hasil Uji Regresi Berganda Signifikansi Nilai F
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig | |
Regression |
4029, 136 |
2 |
2014,568 |
23,559 |
0,000 |
Residual |
10004, 856 |
117 |
85,512 | ||
Total |
14033, 992 |
119 |
Dependent Variabel: Perilaku Asertif
Tabel 6.
Hasil Uji Regresi Berganda Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Tergantung
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
0,536 |
0,287 |
0,275 |
9,247 |
Tabel 7.
Hasil Uji Hipotesis Minor dan Garis Regresi Linier Berganda
Unstandarized Coefficients Standarized t Sig. Coefficients | |
Model |
B Std. Error Beta |
(Constant) |
70,763 11,427 6,193 0,000 |
Harga Diri |
0,935 0,196 0,390 4,762 0,000 |
Kecerdasan Emosional |
0,514 0,158 0,267 3,256 0,001 |
144
Discussion and feedback