Peran kecerdasan sosial dan orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja siswa SMK di Bali
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Pendidikan, 123-133
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
Peran kecerdasan sosial dan orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja siswa SMK di Bali
Ni Putu Angelia Nanda Devi Pertiwi dan Komang Rahayu Indrawati
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Kesiapan kerja merupakan keinginan dan kemampuan individu untuk melakukan suatu pekerjaan yang didasari oleh keserasian antara keterampilan dan pengetahuan untuk mendapatkan serta mempertahankan pekerjaan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh data dari Badan Pusat Statistik (2018) yang menyebutkan angka pengangguran SMK merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 8,92%. Angka ini menandakan terdapat ketidaksesuaian kompetensi lulusan siswa SMK padahal lulusan SMK merupakan lulusan yang dirancang untuk siap kerja. Hal ini membuat penelitian terkait kesiapan kerja perlu untuk dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui peran kecerdasan sosial dan orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja. Subjek dalam penelitian ini adalah 463 siswa SMK di Bali yang dipilih dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesiapan kerja, skala kecerdasan sosial, dan skala orientasi masa depan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,605, nilai koefisien determinasi sebesar 0,366 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0.05) dengan koefisien beta terstandarisasi pada variabel kecerdasan sosial sebesar 0,448 dan orientasi masa depan sebesar 0,232. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan sosial dan orientasi masa depan secara bersama-sama berperan meningkatkan taraf kesiapan kerja siswa SMK di Bali.
Kata Kunci: kecerdasan sosial, kesiapan kerja, orientasi masa depan, siswa SMK
Abstract
Work readiness is the desire and capabilities of individuals to execute the work based on the congeniality between skils and knowledge to acquire and sustain the job. The research is based on the data of Statistical Centre Board (BPS) in 2018 that stated the unemployement rate of vocational school student was the highest In 8.92%. The numbers indicated the existance of discripancy of competency in vocational school graduate eventhough the students are prepped for specific field of career. The research utilized quantitative method, aimed to discover the role of social intelligence and futureorientation towards work readiness. Subjects of the research are 463 vocational school students, selected through cluster random sampling method. The scales used were work readiness scale, social intelligence scale and future orientation scale. The data were analyzed by multiple regression. The result of multiple regression showed the rate of regression coefficient in 0.605, the number of determination coefficient in 0.366 and the significancy rate at 0.000 (p<0.05), the standardized coefficient of beta on social intelligence resulted in 0.448 and future orientation in 0.232. The result exhibited the role of social intelligence and future orientation in elevating the rate of work readiness on vocational school students in Bali.
Keyword: Future orientation, social intelligence, vocational school students, work readiness
LATAR BELAKANG
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu jenjang pendidikan yang memfokuskan peserta didik agar siap untuk bekerja. Terdapat beberapa kelebihan yang diperoleh individu ketika memilih pendidikan SMK, yaitu fokus mempersiapkan siswa untuk dapat langsung bekerja setelah lulus sekolah, menerapkan program praktik di sekolah dan praktik kerja lapangan, berhak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta mendapat ilmu mengenai kewirausahaan (Setiawan, 2018). Kelebihan-kelebihan tersebut menjadi salah satu alasan siswa tertarik untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMK. Hal ini dibuktikan dengan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bahwa jumlah siswa SMK selama empat periode tahun ajaran baru terus mengalami peningkatan, yaitu awalnya 4.211.245 orang siswa menjadi 4.904.031 orang siswa (Kemendikbud, 2018).
Meningkatnya jumlah siswa SMK ini tentunya akan meningkatkan kompetisi dalam mencari pekerjaan, sehingga tidak semua lulusan siswa SMK nantinya akan dapat tertampung di dunia kerja dan secara otomatis menjadi salah satu penyebab meningkatnya pengangguran. Hal ini dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik (2018) yang menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka SMK merupakan yang tertinggi diantara jenjang pendidikan yang lain yaitu sebesar 8,92%. Tingginya tingkat pengangguran di jenjang SMK ini disebabkan oleh kurangnya kesiapan dari lulusan untuk memasuki dunia kerja. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan kompetensi lulusan SMK masih jauh dari perkiraan kebutuhan dunia kerja atau dapat disebut kompetensi siswa lulusan SMK masih rendah (Agustiono, 2018).
Fenomena ini nampaknya juga terjadi di daerah Bali. Bali terkenal sebagai salah satu daerah destinasi pariwisata dunia tentu menghasilkan banyak lowongan pekerjaan. Bahkan data profil migran dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2013 menunjukkan bahwa Provinsi Bali merupakan provinsi yang memiliki persentase tertinggi untuk migran risen berumur 15 tahun keatas yang berstatus bekerja, yaitu dengan persentase mencapai 79,5% (BPS, 2013). Kondisi ini menggambarkan bahwa peluang dalam mencari pekerjaan di Bali lebih besar dibandingkan daerah lain, sehingga idealnya lulusan siswa SMK di Bali akan dengan cepat mendapat pekerjaan. Pada kenyataannya masih banyak ditemukan lulusan SMK yang menganggur di Bali, bahkan jumlahnya cenderung meningkat.
Hal ini dibuktikan dengan data dari Badan Pusat Statistik (2018) yaitu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Bali pada Februari 2018 mencapai 0,86% dan meningkat menjadi 1,37% pada bulan Agustus 2018. Angka pengangguran di Bali sendiri juga lebih banyak disumbang oleh lulusan SMK. Tingginya tingkat pengangguran lulusan SMK, fenomena ketidaksesuaian antara lulusan dengan perusahaan, serta kualifikasi lulusan yang belum memadai ini dapat diakibatkan karena kurangnya kesiapan kerja dari lulusan SMK. Kesiapan kerja menurut Juki (2017) adalah
keseluruhan kondisi individu yang meliputi kematangan fisik, mental dan pengalaman serta adanya kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan. Maka, kesiapan kerja merupakan hal yang harus dimiliki setiap individu sebelum memasuki dunia kerja.
Siswa SMK juga sebaiknya mengetahui serta memahami dengan baik peran yang dimiliki sebagai calon pekerja. Siswa SMK harus memiliki keahlian dan keterampilan yang tepat sebagai bekal dalam memasuki dunia kerja. Keahlian dan keterampilan yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan kesiapan kerja salah satunya yaitu kemampuan dalam berinteraksi dan membangun relasi yang baik dengan atasan ataupun rekan kerja, dapat berorganisasi, serta dapat bekerja sama. Hal serupa juga dinyatakan oleh Djojonegoro (1998) yang menyebutkan bahwa kemampuan berkomunikasi dan kerjasama juga penting dan merupakan keterampilan yang perlu dimiliki siswa SMK sebelum memasuki dunia kerja. Soejanto (2015) menyatakan teori kecerdasan sosial merupakan teori yang mendeskripsikan sejumlah aspek yang perlu dikembangkan agar individu dapat membina interaksi sosial dalam keberagaman.
SMK memiliki program praktik kerja lapangan yang wajib diikuti oleh peserta didiknya. Pengadaan praktik kerja ini juga termasuk dalam hal mengembangkan kecerdasan sosial siswa karena dengan adanya pengalaman ini, siswa diharapkan bisa beradaptasi dengan dunia kerja, tidak kaget dan bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, siswa SMK dengan kecerdasan sosial yang memadai akan lebih siap untuk memasuki dunia kerja. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dari Caballero, Walker, dan Fuller-Tyszkiewicz (2011) dan Walker, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa kecerdasan sosial merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesiapan kerja.
Soejanto (2015) menyebutkan etnis merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang kecerdasan sosial, maka kajian tentang kecerdasan sosial akan lebih baik untuk turut serta memberikan gambaran profil aspek etnis secara geografis atas subjek yang bersangkutan. Pada penelitian ini, penulis ingin memfokuskan subjek yang akan dijadikan sampel nantinya adalah siswa SMK yang merupakan penduduk asli dan berdomisili serta menempuh pendidikan SMK di Bali. Bali dipilih karena merupakan daerah yang terkenal akan masyarakatnya yang terbuka terhadap budaya luar, namun masih kental dengan adat istiadat. Keikutsertaan serta keaktifan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut dapat membantu dalam mengasah kecerdasan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (dalam Permana, 2019) yang menyatakan bahwa kecerdasan sosial sangat penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat dan diperlukan baik dalam kegiatan perkuliahan maupun dalam dunia kerja.
Selain kecerdasan sosial, ada faktor lain yang dapat memengaruhi kesiapan kerja yaitu orientasi masa depan (Agusta, 2015). Orientasi masa depan merupakan suatu bentuk usaha aktivitas-aktivitas masa kini yang mengarah pada sasaran dan tujuan yang ingin dicapai di masa depan melalui proses yang berjalan, berkelanjutan, dan dinamis (Agusta,
2015). Siswa SMK diharapkan sudah memiliki tujuan yang spesifik dalam menentukan hidupnya, tak terkecuali pekerjaan yang ingin digeluti dan ditekuni. Siswa SMK akan cenderung menunda dan menghambat pengembangan potensi yang dimiliki jika tidak memiliki tujuan yang spesifik. Fenomena yang sering ditemui saat ini yaitu banyak lulusan SMK tidak bekerja sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilan yang dimiliki serta siswa SMK yang belum memiliki gambaran ataupun pandangan yang jelas akan rencana masa depan. Hal ini juga disebutkan oleh beberapa siswa SMK yang mengatakan bahwa setelah lulus yang terpenting adalah bisa bekerja tidak peduli di pekerjaan bidang apapun, adapula yang menyebutkan ingin melanjutkan kuliah dengan jurusan yang berbeda dengan yang telah dipelajari di sekolah (Dhila, 2018). Jika siswa SMK dapat mengarahkan dan mengembangkan orientasi masa depan dengan baik dan sistematis. Hal tersebut dapat membantu siswa SMK untuk mencapai kesiapan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan jika masih banyak lulusan SMK yang belum memiliki kesiapan untuk menghadapi dunia kerja, yang dapat memengaruhi meningkatnya jumlah pengangguran. Fenomena jumlah pengangguran yang terus meningkat ini tentunya akan mengakibatkan timbulnya dampak dari berbagai aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek psikologis yang akan berpotensi mengakibatkan kemiskinan, kesenjangan sosial, maraknya kasus kriminalitas serta berpotensi menyebabkan stres, rasa malu, dan kehilangan kepercayaan diri. Guna meminimalisir dampak-dampak negatif tersebut maka diperlukan adanya kesiapan kerja dari calon pekerja yakni lulusan SMK. Hal-hal yang dapat meningkatkan kesiapan kerja yaitu kecerdasan sosial dan orientasi masa depan yang dapat dikembangkan sejak dini. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait peran kecerdasan sosial dan orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja siswa SMK di Bali.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dari variabel bebas dan variabel terikat. Terdapat dua variabel bebas yaitu kecerdasan sosial dan orientasi masa depan sedangkan variabel terikat adalah kesiapan kerja.
Kesiapan kerja
Kesiapan kerja merupakan keinginan dan kemampuan individu untuk melakukan suatu pekerjaan yang didasari oleh keserasian antara keterampilan, pengetahuan dan didukung oleh sikap kerja untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan.
Kecerdasan sosial
Kecerdasan sosial adalah kecerdasan yang menunjukkan keterampilan yang digunakan individu dalam hal memahami orang lain, beradaptasi, bersosialisasi, berinteraksi, bekerjasama dengan orang lain.
Orientasi masa depan
Orientasi masa depan adalah bentuk cara pandang individu dalam memandang masa depannya yang terbentuk dari pengalaman, berinteraksi dengan informasi dari lingkungan,
berkaitan erat dengan perencanaan dan strategi, serta tujuan dan harapan di masa depan.
Subjek
Populasi dalam penelitian ini yaitu Siswa SMK di Bali yang merupakan penduduk asli dan berdomisili di Bali.
Teknik pengambilan data penelitian menggunakan rumus slovin dengan jumlah populasi 96.643 siswa SMK di Provinsi Bali, sehingga didapatkan subjek sejumlah 398. Peneliti menyebarkan 477 skala penelitian namun 14 skala tidak terisi dengan lengkap dan tidak memenuhi kriteria maka didapatkan subjek penelitian sejumlah 463 subjek.
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksakaan mulai tanggal 2 Februari 2019 sampai dengan 11 Februari 2019 bertempat di lima SMK yang tersebar di Kabupaten Badung.
Alat Ukur
Alat ukur penelitian menggunakan tiga skala yaitu skala kesiapan kerja, skala kecerdasan sosial dan skala orientasi masa depan. Skala kesiapan kerja disusun berdasarkan aspek-aspek kesiapan kerja Brady (2010). Skala kecerdasan sosial disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan sosial Goleman (2016) dan skala orientasi masa depan disusun berdasarkan aspek-aspek orientasi masa depan Nurmi (dalam Amalia, 2011).
Jenis skala dalam penelitian ini yaitu skala Likert yang disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah skala dapat meghasilkan data yang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pengukuran. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstrak. Validitas isi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan professional judgement. Uji validitas konstrak dilakukan dengan melihat koefisien korelasi aitem total yaitu lebih besar sama dengan 0,30 (Azwar, 2016).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha Cronbach, suatu aitem akan semakin reliabel jika koefisien alpha semakin tinggi. Menurut Sugiyono (2016) suatu instrumen dinyatakan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas diatas angka 0,60.
Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 25 Januari 2019 yang bertempat di SMKS Triatma Jaya Badung. Uji validitas dilakukan pada skala kesiapan kerja yang terdiri dari 41 aitem dan menghasilkan 32 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,304 sampai dengan 0,620. Hasil uji reliabilitas skala kesiapan kerja menunjukkan nilai koefisien alpha adalah 0,904. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala kesiapan kerja mampu mencerminkan 90,4% variasi nilai skor murni subjek.
Uji validitas dilakukan pada skala kecerdasan sosial yang terdiri dari 49 aitem dan menghasilkan 35 aitem valid. Aitem-
aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,302 sampai dengan 0,773. Hasil pengujian reliabilitas skala kecerdasan sosial menunjukkan nilai koefisien alpha adalah 0,919. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala kecerdasan sosial mampu mencerminkan 91,9% variasi nilai skor murni subjek.
Uji validitas telah dilakukan pada skala orientasi masa depan yang terdiri dari 45 aitem dan menghasilkan 42 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,306 sampai dengan 0,709. Hasil pengujian reliabilitas skala orientasi masa depan menunjukkan nilai koefisien alpha adalah 0,939. Angka tersebut menunjukkan bahwa skala orientasi masa depan mampu mencerminkan 93,9% variasi nilai skor murni subjek.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik regresi ganda. Uji asumsi dilakukan sebelum melaksanakan uji hipotesis. Uji asumsi dalam penelitian ini yaitu uji normalitas, uji linieritas dan uji multikolinearitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji Compare Means dengan melihat test of linearity, dan uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance. Ketika uji asumsi telah terpenuhi dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi ganda dengan bantuan software SPSS versi 22.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan data subjek penelitian, subjek berjumlah 463 siswa SMK. Subjek berjenis kelamin laki-laki sejumlah 214 dan berjenis kelamin perempuan sejumlah 249. Mayoritas subjek berusia 17 tahun sejumlah 203 siswa. Mayoritas subjek yaitu sejumlah 278 siswa masih tinggal bersama keluarga inti. Mayoritas subjek yaitu sejumlah 212 siswa berada pada tingkat kelas XII. Mayoritas subjek bersekolah di SMK dengan akreditasi A sejumlah 378 siswa. Mayoritas subjek orangtua/walinya masih berstatus kawin sejumlah 439 siswa. Mayoritas subjek merupakan anak sulung yaitu sejumlah 175 siswa dan disusul anak bungsu sejumlah 168 siswa. Pendidikan terakhir orangtua subjek memiliki persentase yang paling besar pada tingkat SMA dan pada wali tingkat pendidikan SMK merupakan yang paling besar persentasenya.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi data penelitian variabel kesiapan kerja, kecerdasan sosial, dan orientasi masa depan dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa kesiapan kerja memiliki mean empiris 97,41 dan mean teoretis sebesar 80. Perbedaan mean empiris dan mean teoretis variabel kesiapan kerja sebesar 17,41. Nilai t sebesar 44,833 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoretis. Mean empiris yang diperoleh lebih besar daripada mean teoretis (mean empiris >
mean teoretis). Hal ini dapat menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf kesiapan kerja yang tinggi. Kategorisasi kesiapan kerja dapat dilihat pada tabel 2.
Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa kecerdasan sosial memiliki mean empiris sebesar 107,08 dan mean teoretis sebesar 87,5. Perbedaan mean empiris dan mean teoretis variabel kecerdasan sosial sebesar 19,58. Nilai t sebesar 41,914 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan antara mean empiris dan mean teoretis. Mean empiris yang diperoleh lebih besar daripada mean teoretis (mean empiris > mean teoretis). Hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki taraf kecerdasan sosial yang tergolong tinggi. Kategorisasi kecerdasan sosial dapat dilihat pada tabel 3.
Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa orientasi masa depan memiliki mean empiris 132,81 dan mean teoretis sebesar 105. Perbedaan mean empiris dan mean teoretis variabel orientasi masa depan sebesar 27,81. Nilai t sebesar 36,453 dengan signifikansi (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoretis. Mean empiris yang diperoleh lebih besar daripada mean teoretis (mean empiris > mean teoretis). Hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki taraf orientasi masa depan yang tergolong tinggi. Kategorisasi orientasi masa depan dapat dilihat pada tabel 4.
Uji Asumsi
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 5 menunjukkan variabel kesiapan kerja berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnof 0,038 dan signifikansi 0,136 (p>0,05). Variabel kecerdasan sosial berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnof 0,038 dan signifikansi 0,117 (p>0,05). Variabel orientasi masa depan berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnof 0,037 dan signifikansi 0,159 (p>0,05).
Berdasarkan uji linieritas pada tabel 6 variabel kesiapan kerja dengan kecerdasan sosial memiliki hubungan yang linear karena menghasilkan signifikansi pada linearity sebesar 0,000 (p<0,05). Variabel kesiapan kerja dengan orientasi masa depan memiliki hubungan yang linear karena menghasilkan signifikansi pada linearity sebesar 0,000 (p<0,05).
Berdasakan hasil uji multikolinearitas data penelitian pada tabel 7, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada variabel bebas dalam penelitian ini. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF sebesar 1,0416 (dibawah 10) dan nilai tolerance sebesar 0,706 (diatas 0,1).
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji regresi pada tabel 8 menunjukkan F hitung sebesar 133,048 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan sosial dan orientasi masa depan berperan terhadap kesiapan kerja pada siswa SMK di Bali.
Pada tabel 9, dapat dilihat nilai R sebesar 0,605 dengan nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,366. Hal ini menunjukkan kecerdasan sosial dan orientasi masa depan memiliki peran sebesar 36,6% terhadap kesiapan kerja dan
variabel yang tidak diteliti memiliki peran sebesar 63,4% terhadap kesiapan kerja.
Berdasarkan hasil pada tabel 10 menunjukkan bahwa variabel kecerdasan sosial memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,448 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga kecerdasan sosial berperan dalam meningkatkan tingkat kesiapan kerja. Variabel orientasi masa depan memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,232 dan memiliki taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga orientasi masa depan berperan dalam meningkatkan tingkat kesiapan kerja.
Rumus garis regresi ganda yang diperoleh dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
Y= {41,898 + [(0,372)(X1)]+ [(0,118)(X2)]}
Keterangan:
Y = Kesiapan Kerja
X1 = Kecerdasan Sosial
X2 = Orientasi Masa Depan
Garis Regresi tersebut memiliki arti dimana konstanta sebesar 41,898 menunjukkan bahwa tidak ada penambahan atau
peningkatan nilai pada kecerdasan sosial dan orientasi masa depan, maka taraf kesiapan kerja yang dimiliki akan sebesar 41,898. Koefisien regresi X1 sebesar 0,372 menunjukkan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai pada variabel kecerdasan sosial, maka akan meningkatkan taraf kesiapan kerja sebesar 0,372. Koefisien regresi X2 sebesar 0,118 menunjukkan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai pada variabel orientasi masa depan, maka akan meningkatkan taraf kesiapan kerja sebesar 0,118.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi berganda, dapat diketahui bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat peran kecerdasan sosial dan orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja siswa SMK di Bali diterina. Hasil analisis dengan menggunakan teknik regresi ganda pada pengujian hipotesis menghasilkan nilai R sebesar 0,605 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa kecerdasan sosial dan orientasi masa depan berperan terhadap kesiapan kerja siswa SMK di Bali. Koefisien determinasi sebesar 0,366 menunjukkan bahwa kedua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu kecerdasan sosial dan orientasi masa depan memiliki peran sebesar 36,6% terhadap variabel terikat yaitu kesiapan kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel kecerdasan sosial dan orientasi masa depan secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 36,6% terhadap kesiapan kerja dan variabel yang tidak diteliti memiliki peranan sebesar 63,4% terhadap kesiapan kerja. Variabel lain yang tidak diteliti namun memengaruhi kesiapan kerja yaitu minat, kemampuan akademis, status sosial ekonomi, perencanaan karir, efikasi diri, adversity quotient, bimbingan karir, dan dukungan sosial (Handayani, 2013; Arwani, 2017; Latif, Yusuf, dan Effendi, 2017; Pertiwi, 2017; Utami dan Hudaniah, 2013; Utami, 2016; Wibowo, 2016).
Variabel kecerdasan sosial memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,448 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga kecerdasan sosial berperan dalam meningkatkan kesiapan kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Caballero, dkk (2011) dan Walker, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa kecerdasan sosial merupakan salah satu faktor dari kesiapan kerja. Berdasarkan hal tersebut, semakin tinggi taraf kecerdasan sosial yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula tingkat kesiapan kerja yang dimiliki, begitupula sebaliknya.
Dilihat dari hasil kategorisasi penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek siswa SMK memiliki taraf kecerdasan sosial yang tinggi yaitu sebesar 59,2% dari keseluruhan subjek penelitian dengan jumlah 274 orang. Hal ini dikarenakan subjek siswa SMK dalam proses belajar mengajar banyak mendapatkan kesempatan untuk membangun kecerdasan sosial dari proses di dalam kelas yaitu terdapat interaksi dengan guru dan teman sebaya, juga melalui pengalaman praktik kerja lapangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) yang menyebutkan bahwa model sistem ganda pada penyelenggaraan pendidikan kejuruan merupakan kombinasi pemberian pengalaman belajar di sekolah dan pengalaman kerja di dunia kerja. Pada model sistem ganda ini sistem pembelajaran tersistem dan terpadu dengan praktik kerja di dunia usaha atau industri (Damarjati, 2016).
Melalui model pembelajaran sistem ganda, siswa SMK dapat meningkatkan kemampuan dalam berinteraksi, bekerja sama, berempati dan mampu memahami situasi sosial yang sekaligus dapat membantu untuk meningkatkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial ini tentunya akan membantu dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afrianti (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang beranjak dewasa dan harus memulai karir di tempat bekerja membutuhkan keterampilan membangun relasi dan mempertahankan hubungan dengan relasi yang dimiliki secara baik. Keterampilan tersebut sejalan dengan aspek kecerdasan sosial dari Goleman. Goleman (2016) menyebutkan terdapat dua aspek yang berperan dalam kecerdasan sosial yaitu kesadaran sosial yang merujuk kepada suatu keadaan khusus yang secara instan merasakan, memahami perasaan dan pikiran sehingga dapat mengerti berbagai situasi sosial, dan fasilitas sosial yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk menjalin interaksi yang efektif dan baik.
Adanya faktor keluarga yaitu mayoritas subjek yang tinggal bersama keluarga inti yaitu sebesar 60% dari keseluruhan total subjek lalu disusul dengan tinggal bersama keluarga besar sebesar 34,6%, serta mayoritas subjek yang status orangtuanya masih dalam ikatan suami-istri/kawin sebesar 94,8% memengaruhi hasil tingkat kecerdasan sosial subjek yang berada pada kategorisasi tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Gerungan (dalam Aldily, 2017) yang menyebutkan bahwa faktor keluarga dapat memengaruhi kecerdasan sosial individu.
Mayoritas subjek yang merupakan anak sulung sebesar 37,8% dan anak bungsu sebesar 36,3% dibandingkan jumlah persentase anak tunggal sebesar 4,8% juga memengaruhi tingginya tingkat kecerdasan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Gerungan (dalam Aldily, 2017) yang menyatakan bahwa anak bungsu akan memiliki kecerdasan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak tunggal yaitu memiliki kesempatan bergaul dengan anak-anak lain. Santrock (2007) menyatakan bahwa anak sulung berorientasi dewasa, penolong, dan lebih memiliki pengendalian diri dibandingkan saudara yang lain serta orangtua juga memiliki harapan yang lebih besar pada anak sulung. Hal ini juga memengaruhi kecerdasan sosial dari anak sulung tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan terakhir orangtua atau wali yang beragam tidak memiliki perbedaan dalam meningkatkan taraf kecerdasan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Gerungan (dalam Aldily, 2017) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang termasuk dalam faktor sosioekonomi bukan merupakan sebagai faktor mutlak yang memengaruhi perkembangan sosial anak, hal tersebut lebih tergantung kepada sikap orangtua dan interaksi yang terjadi di dalam keluarga.
Variabel orientasi masa depan memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,232 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga orientasi masa depan berperan dalam meningkatkan kesiapan kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agusta (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara orientasi masa depan dan kesiapan kerja. Nafisah (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara orientasi masa depan dengan kesiapan kerja siswa SMK. Selain itu, Rengganis (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara orientasi masa depan bidang pekerjaan dengan kesiapan kerja. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi orientasi masa depan yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula tingkat kesiapan kerja yang dimiliki, begitupula sebaliknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Aisyah (2015) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki taraf orientasi masa depan yang tinggi maka individu tersebut sudah memiliki pandangan mengenai masa depan khususnya setelah lulus SMA.
Berdasarkan hasil kategorisasi penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek siswa SMK memiliki taraf orientasi masa depan yang tinggi yaitu sebesar 43,2%. Hal ini dikarenakan subjek pada penelitian ini mayoritas bersekolah di SMK dengan akreditasi A yaitu sebesar 81,6% dan 18,4% sisanya bersekolah di SMK dengan akreditasi B. Akreditasi sekolah merupakan salah satu hal yang menggambarkan kualitas dari sekolah. Sekolah yang telah mendapatkan status akreditasi berarti keadaan sekolah tersebut telah memenuhi kriteria standar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang berperan dalam orientasi masa depan subjek. Menurut Setiyowati (2015) iklim sekolah merupakan salah satu dari faktor-faktor orientasi masa depan. Iklim sekolah yang kondusif akan membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar. Melalui prestasi belajar siswa dapat dilihat hasil dari gambaran orientasi masa depan dan aktivitas pelaksanaan rencana yang disusun (Lena, 2007).
Hubungan siswa SMK dengan orangtua juga memengaruhi tingginya taraf orientasi masa depan. Mayoritas subjek tinggal bersama keluarga inti dan keluarga besar serta hubungan orangtua subjek dominan harmonis dilihat dari status pernikahan yang dimiliki orangtua subjek. Kondisi keluarga mayoritas subjek ini tentunya akan memengaruhi taraf orientasi masa depan yang dimiliki yaitu semakin baik dan positif kondisi di dalam keluarga maka akan membantu meningkatkan orientasi masa depan subjek. Hal ini sesuai dengan pernyaataan Nurmi (dalam Amalia, 2011) yang menyatakan bahwa semakin positif hubungan orangtua maka akan semakin mendorong anak untuk memikirkan masa depannya. Siswa dengan taraf orientasi masa depan yang tinggi memiliki pandangan terhadap masa depan, memiliki perencanaan dan motivasi untuk menggapai masa depan dan siap untuk memasuki dunia kerja (Nafisah, 2017). Siswa SMK dengan taraf orientasi masa depan yang tinggi bisa dikatakan memiliki pengetahuan dan perencanaan sesuai minat kerja yang diinginkan siswa di masa depan, serta aktif mencari informasi untuk membuka wawasan mengenai pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurmi (dalam Amalia, 2011) yang menyatakan bahwa pembentukan orientasi masa depan memerlukan motivasi pada diri individu yang memiliki tujuan untuk mengarahkan siswa dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai di masa depan. Adanya orientasi masa depan tentu akan dapat membantu siswa SMK dalam meningkatkan kesiapan dalam memasuki dunia kerja.
Variabel kecerdasan sosial memiliki peran yang lebih besar dibandingkan variabel orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja siswa SMK. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien beta terstandarisasi kecerdasan sosial lebih tinggi dari nilai koefisien beta terstandarisasi orientasi masa depan. Subjek yang memiliki kecerdasan sosial tinggi dapat meningkatkan kesiapan kerja walaupun memilki orientasi masa depan yang rendah. Hal ini dikarenakan kecerdasan sosial merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki setiap individu dalam hal membangun dan menjalin relasi di dunia kerja. Dunia pekerjaan diliputi dengan interaksi sosial dimana individu harus memiliki keterampilan untuk menangani diri sendiri maupun orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan sosial yang memadai akan mendapatkan infomasi yang lebih banyak mengenai pekerjaan yang diinginkan karena individu tersebut mudah dalam beradaptasi, aktif dalam bersosialisasi, serta menjalin relasi dengan orang lain.
Beda halnya dengan orientasi masa depan yang berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan individu di masa yang akan datang (Nurmi dalam Wispandono, 2018). Memiliki orientasi masa depan yang jelas tentu akan berperan dalam meningkatkan kesiapan kerja individu, namun adanya kecerdasan sosial akan memberikan peranan yang lebih signifikan terhadap kesiapan kerja karena dalam menetapkan suatu tujuan tentu perlu adanya pemahaman mengenai situasi sosial dalam dunia kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afrianti (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang beranjak dewasa dan harus memulai karir di tempat bekerja membutuhkan keterampilan membangun relasi dan mempertahankan hubungan dengan relasi yang dimiliki secara baik. Selain itu, siswa SMK yang
sedang berada pada fase eksplorasi menurut tahap perkembangan karir Super (dalam Santrock, 2007). Siswa SMK akan lebih memerlukan kecerdasan sosial dibandingkan orientasi masa depan dalam fase eksplorasi pada sub tahap tentatif ini karena siswa SMK masih melakukan pencarian tentang karir yang sesuai dengan diri individu dan untuk pemenuhan tugas merencanakan masa depan akan sangat diperlukan orientasi masa depan pada sub tahap transisi dan trial pada fase eksplorasi.
Hasil kategorisasi kesiapan kerja subjek menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki taraf kesiapan kerja yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek siswa SMK merespon positif pada aitem-aitem kesiapan kerja seperti tanggung jawab akan tugas dan kewajiban, dapat menyesuaikan diri dengan mudah dan cepat, memiliki keahlian sesuai dengan bidang yang diminati, mampu berkomunikasi dengan baik dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru, memiliki keyakinan akan diri dan kemampuan yang dimiliki, serta memerhatikan penampilan diri dan keselamatan. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa mayoritas subjek siswa SMK telah memenuhi aspek kesiapan kerja dari Brady (2010). Siswa SMK yang memiliki taraf kesiapan kerja yang tinggi tidak terlepas dari faktor-faktor yang memengaruhi, baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut seperti bakat, minat, pengetahuan, keadaan jasmani, sifat-sifat, nilai-nilai kehidupan, keterampilan, pengalaman, serta motivasi (Winkel & Hastuti, 2007; Michael Swell dalam Wibowo, 2011). Tingginya taraf kesiapan kerja subjek siswa SMK di Bali ini juga dipengaruhi oleh tingginya taraf kecerdasan sosial dan tingginya taraf orientasi masa depan yang dimiliki oleh subjek siswa SMK. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada hasil uji regresi ganda yang menunjukkan kecerdasan sosial dan orientasi masa depan secara bersama-sama berperan terhadap kesiapan kerja siswa SMK.
Penelitian yang telah dilakukan ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan dalam proses penyusunannya. Terdapat beberapa skala yang tidak lengkap diisi oleh siswa SMK yang menjadi subjek penelitian sehingga menyebabkan tidak layak untuk dianalisis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakseriusan subjek saat mengisi skala karena jumlah total pernyataan dalam skala yang cukup banyak, meskipun telah dilakukan pendampingan dalam pengerjaan skala sehingga diharapkan dapat tetap dilakukan dengan baik. Peneliti juga kesulitan untuk melakukan kategorisasi pekerjaan orangtua, jarak rumah, prestasi yang dimiliki subjek karena banyaknya jenis jawaban pekerjaan orangtua subjek dan jarak rumah yang dituliskan, serta prestasi yang dicantumkan subjek tidak lengkap sehingga peneliti kesulitan dalam melakukan analisis karakteristik subjek penelitian tersebut. Peneliti juga belum dapat memberikan hasil uji beda dari karakteristik subjek penelitian terhadap variabel penelitian dikarenakan jumlah datanya yang tidak setara sehingga peneliti hanya memaparkan berupa data deskriptif.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kecerdasan sosial dan orientasi masa
depan secara bersama-sama berperan dalam meningkatkan kesiapan kerja siswa SMK di Bali. Variabel kecerdasan sosial berkontribusi lebih besar daripada variabel orientasi masa depan terhadap kesiapan kerja siswa SMK di Bali. Variabel kecerdasan sosial memliki peran secara mandiri dalam meningkatkan kesiapan kerja siswa SMK di Bali. Variabel orientasi masa depan memiliki peran secara mandiri dalam meningkatkan kesiapan kerja siswa SMK di Bali. Mayoritas subjek siswa SMK di Bali memiliki taraf kesiapan kerja yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 62,9%. Mayoritas subjek siswa SMK di Bali memiliki taraf kecerdasan sosial yang tergolong tinggi dengan persentase sebesar 59,2%. Mayoritas subjek siswa SMK di Bali memiliki taraf orientasi masa depan yang tergolong tinggi sampai dengan sangat tinggi dengan persentase sebesar 43% sangat tinggi dan 43,2% tinggi.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, adapun saran yang dapat diberikan yaitu bagi siswa SMK dapat mempertahankan serta meningkatkan kesiapan kerja, kecerdasan sosial dan orientasi masa depan agar siswa dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Peningkatan kecerdasan sosial dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keterampilan berkomunikasi dengan belajar memahami perasaan orang lain, menjalin hubungan sosial yang baik, berani berpendapat dan berunding dalam pemecahan masalah. Peningkatan orientasi masa depan dapat dilakukan dengan membuat perencanaan yang jelas dan spesifik serta meningkatkan keterampilan sesuai dengan bidang keahliannya.
Bagi orangtua disarankan dapat memberikan dukungan dan perlakuan yang dapat membantu dalam meningkatkan kecerdasan sosial melalui pola asuh yang tepat. Orangtua disarankan dapat membantu dalam memberikan arahan yang tidak memaksa anak mengenai masa depan dan memberikan dukungan berupa memotivasi anak serta memberikan kesempatan belajar yang baik agar dapat memiliki orientasi masa depan yang baik.
Bagi pemerintah dan sekolah disarankan dapat meningkatkan mutu kurikulum pembelajaran SMK yang dapat membantu siswa SMK dalam meningkatkan kompetensi keahlian siswa dan membuat program sekolah yang dapat membantu dalam meningkatkan kecerdasan sosial dan orientasi masa depan sehingga dapat berperan dalam meningkatkan taraf kesiapan kerja siswa SMK. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatakan kualitas program praktik kerja lapangan dan memberikan program pelatihan kecerdasan sosial dan orientasi masa depan kepada siswa SMK dalam mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja.
Bagi peneliti selanjutnya disarankan dapat meneliti dengan subjek dan populasi yang berbeda dan dapat melakukan penelitian menggunakan variabel bebas lain yang juga memiliki peran dalam meningkatkan kesiapan kerja, seperti dukungan sosial, pola asuh orangtua, urutan kelahiran, dan kualitas sekolah. Selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan pendekatan metode penelitian yang lebih bervariasi untuk mengukur kesiapan kerja agar mendapatkan hasil yang lebih
optimal. Peneliti selanjutnya juga diharapkan agar dapat melakukan kategorisasi pada karakteristik subjek pada data demografi dengan lengkap dan melakukan uji beda dari variabel yang diteliti berdasarkan data karakteristik subjek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, N. (2015). Profil kecerdasan sosial siswa SMA di Kota Bandung sebagai studi awal penyelenggaraan layanan bimbingan konseling. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 5(1), 40-59. Dikutip dari ejournal.umm.ac.id/index.php-
/jipt/article/download/3838/4334. Diakses dan diunduh tanggal 12 Februari 2019
Agusta, Y. N. (2015). Hubungan antara orientasi masa depan dan daya juang terhadap kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Mulawarman. E-Journal Psikologi, 3(1), 369-381. Dikutip dari http://ejournal.psikologi.fisip-
unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2015/02/JURNAL-%20YOSSY%20baru%20(02-11-15-07-11 38).pdf.
Diakses dan diunduh tanggal 13 November 2018
Agustiono, S. (2018). Perkembangan kompetensi siswa SMK masih rendah. Dikutip dari:
https://www.kompasiana.com/sagustiono/5aff945b5e13731 f6534a2c4/perkembangan-kompetensi-siswa-smk-masih-rendah. Diakses tanggal 12 Desember 2018.
Aisyah, S. (2015). Hubungan self esteem dengan orientasi masa depan pada siswa SMA kelas XI di SMA Negeri 3 Malang. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang. Dikutip dari http://etheses.uin-malang.ac.id/1246/1/11410028_Pendahuluan.pdf. Diakses dan diunduh tanggal 2 Februari 2019
Aldily, R. (2017). The power of social & emotional intelligence. Bantul: Penerbit AHI
Amalia, K. (2011). Kenali cita-cita. Jakarta: PT Balai Pustaka
Arwani, I. (2017). Pengaruh Praktik Kerja Industri dan Status Sosial Ekonomi terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMK Negeri 1 Pajangan. E-Journal Pend. Teknik Sipil dan Perencanaan., 5(7), 1-8. Dikutip dari
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/sipil/article/vi ew/8532. Diunduh tanggal 15 Maret 2019.
Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. (2013). Profil migran, hasil survei sosial ekonomi nasional 2013. Dikutip dari:
https://www.bps.go.id/publication/2014/03/17/aaceb4d0-005d19f3e5e40bf9/profil-migran-hasil-susenas-2013. Diakses tanggal 13 Maret 2018
Badan Pusat Statistik. (2018). Februari 2018: Tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,13 persen, rata-rata upah buruh per bulan sebesar 2,65 juta rupiah. Dikutip dari:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/1484/februa ri-2018--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-13-persen--rata-rata-upah-buruh-per-bulan-sebesar-2-65-juta-rupiah.html Diakses tanggal 12 Maret 2018
Badan Pusat Statistik. (2018). Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Bali Agustus 2018 mencapai 1,37 persen. Dikutip dari: https://bali.bps.go.id/pressrelease/201811/05/717085/tingka t-pengangguran-terbuka--tpt--di-bali-agustus-2018-mencapai-1-37-persen.html Diakses tanggal 12 Februari 2018
Brady, R. P. (2010). Work readiness inventory. Indianapolis: JIST Works.
Caballero, C., Walker, A., & Fuller-Tyszkiewicz, M. (2011). The work readiness scale (WRS): developing a measure to assess work readiness in college graduates. Journal of Teaching and Learning for Graduate Employability, 2(2), 41 - 54. doi: 10.21153/jtlge2011vol2no1art552.
Damarjati, T. (2016). Konsep pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan. Dikutip dari:
https://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1869/konsep-pembelajaran-di-sekolah-menengah-kejuruan Diakses
tanggal 20 Maret 2018
Dhila. (2018). Lulusan SMK susah dapat kerja? Jadi, salah siapa?. Dikutip dari: https://edu.dycode.co.id/lulusan-smk-susah-dapat-kerja-jadi-salah-siapa/ Diakses dan diunduh tanggal 20 Maret 2018
Djojonegoro. (1998). Pengembangan sumber daya manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: PT Jayakarta Agung Offset
Goleman, D. (2016). Social Intelligence: Ilmu baru tentang
hubungan antar-manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Handayani, N. (2013). Pengaruh Minat dan Kemampuan Akademis terhadap Kesiapan untuk Memasuki Dunia Kerja Siswa Jurusan Teknik Gambar Bangunan SMK Negeri 2 Depok. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta. Dikutip dari https://eprints.uny.ac.id/30812/. Diakses dan diunduh tanggal 15 Maret 2019.
Juki, A. (2017). Pengaruh prakerin dan peran guru pembimbing terhadap kesiapan kerja siswa kelas XI pemasaran di SMK Negeri 1 Kota Jambi. Jurnal Pendidikan ekonomi, 93(93), 1-137. Dikutip dari repository.unja.ac.id/1495/1/SKRIPSI FULL FILE.pdf. Diakses dan diunduh tanggal 12 Februari 2019
Latif, A., Yusuf, A. M., & Effendi, Z. M. (2017). Hubungan
perencanaan karier dan efikasi diri dengan kesiapan kerja mahasiswa. Jurnal konselor, 6(1),29-38. doi:
10.24036/02017616535-0-00.
Lena. (2007). Hubungan antara orientasi masa depan dalam bidang pendidikan dengan prestasi belajar mahasiswa/i tahun pertama (penelitian pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya angkatan 2006). Theses - Undergraduate Theses. Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Dikutip dari
https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id =151598. Diakses tanggal 20 Maret 2019.
Nafisah, S. A. (2017). Hubungan antara orientasi masa depan dengan kesiapan kerja siswa SMK. Skripsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Dikutip dari
http://eprints.ums.ac.id/53493/1/01.PUBLIKASI%20ILMI AH.pdf. Diakses dan diunduh tanggal 1 Februari 2019
Pendidikan Menengah Kejuruan. (2013). Pedoman pelaksanaan prakerin. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Depdiknas.
Permana, A. (2019). Kecerdasan sosial sangat penting dimiliki mahasiswa. Diakses dari:
https://www.itb.ac.id/news/read/57000/home/kecerdasan-sosial-sangat-penting-dimiliki-mahasiswa. Diakses tanggal 1 Januari 2019.
Pertiwi, D. W. (2017). Pengaruh bimbingan karier terhadap kesiapan kerja siswa bidang keahlian tata busana di SMK. Jurnal Ilmiah Pendidikan Kesejahteraan keluarga, 3(1). Dikutip dari jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/keluarga/article/download/.. ./1109. Diakses dan diunduh tanggal 12 Januari 2019
Rengganis, A. (2017). Hubungan antara orientasi masa depan bidang pekerjaan dengan kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat
akhir Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta.
Santrock, J. W. (2007). Remaja, jilid 2, edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga.
Setiawan, R. (2018). Mendampingi anak masuk SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Jakarta: DITPSMK. Dikutip dari: https://psmk.kemdikbud.go.id/konten/3898/mendampingi-anak-masuk-smk-sekolah-menengah-kejuruan. Diakses dan diunduh tanggal 17 Februari 2018
Setiyowati, E. (2015). Hubungan efektivitas bimbingan karir dan orientasi masa depan dengan keputusan karir remaja. Doctoral dissertation. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Dikutip dari
http://eprints.ums.ac.id/33872/1/NASKAH%20PUBLIKAS I.pdf. Diakses dan diunduh tanggal 4 Maret 2018
Soejanto, L. T. (2015). Tingkat kecerdasan sosial mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kanjuruhan Malang. Jurnal Konseling Indonesia, 1(1), 14-22. Diunduh dari ejournal.unikama.ac.id/index. php/JKI/article/download/.../ 1624/. Diunduh tanggal 12 Februari 2018
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (Mixed methods). Bandung: Alfabeta.
Utami, A. S. (2016). Hubungan antara dukungan sosial dengan kesiapan kerja siswa SMK. Skripsi. Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Dikutip dari
http://eprints.ums.ac.id/45457/10/02.%20NASKAH%20PU BLIKASI.pdf. Diakses dan diunduh tanggal 1 Februari 2019.
Utami, Y. G. D. Dan Hudaniah. (2013). Self efficacy dengan kesiapan kerja siswa sekolah menengah kejuruan. Jurnal ilmiah psikologi terapan, 1(1), 40-52. Dikutip dari
ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/download/1356/1 451. Diakses dan diunduh tanggal 12 Februari 2019
Walker, A., Yong, M., Pang, L., Fullarton, C., Costa, B., & Dunning, A. T. (2013). Work readiness of graduate health professionals. Nurse education today, 33(2), 116-122.
doi: 10.1016/j.nedt.2012.01.007
Wibowo, A. (2016). Adversity quetient, self efficacy dan kesiapan kerja siswa kelas XII program keahlian multimedia SMKN 1 Kabupaten Jombang. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 5(2), 174-180. Dikutip dari https://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona/article/view735. Diakses dan diunduh tanggal 13 Februari 2019
Wibowo. (2011). Manajemen kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Widyarini, (2014). Empat faktor kecerdasan budaya untuk meningkatkan keterampilan interpersonal. Dikutip dari: https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/168-artikel-pengembangan-sdm/20131-empat-faktor-kecerdasan-budaya-untuk-meningkatkan-keterampilan-interpersonal. Diakses tanggal 10 Desember 2018.
Winkel, W. S dan Hastuti, S. M. M. (2007). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Yogyakarta: PT. Grasindo.
Wispandono, M. (2018). Menguak kemampuan pekerja migran. Yogyakarta: Deepublish.
LAMPIRAN
Tabel 1.
Deskripsi Data Penelitian
Variabel |
N |
Mean teoretis |
Mean Empiris |
Std Deviasi Teoretis |
Std Deviasi Empiris |
Sebaran Teorietis |
Sebaran Empiris |
T |
Kesiapan |
463 |
80 |
97,41 |
16 |
8,355 |
32-128 |
78-121 |
44,833 |
Kerja |
(p=0,000) | |||||||
Kecerdasan |
463 |
87,5 |
107,08 |
17,5 |
10,049 |
35-140 |
77-137 |
41,914 |
Sosial |
(p=0,000) | |||||||
Orientasi |
463 |
105 |
132,81 |
21 |
16,417 |
42-168 |
85-168 |
36,453 |
Masa Depan |
(p=0,000) |
Tabel 2.
Kategorisasi Kesiapan Kerja
Rentang Nilai |
Kategori |
Jumlah |
Persentase |
X ≤ 56 |
Sangat Rendah |
0 |
0% |
56 < X ≤ 72 |
Rendah |
0 |
0% |
72 < X ≤ 88 |
Sedang |
71 |
15,3% |
88 < X ≤ 104 |
Tinggi |
291 |
62,9% |
104 < X |
Sangat Tinggi |
101 |
21,8% |
Tabel 3. | |||
Kategorisasi Kecerdasan Sosial | |||
Rentang Nilai |
Kategori |
Jumlah |
Persentase |
X ≤ 61,25 |
Sangat Rendah |
0 |
0% |
61,25 < X ≤ 78,75 |
Rendah |
1 |
0,2% |
78,75 < X ≤ 96,25 |
Sedang |
64 |
13,8% |
96,25 < X ≤ 113,75 |
Tinggi |
274 |
59,2% |
113,75 < X |
Sangat Tinggi |
124 |
26,8% |
Tabel 4. | |||
Kategorisasi Orientasi Masa Depan | |||
Rentang Nilai |
Kategori |
Jumlah |
Persentase |
X ≤ 73,5 |
Sangat Rendah |
0 |
0% |
73,5 < X ≤ 94,5 |
Rendah |
8 |
1,7% |
94,5 < X ≤ 115,5 |
Sedang |
56 |
12,1% |
115,5 < X ≤ 136,5 |
Tinggi |
200 |
43,2% |
136,5 < X |
Sangat Tinggi |
199 |
43% |
Tabel 5. | |||
Hasil Uji Normalitas Data Penelitian | |||
Variabel |
Kolmogorov-Smirnof |
Asymp.Sig (2-tailed) | |
Kesiapan Kerja |
0,038 |
0,136 | |
Kecerdasan Sosial |
0,038 |
0,117 | |
Orientasi Masa Depan |
0,037 |
0,159 |
Tabel 6.
Hasil Uji Linieritas Data Penelitian
Variabel |
Linearity |
Deviation from Linearity |
Kesimpulan |
Kesiapan Kerja*Kecerdasan Sosial |
0,000 |
0,235 |
Data Linear |
Kesiapan Kerja*Orientasi Masa Depan |
0,000 |
0,001 |
Data Linear |
Tabel 7.
Hasil Uji Multikolinearitas Data Penelitian
Variabel |
Tolerance |
Variance Inflation Factor (VIF) |
Keterangan |
Kecerdasan sosial |
0,706 |
1,416 |
Tidak terjadi multikolinieritas |
Orientasi masa depan |
0,706 |
1,416 |
Tidak terjadi multikolinieritas |
Dependent Variable: Kesiapan Kerja |
Tabel 8.
Hasil Uji Regresi Ganda Signifikansi Nilai F
Sum of Square |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. | |
Regression |
11818,756 |
2 |
5909,378 |
133,048 |
0,000 |
Residual |
20431,093 |
460 |
44,415 | ||
Total |
32249,849 |
462 | |||
Dependent Variabel: Kesiapan Kerja |
Tabel 9.
Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Tergantung
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
0,605 |
0,366 |
0,364 |
6,664 |
Tabel 10.
Hasil Uji Hipotesis Minor dan Garis Regresi Linear Berganda
Variabel |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Sts. Error |
Beta | |||
(Constant) |
41,898 |
3,426 |
12,228 |
0,000 | |
Kecerdasan Sosial |
0,372 |
0,037 |
0,448 |
10,140 |
0,000 |
Orientasi Masa Depan |
0,118 |
0,022 |
0,232 |
5,243 |
0,000 |
133
Discussion and feedback