Peran kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Pendidikan, 44-55
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
Peran kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja
Putu Cahya Gita Asari dan Luh Made Karisma Sukmayanti Suarya Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Motivasi berprestasi adalah keinginan mengalami keberhasilan dan berpartisipasi ke dalam kegiatan, dengan keberhasilan yang bergantung pada upaya dan kemampuan pribadi. Motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik cenderung akan dapat memotivasi diri untuk lebih berprestasi. Begitu pula dengan persaingan antar saudara berperan terhadap motivasi berprestasi, apabila terjadi persaingan antar saudara kandung karena adanya, rasa cemburu sebagai akibat dari perilaku membandingkan oleh orangtua. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui peran kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 12 tahun hingga 21 tahun, sebanyak 137 orang yang dipilih dengan simple random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Motivasi Berprestasi dengan reliabilitas 0.950, Skala Kecerdasan Emosional dengan reliabilitas 0.931, dan Skala persaingan antar saudara dengan reliabilitas 0.946. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai R=0,727 dan koefisien determinasi sebesar 0,528. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara memberikan hubungan yang positif terhadap motivasi berprestasi dan memberikan pengaruh sebesar 52,8% terhadap motivasi berprestasi. Berdasarkan hal tersebut remaja hendaknya belajar mengelola emosi dengan berlatih introspeksi diri beinteraksi ataupun beradaptasi dengan kehidupan sosialnya, serta orangtua dan masyarakat mampu membuat suasana lingkungan yang positif dengan harapan dapat terciptanya motivasi berprestasi.
Kata Kunci: Kecerdasan emosi, motivasi berprestasi, persaingan antar saudara, remaja
Abstract
Achievement motivation is pretension to be succeed and participate into activities in which depend on self-efforts and capabilities. Achievement motivation is influenced by several factors including emotional intelligence and sibling rivalry. Individual with good emotional intelligence tend to be able to motivate themselves to achieve more. Sibling rivalry contributes to achievement motivation, if there is competition between siblings because of jealousy as a result of behavior comparing by parents. This research is a quantitative research to investigate the role of emotional intelligence and sibling rivalry on achievement motivation of adolescent. The respondents of this research were 137 students of adolescent aged 12 to 21 years old were selected by simple random sampling. Meanwhile, the measurement tool of this research are Achievement Motivation Scale with the reliability 0.950, Emotional Intelligence Scale with the reliability 0.931, and Sibling Rivalry Scale with the reliability 0.946. The result of multiple regression analysis indicates R=0.727 and the adjusted R square is 0.528. It indicates that the variable of emotional intelligence and sibling rivalry have positive correlation to achievement motivation and provide influence in the amount of 52.8% on achievement motivation. Based on this result, adolescents strongly advised to learn to manage emotions by practicing introspection, interacting or adapting to their social life, and parents and society able to create a positive environmental atmosphere in the hope of achieving achievement motivation
Keywords: achievement motivation, adolescent, emotional intelligence, sibling rivalry
LATAR BELAKANG
Remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan yang merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Individu pada masa remaja berharap dapat menemukan jati diri, mengembangkan potensi yang dimiliki, memperluas lingkungan sosial, dan mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa. Sebelum memasuki masa dewasa, remaja memiliki beberapa permasalahan-permasalahan, khususnya tekanan sosial dan akademis yang memaksa remaja untuk memegang peran dengan melibatkan tanggung jawab yang lebih besar (Santrock, 2007).
Tanggung jawab utama remaja adalah dalam hal prestasi, karena sebagian besar remaja mendapatkan tuntutan dari orangtua untuk memiliki prestasi yang membanggakan. Salah satu kasus yang menunjukkan adanya tuntutan dari orangtua adalah pada tahun 2014 terdapat seorang anak berusia enam tahun masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) akibat terlalu banyak mengikuti les (Adystiani, 2014). Beberapa media menyebutkan, anak tersebut mengalami kondisi burnout atau terlalu banyak tekanan yang menyebabkan stress. Kasus lain juga menunjukkan bahwa seorang siswi SMP di Klaten nekat gantung diri setelah dimarahi oleh ibu akibat sakit hati karena meski lulus dianggap nilainya jelek dan nekat gantung diri (Wismabrata, 2017). Hal tersebut menunjukkan bahwa usia remaja menjadi masa yang kritis dalam hal prestasi akibat adanya tuntutan dari lingkungan untuk memiliki prestasi yang baik sebagai bekal dalam menjalani kehidupan ketika dewasa nanti, menjadi lebih serius dari masa sebelumnya, dan merasa bahwa keberhasilan dan kegagalan di masa sekarang sebagai prediktor di masa depan (Santrock, 2007).
Oleh karena adanya tuntutan prestasi pada remaja, maka terdapat banyak faktor yang memengaruhi remaja untuk mencapai prestasi tersebut. Salah satu faktor yang menentukan prestasi, khususnya pada remaja adalah motivasi remaja itu sendiri untuk berprestasi, yang disebut dengan motivasi berprestasi. Motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Sumanto, 1998). Dengan demikian motivasi berprestasi adalah keinginan mengalami keberhasilan dan berpartisipasi ke dalam kegiatan dimana keberhasilan bergantung pada upaya dan kemampuan pribadi (Slavin, 2011).
Motivasi remaja baik di sekolah, dunia kerja, atau olahraga dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi merupakan keinginan dari dalam diri untuk menjadi kompeten dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri, yang melibatkan rasa ingin tahu, tantangan dan usaha, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan keinginan untuk mencapai sesuatu dengan tujuan untuk mendapat penghargaan atau reward yang melibatkan insentif yang bersumber dari eksternal seperti pujian (Santrock, 2003). Salah satu motivasi ekstrinsik adalah penghargaan dari orangtua yang memiliki ekspektasi pada anaknya. Kisah nyata terkait motivasi berprestasi datang dari seorang gadis berusia, yang memutuskan mengakhiri hidupnya dengan
melompat dari lantai 33 di apartememen, akibat tidak siap untuk mengikuti ujian bahasa mandarin. Seperti yang diberitakan oleh wartakota.tribunnews.com berdasarkan pengakuan ibu dan bibinya gadis tersebut sempat mengeluh mendapatkan nilai jelek dan pelajaran bahasa mandarin merupakan pelajaran yang paling tidak bisa. Hal ini dapat memberikan gambaran akibat rendahnya motivasi berprestasi, bahwa ketidakmampuan individu memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik dapat mengakibatkan hal yang negatif seperti stress, perasaan tertekan hingga berujung kematian.
Proses dalam mencapai prestasi yang diinginkan, banyak faktor yang memengaruhi. Menurut Goleman (2000) kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan sisanya adalah sumbangan dari faktor kecerdasan emosional, seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol dorongan hati, mengatur suasana hati, berempati serta kemampuan bekerjasama. Seperti kisah nyata yang diberitakan oleh www.vemale.com pada tahun 2016 yaitu mengenai anak remaja kakak berusia 18 tahun dan adik berusia 15 tahun di Pennsylvania, Amerika Serikat. Akibat jatuh cinta kepada gadis yang sama, adik tega membunuh kakaknya sendiri. Hal ini terjadi karena keduanya samasama ingin mendapatkan cinta si gadis pujaan hati. Persaingan ini membuat adik dan kakak dalam berita tersebut akhirnya bertengkar dan tidak terima jika gadis yang sedang mereka cintai jatuh cinta ke salah satu pihak. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari seseorang yang kurang mampu menjaga keselarasan emosi dan pengendalian diri, yang merupakan bagian dari kecerdasan emosional. Namun dalam hubungan antar saudara ada juga kisah nyata antara kakak dan adik yang saling mendukung terkait dengan proses pencapaian prestasi yang diinginkan. Hal ini terjadi pada kakak beradik, Noriko Khang dan Yuriko Khang yang berasal dari Balikpapan yaitu beradu prestasi di ajang olimpiade matematika di Korea Selatan. Noriko atau biasa disapa Kiko, sebagai kakak kiko sudah mengikuti kegiatan olimpiade terlebih dahulu dibandingkan adik. Kiko sudah pernah meraih medali emas WMI dua tahun berturut-turut. Meskipun kakak lebih dahulu mengikuti olimpiade, namun adik yang biasa disapa Shinshin mengakuti bahwa senang melihat kakak berprestasi dan hal tersebut menjadi salah satu motivasi si adik dalam mengikuti lomba (Birra, 2018). Kejadian kakak dan adik yang memiliki persamaan pencapaian prestasi dalam hal olimpiade matematika di atas menunjukkan bahwa, dalam hubungan antar saudara apabila memiliki kecerdasan emosional yang baik, seperti misalnya dengan menganggap kakak bukanlah lawan yang harus dikalahkan melainkan bisa sebagai pemberi motivasi yang baik, maka hal ini dapat membantu adik memiliki motivasi berprestasi yang baik pula.
Goleman (2001) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial. Khusus pada orang-orang yang hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi saja, cenderung menarik diri, terkesan dingin, dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Selanjutnya seseorang yang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan, dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh individu yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Menurut pemberitaan yang terlansir di www.aura.co.id tahun 2014 banyak kasus yang marak terjadi di Indonesia, anak usia prasekolah sudah diberikan banyak pelajaran, seperti berhitung dan membaca. Orangtua semakin bangga jika anaknya dapat membaca dan berhitung sedini mungkin, padahal banyak penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang cerdas secara intelektual seringkali lupa diajarkan tentang kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang semestinya diajarkan terhadap anak di antaranya bagaimana seseorang berempati dengan orang lain, mengikuti antrian, atau tidak berebut mainan dengan temannya. Kecerdasan emosional dapat memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi seseorang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2014) dijelaskan bahwa motivasi belajar siswa di SMP Muhammadiyah Kota Jambi mendapatkan hasil jika semakin tinggi kecerdasan emosional siswa, maka motivasi belajar siswa cenderung meningkat. Meskipun yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah motivasi belajar, namun motivasi belajar dapat dikatakan sebagai salah satu aspek dari ciri-ciri seseorang dengan motivasi berprestasi yang tinggi yaitu memiliki keinginan menjadi yang terbaik dengan cara rajin belajar (McClelland, 1987).
Terkait dengan kecerdasan emosional, dalam proses perkembangan tidak semua remaja dapat melalui dengan baik. Hal ini ditandai dengan remaja yang tidak dapat mengontrol emosinya, serta terkadang tidak berpikir realistis. Sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab munculnya suatu tindakan fisik maupun verbal yang kurang baik dan dapat berakhir dengan terjadinya konflik. Salah satu konflik yang dapat terjadi adalah persaingan antar saudara yang umumnya terjadi pada keluarga yang memiliki anak lebih dari satu, yang artinya persaingan antar saudara merupakan persaingan kakak adik dalam satu keluarga (Soendjojo, 2000).
Hubungan antar kakak-beradik berbeda dari hubungan antar orangtua dan anak-anak, dan sering kali merupakan kombinasi antara perasaan sayang dan persaingan (Boer dkk, dalam Baron, 2003). Seringkali bentuk dari rasa sayang dan benci itu kakak-beradik disalurkan lewat kekerasan. Oleh karena itu tidak dipungkiri hal tersebut dapat menimbulkan rasa iri hati yang dapat memicu persaingan antar saudara. Persaingan antar anak di dalam keluarga lebih banyak terjadi pada masa remaja, karena tahap remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa peralihan ini terjadi masa mencari identitas sehingga dalam dirinya ada keinginan untuk
menjadi lebih dari orang lain, termasuk salah satunya adalah prestasi. Anak-anak ingin menarik perhatian orang lain dengan penampilan, cara berpakaian, cara berbicara, sehingga hal tersebut menimbulkan persaingan diantara saudara-saudara kandung (Hurlock, 2002).
Menurut Soendjojo (2000) persaingan antar saudara terjadi karena adanya reaksi yang berbeda-beda dari orang-orang yang berada di sekeliling. Persaingan atau kompetisi adalah sesuatu yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam persaingan untuk merebut kasih sayang atau perhatian orangtua. Perasaan iri hati dan permusuhan nantinya akan berpengaruh pada hubungan yang negatif antar saudara kandung. Hubungan antara anak dan saudara kandung bila tidak terjalin dengan baik maka akan memengaruhi pola hubungan sosial, seperti interaksi individu dengan lingkungannya. Kebiasaan seperti bertengkar dan tidak peduli terhadap lingkungan sekitar yang dibawa anak ke luar rumah akan membuat anak tidak diterima oleh lingkungan (Hurlock, 1989). Kebiasaan ini bisa berdampak pada diri sendiri, saudara, dan juga orang lain.
Hubungan antar saudara dapat mengarah ke hubungan yang positif ataupun menjadi hubungan yang negatif. Hubungan yang positif dapat berupa adanya sikap saling menyayangi dan mengasihi antar saudara, sedangkan hubungan antar saudara yang negatif dapat berupa permusuhan atau agresi. Hubungan antar saudara terjadi sedemikian rupa sehingga pada hubungan antar saudara kandung sebuah konflik kerap kali terjadi. Konflik yang dialami oleh anak yang memiliki saudara juga merupakan salah satu bentuk dari komunikasi antar saudara. Konflik tersebut dapat membuat anak dan saudaranya saling mengenal dan memahami perilaku satu sama lain baik dari hal positif hingga negatif (Wallace, 2012).
Hubungan antar saudara akan menjadi pijakan kokoh ketika interaksi saudara kandung berlangsung dengan baik, namun akan menjadi sebuah keruntuhan yang besar ketika hubungan antar saudara tidak baik. Interaksi antar saudara tidak hanya bersifat komunikasi positif seperti diskusi, berbagi cerita, bersenda gurau atau percakapan sehari-hari, tetapi dapat juga berbentuk interaksi yang sifatnya negatif contohnya yaitu konflik antar saudara. Oleh karena itu. hubungan antar saudara bukanlah hubungan yang statis, melainkan dapat juga menjadi hubungan yang dinamis dan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu (Putri, 2013). Oleh karena itu apabila hubungan antar saudara yang kurang baik tidak diatasi pada masa anak-anak, akan menimbulkan delayed effect, yang merupakan pola perilaku tersimpan dibagian alam bawah sadar pada usia 12 tahun hingga 18 tahun, dan dapat muncul kembali setelah bertahun-tahun kemudian (Boyle, 2014).
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan persaingan antar saudara yang terjadi dapat menjadi pemicu motivasi berprestasi pada anak usia remaja, karena pada anak usia remaja saling bersaing satu sama lain untuk mendapatkan prestasi demi perhatian orangtua. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Vevandi (2015) dijelaskan bahwa terdapat hubungan negatif antara sibling rivalry dengan motivasi berprestasi, yang berarti jika sibling rivalry rendah maka motivasi berprestasi akan tinggi pada remaja. Apabila sibling rivalry rendah, ada beberapa faktor dari orangtua seperti perhatian, kasih sayang dan sikap membanding-bandingkan tidak terjadi, maka akan terciptanya motivasi berprestasi yang tinggi pada individu remaja. Hidup bersama sejak kecil menghasilkan saling keterkaitan dan keeratan secara emosional. Umumnya, kakak dan adik terbiasa saling membantu dalam proses ajar mengajar dan eratnya hubungan persaudaraan adik atau kakak juga memengaruhi kesehatan dan kondisi sosial pada keduanya. Adapun penelitian lain yang diterbitkan dalam Am I Psychiatry, konflik antar saudara kandung yang terlalu lama ditemukan adanya peningkatan depresi hingga penggunaan obat untuk mengubah suasana hati (Putri, 2016).
Apabila dalam sebuah keluarga memiliki anak lebih dari satu, yaitu terdapat kakak dan adik, faktor lingkungan akan cenderung mambandingkan keberhasilan individu yang satu dengan anak lainnya. Dalam kondisi seperti ini, kakak dan adik akan menunjukkan persaingan untuk memenuhi kebutuhan akan pujian dan perhatian orangtua atau lingkungan sekitar dan cenderung rentan menimbulkan persaingan dengan saudara kandungnya. Dengan demikian, membuat individu harus berusaha untuk menyeimbangkan kebutuhan tersebut dengan saling bernegosiasi dengan saudara kandung dalam hal persamaan hak, perasaan superior dan perasaan inferior. Berdasarkan latar belakang tersebut, ide penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran antara kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi. Adapun definisi operasinal dari masing-masing variabel penelitian ialah sebagai berikut:
Motivasi berprestasi
Motivasi berprestasi merupakan usaha untuk mencapai sukses atau berhasil dalam kompetensi dengan suatu ukuran keunggulan yang dapat berupa prestasi orang lain maupun prestasi sendiri. Skor motivasi berprestasi diukur menggunakan skala Motivasi Berprestasi (MB) dengan aspek-aspek yaitu memiliki tanggung jawab pribadi, memiliki tujuan yang realistis, memperoleh umpan balik, senang bekerja sendiri, memikirkan masa depan, dan mengutamakan kualitas dari pencapaian. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf motivasi berprestasi. Begitupula sebaliknya, apabila skor total yang diperoleh semakin rendah, maka semakin rendah taraf motivasi berprestasi yang dimiliki oleh subjek.
Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk merasakan, memahami, dan
mengekspresikan emosi diri sendiri, mengenali dan memahami emosi orang lain dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan sehingga dapat menjalin hubungan yang baik dengan diri sendiri dan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Skor kecerdasan emosional diukur menggunakan skala Kecerdasan Emosional (KE) dengan aspek-aspek yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf kecerdasan emosional. Begitupula sebaliknya, apabila skor total yang diperoleh semakin rendah, maka semakin rendah taraf kecerdasan emosional yang dimiliki oleh subjek.
Persaingan antar saudara
Persaingan antar saudara dapat diartikan sebagai kecemburuan, persaingan atau pertengkaran antara saudara kandung baik laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan maupun laki-laki dan perempuan yang merupakan saudara kandung dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua. Skor persaingan antar saudara diukur menggunakan skala Sibling rivalry (SR) dengan aspek-aspek yaitu tidak mau bekerjasama, tidak mau berbagi, adanya serangan agresif, saling mengadukan kesalahan, merusak barang. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf persaingan antar saudara. Begitupula sebaliknya, apabila skor total yang diperoleh semakin rendah, maka semakin rendah taraf persaingan antar saudara yang dimiliki oleh subjek.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling. Simple random sampling dilakukan dengan pengambilan anggota sampel dari populasi dan dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2016). Disamping teknik pengambilan sampel, dilakukan pula penentuan jumlah sampel yang akan digunakan. Field (2009) menjelaskan terdapat tiga rumus dalam menentukan jumlah sampel minimum berdasarkan jumlah variabel bebas (VB) atau prediktornya. Rumus tersebut yaitu:
-
1. VB x 15, sehingga diperoleh jumlah sampel
minimum sebanyak 30.
-
2. 50 + 8 x VB, sehingga diperoleh jumlah sampel
minimum sebanyak 66.
-
3. 104 + VB, sehingga diperoleh jumlah sampel
minimum sebanyak 106.
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah minimal sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 106 remaja, karena Green (dalam Field, 2009) menyatakan bahwa semakin besar sampel yang digunakan akan semakin baik.
Subjek dan Tempat Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berada pada rentang usia 12 hingga 21 tahun. Teknik pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu teknik pengambilan anggota sampel dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memerhatikan strata yang ada di dalam populasi itu. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 137 orang. Proses pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2018.
Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Motivasi Berprestasi, skala Kecerdasan Emosional, dan skala Persaingan Antar Saudara. Skala Motivasi Berprestasi disusun berdasarkan enam aspek motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh McClelland (1987), skala Kecerdasan Emosional disusun berdasarkan lima aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman (2009), dan skala Persaingan Antar Saudara disusun berdasarkan lima aspek persaingan antar saudara yang dikemukakan oleh Hurlock (2002). Skala Motivasi Berprestasi terdiri dari 60 aitem pernyataan, Skala Kecerdasan Emosional terdiri dari 42 aitem pernyataan, dan Skala Persaingan Antar Saudara terdiri dari 54 aitem pernyataan. Pada skala Motivasi Berprestasi, skala Kecerdasan Emosional, dan skala Persaingan Antar Saudara terdapat 4 respon jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pernyataan dalam aitem favorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi skor 2, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Pernyataan dalam aitem unfavorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, setuju (S) diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 4.
Rentang nilai koefisien korelasi aitem total skala Motivasi Berprestasi pada saat pengujian validitas berada dari rentang 0.307-0.660. Hasil reliabilitas skala Motivasi Berprestasi dengan menggunakan Cronbach Alpha (α) adalah sebesar 0.950. Alpha (α) sebesar 0.950 menunjukkan bahwa 95.0% variasi skor subjek pada skala ini adalah skor murni. Hasil tersebut menggambarkan bahwa skala Motivasi Berprestasi dapat digunakan untuk mengukur taraf motivasi berpretasi.
Rentang nilai koefisien korelasi aitem total skala Kecerdasan Emosional pada saat pengujian validitas berada dari rentang 0.306-0.730. Hasil reliabilitas skala Kecerdasan Emosional dengan menggunakan Cronbach Alpha (α) adalah sebesar 0.931. Alpha (α) sebesar 0.931 menunjukkan bahwa 93.1% variasi skor subjek pada skala ini adalah skor murni. Hasil tersebut menggambarkan bahwa skala Kecerdasan Emosional dapat digunakan untuk mengukur taraf kecerdasan emosional.
Rentang nilai koefisien korelasi aitem total skala Persaingan Antar Saudara pada saat pengujian validitas berada dari rentang 0.309-0.731. Hasil reliabilitas skala Persaingan ANtar Saudara dengan menggunakan Cronbach Alpha (α) adalah sebesar 0.946. Alpha (α) sebesar 0.946 menunjukkan bahwa 94.6% variasi skor subjek pada skala ini adalah skor murni. Hasil tersebut menggambarkan bahwa skala Persaingan Antar Saudara dapat digunakan untuk mengukur taraf persaingan antar saudara.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk dapat menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Teknik analisis regresi berganda merupakan teknik statistik parametrik. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian yang menggunakan dua atau lebih variabel bebas untuk melakukan prediksi terhadap variabel tergantung (Field, 2009).
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Subjek dalam penelitian ini merupakan remaja. Apabila dilihat berdasarkan usia, sebagian besar subjek dalam penelitian ini berusia 14 tahun dengan persentase sebesar 26.3%. Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan, dengan persentase sebesar 61.3%. Apabila dilihat berdasarkan urutan kelahiran sebagian besar subjek berada pada urutan kelahiran kedua dengan persentase sebesar 45.2%.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi penelitian variabel motivasi berprestasi, kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki nilai rata-rata teoretis sebesar 150 dan nilai rata-rata empiris sebesar 165,81 dan menghasilkan perbedaan sebesar 15,81 atau (nilai rata-rata empiris > nilai rata-rata teoretis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf motivasi berprestasi yang sangat tinggi.
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki nilai rata-rata teoretis sebesar 105 dan nilai rata-rata empiris sebesar 122,24 atau (nilai rata-rata empiris > nilai rata-rata teoretis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki kecerdasan emosional sangat tinggi.
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa persaingan antar saudara memiliki nilai rata-rata teoretis sebesar 135 dan nilai rata-rata empiris sebesar 108,53 dan menghasilkan perbedaan sebesar 26,47 atau (nilai rata-rata empiris < nilai rata-rata teoretis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki taraf persaingan antar saudara yang sangat rendah.
Uji Asumsi
Uji normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov. Data penelitian dikatakan berdistribusi normal jika probabilitas lebih besar daripada 0,05 (p>0,05). Variabel motivasi berprestasi memiliki taraf signifikansi sebesar 0,200 (p>0,05). Variabel kecerdasan emosional memiliki taraf
signifikansi sebesar 0,200 (p>0,05). Variabel persaingan antar saudara memiliki taraf signifikansi sebesar 0,200 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa seluruh data pada penelitian ini berdistribusi normal.
Uji lineritas dilakukan dengan Compare Means-Test for Linearity. Data penelitian dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila taraf signifikansi pada Linearity lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) (Gani dan Amalia 2015). Variabel kecerdasan emosional dengan motivasi berprestasi memiliki taraf signifikansi Linearity sebesar 0,000. Variabel persaingan antar saudara dengan motivasi berprestasi memiliki taraf signifikansi Linearity sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara kecerdasan emosional dengan motivasi berprestasi dan persaingan antar saudara dengan motivasi berprestasi.
Uji multikolinieritas dengan memperhatikan Tolerance Value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika Tolerance Value ≥ 0,1 atau VIF ≤ 10, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas (Field, 2009). Variabel kecerdasan emosional memiliki nilai Tolerance sebesar 0,670 dan nilai VIF sebesar 1,493. Variabel persaingan antar saudara memiliki nilai Tolerance sebesar 0,670 dan nilai VIF sebesar 1,493. Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas.
Uji Hipotesis
Hasil uji regresi berganda variabel motivasi berprestasi, kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara adalah sebagai berikut (tabel terlampir).
Hasil uji regresi berganda pada tabel 5 menunjukkan nilai F hitung yang lebih besar dari nilai F tabel (74,921 > 3,06) dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga menyebabkan Ho ditolak dan Ha dalam penelitian ini diterima. Diterimanya Ha pada penelitian ini memiliki arti bahwa terdapat peran kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja.
Tabel 6 menunjukkan diperoleh koefisien regresi (R) sebesar 0,727 dan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,528. Berdasarkan uji regresi berganda dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara secara bersama-sama memberikan peran sebesar 52.8% terhadap motivasi berprestasi, sedangkan sisanya sebesar 47.2% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Hasil uji hipotesis minor dengan analisis regresi berganda pada tabel 7 menunjukkan variabel kecerdasan emosional memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,513, nilai t sebesar 7,075 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi berprestasi cenderung meningkat seiring meningkatnya kecerdasan emosional. Variabel persaingan antar saudara memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,298, nilai t sebesar -4,107 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi berprestasi
cenderung menurun seiring meningkatnya persaingan antar saudara.
Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas, sehingga diperoleh persamaan garis regresi yaitu: Y= 112,274 + 0,665 X1 - 0,248 X2 dengan keterangan sebagai berikut.
Y = Motivasi berprestasi
X1 = Kecerdasan emosional
X2 = Persaingan Antar Saudara
Persamaan garis regresi tersebut memiliki arti sebagai berikut:
-
a. Konstata sebesar 112,274 menunjukan bahwa jika variabel kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara memiliki nilai 0, maka nilai motivasi berprestasi yang dimiliki akan sebesar 112,274.
-
b. Koefesien regresi X1 sebesar 0,665 memiliki arti bahwa variabel bebas berperan dalam meningkatkan tingkat variabel terikat. Jadi, setiap terjadi peningkatan satuan nilai dari variabel kecerdasan emosional, maka nilai variabel motivasi berprestasi akan mengalami peningkatan sebesar 0,665.
-
c. Koefesien regresi X2 sebesar -0,248. Nilai negatif yang ditunjukan memiliki arti bahwa variabel bebas berperan dalam menurunkan tingkat variabel terikat. Jadi, setiap terjadi peningkatan satuan nilai dari variabel persaingan antar saudara, maka nilai variabel motivasi berprestasi akan mengalami penurunan sebesar -0,248.
Ringkasan hasil uji hipotesis mayor dan uji hipotesis minor dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 8.
Pembahasan dan Kesimpulan
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda, menunjukkan bahwa hipotesis alternatif pada penelitian ini diterima yaitu, terdapat peran antara kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja. Variabel kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara secara bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 52,8% terhadap motivasi berprestasi. Artinya, terdapat 47,2% sumbangan dari faktor lain yang memengaruhi motivasi berprestasi pada remaja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring dan Sari (2017), yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri 7 Kabupaten Tebo. Hal serupa juga disampaikan oleh Bakti (2015) yang menjelaskan bahwa semakin baik kecerdasan emosional siswa maka semakin tinggi motivasi belajar siswa, sebaliknya semakin berkurang kecerdasan emosional maka semakin rendah motivasi belajar siswa. Meskipun yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah motivasi belajar, namun motivasi belajar dapat dikatakan sebagai salah satu aspek dari ciri-ciri seseorang dengan motivasi berprestasi yang tinggi yaitu memiliki keinginan menjadi yang terbaik
dengan cara rajin belajar (McClelland, 1987). Adanya faktor lain seperti sekolah dan guru bimbingan konseling diharapkan mampu berperan aktif dalam upaya pengembangan dan mengolah kecerdasan emosional siswa di sekolah dan di rumah melalui kegiatan yang mendukung peningkatan motivasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan Goleman (2009) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat memengaruhi kecerdasan emosional yaitu faktor internal yang timbul dari dalam diri individu dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu, dapat berupa lingkungan, teman, dan pasangan hidup.
Menurut McClelland (1987) salah satu aspek-aspek yang membuat individu memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah tanggung jawab. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan merasa dirinya bertanggung jawab terhadap tugas yang akan dikerjakan dan akan berusaha sampai berhasil menyelesaikannya, misalnya dalam mengerjakan tugas kuliah yang diberikan batas waktu oleh dosen. Individu yang memiliki rasa tanggung jawab tinggi akan menyelesaikan dan mengumpulkan tugasnya tepat waktu. Hal ini berkaitan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Goleman (2009), bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu memotivasi diri untuk bertahan dan terus menerus berusaha menemukan banyak cara untuk mencapai tujuannya. Hal ini menyebabkan individu mendapatkan hasil yang maksimal dalam pencapaian prestasinya karena memiliki tanggung jawab yang menyebabkan tingginya motivasi berprestasi dan bisa memotivasi diri sebagai bagian dari kecerdasan emosional.
Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi dari persaingan antar saudara menunjukkan arti bahwa motivasi berprestasi cenderung menurun seiring meningkatnya persaingan antar saudara. Hal tersebut sesuai dengan hasi penelitian Vevandi dan Tairas (2015) bahwa terdapat hubungan negatif antara persaingan antar saudara dengan motivasi berprestasi, yang berarti jika persaingan antar saudara rendah maka motivasi berprestasi akan cenderung tinggi. Jika salah satu faktor yang menyebabkan persaingan antar saudara berkaitan dengan hal-hal dari orangtua seperti perhatian, kasih sayang dan sikap tidak membanding-bandingkan, tidak terjadi maka akan mendukung terciptanya motivasi berprestasi yang tinggi pada remaja. Misalnya dalam sebuah keluarga orangtua sering membandingkan prestasi antara kakak dan adik, seperti contoh adik lebih unggul dalam nilai sekolahnya dibandingkan dengan kakak. Hal ini dapat menimbulkan hubungan antar saudara yang tidak baik atau berujung pada persaingan yang tidak sehat, yang bisa menyebabkan munculnya perasaan iri hati dan permusuhan. Apabila persaingan antar saudara rendah, ada beberapa faktor dari orangtua seperti perhatian, kasih sayang, dan sikap membanding bandingkan tidak terjadi, maka akan terciptanya motivasi berprestasi yang tinggi pada individu remaja. Dengan kata lain, individu yang tidak mengalami persaingan antar saudara dapat menjadi salah satu faktor terjadinya motivasi berprestasi. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (2002) bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas persaingan antar saudara dan
hal tersebut dapat menentukan apakah hubungan antar saudara kandung akan baik atau buruk, yaitu sikap orangtua, jenis pola asuh, dan pengaruh orang luar dalam melakukan perbandingan anak.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, pada kategori skor kecerdasan emosional dapat dilihat bahwa mayoritas subjek berada pada kategori sangat tinggi yaitu 87 orang, yang artinya 63,5% mahasiswa memiliki kecerdasan emosi yang sangat tinggi dalam mengendalikan dan mengatasi emosinya. Hasil analisis kecerdasan emosional tersebut dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan bagian penting dalam menentukan keberhasilan dan kebahagiaan hidup. Hal ini dijelaskan oleh Goleman (2009) bahwa kecerdasan emosional sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi individu lain, dan dapat membina hubungan dengan individu lain. Goleman juga menambahkan bahwa kecerdasan emosional tidak merupakan lawan dari kecerdasan intelektual (IQ). Sukses tidaknya individu tidak dapat ditentukan hanya melihat hasil IQ namun keberhasilan individu dalam kehidupan ditentukan juga oleh kecerdasan emosional, sehingga baik itu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional harus berinteraksi secara dinamis. Individu yang memiliki kemampuan emosional yang berkembang dengan baik, dapat diprediksi bahwa individu tersebut akan bahagia, berhasil dalam kehidupan, dan lebih produktif.
Hasil kategori skor persaingan antar saudara yang telah didapat bahwa mayoritas subjek berada pada kategori skor sangat rendah yaitu 104 orang, hal ini berarti 75,9% individu tidak mengalami persaingan antar saudara. Hubungan antar saudara kandung memiliki pengaruh yang besar pada suasana rumah dan seluruh anggota keluarga. Bila hubungan antar saudara kandung baik, suasana di rumah menyenangkan dan bebas dari perselisihan. Sebaliknya, bila hubungan antar saudara kandung penuh perselisihan dan ditandai rasa iri, permusuhan dan gejala ketidakharmonisan lainnya, hubungan ini merusak hubungan keluarga dan suasana rumah (Hurlock, 1999).
Selanjutnya hasil analisis data yang telah dilakukan, pada kategori skor motivasi berprestasi dapat dilihat bahwa mayoritas subjek berada pada kategori sangat tinggi yaitu 76 orang, yang artinya 55,5% individu memiliki tingkat motivasi berprestasi yang sangat tinggi dalam motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi dapat terjadi dikarenakan subjek memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan persaingan antar saudara yang rendah, di mana pada penelitian ini juga telah menunjukkan hasil bahwa kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara berperan dalam meningkatkan motivasi berprestasi.
Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat 47,2% sumbangan dari faktor lain terhadap motivasi berprestasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Fernald dan Fernald (2004), bahwa urutan kelahiran dapat menjadikan salah satu faktor yang dapat memengaruhi motivasi berprestasi. Alfred Adler juga menyatakan persaingan antar
saudara adalah salah satu bentuk dari striving for superiority yang ditunjukkan oleh saudara yang lebih muda kepada kakaknya. Urutan kelahiran, dianggap penting dalam menentukan tipe kepribadian dan dinamika baik anak maupun saudara. Berbeda dengan kedua teori di atas, hasil analisis tambahan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor urutan kelahiran tidak memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirunnisa (2016) yang mendapatkan hasil bahwa urutan kelahiran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Menurut hasil penelitian tersebut hal ini disebabkan bahwa urutan kelahiran sesungguhnya tidak memberikan pengaruh langsung pada motivasi belajar siswa, namun bagaimana orangtua memberikan makna pada urutan kelahiran tersebut sehingga biasanya perlakuan kepada anak dengan urutan kelahiran berbeda satu dengan yang lainnya dan orangtua terlalu memberikan beban yang banyak pada anak sulung mulai dari penamaan kedisiplinan, norma-norma tertentu, bahkan masal tanggung jawab.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
-
1. Kecerdasan emosional dan persaingan antar
saudara mampu memprediksi terdapatnya motivasi berprestasi pada remaja.
-
2. Kecerdasan emosional dan persaingan antar
saudara berperan sebesar 52,8% terhadap terdapatnya motivasi berprestasi pada temaja, sedangkan 47,2% sisanya diperankan oleh variabel lainnya.
-
3. Kecerdasan emosional berperan dalam
meningkatkan motivasi berprestasi pada remaja.
-
4. Persaingan antar saudara berperan dalam
menurunkan motivasi berprestasi pada remaja.
-
5. Urutan kelahiran tidak memiliki perbedaan
terhadap motivasi berprestasi pada remaja, dan hal ini dapat disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah subjek pada penelitian ini dalam tiap urutan kelahiran.
-
6. Berdasarkan kategorisasi data penelitian, maka
dapat disampaikan tiga hal yaitu sebagian besar remaja memiliki taraf kecerdasan emosional yang tergolong sangat tinggi, memiliki taraf persaingan antar saudara yang tergolong sangat rendah, dan memiliki taraf motivasi berprestasi yang tergolong sangat tinggi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat disampaikan saran-saran kepada beberapa pihak, yaitu sebagai berikut:
-
1. Remaja
Remaja hendaknya belajar dalam mengelola emosi dengan berlatih introspeksi diri terkait dengan kecerdasan emosional, sehingga dapat membantu dalam beinteraksi ataupun beradaptasi dengan kehidupan sosialnya.
-
2. Orangtua dan Masyarakat
-
a. Orangtua sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak hendaknya dapat menetapkan pola asuh yang baik sejak dini agar nantinya anak-anak memiliki hubungan yang baik dengan saudara kandung, sehingga terhindar dari persaingan antar saudara.
-
b. Masyarakat hendaknya tidak mengabaikan mengenai faktor-faktor dan dampak dari persaingan antar saudara, seperti misalnya tidak membanding-bandingkan anak. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan memahami bahwa setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda dan hal tersebut dapat menambah pengetahuan yang nantinya akan diterapkan dari masa anak-anak.
-
c. Masyarakat hendaknya mampu membuat suasana lingkungan yang positif dengan memberikan dukungan kepada remaja, karena remaja merupakan masa peralihan yang penting dalam tahap pencarian jati diri dan memerlukan banyak perhatian. Hal tersebut diharapkan dapat terciptanya motivasi berprestasi.
-
3. Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti remaja khususnya mengenai topik terkait peran kercerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja, agar lebih menyeimbangkan jumlah subjek dalam kategorisasi usia agar benar-benar merepresentasikan remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Adystiani, Renny Y. (2014). Terlalu Dipaksa Belajar, Anak Rentan Alami “burnout”. diperoleh dari:
http://www.aura.co.id/articles/Psikologi/425-terlalu-dipaksa-belajar-anak-rentan-alami-burnout diakses 10 maret 2018
Anonim. (2018). Takut ujian bahasa mandari jadi motif gadis SMP ini bunuh diri. Diperoleh dari
http://wartakota.tribunnews.com/2018/05/21/takut-ujian-bahasa-mandarin-jadi-motif-gadis-smp-ini-bunuh-diri?page=2 diakses 20 september 2018
Baron & Byrne,. (2003). Psikologi sosial. Jilid 1 Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga
Birra, Fadhil Al. (2018). Kisah kakak beradik raih medali emas olimpiade matematika di Korsel. Diperoleh dari
https://www.jawapos.com/features/02/08/2018/ki sah-kakak-beradik-raih-medali-emas-olimpiade-matematika-di-korsel diakses 27 september 2108 Boyle, W. A. (2011). Sibling Rivalry. Angelfire: Welcome
to Angelfire. Diperoleh dari
http://www.angelfire.com/md/imsystem/sibriv1.ht ml diakses 17 desember 2017
Fernald, L., Dodge & Fernald, Peter, S. (2004). Introduction to psychology (5th ed). India: A.I.T.B.S. Publishers & Distributors.
Field, A. (2009). Discovering statistic using SPSS 3rd edition. SAGE Publication.
Goleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. (2001). Kecerdasan emosional untuk mencapai puncak prestasi (terjemahkan oleh
Widodo). Jakarta: PT. Gramedia
Goleman, D. (2009). Kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, E.B. (1989). Perkembangan anak jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. edisi kelima. Terjemahan Instiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Khoirunnisa, Nikki. (2016). Pengaruh urutan kelahiran dan jenis kelamin terhadap motivasi belajar siswa di SMP AN-NUR Bululawang. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana malik Ibrahim Malang
McClelland, D.C. (1987). Human Motivation. New York : Cambridge University Press.
LAMPIRAN
Tabel 1
Deskripksi Data Penelitian
Mean Variabel Penelitian Teoreti s |
Standar Standar Mean Sebaran Sebaran t Deviasi Deviasi Xmin Xmax Empiris Teoretis Empiris (sig.) Teoretis Empiris |
Motivasi Berprestasi |
165,81 8,5 13,679 142 214 60-240 142-214 13,528 |
Kecerdasan Emosional 105 |
20,737 122,24 8,8 9,731 101 154 42-168 101-154 (0,000) |
Persaingan antar saudara 135 |
- 108,53 10,3 16,526 55 145 54-216 55-145 18,745 (0,000) |
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
Variabel |
Kolmogorov-Smirnov |
Sig. |
Kesimpulan |
Motivasi Berprestasi |
0,063 |
0,200 |
Data Normal |
Kecerdasan Emosional |
0,067 |
0,200 |
Data Normal |
Persaingan Antar Saudara |
0,061 |
0,200 |
Data Normal |
Tabel 3
Hasil Uji Linieritas Data Penelitian
Variabel |
Linearity |
Deviation from Linearity |
Kesimpulan |
Kecerdasan Emosional* Motivasi |
0,000 |
0,617 |
Data Linear |
Berprestasi | |||
Persaingan Antar Saudara* Motivasi Berprestasi |
0,000 |
0,316 |
Data Linear |
Tabel 4
Hasil Uji Multikolinieritas Data Penelitian
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Kesimpulan |
KecerdasanEmosional |
0,670 |
1,493 |
Tidak terjadi multikolinearitas |
PersainganAntarSaudara |
0,670 |
1,493 |
Tidak terjadi multikolinearitas |
Tabel 5
Hasil Signifikansi Uji Regresi Berganda
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. | |
Regression |
11086,173 |
2 |
5543,087 |
74,921 |
0,000 |
Residual |
9914, 148 |
134 |
73,986 | ||
Total |
21000,321 |
136 |
Tabel 6
Besarnya Peran Variabel Bebas terhadapVariabel Tergantung
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
0,727 |
0,528 |
0,521 |
8,602 |
Tabel 7
Uji Hipotesis Minor dan Garis Regresi Berganda
Variabel |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients (Beta) |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
(Constant) |
112,274 |
16,066 |
6,988 |
0,000 | |
Kecerdasan |
0,655 |
0,093 |
0,513 |
7,075 |
0,000 |
Emosional | |||||
Persaingan Antar |
-0,248 |
0,060 |
-0,298 |
-4,107 |
0,000 |
Saudara |
Tabel 8 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian | |
No |
Hipotesis Hasil |
1. |
Hipotesis Nol : Ditolak Tidak terdapat peran antara kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja. |
2. |
Hipotesis Alternatif : Diterima Terdapat peran antara kecerdasan emosional dan persaingan antar saudara terhadap motivasi berprestasi pada remaja |
55
Discussion and feedback