Peran self control dan self regulated learning terhadap prokrastinasi akademik siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Pendidikan, 32-43
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607
Peran self control dan self regulated learning terhadap prokrastinasi akademik siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
Ni Made Pradnyaswari dan Luh Kadek Pande Ary Susilawati Program Studi Sarjana Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Pendidikan merupakan suatu kewajiban mutlak yang harus dijalani pada usia remaja. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) harus belajar secara optimal, efektif dan efisien sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Masalah pengelolaan belajar yang sering dialami oleh siswa adalah penundaan dalam mengerjakan tugas. Menunda mengerjakan tugas merupakan penundaan dalam bidang akademik sehingga disebut dengan prokrastinasi akademik. Individu yang melakukan prokrastinasi cenderung impulsif, mudah teralihkan, dan kurang memiliki self control. Siswa SMA yang memiliki self control yang tinggi mampu mengatur perilaku agar tidak melakukan prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik juga cenderung terjadi karena penyesuaian dan pengaturan diri siswa yang kurang dalam menghadapi tuntutan tugas yang ada. Dalam penelitian ini pengaturan diri diartikan sebagai self regulated learning. Siswa yang kehilangan strategi dalam self regulated learning maka mengakibatkan proses belajar dan performa yang lebih buruk, sehingga siswa akan cenderung melakukan prokrastinasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran self control dan self regulated learning terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA. Subjek dalam penelitian ini adalahsiswa SMA yang berjumlah126 orang yang dipilih dengan teknik cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Self Control, SkalaSelf Regulated Learning dan SkalaProkrastinasi Akademik. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalahregresi berganda. Hasil dari uji analisis regresi berganda menunjukkan nilai R2= 0,583. Hasil ini menunjukkan bahwaself controldanself regulated learning berperan terhadap prokrastinasi akademik sebesar 58,3 %. Nilai signifikansi sebesar 0,000 (0<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa self control dan self regulated learning secara bersama-sama berperan terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA.
Kata kunci : Prokrastinasi akademik, self control, self regulated learning, siswa SMA
Abstract
Education is an absolute obligation in adolescence period.High school students must learn optimally, effectively and efficiently according to the demands faced. The problem of learning management that is often experienced by students is the delay in doing the work. Delaying the task is delay in the academic field that is called with academic procrastination. Individuals who procrastinate tend to be impulsive, easily distracted, and lack self control. High school students who have high self control are able to regulate behavior for not to perform academic procrastination. Academic procrastination also tends to occur due to the adjustment and self regulation of students who are lacking to faced the existing task demands. In this study, self regulation can be interpreted as self regulated learning. Students who lose their strategy in self regulated learning will be worse in learning, performance, and tend to do academic procrastination. This study aims to determine the role of self control and self regulated learning towards academic procrastination of high school students in Denpasar. Subjects in this study were 126 students chosen by cluster sampling.The measuring instrument used in this study is Self Control Scale, Self Regulated Learning Scale and Academic Procrastination Scale. The data analysis technique carried out is multiple regression. These results indicate that self control and self regulated learning contribute to academic procrastination by 58,3%. The significance value is 0,000 (0 <0,05) so it can be concluded that self control and self regulated learning together contribute to the academic procrastination of high school students.
Keywords: Academic procrastination, high school students, self control, self regulated learning
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu kewajiban mutlak yang harus dijalani pada usia remaja (Koushki, Shirin, Liaght, & Kamali, 2014). Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu tempat untuk menempuh pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor melalui proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah (Savira & Suharsono, 2013).
Siswa SMA harus belajar secara optimal, efektif dan efisien sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Siswa dituntut untuk datang ke sekolah tepat waktu, belajar sesuai jadwal, tidak bolos pada mata pelajaran yang sedang berlangsung, mengumpulkan tugas tepat waktu, dan tidak menunda-nunda untuk belajar atau mengerjakan tugas yang diberikan (Indra, Yusuf, & Jamna, 2015). Hal ini dapat dilihat bagaimana cara guru SMA mengajar siswa dengan memberikan penjelasan mengenai materi yang diajar, memberikan tugas, dan menuntut siswa agar tidak lepas dari kegiatan sekolah (Sari, 2018).
Siswa juga dituntut untuk memiliki pengelolaan belajar yang baik, namun tidak semua siswa bisa mengelola waktu yang dimiliki untuk belajar. Masalah pengelolaan belajar yang sering dialami oleh siswa adalah penundaan dalam mengerjakan tugas (Khotimah, Radjah, & Handarini, 2016). Penundaan dalam mengerjakan tugas disebut dengan prokrastinasi akademik. Menurut Setiani, Santoso, dan Kurjono (2018), prokrastinasi akademik adalah penundaan yang dilakukan di bidang akademik secara sengaja dan berulang-ulang seperti menunda mengerjakan tugas, belajar untuk menghadapi ujian, dan kehadiran dalam kelas. Pelaku prokrastinasi juga lebih memilih untuk melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan daripada mengerjakan tugas akademik sehingga menimbulkan akibat negatif atau kerugian pada pelaku prokrastinasi.
Berdasarkan penelitian Alvira (2013) ditemukan data bahwa siswa masih menggunakan “sistem kebut semalam (sks)” untuk belajar, mengerjakan tugas satu hari sebelum dikumpulkan, mengerjakan tugas di sekolah sebelum bel masuk dibunyikan, mengobrol saat mengerjakan tugas dan keterlambatan mengumpulkan tugas. Hal ini terjadi karena kecenderungan siswa dalam menunda-nunda pekerjaan meningkat dengan melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat di luar kegiatan akademik. Hal ini diperkuat oleh hasil studi pendahuluan peneliti terhadap siswa SMA di Denpasar berusia 15 tahun sampai 18 tahun.
Penelitian ini menggunakan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada tiga orang siswa SMA di Denpasar, subjek berinisial IR, MW, dan IA. Hasil dari wawancara tersebut menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik terjadi karena tenggat waktu tugas yang masih jauh, malas mengerjakan tugas, lebih mengutamakan ulangan daripada tugas, menonton film secara langsung melalui web server di peranti elektronik, jalan-jalan dengan teman, dan melakukan hobi yang disukai (Pradnyaswari, 2018).
Prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Ghufron dan Risnawita (2012) prokrastinasi akademik dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam individu (internal), yaitu self control. Hal ini didukung oleh pernyataan Steel (2007) yang mengemukakan bahwa individu yang melakukan prokrastinasi cenderung impulsif, mudah teralihkan, dan kurang memiliki self control. Menurut Mukhtar, Yusuf, dan Budiamin (2016), self control adalah kemampuan individu dalam mengontrol perilaku, mengontrol pikiran dan mengontrol keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.
Siswa yang memiliki self control yang tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama dalam mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang membawa kepada konsekuensi positif. Siswa memiliki tugas utama, yaitu belajar. Siswa yang memiliki self control yang tinggi akan mampu memandu, mengarahkan, dan mengatur perilaku. Siswa mampu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, mempertimbangkan konsekuensi yang dihadapi sehingga mampu memilih tindakan dan untuk meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Siswa mampu mengatur stimulus sehingga dapat menyesuaikan perilaku kepada hal-hal yang lebih menunjang pendidikan yang sedang ditempuh (Gufron, 2014).
Faktor internal lain yang juga berperan terhadap prokrastinasi akademik adalah pengaturan diri dalam belajar atau biasa disebut dengan self regulated learning (Ghufron & Risnawita, 2011). Prokrastinasi akademik cenderung terjadi karena kurang mampu menyesuaikan diri dan mengatur diri pada waktu menghadapi tuntutan tugas yang ada, seperti kemampuan dan keterampilan yang kurang dalam mengatur kegiatan belajar, pengontrolan yang kurang terhadap perilaku belajar serta pengetahuan mengenai tujuan, arah, serta sumber-sumber yang mendukung untuk belajar yang minim (Santika & Sawitri, 2016).
Zain dan Wahyuni (2015) menyatakan bahwa siswa yang kehilangan strategi dalam self regulatedakan mengakibatkan proses belajar dan performa yang lebih buruk, dalam hal ini siswa akan cenderung melakukan prokrastinasi akademik. Siswa yang memiliki self regulated learning yang rendahakan membuat performa siswa dalam belajar menjadi rendah karena tidak ada strategi yang ditetapkan dalam diri siswa untuk belajar dengan baik. Hal ini yang memicu siswa untuk melakukan prokrastinasi akademik.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dikatakan bahwa self control dan self regulated learning dapat berkontribusi terhadap prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Adanya self control dan self regulated learning yang tinggi, maka dapat menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa SMA. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui peran self control dan self regulated learning terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self control dan self regulated learning. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prokrastinasi akademik. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Self control
Self control pada penelitian ini adalah proses pengendalian perilaku yang dilakukan siswa SMA dalam menghadapi tugas akademik dengan cara menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan perilaku agar terhindar dari penundaan dalam mengerjakan tugas. Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur self control subjek dalam penelitian ini didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012), yaitu kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan mengontrol keputusan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi taraf self control. Self Regulated Learning
Self regulated learning (SRL) pada penelitian ini adalah proses yang dialami siswa yang sedang dalam tahap belajar. Siswa mempunyai strategi dalam mengatur proses belajar sendiri, mulai dari merencanakan, memantau, mengontrol dan mengevaluasi diri secara sistematis untuk mencapai tujuan dalam belajar. Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur self regulated learning didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Zimmerman (1989), yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku. Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi taraf self regulated learning.
Prokrastinasi akademik
Prokrastinasi akademik adalah suatu perilaku penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang pada tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik. Penundaan terjadi karena individu melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dan tidak berhubungan dengan tugas akademik. Penundaan yang dilakukan mengakibatkan keterlambatan dalam menyelesaikan tugas atau gagal dalam menyelesaikan tugas. Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur prokrastinasi akademik didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Ferrari, Johnson, dan McCown (1995), yaitu penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi taraf prokrastinasi akademik.
Subjek
Subjek dalam penelitian ini memiliki kriteria, yaitu remaja berusia 15 sampai 18 tahun yang saat ini masih aktif sekolah dan sedang menempuh pendidikan SMA. Penentuan jumlah sampel minimal pada penelitian ini mengacu pada rumus yaitu 104 + VB (Field, 2009). Jumlah minimal subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 106 siswa SMA, karena Green (dalam Field, 2009) menyatakan bahwa semakin besar subjek yang digunakan maka semakin baik.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik yang digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2014). Teknik cluster sampling digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah dan kemudian tahap selanjutnya menentukan individu-individu yang akan digunakan sebagai sampel penelitian.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sampling jenuh, yaitu semua populasi digunakan sebagai sampel penelitian dikarenakan jumlah sampel yang relatif kecil. Skala yang disebarkan pada proses pengambila data adalah sebanyak 61 skala, namun hanya 60 skala yang diisi lengkap dan dapat dianalisis.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2018 hingga 6 Agustus 2018. Pengambilan data penelitian dilakukan di SMA Negeri 7 Denpasar dan SMA Negeri 2 Denpasar. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menyebaran kuesioner penelitian di kelas. Jumlah keseluruhan kuesioner yang diisi pada penelitian ini sebanyak 126 kuesioner.
Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu akala prokrastinasi akademik (PA), skala self control (SC), dan skala self regulated learning (SRL). Skala PA terdiri dari 53 aitem, Skala SC terdiri dari 25 aitem, sedangkan Skala SRL terdiri dari 55 aitem. Dalam pengukurannya, tingkat tanggapan subjek terhadap setiap butir pernyataan didasarkan pada Skala Likert. Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini memiliki empat kategori pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Uji validitas isi dalam penelitian ini menggunakan expert judgement oleh dosen pembimbing skripsi, sedangkan validitas konstruk dalam penelitian ini diukur dengan bantuan SPSSversi 22.0 for windows.Menurut Cronbach (dalam Azwar, 2015), koefisien korelasi aitem-total sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 dianggap sebagai aitem yang memuaskan. Menurut Azwar (2013) apabila terdapat banyak aitem yang tidak mencapai angka 0,30, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan batas kriteria menjadi 0,25 agar mencukupi jumlah yang diinginkan. Standar minimal koefisien korelasi aitem-total yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,25. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai koefisien Alpha Cronbach. Reliabilitas suatu alat ukur dianggap memuaskan apabila tingkat koefisien reliabilitasnya mencapai 0,90. Semakin tinggi nilai koefisien reliabilitas dari suatu skala, maka skala tersebut dikatakan semakin reliabel (Azwar (2015).
Hasil uji validitas Skala PA memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,270 sampai 0,758, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,958 yang memiliki arti bahwa Skala PA mampu
mencerminkan 95,8% dari variasi skor murni subjek. Skala SC memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,366 sampai 0,725, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,914 yang memiliki arti bahwa Skala SC mampu mencerminkan 91,4% dari variasi skor murni subjek. Skala SRL memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,263 sampai 0,713, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,953 yang memiliki arti bahwa Skala SRL mampu mencerminkan 95,3% dari variasi skor murni subjek.
Teknik Analisis Data
Uji asumsi dalam penelitian menggunakan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, uji linieritas dengan Compare Means-Test for Linearity, dan uji multikolinieritas dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Collinierity Tolerance. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Berganda. Menurut Sugiyono (2014), analisis regresi berganda adalah teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan dua variabel independen atau lebih secara bersama-sama dengan satu variabel dependen dengan jenis data interval dan rasio. Menurut Santoso (2014) pengambilan keputusan terkait hipotesis mana yang akan diterima ditentukan berdasarkan nilai signifikansi apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (sig<0,05) maka, Ha diterima dan Ho ditolak. Yang berarti variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka Ha ditolak dan Ho diterima yang berarti variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan data karakteristik subjek, diperoleh bahwa total subjek berjumlah 126 orang dari SMA Negeri 7 Denpasar dan SMA Negeri 2 Denpasar. Berdasarkan usia, mayoritas subjek penelitian berusia 17 tahun dengan persentase sebesar 44,44%. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki dengan persentase sebesar 50,79%. Berdasarkan kelas, mayoritas subjek penelitian adalah siswa kelas XII dengan persentase sebesar 48,41%. Berdasarkan jurusan, 50% subjek penelitian jurusan IPA dan 50% subjek penelitian jurusan IPS.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi penelitian variabel self control, self regulated learning, dan prokrastinasi akademik dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa self control memiliki mean teoretis 62,5 dan mean empiris sebesar 74,76 yang menghasilkan perbedaan sebesar 12,26 dengan nilai t sebesar 15,814 dan signifikansi 0,000. Hasil nilai t menunjukan nilai positif yang memiliki arti bahwa mean empiris variabel self control lebih besar dari mean teoretisnya. Nilai mean empiris yang lebih besar dari mean teoretis mengindikasikan bahwa subjek memiliki tingkat self control yang cenderung tinggi.
Berdasarkan hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa self regulated learning memiliki mean teoretis 137,5 dan mean empiris sebesar 163,43 yang menghasilkan perbedaan sebesar 25,93 dengan nilai t sebesar 17,911 dan signifikansi 0,000. Hasil nilai t menunjukan nilai positif yang memiliki arti bahwa mean empiris variabel self regulated learning lebih besar dari mean teoretisnya. Nilai mean empiris yang lebih besar dari mean teoretis mengindikasikan bahwa subjek memiliki tingkat self regulated learning yang cenderung tinggi.
Berdasarkan hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa prokrastinasi akademikmemiliki mean teoretis 132,5 dan mean empiris sebesar 116,97 yang menghasilkan perbedaan sebesar 15,53 dengan nilai t sebesar -10,572 dan signifikansi 0,000. Hasil nilai t menunjukan nilai negatif yang memiliki arti bahwa mean empiris variabel prokrastinasi akademik lebih kecil dari mean teoretisnya. Nilai mean empiris yang lebih besar dari mean teoretis mengindikasikan bahwa subjek memiliki tingkat prokrastinasi akademikyang cenderung rendah.
Uji Asumsi
Uji asumsi dalam penelitian menggunakan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov.Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 2 menunjukkan bahwa variabel self control memiliki taraf signifikansi sebesar 0,200 (p>0,05). Variabel self regulated learning memiliki taraf signifikansi sebesar 0,094 (p>0,05). Variabel prokrastinasi akademikmemiliki taraf signifikansi sebesar 0,200 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa seluruh data pada penelitian ini berdistribusi normal.
Uji linieritas dilakukan dengan Compare Means-Test for Linearity. Hasil uji linearitas pada tabel 3 menunjukan bahwa terdapat hubungan yang linear antara variabel self control dengan prokrastinasi akademik, serta antara variabel self regulated learning dengan prokrastinasi akademik. Hal ini ditunjukan melalui nilai taraf signifikansi linearity antara variabel self control dan prokrastinasi akademik, yaitu sebesar 0,000 (p<0,05) dan memiliki nilai taraf signifikansi Deviation from Linearity sebesar 0,186 (p>0,05), serta nilai taraf signifikansi linearity antara variabel self regulated learning dan prokrastinasi akademik yaitu sebesar 0,000 (p<0,05) dan memiliki nilai taraf signifikansi Deviation from Linearity sebesar 0,026 (p>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara self control dan self regulated learning dengan prokrastinasi akademik.
Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Collinierity Tolerance. Hasil uji multikolinearitas pada tabel 4 menunjukan bahwa kedua variabel penelitian, yaitu self controldan self regulated learningtidak terjadi multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi. Hal ini ditunjukan berdasarkan pada variabel self controldan self regulated learning yang samasama menunjukan nilai Tolerance sebesar 0,320 (Tolerance>0,1) dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) sebesar 3,122 (VIF<10).
Berdasarkan uji normalitas,uji linearitas, dan uji multikolinearitas yang telah dilakukan maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini berdistribusi normal, menunjukkan hubungan yang linear, dan tidak ada multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.
Uji Hipotesis
Hasil uji regresi berganda variabelself control danself regulated learning terhadap prokrastinasi akademik adalah sebagai berikut (tabel terlampir)
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Bergandadengan bantuan program SPSS versi 22 for windows. Menurut Sugiyono (2014), analisis regresi berganda adalah teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan dua variabel independen atau lebih secara bersama-sama dengan satu variabel dependen dengan jenis data interval dan rasio.
Berdasarkan hasil uji regresi berganda pada tabel 5 menunjukan bahwa nilai F hitung yang bernilai 85,935 dan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima pada hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima. Jadi, terdapat peran self control dan self regulated learning terhadap prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Uji regresi berganda juga dapat digunakan untuk melihat seberapa besar peran variabel bebas terhadap variabel terikat.
Berdasarkan hasil pada tabel 6 menunjukan nilai R sebesar 0,763, hal ini menunjukan bahwa terdapat peran yang kuat antara variabel bebas, yaitu self control dan self regulated learning terhadap variabel terikat, yaitu prokrastinasi akademik. Nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,583 menunjukan variabel bebas memiliki peran sebesar 58,3% terhadap variabel terikat, sedangkan variabel yang tidak diteliti memiliki peran sebesar 41,7% terhadap variabel terikat.
Berdasarkan hasil pada tabel 7 menunjukan variabel self control memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,644, nilai t sebesar -6,258 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa self control berperan secara signifikan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik. Variabel self regulated learning memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,140, nilai t sebesar -1,360 dan taraf signifikansi sebesar 0,176 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa self regulated learningtidak berperan secara signifikan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik.
Rumus garis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah Y= 231,396 -1,220 X1 - 0,142 X2 dengan keterangan sebagai berikut :
Y = Prokrastinasi akademik
X1= Self control
X2= Self regulated learning
Garis regresi tersebut memiliki arti sebagai berikut :
-
a. Konstata sebesar 231,396 menunjukan bahwa jika variabel self control dan self regulated learning memiliki nilai 0, maka nilai prokrastinasi akademik yang dimiliki akan sebesar 231,396.
b.Koefisien regresi X1 sebesar -1,220. Nilai negatif yang ditunjukan memiliki arti bahwa variabel bebas berperan dalam menurunkan tingkat variabel terikat. Jadi, setiap terjadi peningkatan satuan nilai dari variabel self control, maka nilai variabel prokrastinasi akademik akan mengalami penurunan sebesar 1,220.
-
c. Koefisien regresi X2 sebesar -0,142. Nilai negatif yang ditunjukan memiliki arti bahwa variabel bebas berperan dalam menurunkan tingkat variabel terikat. Jadi, setiap terjadi peningkatan satuan nilai dari variabel self regulated learning, maka nilai variabel prokrastinasi akademik akan mengalami penurunan sebesar 0,142.
Rangkuman hasil uji hipotesis mayor dan hipotesis minor dalam penelitian ini dapat dilihat pada rangkuman tabel 8.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan analisis uji regresi berganda yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwaself control dan self regulated learning berperan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa SMA.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Clara, Dariyo, dan Basaria (2017) yang menyatakan bahwa self control secara parsial memiliki peran negatif yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Self control terbukti berperan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa SMA. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2016) yang menyatakan bahwa self regulated learning berperan terhadap prokrastinasi akademik siswa. Strategi self regulated learning terbukti efektif untuk menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa. Tingkat prokrastinasi akademik siswa pada kelompok eksperimen yang diberikan strategi self regulated learning mengalami penurunan yang signifikan.
Hipotesis mayor dikatakan diterima berdasarkan pada hasil analisis yang menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang bernilai lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Tingkat
prokrastinasi akademik pada subjek dipengaruhi oleh variabel self control dan self regulated learning. Hasil analisis menunjukan nilai R sebesar 0,763 yang menunjukan bahwa terdapat peran yang kuat antara variabel bebas, yaitu self control dan self regulated learning terhadap variabel terikat, yaitu prokrastinasi akademik. Dalam penelitian ini juga menunjukan bahwa koefisien determinasi (R Square) bernilai sebesar 0,583 yang berarti variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu self control dan self regulated learning memiliki peran sebesar 58,3% terhadap variabel terikat yaitu prokrastinasi akademik, sedangkan sisanya 41,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Menurut Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) individu yang memiliki kemampuan self control yang baik akan mampu mengontrol perilakunya sendiri dan apabila tidak mampu mengontrol dirinya dengan baik maka individu akan menggunakan sumber eksternal atau berasal dari luar dirinya. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan siswa SMA memiliki self control sehingga mampu mengontrol dirinya sendiri untuk tidak melakukan prokrastinasi akademik. Selain variabel self control, variabel self regulated learning juga berperan terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA.
Self regulated learning membuat siswa mampu mengobservasi dan mengevaluasi cara belajar agar efektif, mampu memonitor diri, disiplin, mandiri dan merancang strategi belajar (Zimmerman, dkk., 1996). Siswa SMA yang menerapkan self regulated learning akan mampu mengulang materi pelajaran yang didapatkan di sekolah secara rutin, merancang jadwal belajar yang diikuti secara konsisten, memiliki usaha untuk mempelajari materi lebih dalam dengan menanyakan kepada teman yang dianggap mampu, membagi waktu secara efektif untuk bisa menyelesaikan tugas tepat waktu, menyusun target pencapaian, serta mengevaluasi hasil prestasi akademik.
Self control dan self regulated learning secara bersama-sama berperan terhadap prokrastinasi akademik karena siswa mampu mengontrol perilaku dan mampu mengobservasi dan mengevaluasi cara belajar agar efektif. Siswa juga mampu memonitor diri, disiplin dalam belajar, dan merancang strategi belajar yang baik sehingga siswa bisa terhindar dari prokrastinasi akademik.
Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi dari self controlmenunjukkan self control berperan secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, Purwanti, dan Lestari (2016), yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara kontrol diri terhadap prokrastinasi akademik peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Sungai Ambawang. Siswa SMA yang memiliki kontrol diri yang tinggi maka melakukan prokrastinasi akademik yang rendah dan sebaliknya siswa SMA yang memiliki kontrol diri yang rendah maka melakukan prokrastinasi akademik yang tinggi.
Goldfried dan Merbaum (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Siswa SMA yang memiliki self control yang tinggi akan mampu menyusun jadwal belajar, mengatur jam belajar, dan membentuk perilaku belajar yang baik sehingga terhindar dari prokrastinasi akademik.
Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) mengemukakan bahwa pada self controlterdapat aspek kontrol perilaku. Aspek kontrol perilaku memiliki dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan dan kemampuan memodifikasi stimulus. Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan
kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Pada siswa SMA yang memiliki self control yang tinggi, siswa SMA akan mampu mengatur pelaksanaan dalam mengerjakan tugas sehingga tidak melakukan prokrastinasi akademik. Kemampuan mengatur pelaksanaan dapat ditunjukkan saat siswa SMA sedang mengerjakan tugas dan terdapat teman yang mengajak untuk melakukan hal lain yang lebih menyenangkan seperti jalan-jalan, maka pada siswa SMA yang memiliki self control yang tinggi akan menolak ajakan teman yang mengajak untuk jalan-jalan atau akan menerima ajakan teman setelah tugas yang dikerjakan sudah selesai.
Kemampuan untuk memodifikasi stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki. Ciri-ciri individu yang melakukan prokrastinasi akademik, yaitu kemampuan yang rendah dalam mengontrol impuls atau stimulus. Siswa SMA yang memiliki self control yang tinggi mampu memodifikasi stimulus yang ada dengan cara mencegah atau menjauhi stimulus yang dapat berdampak negatif, serta memilih waktu yang tepat untuk memberikan reaksi atau membatasi intensitas munculnya stimulus tersebut.
Menurut Berndt (dalam Ghufron & Risnawita, 2012), ketika individu dengan self control yang tinggi dihadapkan pada dua perilaku yeng sama-sama menghasilkan akibat tertentu, individu tersebut memutuskan untuk menunggu agar memperoleh hasil yang lebih memuaskan dan mampu untuk menunda kepuasan yang lebih kecil. Siswa SMA yang memiliki self control tinggi dihadapkan pada suatu pilihan antara mengerjakan tugas atau melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan, maka siswa SMA tersebut akan cenderung menyelesaikan tugasnnya terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang lebih memuaskan, daripada memilih melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan yang hanya menghasilkan kepuasan sementara.
Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) menjelaskan bawa pada self control terdapat aspek kontrol kognitif atau cognitive control. Kontrol kognitif merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam mengolah informasi dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam sebuah kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek kontrol kognitif ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Informasi yang dimiliki oleh siswa SMA mengenai pentingnya tugas akademik dan konsekuensi dari prokrastinasi akademik dapat membuat siswa SMA akan menilai bahwa prokrastinasi akademik adalah perilaku yang negatif dan menimbulkan kerugian sehingga siswa SMA akan segera mengerjakan tugas dan mengantisipasi agar tidak melakukan penundaan dalam mengerjakan tugas.
Menurut Burka dan Yuen (2008), salah satu ciri seorang prokrastinator adalah kesulitan mengambil keputusan. Siswa SMA yang melakukan prokrastinasi akan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan untuk mengerjakan
tugas atau sama sekali tidak mencoba mengerjakan tugas ketika deadline pengumpulan tugas sudah mendekati jadwal pengumpulan. Hal ini berbeda dengan siswa SMA yang memiliki self control yang tinggi, siswa SMA yang memiliki self control yang tinggiakan mampu untuk menentukan keputusan dalam mengerjakan tugas agar terhindar dari prokrastinasi akademik sehingga siswa SMA mampu mendapatkan hasil yang maksimal dan terhindar dari konsekuensi negatif. Hal tersebut dikarenakan pada self control terdapat aspek mengontrol keputusan (Decisional Control) yang dikemukakan oleh Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012). Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Adanya kemampuan mengontrol keputusan tersebut maka dapat membantu siswa SMA dalam menentukan keputusannya agar terhindar dari konsekuensi negatif.
Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi dari self regulated learningmenunjukkan bahwa self regulated learning tidak berperan secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ermida dan Apsari (2012) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara pelatihan SAT terhadap perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Pelatihan SAT terdiri dari self regulation, assertiveness, dan time management.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Darmawan (2017) yang menunjukkan bahwa variabel selfregulated learning tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Steel (2007) yang menyatakan bahwa faktor yang penting yang mempengaruhi kemunculan perilaku prokrastinasi pada siswa adalah kemampuan melakukan self-regulation atau pengaturan diri.
Self regulated learning membuat pelajar mampu mengobservasi dan mengevaluasi cara belajar agar efektif, mampu memonitor diri, disiplin, mandiri dan merancang strategi belajar (Zimmerman, dkk., 1996). Siswa SMA yang menerapkan self regulated learning akan mampu mengulang materi pelajaran yang didapatkan di sekolah secara rutin, merancang jadwal belajar yang diikuti secara konsisten, memiliki usaha untuk mempelajari materi lebih dalam dengan menanyakan kepada teman yang dianggap mampu, membagi waktu secara efektif untuk bisa menyelesaikan tugas tepat waktu, menyusun goals atau target pencapaian, serta mengevaluasi hasil prestasi akademik.
Menurut Zimmerman (1989) self-regulation mencakup tiga aspek yang diaplikasikan dalam belajar, yaitu metakognitif, motivasi, dan perilaku. Matlin (1983) menjelaskan bahwa metakognitif merupakan suatu proses penting. Hal ini dikarenakan pengetahuan individu tentang kognisi yang dimiliki dapat membimbing dalam mengatur strategi dalam meningkatkan kinerja kognitif. Zimmerman (1989) menyatakan bahwa poin metakognitif dalam self regulated
learning, yaitu proses memahami pendekatan pembelajaran dalam proses berpikir dengan merencanakan, menetapkan tujuan, memonitor, mengorganisasikan dan mengevaluasi kegiatan belajar. Siswa SMA yang memiliki self regulated learning yang tinggi akan mampu membuat strategi belajar yang benar dan sesuai agar kinerja kognitif meningkat, mampu menetapkan tujuan belajar, memonitor kegiatan belajar hingga mengevaluasi kegiatan belajar.
Memonitor kegiatan belajar dan mengevaluasi kegiatan belajar masuk ke dalam fase self regulated learning. Ormrod (2009) menjelaskan bahwa monitor diri (self monitoring) terjadi saat siswa memonitor kemajuan dirinya dalam kerangka tujuan yang telah ditetapkan dengan cara siswa mengubah strategi belajar atau memodifikasi tujuan bila dibutuhkan. Evaluasi diri (self evaluation) terjadi saat siswa mampu menentukan apakah yang dipelajari itu telah memenuhi tujuan awal atau belum. Idealnya siswa juga menggunakan evaluasi diri untuk menyesuaikan penggunaan berbagai strategi belajar dalam kesempatan-kesempatan dikemudian hari (Ormrod, 2009).
Motivasi merupakan salah satu aspek self-regulation, Zimmerman (1998) berpendapat bahwa keuntungan motivasi adalah individu memiliki ketertarikan terhadap tugas yang diberikan dan berusaha dengan tekun dalam belajar dengan memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan yang disukai untuk belajar. Siswa SMA yang memiliki self regulated learning yang tinggi akan memiliki ketertarikan dalam belajar, berusaha belajar dengan tekun, dan mampu menciptakan lingkungan yang disukai saat belajar. Siswa SMA yang mampu menciptakan lingkungan yang disukai saat belajar juga dipengaruhi oleh perilaku. Hal ini didukung oleh pendapat Schunk dan Zimmerman (1998), bahwa perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitasnya.
Pada penelitian ini variabel self control memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi yang bernilai -1,220 sedangkan pada variabel self regulated learning memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi bernilai sebesar -0,142. Nilai negatif yang ditunjukan memiliki arti bahwa variabel bebas berperan dalam menurunkan tingkat variabel terikat. Variabel self control memiliki nilai koefisien beta terstandarisasi yang lebih besar dari variabel self regulated learning. Jadi, variabel self control memiliki peran lebih besar dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik dibandingkan dengan self regulated learning. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Nurwidawati (2014) yang menyatakan bahwa self control lebih berperan terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa program studi psikologi Unesa dibandingkan dengan konformitas.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas subjek memiliki tingkat self control yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas siswa SMA memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengontrol perilaku, kognitif, dan keputusan, sehingga mampu mengendalikan
tingkah laku dalam berbagai situasi secara mandiri agar sesuai dengan lingkungan sehingga memperoleh konsekuensi positif atau terhindar dari konsekuensi negatif, serta melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu.
Menurut Ghufron dan Risnawita (2012) faktor yang dapat memengaruhi self control individu adalah faktor usia dan kematangan. Semakin bertambahnya usia individu akan semakin baik self controlnya, individu yang matang secara psikologis akan mampu mengontrol perilakunya dengan lebih baik karena telah mampu mempertimbangkan hal-hal yang baik dan buruk bagi dirinya. Pada penelitian ini subjek penelitian merupakan siswa SMA yang berusia antara 15 hingga 18 tahun. Menurut Monks et al. (2009) rentang usia siswa SMA berusia 15-18 tahun, termasuk dalam tahap perkembangan remaja pertengahan. Menurut teori dari Piaget (dalam Santrock, 2007), kemampuan kognitif pada usia remaja telah mencapai tahap operasional formal. Remaja telah lebih mampu mempertimbangkan suatu kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Pada saat remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi.
Hasil kategorisasi self regulated learning subjek, menunjukan bahwa mayoritas subjek memiliki tingkat self regulated learning yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas siswa SMA memiliki goal setting dan usaha-usaha pengaturan untuk mencapai tujuan, pengelolaan waktu, dan pengaturan lingkungan fisik dan sosial. Menurut Zimmerman dan Pons (1990) faktor internal yang mempengaruhi self regulated learning adalah faktor individu dan perilaku. Faktor individu meliputi pengetahuan individu, tingkat kemampuan metakognisi, dan tujuan yang ingin dicapai. Semakin banyak pengetahuan dan beragam pengetahuan yang dimiliki oleh individu maka akan membantu individu dalam melakukan self-regulation. Tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki individu yang semakin tinggi akan membantu pelaksanaan selfregulation dalam diri individu dan semakin banyak dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan individu melakukan self-regulation. Perilaku menurut Zimmerman dan Pons (1990) mengacu kepada upaya individu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Semakin besar dan optimal upaya yang dikerahkan individu dalam mengatur dan mengorganisasi suatu aktivitas akan meningkatkan self regulated pada diri individu.
Berdasarkan hasil kategorisasi prokrastinasi akademik subjek, menunjukan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki tingkat prokrastinasi akademik pada kategori rendah dengan persentase sebesar 50%. Hanya terdapat sedikit subjek yang memiliki tingkat prokrastinasi akademik pada kategori tinggi dan juga tidak terdapat subjek yang berada pada kategori sangat tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mayoritas siswa SMA menunjukan perilaku penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan bidang akademik, keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik,
kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja, dan kecenderungan melakukan aktivitas lain daripada mengerjakan tugas akademik, dimana hal-hal tersebut dilakukan dengan intensitas yang rendah. Secara sederhana dapat diartikan siswa SMA kadang kala melakukan prokrastinasi akademik, atau dapat dikatakan cenderung jarang melakukan prokrastinasi akademik. Tingkat prokrastinasi yang rendah dapat terjadi karena subjek memiliki tingkat self control dan self regulated learning yang tinggi.
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu keterbatasan waktu dalam pengambilan data karena peneliti mengambil data penelitian saat jam belajar berlangsung sehingga subjek merasa kurang berkonsentrasi dalam mengisi skala karena jumlah aitem yang cukup banyak, dari tiga jenis skala yang diberikan secara bersamaan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwaself control dan self regulated learning secara bersama-samaberperan signifikanterhadap prokrastinasi akademik siswa SMA, self control berperan secara signifikan terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA, self regulated learning tidakberperan secara signifikanterhadap prokrastinasi akademik siswa SMA,mayoritas siswa SMA di Denpasar memiliki self control yang tinggi dengan persentase sebesar 56,3%, dari 126 orang siswa SMA di Denpasar terdapat 71 orang siswa SMA di Denpasar yang memiliki self control dengan taraf yang tinggi, mayoritas siswa SMA di Denpasar memiliki self regulated learning yang tinggi dengan persentase sebesar 59,5%, dari 126 orang siswa SMA di Denpasar terdapat 75 orang siswa SMA di Denpasar yang memiliki self regulated learning dengan taraf yang tinggi, mayoritas siswa SMA di Denpasar memiliki prokrastinasi akademikyang rendah dengan persentase sebesar 50%, dan dari 126 orang siswa SMA di Denpasar terdapat 63 orang siswa SMA di Denpasar yang memiliki prokrastinasi akademik dengan taraf yang rendah.
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti memberikan saran kepada siswa SMA agar mampu mempertahankan dan menjaga kemampuan mengontrol diri sehingga tetap mampu mengantisipasi terjadinya prokrastinasi akademik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem belajar yang baik seperti menyusun jadwal belajar dan mengatur jam belajar sehingga terhindar dari prokrastinasi akademik.
Saran bagi orangtua diharapkan mampu mengarahkan anak yang sedang menempuh pendidikan SMA untuk tetap konsisten dalam belajar dan mengatur jadwal belajar dengan baik sehingga siswa SMA bisa mengantisipasi terjadi penundaan, salah satunya adalah penundaan dalam mengerjakan tugas.
Saran bagi pihak sekolah, yaitu guru di sekolah diharapkan memberikan sosialisasi mengenai cara untuk mengontrol diri sendiri dan lingkungan luar yang memberikan pengaruh pada aktivitas belajar. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadi prokrastinasi akademik.
Saran bagi peneliti selanjutnya antara lain, diharapkan peneliti selanjutnya yang akan meneliti dengan subjek siswa SMA sebaiknya mempertimbangkan waktu pengambilan data. Pengambilan data sebaiknya dilakukan setelah jam pelajaran berakhir agar tidak mengganggu konsentrasi siswa. Peneliti selanjutnya juga diharapkan
mempertimbangkan jumlah aitem yang digunakan pada kuesioner karena jumlah aitem yang banyak membuat siswa bosan dan lelah dalam mengisi kuesioner, aitem unfavorable lebih banyak dinyatakan gugur pada skala self regulated learning sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan agar membuat kalimat pernyataan aitem unfavorable pada skala self regulated learning lebih jelas dan mudah dimengerti dan peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel psikologis lainnya yang berperan terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA. Variabel self control dan self regulated learning berperan sebesar 58,3% terhadap prokrastinasi akademik, sedangkan 41,7% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alvira, M. (2013). Keefektifan teknik self management untuk mereduksi prokrastinasi akademik siswa SMP. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Diunduh pada tanggal 16 Maret 2018.
Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi . Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Burka, J.B., & Yuen, L.M. (1983). Procrastination : Why you do it, What to Do About It. Newyork : Perseus Book
Clara, C., Dariyo, A., & Basaria, D. (2017). Peran self efficacy dan self control terhadap prokrastinasi akademik pada siswa SMA (Studi pada siswa SMA X Tangerang). Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Seni, 1(2).
Darmawan, G.P.N. (2017). Pengaruh self-regulated learning terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa jurusan pendidikan ekonomi. e-journal Jurusan Pendidikan Ekonomi, 10(2).
Ermida.,& Apsari, F. Y. (2012). Pelatihan SAT (Self regulation, assertiveness, time management) dan prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Experientia Jurnal Psikologi Indonesia, 1(1).
Ferrari, J. R., Johnson, J. & McCown, W. (1995). Procrastination and Task Avoidance. New York, USA: Plenum Press.
Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS. London: Sage Publicication Ltd.
Ghufron, M.N., & Risnawita, R.S. (2011a). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Ghufron, M.N., & Risnawita, R.S. (2012b). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Gufron, R. (2014). Hubungan kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa IPA MAN Malang 1 kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2018.
Indra, S., Yusuf, A. M. Jamna, J. (2015). Efektivitas team assisted individualization untuk mengurangi prokrastinasi akademik. Jurnal Edukasi, 1(2).
Khotimah, R. H., Radjah, C. L., & Handarini, D. M. (2016). Hubungan antara konsep diri akademik, efikasi diri akademik, harga diri dan prokrastinasi akademik pada siswa SMP Negeri di kota Malang. Jurnal Kajian Bimbingan Konseling, 1(2).
Koushki., Shirin., Liaght, R., & Kamali, A.P. (2014). Relationship betweenattributional styles, self-regulation and educational procrastination in students.International Journal of Psychology and Behavioral Research 3(3).
Matlin, M. (1983). Cognition. Pennsylvania State University: Holt, Rinehart, and Winston.
Monks. (2009). Tahap Perkembangan Masa Remaja. Defenisi Remaja.Jakarta : Penerbit Grafindo Jakarta
Mukhtar., Yusuf, S., & Budiamin, A. (2016). Program layanan bimbingan klasikal untuk meningkatkan self-control siswa. Psikopedagogia, 5(1).
Ormrod, J. E. 2009. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Pradnyaswari, N. M. (2018). Peran self-control dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi akademik siswa SMA di Denpasar. (artikel studi pendahuluan tidak dipublikasikan). Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali.
Purwanti, M., Purwanti.,& Lestari, S. (2016). Pengaruh kontrol diri terhadap prokrastinasi akademik peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Sungai Ambawang. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 5(8).
Santika, W. S., & Sawitri, D. R. (2016). Self-regulated learning dan prokrastinasi akademik pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Purwokerto. Jurnal Empati, 5(1).
Santrock, J. W. (2007). Life span development: perkembangan masa hidup (jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Sari, L. N. I. (2018). Studi komparasi prokrastinasi akademik siswa dalam mengerjakan tugas matematika ditinjau dari gender. Simki-Techsain, 2(7).
Savira, F., & Suharsono, Y. (2013). Self-regulated learning (slr) dengan prokrastinasi akademik pada siswa akselerasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(1).
Schunk, D. H., & Zimmerman, B. J. (1998). Self-regulated
learning: From teaching to self-reflective practice. New York, NY: Guilford Press
Setiani, N., Santoso, B., & Kurjono. (2018). Self regulated learning and achievement motivation to student academic procastination. Manajerial 4(3).
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analitic and theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bulletin, 133(1).
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta.
Ulum, M. I. (2016). Strategi self-regulated learning untuk menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(2).
Zain, N., & Wahyuni, S. S. (2015). Self-regulated learning dan prokrastinasi: Studi pada siswa SMK Panca Karya
Tangerang. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 3(2).
Zimmerman, B. J. (1989). Models of self-regulated learning and academic achievement. In B. J.
Zimmerman, B. J. (1998). Theories of self-regulated learning and academic achievement: An overview and analysis. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
LAMPIRAN
Tabel 1
Deskripsi statistik data penelitian
VariabelPenelitian |
Mean Teoretis |
Mean Empiris |
Standar Deviasi Teoretis |
Standar Deviasi Empiris |
Xmin |
Xmax |
Sebaran Teoretis |
Sebaran Empiris |
t (sig.) |
Self Control |
62,5 |
74,76 |
12,5 |
8,703 |
51 |
100 |
25-100 |
51-100 |
15,814 (0,000) |
Self Regulated Learning |
137,5 |
163,43 |
27,5 |
16,249 |
126 |
214 |
55-220 |
126 214 |
17,911 (0,000) |
ProkrastinasiAkademik |
132,5 |
116,97 |
26,5 |
16,490 |
65 |
162 |
53-212 |
65-162 |
-10,572 (0,000) |
Tabel 2
Hasil uji normalitas data penelitian
Variabel |
Sig. |
Kesimpulan |
Self Control |
0,200 |
Data Normal |
Self Regulated Learning |
0,094 |
Data Normal |
ProkrastinasiAkademik |
0,200 |
Data Normal |
Tabel 3
Hasil uji linearitas data penelitian
Variabel Linearity |
Deviation from Kesimpulan Linearity |
Self Control* 0,000 ProkrastinasiAkademik |
0,186 Data Linear |
Self Regulated Learning* 0,000 ProkrastinasiAkademik |
0,026 Data Linear |
Tabel 4
Hasil uji multikolinearitas data penelitian
Variabel |
Tolerance VIF Kesimpulan |
Self Control |
0,320 3,122 Tidak terjadi multikolinearitas |
Self Regulated Learning |
0,320 3,122 Tidak terjadi multikolinearitas |
Tabel 5 Hasil signifikansi uji regresi berganda | ||||
Sum of Squares Df |
Mean Square |
F |
Sig. | |
Regression |
19812,712 2 |
9906,356 |
85,935 |
0,000 |
Residual |
14179,161 123 |
115,278 | ||
Total |
33991,873 125 | |||
Tabel 6 | ||||
BesaranPeranVariabelBebasTerhadapVariabelTergantung | ||||
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate | |
0,763 |
0,583 |
0,576 |
10,737 |
Tabel 7
Uji hipotesis minor dan garis regresi berganda
Variabel |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients (Beta) |
T |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
(Constant) |
231,396 |
9,719 |
23,809 |
0,000 | |
Self Control |
-1,220 |
0,195 |
-0,644 |
-6,258 |
0,000 |
Self Regulated Learning |
-0,142 |
0,104 |
-0,140 |
-1,360 |
0,176 |
Tabel 8
Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian
No |
Hipotesis |
Hasil |
1. |
Hipotesis Mayor : Self control dan self regulated learning berperan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa SMA |
Diterima |
2. |
a. Hipotesis Minor 1: Self control berperan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa SMA |
Diterima |
b. Hipotesis Minor 2: Self regulated learning berperan dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa SMA |
Ditolak |
43
Discussion and feedback