Peran dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Pendidikan, 22-31
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
Peran dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar
Putu Avril Katleyana dan Ni Made Swasti Wulanyani
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Motivasi belajar diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri individu yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, serta memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan tertentu. Terwujudnya motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dari SMA Negeri 1 Denpasar dan SMA Dwijendra berjumlah 266 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Motivasi Belajar, Skala Dukungan Sosial Orangtua, dan Skala Persepsi Siswa mengenai Kompetensi Pedagogik Guru. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil uji regresi berganda menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,540 dan koefisien determinasi sebesar 0,292, dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama berperan terhadap motivasi belajar dengan memberikan pengaruh sebesar 29,2%. Dukungan sosial orangtua berperan terhadap motivasi belajar, begitu pula persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru berperan terhadap motivasi belajar.
Kata kunci: Dukungan sosial orangtua, motivasi belajar, persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru
Abstract
Learning motivation is defined as the individual overall driving force that makes, guarantees continuity, and provides the direction of learning activities, to achieve certain goals. Student’s learning motivation awareness are influenced by several factors such as parents’ social support and student's perception of the teacher's pedagogical competency. This research aims to discover the role of parents’ social support and student's perception of the teacher's pedagogical competency toward learning motivation of senior high school students in Denpasar City. Subjects in this research are 266 students from SMAN 1 Denpasar and SMA Dwijendra. Measuring tools that used is Learning Motivation Scale, Parents’ Social Support Scale, and Student's Perception of the Teacher's Pedagogical Competency Scale. The results of multiple regression test shows that the coefficient regression is 0,540 and the coefficient determination is 0,292, with significance of 0,000 (p<0,05). The result indicate that parents’ social support and student's perception of the teacher's pedagogical competency together have a role in learning motivation by giving an effect of 29,2%. Parents’ social support have a role in learning motivation, so as student’s perception of the teacher's pedagogical competency have a role in learning motivation.
Keywords: Learning motivation, parents’ social support, student's perception of the teacher's pedagogical competency
LATAR BELAKANG
Kegiatan belajar merupakan hal penting yang menjadi tugas utama siswa sebagai seorang pelajar. Belajar merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan perilaku sebagai hasil dari interaksi individu dengan lingkungannya yang melibatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2015). Proses belajar dikatakan berhasil, apabila siswa mampu memperoleh hasil belajar atau nilai akademik yang memuaskan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Demi mewujudkan hasil belajar yang memuaskan, siswa dituntut untuk melakukan kegiatan belajar dengan sungguh-sungguh, terutama bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan Perguruan Tinggi, karena salah satu syarat untuk masuk ke Perguruan Tinggi ialah hasil belajar berupa nilai akademik yang tinggi.
Bukan hanya ditentukan oleh kemampuan kognitif saja, siswa memerlukan dorongan-dorongan tertentu untuk belajar sehingga dapat melakukan kegiatan belajar dengan sungguh-sungguh. Dorongan-dorongan tersebut dapat menggerakkan individu untuk berperilaku, berpikir, dan merasa disebut sebagai motivasi (King, 2014). Motivasi sangat diperlukan dalam proses belajar karena individu tidak akan melakukan kegiatan belajar, jika tidak memiliki motivasi untuk belajar (Djamarah, 2015). Artinya siswa dengan motivasi belajar yang tinggi menjadi lebih terdorong untuk melakukan kegiatan belajar, dibandingkan siswa dengan motivasi belajar yang rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan Bahri (2011) bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar akan melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Kota Denpasar memiliki kualitas pendidikan yang baik, dibandingkan dengan daerah lain yang ada di Provinsi Bali (Nugroho, 2017). Kualitas pendidikan yang baik tidak serta merta menghilangkan hambatan dalam belajar pada siswa di Kota Denpasar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan kepada siswa SMA di Kota Denpasar pada 5 Juli 2018, disebutkan bahwa terdapat sejumlah hambatan yang mengganggu proses belajar di sekolah. Faktor internal merupakan hambatan dalam belajar yang berasal dari dalam diri siswa seperti timbulnya rasa malas, kebiasaan menunda-nunda pekerjaan, moody atau perubahan suasana hati, kesulitan memahami suatu materi pelajaran, hingga sikap mudah menyerah saat dihadapkan pada pelajaran yang sulit. Lain halnya dengan faktor eksternal merupakan hambatan dalam belajar yang berasal dari luar diri siswa seperti cara mengajar guru, karakteristik guru, penerapan kurikulum pendidikan yang berubah-ubah, sistem kurikulum pendidikan yang berlaku, hingga pengaruh teman sebaya.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi motivasi belajar siswa dapat berasal dari guru, orangtua, keluarga, masyarakat, serta lingkungan (Sardiman, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peran lingkungan sekitar yang dapat memengaruhi motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Djamarah (2015) menyatakan bahwa hubungan orangtua dan anak yang harmonis merupakan jaringan sosial yang diperlukan oleh remaja agar kegiatan belajar dapat berjalan dengan optimal. Dukungan yang diberikan oleh
orangtua kepada siswa akan berdampak pada nilai akademiknya di sekolah. Menurut Uchino (dalam Sarafino & Smith, 2012), dukungan sosial yang dimaksud merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk siswa dari orang lain atau suatu kelompok. Siswa yang mendapatkan dukungan sosial dari orangtua selama proses belajar, menjadi lebih memiliki motivasi dalam belajar. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Wahab (2016), bahwa hubungan antara anggota keluarga, orangtua, dan saudara yang harmonis akan membantu siswa melakukan kegiatan belajar dengan baik. Oleh sebab itu, dukungan orangtua dibutuhkan agar mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.
Selain orangtua, peran guru dalam proses belajar kian hari semakin penting (Arifah, 2016). Hasil studi pendahuluan juga menyebutkan bahwa peran guru dapat memengaruhi motivasi belajar siswa. Siswa berpendapat bahwa kemampuan guru dalam mengajar adalah alasan siswa enggan untuk mempelajari materi pelajaran yang diajarkan. Terlebih lagi untuk materi pelajaran eksak yang memerlukan ketelitian dalam menerapkan rumus-rumus memerlukan penjelasan yang jelas oleh guru. Menurut siswa bahwa guru di sekolah kurang memiliki kemampuan dalam menjelaskan materi pelajaran dengan baik. Hal tersebut berakibat pada kebingungan siswa terhadap materi pelajaran sehingga menimbulkan keengganan dalam belajar.
Guru yang berkualitas ialah guru yang memiliki kompetensi dalam melaksanakan kegiatan belajar. Kompetensi yang dimaksud ialah kompetensi pedagogik guru, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran (Kurniasih & Sani, 2017). Mulyasa (2009) menambahkan bahwa kompetensi pedagogik guru adalah penting sebagai penentu dasar keberhasilan proses belajar mengajar, karena kompetensi pedagogik guru secara langsung menyentuh kegiatan pengelolaan pembelajaran siswa. Artinya kompetensi pedagogik merupakan syarat utama yang harus dimiliki oleh guru dalam mengajar, agar tujuan belajar siswa dapat tercapai. Guru yang berhasil mengelola pembelajaran dengan baik, diharapkan mampu melahirkan siswa dengan kompetensi yang berkualitas pula. Keberhasilan guru dalam mengelola pembelajaran tidak lepas dari penilaian siswa sebagai sasaran dari proses belajar mengajar di kelas. Oleh sebab itu, penilaian siswa yang positif terhadap kompetensi pedagogik guru dapat memengaruhi motivasi belajar siswa. Didukung oleh hasil penelitian Al-Ajami dan Soeharto (2014) bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik guru dengan motivasi belajar siswa SMP. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh guru mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru dapat berkontribusi terhadap motivasi belajar pada siswa. Adanya dukungan sosial yang diberikan oleh orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru yang positif, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui
peran dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar. Harapannya, hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam meningkatkan motivasi belajar pada siswa SMA di Kota Denpasar.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Dukungan Sosial Orangtua
Dukungan sosial orangtua adalah segala bentuk perilaku mendukung yang diberikan oleh orangtua kepada siswa, baik itu berupa perhatian, bantuan secara langsung, nasihat atau saran, maupun ketersediaan untuk meluangkan waktu (Sarafino & Smith, 2012). Dukungan sosial orangtua diukur menggunakan Skala Dukungan Sosial Orangtua, dengan aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino dan Smith (2012) yaitu dukungan emosional atau penghargaan (Emotional or Esteem Support), dukungan yang berwujud nyata atau instrumen (Tangible or Instrumental Support), dukungan informasi (Informational Support), dan dukungan kebersamaan (Companionship Support). Total skor Skala Dukungan Sosial Orangtua diperoleh dari hasil penjumlahan nilai keseluruhan aitem. Semakin tinggi total skor, maka menunjukkan semakin tinggi dukungan sosial orangtua.
Persepsi Siswa mengenai Kompetensi Pedagogik Guru Persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru mengacu pada penilaian siswa yang positif (Desmita, 2017), mengenai kemampuan guru dalam mengajar di kelas (Kurniasih & Sani, 2017). Persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru diukur menggunakan Skala Persepsi Siswa mengenai Kompetensi Pedagogik Guru, dengan aspek-aspek kompetensi pedagogik guru menurut Kurniasih dan Sani (2017) yaitu pemahaman terhadap siswa, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa, dan pengembangan potensi siswa. Total skor Skala Persepsi Siswa mengenai Kompetensi Pedagogik Guru diperoleh dari hasil penjumlahan nilai keseluruhan aitem. Semakin tinggi total skor, maka menunjukkan semakin positif persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru.
Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan, serta memberikan arah belajar, sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan tertentu (Widiasworo, 2017). Motivasi belajar diukur menggunakan Skala Motivasi Belajar, dengan aspek-aspek motivasi belajar menurut Frandsen (dalam Suryabrata, 2015) yaitu rasa ingin tahu, kreativitas, dorongan memperoleh perhatian, dorongan memperoleh pencapaian atau prestasi, dorongan memperoleh rasa aman, dan ganjaran atau konsekuensi. Total skor Skala Motivasi Belajar diperoleh dari hasil penjumlahan nilai keseluruhan aitem. Semakin tinggi total skor, maka menunjukkan semakin tinggi motivasi belajar.
Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri dan Swasta di Kota Denpasar. Penentuan jumlah sampel minimal pada penelitian ini mengacu pada rumus yaitu 104 + VB, sehingga jumlah minimal sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 106 siswa-siswi SMA Negeri dan Swasta di Kota Denpasar (Field, 2009). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan jenis cluster sampling. Cluster sampling ialah teknik pengambilan sampel berdasarkan kelompok individu-individu yang tersedia sebagai unit-unit dalam populasi (Suryabrata, 2014).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2018 hingga Juli 2018 di SMA Negeri 1 Denpasar dan SMA Dwijendra. Penyebaran kuesioner penelitian dilakukan menggunakan layanan berbasis internet yang disediakan oleh Google yakni google form. Jumlah keseluruhan kuesioner yang diisi pada penelitian ini sebanyak 266 kuesioner.
Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu Skala Motivasi Belajar (MB), Skala Dukungan Sosial Orangtua (DSO), dan Skala Persepsi Siswa mengenai Kompetensi Pedagogik Guru (PSKPG). Skala MB terdiri dari 33 aitem, Skala DSO terdiri dari 23 aitem, sedangkan Skala PSKPG terdiri dari 53 aitem. Dalam pengukurannya, tingkat tanggapan responden terhadap setiap butir pernyataan didasarkan pada Skala Likert. Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini memiliki empat kategori pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Adapun uji validitas isi pada penelitian ini menggunakan expert judgement, sedangkan validitas konstruk menggunakan perhitungan korelasi antara distribusi skor setiap aitem dengan total skala itu sendiri yaitu dengan menggunakan Statistical Package for Social Service (SPSS) versi 21.00 for windows. Menurut Cronbach (dalam Azwar, 2015) suatu aitem dikatakan valid apabila skor correted total item correlation lebih besar daripada 0,03 (≥0,30). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan formula koefisien alpha atau Cronbach’s Alpha melalui SPSS. Alat ukur akan semakin reliabel, apabila koefisien reliabilitas alpha menunjukkan angka yang semakin mendekati 1,00 (Azwar, 2016).
Hasil uji validitas Skala MB memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,320 sampai 0,668, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,932 yang memiliki arti bahwa Skala MB mampu mencerminkan 93,2% dari variasi skor murni responden. Skala DSO memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,396 sampai 0,691, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,936 yang memiliki arti bahwa Skala DSO mampu mencerminkan 93,6% dari variasi skor murni responden. Skala PSKPG memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,397 sampai 0,782, dengan uji
reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,971 yang memiliki arti bahwa Skala PSKPG mampu mencerminkan 97,1% dari variasi skor murni responden.
Teknik Analisis Data
Uji asumsi dalam penelitian menggunakan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, uji linieritas dengan Compare Means-Test for Linearity, dan uji multikolinieritas dengan memperhatikan Tolerance Value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Berganda. Field (2009) menyebutkan bahwa uji regresi berganda dilakukan pada penelitian yang menggunakan dua atau lebih variabel bebas untuk membuat prediksi terhadap variabel tergantung. Uji regresi berganda juga dapat digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung (Ghozali, 2016). Apabila taraf signifikansi menunjukkan angka lebih kecil dari 0,05 (p<0,50) maka Ho ditolak, sedangkan bila taraf signifikansi menunjukkan angka lebih besar dari 0,05 (p>0,50) maka Ho diterima.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Responden penelitian ini berjumlah 266 siswa dari SMA Negeri 1 Denpasar dan SMA Dwijendra. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden penelitian adalah perempuan dengan persentase sebesar 73,68%. Berdasarkan usia, mayoritas responden penelitian berusia 16 tahun dengan persentase sebesar 43,23%.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi penelitian variabel dukungan sosial orangtua, persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru, dan motivasi belajar dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Berdasarkan hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa dukungan sosial orangtua memiliki mean teoretis sebesar 57,5 dan mean empiris sebesar 74,8 atau (mean empiris > mean teoretis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa responden memiliki taraf dukungan sosial orangtua yang tinggi, dengan mayoritas responden berada pada kategori sangat tinggi. Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru memiliki mean teoretis sebesar 132,5 dan mean empiris sebesar 158,79 atau (mean empiris > mean teoretis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa responden memiliki taraf persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru yang tinggi, dengan mayoritas responden berada pada kategori persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru yang positif. Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa motivasi belajar memiliki mean teoretis sebesar 82,5 dan mean empiris sebesar 101,04 atau (mean empiris > mean teoretis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa responden memiliki taraf motivasi belajar yang tinggi, dengan mayoritas responden berada pada kategori tinggi.
Uji Asumsi
Uji normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov. Data penelitian dikatakan berdistribusi normal jika probabilitas lebih besar daripada 0,05 (p>0,05). Tabel 2 (terlampir) menunjukkan variabel dukungan sosial orangtua memiliki taraf signifikansi sebesar 0,531 (p>0,05). Variabel persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru memiliki taraf signifikansi sebesar 0,486 (p>0,05). Variabel motivasi belajar memiliki taraf signifikansi sebesar 0,634 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa seluruh data pada penelitian ini berdistribusi normal.
Uji lineritas dilakukan dengan Compare Means-Test for Linearity. Data penelitian dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila taraf signifikansi pada Linearity lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) (Santoso, 2014). Tabel 3 (terlampir) menunjukkan variabel dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar memiliki taraf signifikansi Linearity sebesar 0,000. Variabel persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru dengan motivasi belajar memiliki taraf signifikansi Linearity sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru dengan motivasi belajar.
Uji multikolinieritas dengan memperhatikan Tolerance Value atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika Tolerance Value ≥ 0,1 atau VIF ≤ 10, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas (Field, 2009). Tabel 4 (terlampir) menunjukkan variabel dukungan sosial orangtua memiliki nilai Tolerance sebesar 0,984 dan nilai VIF sebesar 1,017. Variabel persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru memiliki nilai Tolerance sebesar 0,519 dan nilai VIF sebesar 1,925. Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas.
Berdasarkan uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas yang telah dilakukan maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini berdistribusi normal, menunjukkan hubungan yang linear, dan tidak ada multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan bantuan program SPSS versi 21.0.
Hasil uji regresi berganda pada tabel 5 (terlampir) menunjukkan nilai F hitung yang lebih besar dari nilai F tabel (54,245 > 3,06) dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), sehingga menyebabkan Ho ditolak dan hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima. Diterimanya hipotesis mayor pada penelitian ini memiliki arti bahwa dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama berperan terhadap motivasi belajar.
Tabel 6 (terlampir) menunjukkan diperoleh koefisien regresi (R) sebesar 0,540 dan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,292. Berdasarkan uji regresi berganda dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama memberikan peran sebesar 29,2% terhadap motivasi belajar, sedangkan sisanya sebesar 70,8% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Hasil uji hipotesis minor dengan analisis regresi berganda pada tabel 7 (terlampir) menunjukkan variabel dukungan sosial orangtua memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,505, nilai t sebesar 9,647, dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti dukungan sosial orangtua
berperan secara signifikan terhadap motivasi belajar. Variabel persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,139, nilai t sebesar 2,657 dan taraf signifikansi sebesar 0,008 (p<0,05) yang
berarti persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru berperan secara signifikan terhadap motivasi belajar.
Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas, sehingga diperoleh persamaan garis regresi yaitu: Y= 37,385 + 0,607X1 + 0,118X2.
Keterangan:
Y : Motivasi Belajar
X1 : Dukungan Sosial Orangtua
X2 : Persepsi Siswa mengenai Kompetensi Pedagogik
Guru
Persamaan garis regresi tersebut memiliki arti sebagai berikut: 1. Konstanta sebesar 37,385 menyatakan bahwa jika tidak ada penambahan atau peningkatan skor pada variable dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru, maka taraf motivasi belajar sebesar 37,385.
2. Koefisien regresi X1 sebesar 0,607 menyatakan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai responden pada variabel dukungan sosial orangtua, maka taraf motivasi belajar akan meningkat sebesar 0,607.
Koefisien regresi X2 sebesar 0,118 menyatakan bahwa setiap penambahan atau peningkatan satuan nilai responden pada variabel persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru, maka taraf motivasi belajar akan meningkat sebesar 0,118.
Ringkasan hasil uji hipotesis mayor dan uji hipotesis minor dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 8 (terlampir).
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan analisis uji regresi berganda yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru berperan secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar. Variabel dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama memberikan sumbangan sebanyak 29,2% terhadap motivasi belajar. Sisanya terdapat 70,8% sumbangan dari faktor-faktor lain yang turut berperan terhadap motivasi belajar.
Faktor pertama yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor dukungan sosial yang berasal dari orangtua. Menurut Uchino (dalam Sarafino & Smith, 2012), dukungan sosial yang dimaksud merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri, maupun bantuan yang tersedia untuk individu dari orang lain atau suatu kelompok. Dukungan sosial tersebut dapat berasal dari mana saja, salah satunya ialah dari orangtua kepada anak. Wujud nyata dari dukungan sosial yang diberikan orangtua tercermin dari perilaku orangtua terhadap anak. Sebagai sebuah sistem sosial, perilaku orangtua secara langsung dapat memengaruhi anak. Hal tersebut dapat terlihat dari interaksi yang terjalanin antara orangtua dengan anak remajanya (Santrock, 2007b).
Anak menjadi aktif melakukan proses belajar apabila dikelilingi oleh lingkungan seperti faktor sekolah dan keluarga, khususnya orangtua yang penuh dengan rangsangan untuk belajar (Ali & Asrori, 2015). Banyak penelitian yang menunjukkan dampak positif dari keterlibatan orangtua sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Salah satu hasil penelitian korelasi antara keterlibatan orangtua dengan anak menghasilkan kesimpulan bahwa anak akan memperoleh pencapaian yang lebih tinggi di bidang akademik, jika orangtua melibatkan diri ke dalam pendidikan anak-anaknya (Slavin, 2011). Orangtua yang ikut terlibat kedalam pendidikan anaknya merupakan bentuk nyata adanya dukungan dari orangtua kepada anak-anaknya untuk mencapai nilai akademik yang tinggi.
Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi dari dukungan sosial orangtua menunjukkan arti bahwa dukungan sosial orangtua berperan secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar. Siswa SMA dilihat dari rata-rata usia termasuk kedalam masa remaja. Monks, Knoers, dan Haditono (2014) mengemukakan bahwa dalam perkembangan kehidupan sosial remaja berusaha untuk memisahkan diri dari orangtua dan menuju kearah teman-teman sebayanya, namun peran orangtua sebagai model tetap memiliki pengaruh terhadap kehidupan anak-anaknya.
Hasil deskripsi statistik menunjukkan bahwa taraf dukungan sosial orangtua pada penelitian ini tergolong sangat tinggi. Hal tersebut berarti siswa SMA di Kota Denpasar memperoleh dukungan penuh dari orangtua untuk belajar, sehingga mampu melakukan proses belajar dengan baik. Peran orangtua secara tidak langsung mampu memaksimalkan capaian kemampuan akademis anak dengan memberikan panduan saat belajar (Mulyadi, Basuki, & Rahardjo, 2017). Adanya dukungan yang besar dari orangtua dapat disebabkan oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan yang dirasakan orangtua, sehingga anak-anaknya terdorong untuk melakukan proses belajar dengan baik di sekolah. Didukung oleh pernyataan Subini (2012) bahwa latar belakang tingkat pendidikan dan kebudayaan yang dimiliki oleh orangtua turut memengaruhi sikap anak dalam belajar. Terbukti berdasarkan data penelitian yang diperoleh bahwa orangtua siswa memiliki profesi yang bervariasi mulai dari dokter, dosen, pengacara, notaris, PNS, jaksa, TNI, wiraswasta, hingga pegawai swasta.
Studi yang dilakukan oleh Baskin, Quintana, dan Slaten (dalam Mulyadi, Basuki, & Rahardjo, 2017) menyatakan bahwa keharmonisan keluarga sangat membantu anak melewati masa-masa sulit saat menjalani proses belajar. Orangtua maupun anggota keluarga dapat memberikan dukungan agar stres yang dialami oleh anak tidak mengganggu proses belajarnya. Secara tidak langsung peran orangtua mampu memaksimalkan capaian kemampuan akademik anak dengan memberikan panduan saat belajar. Jika kondisi orangtua dan keluarga siswa selalu mendukung kegiatan belajarnya, maka motivasi belajar siswa akan meningkat pula (Widiasworo, 2017). Hal tersebut didukung oleh Djamarah (2015), bahwa seberapa besar kekuatan motivasi belajar siswa akan turut memengaruhi keberhasilan belajarnya di sekolah. Artinya semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh orangtua, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa yang akan memengaruhi prestasi akademiknya.
Faktor kedua yang diteliti dalam penelitian ini adalah persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru. Kompetensi pedagogik merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh guru (Arifah, 2016). Menurut Kurniasih dan Sani (2017) kompetensi pedagogik diartikan sebagai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran atau kemampuan guru dalam mengelola proses belajar siswa. Tugas guru bukan hanya mengajar, akan tetapi mendidik serta membimbing siswa. Oleh sebab itu, guru diharapkan mampu menjadi pendidik yang tidak sebatas mengajar, namun mampu memberi motivasi dan menginspirasi siswanya (Arifah, 2016).
Sebagai motivator bagi siswa-siswanya, guru memiliki peran penting untuk meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Dalam hal ini, guru dapat merangsang, mendorong, dan memberi penguatan untuk mengelola potensi siswa, menumbuhkan aktivitas, serta daya cipta, sehingga terjadi dinamika dalam belajar (Sardiman, 2016). Guru yang dekat secara psikologis dengan siswanya lebih mampu menanamkan motivasi kepada siswa untuk belajar dengan giat. Selain kedekatan secara psikologis yang dibangun oleh guru dengan siswanya, pandangan siswa mengenai sikap guru dalam mengajar turut memengaruhi proses belajar siswa. Siswa yang memiliki pandangan positif terhadap sikap guru dalam mengajar lebih mungkin mendengarkan nasihat maupun arahan yang diberikan oleh guru tersebut (Arifah, 2016).
Hasil analisis koefisien beta terstandarisasi dari persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru menunjukkan arti bahwa persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru berperan secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar. Hal tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian Sigala (2016) yang menyebutkan bahwa persepsi siswa tentang cara mengajar guru berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa yang pernah mengikuti Remidial Kimia di SMA ITCI Penajam Paser Utara (Khusus Siswa-Siswi Ilmu Pengetahuan Alam). Cara mengajar guru merupakan salah satu wujud nyata dari penerapan kompetensi pedagogik guru (Kurniasih & Sani, 2017). Artinya sejauh mana kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dapat memberikan kesan tersendiri bagi siswa-siswa yang diajarnya, sehingga turut memengaruhi motivasi belajar siswa tersebut.
Persepsi adalah proses mengatur dan mengartikan informasi sensoris yang diterima, sehingga informasi tersebut menjadi bermakna (King, 2014). Singkatnya, persepsi manusia akan memungkinkannya memberi penilaian terhadap suatu rangsangan. Setiap siswa yang berbeda, mempersepsikan suatu rangsangan dengan cara yang berbeda pula (Desmita, 2017). Begitu pula kesan yang ditampilkan oleh guru akan diterima siswa menjadi sebuah persepsi atau penilaian terhadap guru tersebut. Baik atau buruk persepsi yang dimiliki oleh siswa terhadap guru akan memengaruhi motivasi belajar siswa tersebut. Terciptanya suasana belajar yang menyenangkan tidak lepas dari rancangan pembelajaran yang diusung oleh guru. Siswa yang memiliki pandangan positif terhadap kondisi belajar yang diciptakan oleh guru dapat menarik perhatian siswa, sekaligus mampu merangsang siswa menjadi termotivasi dalam belajar (Arifah, 2016).
Hasil deskripsi statistik menunjukkan bahwa taraf persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru pada penelitian ini tergolong positif. Hal tersebut berarti siswa SMA di Kota Denpasar memiliki persepsi yang positif mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di sekolah. Timbulnya persepsi positif dari siswa mengisyaratkan bahwa guru mampu menjalankan tugasnya dalam mengelola pembelajaran dengan baik. Adapun tiga komponen yang secara operasional terlibat dalam pengelolaan pembelajaran yaitu kemampuan perancangan pembelajaran, penyelenggara pembelajaran yang mendidik dan dialogis, serta evaluasi hasil belajar (Kurniasih & Sani, 2017). Berdasarkan hasil penelitian di Amerika, diketahui bahwa siswa menyukai guru yang memiliki kemampuan untuk menerangkan bahan ajar dengan jelas, mendalam, serta menggunakan contoh-contoh realistis dalam mengajar (Djamarah, 2015).
Kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran di kelas sangat memengaruhi motivasi belajar siswa. Guru yang kreatif, komunikatif, dan sanggup membuat proses belajar mengajar menjadi menyenangkan sekaligus kontekstual, menyebabkan motivasi belajar siswa menjadi meningkat (Widiasworo, 2017). Terutama bagi siswa yang memandang positif terhadap kemampuan mengajar guru atau dikenal sebagai kompetensi pedagogik guru akan memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi, dibandingkan dengan siswa yang memandang negatif terhadap kompetensi pedagogik gurunya. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Kusumawardani dan Rustiana (2015) yang menyebutkan bahwa kompetensi pedagogik guru secara mandiri berperan terhadap motivasi belajar siswa kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Wijayakusuma Jatilawang. Selain itu, kompetensi pedagogik guru, kompetensi profesional guru, dan lingkungan belajar siswa juga secara bersama-sama berperan terhadap motivasi belajar siswa kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Wijayakusuma Jatilawang.
Hasil deskripsi statistik menunjukkan bahwa taraf motivasi belajar pada penelitian ini tergolong tinggi. Hal tersebut berarti siswa SMA di Kota Denpasar memiliki dorongan untuk belajar yang tinggi, sehingga kemungkinan besar memperoleh nilai akademik yang tinggi pula. Berdasarkan hasil deskripsi
statistik mengisyaratkan pula bahwa siswa memiliki gairah, perasaan senang, dan semangat untuk belajar (Sardiman, 2016). Slavin (2011) menyatakan bahwa motivasi bukan hanya berperan penting dalam mengupayakan siswa terlibat ke dalam kegiatan belajar, namun menentukan seberapa banyak informasi yang diterima dan dipelajari oleh siswa. Adanya dorongan untuk belajar yang tinggi merupakan modal utama yang dimiliki siswa sebagai upaya memperoleh nilai akademik yang tinggi di sekolah. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan mungkin melakukan kegiatan belajar dengan baik (Djamarah, 2015).
Hasil analisis uji regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat 70,8% sumbangan dari faktor-faktor lain yang turut berperan terhadap motivasi belajar, selain faktor yang menjadi prediktor dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut diantaranya berasal dari faktor internal dan faktor eksternal (Djamarah, 2015). Faktor internal yang dapat berperan terhadap motivasi belajar yaitu harga diri siswa. Penelitian Pandia, Munir, dan Azis (2017) menyebutkan bahwa harga diri dan pola asuh demokratis secara bersama-sama berperan terhadap motivasi belajar siswa kelas X dan XI di SMA St. Thomas III Medan. Harga diri adalah penilaian diri yang dilakukan individu terhadap dirinya yang didasarkan pada hubungannya dengan orang lain (Ghufron & Risnawita, 2014). Disamping itu, pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orangtua memberikan rasa nyaman kepada anak, sehingga anak memiliki kontrol diri yang kuat, kompeten, dan mandiri (Sardiman, 2016).
Selain orangtua, sumber-sumber dukungan sosial dapat berasal dari pasangan, teman, petugas kesehatan dan komunitas atau organisasi (Sarafino & Smith, 2012). Teman sebaya juga merupakan faktor eksternal yang berperan terhadap motivasi belajar. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Afiif dan Makkulau (2016) yang menyebutkan bahwa pola asuh orangtua dan dukungan sosial teman sebaya secara bersama-sama berperan terhadap motivasi belajar siswa SMA Negeri 1 Tanete Rilau. Penelitian lainnya oleh Pramitasari, Indriana, dan Ariati (2011) menyebutkan bahwa persepsi terhadap metode pembelajaran kontekstual berperan terhadap motivasi belajar biologi siswa kelas XI IPA SMAN 1 Pangkalan Kerinci Riau. Pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari kemudian menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2008).
Setelah melakukan prosedur analisis data penelitian, karya tulis ini telah mencapai tujuan penelitian yaitu mengetahui peran dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar, mengetahui peran dukungan sosial orangtua terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar, dan mengetahui peran persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pada proses pengambilan data, berdasarkan hasil survei diputuskan bahwa penyebaran kuesioner dilakukan menggunakan google form. Penggunaan google form memiliki beberapa kelemahan dibandingkan penyebaran kuesioner yang diberikan secara langsung kepada sampel penelitian. Adapun kelemahannya yakni peneliti tidak bisa memastikan bahwa sampel penelitian yang dituju memahami petunjuk pengisian kuesioner dan apakah sampel penelitian yang dituju mengisi kuesioner tanpa diwakilkan oleh orang lain. Keterbatasan lainnya, peneliti tidak memberikan kontraprestasi kepada sampel penelitian. Hal tersebut karena peneliti sudah terlanjur tidak memberikan kontraprestasi pada awal proses pengambilan data di satu sekolah, sehingga pada sekolah lain peneliti juga tidak memberikan kontraprestasi.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
-
1. Dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama berperan terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar.
-
2. Dukungan sosial orangtua dan persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru secara bersama-sama memberikan sumbangan sebanyak 29,2% terhadap motivasi belajar, sedangkan terdapat 70,8% sumbangan dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
-
3. Dukungan sosial orangtua berperan terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar.
-
4. Persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru berperan terhadap motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar.
-
5. Motivasi belajar siswa SMA di Kota Denpasar tergolong tinggi.
-
6. Dukungan sosial orangtua pada siswa SMA di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi.
Persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik guru pada siswa SMA di Kota Denpasar tergolong positif.
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
-
1. Saran Praktis
-
a. Siswa-siswi di Kota Denpasar diharapkan mampu mempertahankan motivasi belajar agar tetap konsisten. Adapun cara yang dapat dilakukan ialah mengeratkan hubungan emosional melalui interaksi dengan orangtua di rumah dan guru di sekolah. Siswa-siswi dapat memanfaatkan secara positif berbagai bantuan yang diberikan oleh orangtua guna melancarkan proses belajar. Siswa-siswi juga tidak lekas berburuk sangka terhadap keputusan dan sikap guru dalam mengajar di sekolah. Hal tersebut dapat terjadi jika siswa-siswi mampu belajar bersikap objektif dalam menilai berbagai perilaku yang ditampilkan oleh orangtua dan guru.
-
b. Orangtua senantiasa memahami kebutuhan anak-anaknya sebagai siswa. Terutama kebutuhannya dalam melakukan proses belajar. Selama prosesnya, siswa mengalami kendala-kendala dalam belajar.
Oleh sebab itu, peran orangtua menjadi penting untuk memberikan dukungan fisik maupun psikologis kepada anak-anaknya. Orangtua dapat mengajukkan bantuan terlebih dahulu sebelum anak memintanya ataupun mengabulkan permintaan anak, jika bantuan yang diharapkan bersifat positif.
-
c. Guru adalah orangtua siswa di sekolah yang berperan penting dalam keberhasilan belajar siswa. Oleh sebab itu, hubungan positif yang terjalin antara guru dan siswa perlu dipertahankan. Adanya hubungan yang positif antara guru dan siswa dapat terjalin berkat interaksi dan komunikasi yang rutin dilakukan. Guru senantiasa membuka percakapan dengan siswa agar tercipta suasana keakraban antara guru dan siswa. Guru juga dapat melibatkan siswa ke dalam kegiatan akademik maupun non akademik, sehingga terjalin kerjasama antara guru dengan siswa.
-
2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya
-
a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel penelitian yang lebih luas dan banyak agar memperoleh data penelitian yang lebih bervariasi dan representatif.
-
b. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan proses pengambilan data secara langsung kepada sampel penelitian, sehingga mampu meminimalisir adanya bias yang dihasilkan dari proses pengambilan data menggunakan google form seperti pada penelitian ini. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai motivasi belajar dengan variabel-variabel lain selain variabel yang telah diteliti, karena masih terdapat 70,8% variabel lain yang dapat berperan terhadap motivasi belajar. Variabel-variabel tersebut seperti harga diri, dukungan sosial teman sebaya, dan metode pembelajaran kontekstual, maupun variabel lainnya yang belum disebutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afiif, A., & Makkulau, A. F. (2016). Motivasi belajar biologi siswa SMA ditinjau dari pola asuh orangtua dan dukungan sosial teman sebaya. Jurnal Psikologi Perseptual, 1(2), 62-69. Diakses dari
http://jurnal.umk.ac.id/index.php/perseptual/article/downlo ad/1636/1053
Al-Ajami, H., & Soeharto, T. N. (2014). Hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik guru dan dukungan sosial orangtua dengan motivasi belajar pada siswa di MTS Ibadurrahman Tibu Sisok desa Loang Maka Lombok Tengah tahun ajaran 2013/2014. Jurnal Sosio-Humaniora, 5(2), 178-198. Diakses dari http://ejurnal.mercubuana-
yogya.ac.id/index.php/soshum/article/view/144
Ali, M., & Asrori, M. (2015). Psikologi remaja perkembangan
peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifah, F. N. (2016). Menjadi guru teladan, kreatif, inspiratif, motivatif, dan profesional. Yogyakarta: Araska.
Arifin, Z. (2013). Evaluasi pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Azwar, S. (2015). Reliabilitas dan validitas (Edisi 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2016). Penyusunan skala psikologi (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahri, S. D. (2011). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Baumeister, R. F., & Bushman, B. J. (2011). Social psychology and human nature (2nd ed.). Belmont: Cengage Learning.
Chaplin, J. P. (2009). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Cherniss, C., & Goleman, D. (2001). The emotionally intelligent workplace. San Francisco: Jossey Bass a Willey Company.
Desmita. (2017). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djamarah, S. B. (2015). Psikologi belajar (Edisi 2). Jakarta: Rineka Cipta.
Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS (3rd ed.). Singapura: SAGE Publications Asia-Pasific Pte Ltd.
Ghozali, H. M. (2016). Aplikasi analisis multivariete dengan program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghufron, N., & Risnawita. (2014). Teori-teori psikologi. Yogyakarta: Arruzz Media.
Hamzah. (2008). Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
King, L. A. (2014). Psikologi umum: sebuah pandangan apresiatif (Buku 1). Jakarta: Salemba Humanika.
King, L. A. (2014). Psikologi umum: sebuah pandangan apresiatif (Buku 2). Jakarta: Salemba Humanika.
Kurniasih, I., & Sani, B. (2017). Kupas tuntas kompetensi pedagogik: teori dan praktik. Jakarta: Kata Pena.
Kusumawardani, D. A., & Rustiana, A. (2015). Pengaruh kompetensi pedagogik guru, kompetensi profesional guru, dan lingkungan belajar siswa terhadap motivasi belajar siswa kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Wijayakusuma Jatilawang. Economic Education Analysis Journal, 4(1), 58-69. Diakses dari
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj
Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga: penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Monks, F. J., Knoers, A. M., & Haditono, S. R. (2014). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyadi, S., Basuki, A. M., & Rahardjo, W. (2017). Psikologi pendidikan dengan pendekatan teori-teori baru dalam psikologi. Depok: Rajagrafindo Persada.
Mulyasa, E. (2009). Menjadi guru profesional, menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nugroho, A. (2017). Statistik kesejahteraan rakyat Provinsi Bali 2017. Denpasar: BPS Provinsi Bali.
Pandia, W. H., Munir, A., & Azis, A. (2017). Hubungan harga diri siswa dan pola asuh demokratis orangtua dengan motivasi belajar siswa. Jurnal Analitika, 7(2), 80-87. Diakses dari http://ojs.uma.ac.id/index.php/analitika/article/download/8 21/789
Pramitasari, A., Indriana, Y., & Ariati, J. (2011). Hubungan antara persepsi terhadap metode pembelajaran kontekstual dengan motivasi belajar biologi siswa kelas XI IPA SMAN 1 Pangkalan Kerinci Riau. Jurnal Psikologi Undip, 9(1), 92102. Diakses dari
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/vie wFile/2915/2599
Prihatin, E. (2011). Manajemen peserta didik. Bandung: Alfabeta.
Riadi, E. (2016). Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS). Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Riduwan. (2014). Pengantar statistika sosial. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2008). Strategi pembelajaran: berorientasi standar pendidikan. Jakarta: Kencana.
Santoso, S. (2014). Panduan lengkap SPSS versi 20. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Santrock, J. W. (2007a). Remaja (Edisi 11, jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2007b). Remaja (Edisi 11, jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Sarafino, E., & Smith, T. (2012). Health psychology: biopsychosocial interactions. New York: John Wiley & Sons Inc.
Sardiman, A. M. (2016). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Setiawan, E. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved from https://kbbi.web.id/siswa
Sigala, L. (2016). Hubungan persepsi siswa tentang cara mengajar guru dengan motivasi belajar siswa yang pernah mengikuti remidial kimia di SMA ITCI Penajam Paser Utara (khusus siswa-siswi ilmu pengetahuan alam). Psikoborneo, 4(3), 462-469. Diakses dari http://ejournal. psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2016/09/Jurnal%20LISA%20-%20ONLINE%20(09-26-16-10-42-35).pdf
Slameto. (2015). Belajar dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, R. E. (2011). Psikologi pendidikan teori dan praktik: edisi kesembilan (Jilid 1). Jakarta: Indeks.
Soemanto, W. (2012). Psikologi pendidikan: landasan kerja pemimpin pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Subini, N. (2012). Psikologi pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka.
Suciani, D., & Rozali, Y. A. (2014). Hubungan dukungan sosial dengan motivasi belajar pada mahasiswa Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi, 12(02), 43-47. Diakses dari
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-10730-
11_0032.pdf
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, S. (2014). Metodologi penelitian. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Suryabrata, S. (2015). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Tan, J. H., Ismanto, A. Y., & Babakal, A. (2013). Hubungan antara dukungan orang tua dengan motivasi belajar pada anak usia sekolah kelas IV dan V di SD Negeri Kawangkoan Kalawat. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 1(1), 1-8. Diakses dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/ 2191/1749
Taylor, S. E. (2009). Health psychology. New York: McGraw-Hill.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial (Edisi 12). Jakarta: Kencana.
Uno, H. B. (2016). Teori motivasi & pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahab, R. (2016). Psikologi belajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Widiasworo, E. (2017). Masalah-masalah peserta didik. Yoyakarta: Araska.
LAMPIRAN |
Tabel 1
Deskripsi data penelitian
Deskripsi Data Dukungan Sosial Orangtua |
Persepsi Siswa mengenai Motivasi Belajar Kompetensi Pedagogik Guru |
N 266 |
266 266 |
Mean Teoretis 57,5 |
132,5 82,5 |
Mean Empiris 74,8 |
158,79 101,04 |
Std. Deviasi Teoretis 11,5 |
26,5 16,5 |
Std. Deviasi Empiris 9,851 |
14,000 11,839 |
Skor Minimal 54 |
131 78 |
Skor Maksimal 92 |
190 132 |
Sebaran Teoretis 23 - 92 |
53 - 212 33 - 132 |
Sebaran Empiris 54 - 92 |
131 - 190 78 - 132 |
31
Discussion and feedback