Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental, 176-185

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

HUBUNGAN ANTARA KOMPARASI SOSIAL DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA LAKI-LAKI DI DENPASAR

Gusti Ayu Komang Tri Eka Wahyuni dan Ni Made Ari Wilani

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]


Abstrak

Pada masa remaja konsep tubuh negatif dan tidak realistis terjadi karena bentuk tubuh yang dilihat tidak sesuai dengan bentuk tubuh yang diharapkan. Tidak hanya remaja perempuan yang memerhatikan citra tubuh, akan tetapi remaja laki-laki juga sebenarnya memerhatikan citra tubuh. Penilaian tentang kondisi fisik dalam ilmu psikologi sering dihubungkan dengan konsep citra tubuh. Remaja yang mengalami perubahan fisik akan cenderung melakukan perbandingan diri dengan orang lain. Perilaku membandingkan diri sendiri dan orang lain dalam ilmu psikologi berkaitan dengan istilah komparasi sosial. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara komparasi sosial dengan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar. Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel adalah cluster sampling, dengan responden merupakan remaja laki-laki di Denpasar yang memiliki rentang usia 12 tahun sampai dengan 22 tahun dengan total responden sebanyak 100 remaja laki-laki. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala komparasi sosial dan skala citra tubuh. Metode analisis data untuk menguji hubungan korelasi dengan pearson product moment dengan bantuan perangkat lunak SPSS 20.0 for Window untuk mengetahui hubungan variabel komparasi sosial dan variabel citra tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang searah antara komparasi sosial dengan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar (r=0,589; p=0,000< 0,05). Hubungan yang positif pada nilai r menunjukkan bahwa hubungan antara variabel komparasi sosial dengan citra tubuh searah, yang berarti semakin tinggi komparasi sosial maka semakin tinggi citra tubuh pada remaja laki-laki, sebaliknya jika komparasi sosial rendah maka citra tubuh pada remaja laki-laki rendah.

Kata kunci: komparasi sosial, citra tubuh, remaja laki-laki

Abstract

One of psychological problems that can occur to adolescents is negative and unrealistic body image caused by discrepancy between real body shape and ideal body shape. Not only female adolescents evaluate their body image, male adolescents also give attention to their body image. Physical changes during puberty tend to create social comparison among adolescents. This study was conducted to assess the relationship between social comparison and body image among male adolescents in Denpasar. This study is a quantitative research with cluster sampling method. The subjects in this study are 100 male adolescents in Denpasar between 12 years old and 22 years old. This study is using social comparison scale and body image scale. The results of correlation test using Pearson Product Moment shows that the significance is 0,000, coefficient of correlation is 0,589. Positive coefficient of correlation shows that the correlation between social comparison and body image is positive. Positive correlation means the higher social comparison level, the higher body image level in male adolescents and the lower social comparison level, the lower body image level in male adolescents.

Keywords: social comparison, body image, male adolescence


LATAR BELAKANG

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa remaja kurang lebih berlangsung pada masa sekolah menengah pertama, sekolah menengah akhir, dan perguruan tinggi (Santrock, 2007). Pada masa remaja biasanya ditandai dengan adanya berbagai perubahan-perubahan seperti perubahan biologis, kognitif, sosial, dan emosional.Menurut Santrock (2007) perubahan biologis merupakan salah satu aspek perubahan yang dapat terlihat jelas, sehingga perubahan fisik mulai sangat diperhatikan oleh remaja.Perubahan fisik yang dialami remaja laki-laki maupun perempuan mencakup perkembangan rambut kemaluan, suara yang bertambah besar, pesatnya pertumbuhan badan, dan perkembangan otot, kematangan organ seksual sebagai kemampuan untuk mereproduksi yang disebut dengan pubertas. Remaja dapat dikatakan mengalami pubertas apabila telah mengalami mimpi basah bagi laki-laki dan menstruasi bagi perempuan (Papalia, Old, dan Feldman, 2011).Remaja cenderung merasa gelisah dengan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya dan merasa tidak puas dengan penampilannya sehingga remaja cenderung menjadi tidak percaya diri.

Hurlock (1980) mengatakan bahwa konsep tubuh negatif dan tidak realistis terjadi pada masa remaja karena bentuk tubuh yang dilihat tidak sesuai dengan bentuk tubuh yang diharapkan. Berdasarkan penelitian Widianti dan Kusumastuti (2012) menyatakan bahwa 40,3% remaja di SMA Theresiana Semarang tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Remaja perempuan cenderung memandang citra tubuh lebih negatif bila dibandingkan dengan laki-laki. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa remaja perempuan lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan dengan remaja laki-laki. Menurut Santrock (2003) remaja perempuan yang mengalami ketidakpuasan terhadap tubuhnya lebih banyak jika dibandingkan dengan remaja laki-laki, sebab lemak tubuh pada perempuan akan mengalami peningkatan dan membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal pada saat mulai memasuki masa remaja, sedangkan para remaja laki-laki massa ototnya meningkat dan cenderung lebih puas dengan tubuhnya. Pada kenyataannya tidak hanya remaja perempuan yang memerhatikan citra tubuh secara berlebih, akan tetapi remaja laki-laki juga sebenarnya memerhatikan citra tubuh (Cash & Pruzinsky, 2002). Sejalan dengan berita harian Kompas bahwa perhatian berlebih terhadap citra tubuh hanya berlaku bagi para remaja perempuan, namun kenyataannya remaja laki-laki juga memikirkan bagaimana citra tubuhnya dihadapan banyak orang. Banyak dari para remaja laki-laki yang masih mengalami kegundahan akan penampilan mereka. Remaja laki-laki juga membutuhkan informasi mengenai cara berpenampilan yang baik guna mendukung citra tubuhnya. Kepedulian mengenai citra tubuh sering kali dibicarakan di ruang publik namun, tidak jarang remaja laki-laki memang seakan tidak terlalu memperhatikan masalah penampilan dan cenderung untuk diam (Dini, 2013). Menurut Jones dan Craford (2005) hasil penelitian pada remaja laki-laki menunjukkan bahwa kekhawatiran mengenai berat badan dan maskulinitas berkaitan secara signifikan dengan ketidakpuasan terhadap tubuh.

Remaja yang merasa tidak puas terhadap tubuhnya dapat menyebabkan perilaku pengontrolan berat badan yang tidak tepat maupun kebiasaan makan yang buruk sehingga membahayakan perkembangan fisik dan kognitif pada masa remaja (Laus, Souza, Moreira, & Costa, 2013). Ketidakpuasan terhadap tubuh dapat memengaruhi Indeks Massa Tubuh. Pada remaja laki-laki pandangan tubuh ideal cenderung berbeda-beda.Remaja laki-laki cenderung memandang rendah ukuran tubuh dibandingkan dengan ukuran sebenarnya atau bahkan sebaliknya (Blashill &Wilhelm, 2013).

Pandangan remaja terhadap bentuk tubuhnya dapat menyebabkan remaja merasa nyaman atau tidak nyamandengan penampilan diri sendiri. Pandangan remaja terhadap tubuh dapat diwujudkan dengan penilaian positif maupun negatif yang tercermin dalam citra tubuh remaja. Menurut Cash dan Flemming (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) seseorang yang memiliki citra tubuh yang positif akan memiliki kepuasan yang tinggi terhadap bentuk tubuhnya.Orang yang puas akan merasa nyaman dan percaya diri di lingkungan sosial, sedangkan orang yang memiliki citra tubuh negatif akan mengalami hambatan sosial, harga diri yang rendah, juga kecemasan. Terdapat 59% remaja laki-laki yang menginginkan tubuh yang lebih berisi karena merasa memiliki tubuh yang kurus padahal hanya 25% yang benar-benar kurus (Khomsan, 2004). Temuan lain yang lebih spesifik oleh Pramarta dan Siswadi (2015) yaitu remaja laki-laki di SMA Negeri 11 Bandung yang memiliki citra tubuh negatif jumlahnya lebih banyak daripada jumlah responden yang memiliki citra tubuh positif. Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar remaja laki-laki mengalami gangguan persepsi mengenai tubuhnya sendiri karena remaja laki-laki menganggap bahwa tubuhnya tidak sesuai dengan kenyataan dan harapannya sendiri.

Menurut Fraser (dalam Kinanti, 2016) seiring perkembangan zaman, remaja laki-laki semakin kurang nyaman dan khawatir dengan penampilan dirinya sendiri, terutama yang berkaitan dengan bentuk tubuh. Pada beberapa tahun terakhir, remaja laki-laki sangat memerhatikan penampilan dan pencapaian tubuh ideal meningkat secara signifikan (Agliata & Tantleff, 2004). Reaksi individu terhadap perkembangan fisiknya akan sangat bergantung pada pengaruh lingkungan dan diri sendiri, yaitu interpretasi yang diberikan lingkungan terhadap kondisi tubuhnya (Grogan, 2008). Persepsi dari orang lain sangat menentukan perasaan remaja dalam memberikan label terhadap bentuk tubuhnya. Tidak hanya pendapat orang lain, remaja laki-laki juga melakukan perbandingan bentuk tubuh dengan teman sebaya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga remaja laki-laki di Denpasar yaitu MA, WA, RI diketahui bahwa responden merasa kurang percaya diri terhadap tubuhnya. Alasan dari ketiganya yang merasa kurang percaya diri terhadap tubuhnya adalah sebagai berikut: responden pertama yaitu MA, mengatakan bahwa dirinya memiliki jerawat diwajahnya sehingga merasa jerawat tersebut mengurangi kepercayaan dirinya, MA juga mengatakan potongan rambutnya tidak seperti idola favoritnya sehingga MA merasa kurang percaya diri. Selain itu, responden MA melakukan perbandingan secara fisik dengan teman laki-laki yang dianggap tampan. Hal tersebut dilakukan karena apabila MA nampak tampan seperti

temannya, maka MA akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan dengan teman perempuan dalam rangka membangun hubungan pertemanan yang lebih dekat. Responden kedua yaitu WA, mengatakan bahwa dirinya merasa tidak puas dengan berat badannya saat ini yang dirasa kurang ideal sehingga WA melakukan usaha untuk menambah berat badannya dengan berolahraga futsal dan makan dengan porsi berlebih.Responden ketiga yaitu RI, mengatakan dirinya memiliki rambut yang sulit dirapikan sesuai dengan tatanan rambut yang diinginkan sehingga RI mengatakan bahwa hal tersebut mengurangi kepercayaan dirinya (Wahyuni, 2017).Kesimpulan yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, yaitu terjadi ketidakpuasan terhadap fisik serta penampilan dari ketiga responden remaja laki-laki di Denpasar.

Penilaian tentang kondisi fisik dalam ilmu psikologi sering dihubungkan dengan konsep citra tubuh. Menurut Grogan (2008) citra tubuh adalah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang tentang tubuhnya. Hurlock (1980) mendefinisikan pengertian citra tubuh sebagai suatu cara seseorang mempersepsikan tubuhnya sehubungan dengan konsep ideal yang dimiliki.Papalia, dkk.(2011) menyatakan bahwa remaja yang memiliki persepsi positif terhadap citra tubuhmampu menghargai dirinya.

Citra tubuh dapat memengaruhi fungsi sosial individu, utamanya terkait kemampuan bersosialisasi dan kepercayaan untuk mengembangkan diri (Cash & Pruzinsky, 2002). Menurut Hurlock (1980) rasa tidak percaya diri pada remaja laki-laki timbul karena remaja menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa responden MA, yaitu remaja laki-laki yang merasa tidak percaya diri karena potongan rambutnya tidak sesuai dengan idola favoritnya. Remaja beranggapan bahwa individu yang menarik biasanya mendapat perlakuan lebih baik dari pada individu yang kurang menarik, sehingga para remaja berusahamengubah penampilan agar terlihat lebih menarik. Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) terdapat lima faktor yang dapat memengaruhi citra tubuh yaitu usia, jenis kelamin, media massa, keluarga, hubungan interpersonal.

Remaja yang mengalami perubahan fisik akan cenderung melakukan perbandingan diri dengan orang lain (Cash & Pruzinsky, 2002). Perilaku membandingkan diri sendiri dan orang lain dalam ilmu psikologi berkaitan dengan istilah komparasi sosial.Jones (2001) mengatakan komparasi sosialadalah ide seseorang untuk mengevaluasi dirinya yang menimbulkan penilaian secara kognitif dengan cara membandingkan dirinya sendiri dan orang lain mengenai atribut yang dimiliki. Menurut Festinger (1954) komparasi sosial merupakan proses subjektif seseorang membandingkan kemampuan dan penampilan dirinya dengan orang lain yang berada di dalam lingkungan.Remaja memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan komparasi sosial. Kecenderungan melakukan komparasi sosial akan lebih tinggi ketika remaja mengevaluasi diri sendiri, yang secara tidak langsung dapat menimbulkan rasa tidak puas terhadap diri sendiri (Santrock, 2007). Menurut Jones (2001) aspek-aspek

dalam melakukan komparasi sosial yaitu aspek perbandingan tinggi tubuh, aspek perbandingan berat badan, aspek perbandingan bentuk tubuh, aspek perbandingan wajah, aspek perbandingan gaya, aspek perbandingan ketenaran, dan aspek perbandingan kecerdasan.

Remaja yang melakukan komparasi sosial, biasanya memerlukan figur sebagai acuan citra tubuhideal. Remaja biasanya memilih target perbandingan yang dekat dengan dirinya, seperti teman sebaya atau individu yang dianggap mewakili standar ideal untuk dirinya seperti model atau aktor favoritnya.Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis komparasi sosial, yaitu komparasi sosial yang bersifat ke atas dan komparasi sosial yang bersifat ke bawah. Komparasi sosial yang bersifat ke atas merupakan komparasi sosial yang dilakukan individu dengan memilih objek pembanding yang dianggap lebih baik darinya. Komparasi sosial yang bersifat ke bawah merupakan komparasi sosial yang dilakukan individu dengan memilih objek pembanding yang dinggap lebih buruk darinya. Festinger (1954) menjelaskan bahwa individu cenderung melakukan komparasi sosial yang bersifat ke atas. Komparasi sosial yang bersifat ke bawah hanya dilakukan individu untuk membuat dirinya merasa lebih baik dari pada orang lain.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gibbons dan Buunk (1999) mengatakan bahwa individu yang menunjukkan komparasi sosial atau sering melakukan perbandingan dirinya dengan orang lain tidak lebih atau kurang puas dengan situasi kehidupan yang dijalani. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sunartio, Sukamto, dan Dianovinina (2012) menemukan bahwa perbandingan sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan ketidakpuasan terhadap tubuh pada remaja, artinya semakin tinggi perbandingan sosial maka semakin tinggi pula ketidakpuasan terhadap tubuh pada seseorang.

Tingkat ketidakpuasan remaja terhadap tubuhnya cenderung lebih banyak terjadi di perkotaan dibandingkan pada pedesaan, hal ini dikarenakan pada daerah perkotaan lebih banyak terpapar media (Haslinda, Ernalia, dan Wahyuni, 2015). Kehadiran public figure melalui media massa menjadi model yang sangat menarik untuk dijadikan target komparasi oleh remaja karena dianggap representasi figur ideal yang sesuai. Media massa menjadi objek yang menarik untuk diamati serta informasi yang disampaikan media massa ikut memberi kontribusi terhadap pandangan dan nilai-nilai mengenai citra tubuh yang berkembang di masyarakat termasuk pada remaja, terutama media cetak, yang memungkinkan remaja dapat mengamati dengan lebih seksama dibandingkan dengan media elektronik. Kota Denpasar merupakan Ibukota Provinsi Bali yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan penduduk serta laju pembangunan di segala bidang yang terus meningkat, dan memberikan pengaruh yang sangat besar (Anonim, 2017).Pertimbangan tersebut melandasi penelitian dilaksanakan di Kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komparasi sosial, sedangkan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah citra tubuh.Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

Komparasi Sosial

Komparasi sosialadalah bagaimana seseorang mengevaluasi atribut yang ada di dalam dirinya dengan melakukan penilaian berdasarkan perbandingan dirinya sendiri dengan orang lain. Taraf komparasi sosial diukur dengan menggunakan skala komparasi sosial.Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf komparasi sosial yang dimiliki responden, begitu juga sebaliknya.

Citra Tubuh

Citra tubuh adalah pikiran seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, serta cara seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian positif maupun negatif mengenai citra tubuh yang dimiliki. Taraf citra tubuh diukur dengan menggunakan skala citra tubuh. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi taraf citra tubuh yang dimiliki responden, begitu juga sebaliknya.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki di Denpasar dengan rentang usia 12-22 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling. Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Teknik sampling ini digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan populasi yang ada pada daerah itu secara sampling juga (Sugiyono, 2016).Teknik sampling pada penelitian ini dengan cara sampel dirandom dipilih masing-masing dari jenjang SMP Negeri, Swasta, MTS di Denpasar dengan jumlah keseluruhan 58 sekolah. SMA Negeri, Swasta, dan MA di Denpasar dengan jumlah keseluruhan 32 sekoah. Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Denpasar dengan jumlah keseluruhan 7 perguruan tinggi. Hasil random pertama dari masing-masing SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi tersebut yaitu: SMPN 7 Denpasar, SMAK Santo Yoseph Denpasar, dan Universitas Udayana. Hasil random kedua yaitu kelas VII 1 dan VIII 1 di SMPN 7 Denpasar, kelas X IPS3 dan XI IPA 6 di SMAK Santo Yoseph Denpasar, Program Studi Sosiologi angkatan 2015 dan 2016 di Universitas Udayana.

Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Denpasar, Sekolah Menengah Atas Katolik Santo Yoseph Denpasar, Program Studi Sosiologi Universitas Udayana.Pengambilan data pertama dilaksanakan pada tanggal 9 November 2017 di SMAK Santo Yoseph Denpasar.Pengambilan data kedua yaitu tanggal 10 November 2017 di Program Studi Sosiologi Universitas Udayana, dan pengambilan data ketiga pada tanggal 13 November 2017 di SMPN 7 Denpasar.

Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah skala komparasi sosial dan skala citra tubuh. Skala komparasi sosial diukur menggunakan skala komparasi sosial yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek komparasi sosial menurut Jones (2011) yaitu aspek perbandingan tinggi tubuh, perbandingan berat badan, perbandingan bentuk tubuh, perbandingan wajah, perbandingan gaya, perbandingan ketenaran, perbandingan kecerdasan, dan perbandingan kepribadian.Skala citra tubuh diukur menggunakan skala citra tubuh yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi citra tubuh menurut Cash (2002) yaitu aspek evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh. Pernyataan skala dikelompokkan menjadi item-item favorable dan unfavorable. Skala yang digunakan pada penelitian ini yaitu skala Likert dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Validitas isi menunjukkan sejauh mana suatu aitem-aitem pada alat ukur dapat mencerminkan keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur secara komprehensif, relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran (Azwar, 2014).Validitas isi diestimasi melalui pengujian berdasarkan professional judgment untuk melihat apakah item dalam mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur.Uji validitas konstruk pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Statistical Product and Service Solution (SPSS) 20.0 for Windows.

Pada skala komparasi sosial menghasilkan 30 aitem valid dan hasil uji validitas memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,262 sampai 0,576 dengan koefisien Alpha (α) 0,872 yang memiliki arti bahwa skala komparasi sosial mampu mencerminkan 87,2% variasi skor murni subjek. Pada skala citra tubuh menghasilkan 19 aitem valid dan hasil uji validitas memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,278 sampai 0,643 dengan koefisien Alpha (α) 0,848 yang memiliki arti bahwa skala citra tubuh mampu mencerminkan 84,8% variasi skor murni subjek.

Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan cluster sampling melalui proses random untuk memilih SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang mewakili kriteria sampel yang berusia 12-22 tahun yang pada usia tersebut sedang menempuh pendidikan di SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Hasil dari random yang pertama didapatkan yaitu: SMPN 7 Denpasar, SMAK Santo Yoseph Denpasar, dan Universitas Udayana. Proses random kedua didapatkan kelas VII 1 dan VIII 1 di SMPN 7 Denpasar, kelas X IPS3 dan XI IPA6 di SMAK Santo Yoseph Denpasar, Program Studi Sosiologi Universitas Udayana. Penelitian dilakukan pada Bulan November 2017. Pada Hari Jumat, 27 Oktober 2017 peneliti menemui kepala sekolah dan bagian kemahasiswaan SMPN 7 Denpasar dan SMAK Santo Yoseph Denpasar untuk memberikan surat pengantar dan menyampaikan ijin untuk melakukan penelitian. Peneliti mulai melakukan pengambilan data pada tanggal 9 November 2017 di SMAK Santo Yosep

Denpasar setelah mendapat ijin dari kepala sekolah. Pengambilan data kedua yaitu tanggal 10 November 2017 di Program Studi Sosiologi angkatan 2015 dan 2016 Universitas Udayana, dan pengambilan data ketiga pada tanggal 13 November 2017 di SMPN 7 Denpasar.

Skala yang disebar terdiri dari kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian, identitas diri, petunjuk pengisian, skala komparasi sosial dan skala citra tubuh. Proses pengambilan data penelitian menggunakan skala yang disebar kepada siswa dan mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki. Skala yang disebarkan berjumlah 100 buah dan seluruhnya dapat digunakan sebagai data penelitian. .

Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi pearson product moment serta untuk mengetahui hubungan antara variabel komparasi sosial dengan variabel citra tubuh.Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi peneitian yaitu uji normalitas dan uji linieritas.Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi (p > 0,05).Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji compare mean dengan taraf signifikansi (p < 0,05). Analisis data dilakukan dengan menggunakan banttuan perangkat lunak pada program SPSS 20.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini remaja laki-laki yang berusia 12 sampai 22 tahun di Denpasar yang berjumlah 100 responden.Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini berusia 12 tahun sampai dengan 15 tahun dengan persentase sebesar 50%.Berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan subjek yang mengikuti penelitian adalah siswa SMP dengan persentase 38%.Berdasarkan tinggi badan menunjukkan bahwa mayoritas tinggi badan subjek yang mengikuti penelitian adalah 161 cm sampai dengan 170 cm dengan persentase 37%.Berdasarkan berat badan menunjukkan bahwa mayoritas berat badan subjek yang mengikuti penelitian adalah 46 kg sampai dengan 55 kg dengan persentase 27%.berdasarkan Indeks Massa Tubuh menunjukkan bahwa mayoritas subjek tergolong memiliki Indeks Massa Tubuh yang normal dengan persentase 60%.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi penelitian variabel komparasi sosial dan variabel citra tubuh dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel komparasi sosial memiliki mean teoretis sebesar 75 dan mean empiris 70,91. Berdasarkan penyebaran frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang 53 sampai dengan 91, sehingga 25% subjek memiliki skor di atas mean teoretis.

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel citra tubuh mean teoretis sebesar 47,5 dan mean empiris 45,93. Berdasarkan penyebaran

frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang 35 sampai dengan 63, sehingga 37% subjek memiliki skor di atas mean teoretis.

Kategorisasi Data Penelitian

Kategorisasi komparasi sosial dan citra tubuh dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 (terlampir).

Berdasarkan kategori komparasi sosial pada tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase subjek yang berada pada kategori sangat rendah yaitu 26% dengan jumlah subjek 26 orang, persentase subjek yang berada pada kategori rendah yaitu 25% dengan jumlah subjek 25 orang, persentase subjek berada pada kategori sedang yaitu 33% dengan jumlah subjek 33 orang, persentase subjek yang berada pada kategori tinggi yaitu 13% dengan jumlah subjek 13 orang dan persentase subjek yang berada pada kategori sangat tinggi yaitu 3% dengan jumlah subjek 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf komparasi sosial yang sedang.

Berdasarkan kategori skor citra tubuh pada tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase subjek yang berada pada kategori sangat rendah yaitu 13% dengan jumlah subjek 13 orang, persentase subjek yang berada pada kategori rendah yaitu 31% dengan jumlah subjek 31 orang, persentase subjek berada pada kategori sedang yaitu 36% dengan jumlah subjek 36 orang, persentase subjek yang berada pada kategori tinggi yaitu 15% dengan jumlah subjek 15 orang dan persentase subjek yang berada pada kategori sangat tinggi yaitu 5% dengan jumlah subjek 5 orang.Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf citra tubuh yang sedang.

Uji Asumsi

Pada penelitian ini menggunakan dua uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas.Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4 dan hasil uji linieritas dapat dilihat pada tabel 5 (terlampir).

Berdasarkan hasil uji normalitas data penelitian pada tabel 4, variabel komparasi sosial menunjukkan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,732 dengan signifikansi sebesar 0,657 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data variabel komparasi sosial berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas data penelitian pada tabel 4, variabel citra tubuh menunjukkan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,994 dengan signifikansi sebesar 0,277 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data variabel citra tubuh berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel 5, variabel citra tubuh dengan komparasi sosial memiliki hubungan yang linier karena nilai signifikansi pada kolom linearity menunjukkan angka 0,000 (p < 0,05), dan nilai signifikansi pada kolom deviation from linearity menunjukkan angka 0,177 (p> 0,05).

Berdasarkan uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji linearitas yang telah dilakukan maka dapat dikatakan data

dalam penelitian ini berdistribusi normal, tidak ada multikolinearitas, dan menunjukkan hubungan yang linear sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu analisis regresi berganda.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi pearson product moment.

Berdasarkan hasil uji pearson product moment pada tabel 6 (terlampir), variabel komparasi sosial dan citra tubuh memiliki nilai korelasi 0,589. Perolehan nilai p adalah 0,000 < 0,05 yang menandakan bahwa hubungan yang terjadi adalah signifikan.Berdasarkan hasil uji hipotesis, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini terdapat hubungan antara variabel komparasi sosial dengan citra tubuh sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara komparasi sosial dengan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar.

Analisis Tambahan

Berdasarkan hasil uji analisis tambahan pada tabel 7, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini mayoritas remaja awal memiliki citra tubuh rendah sebayak 4 responden, mayoritas remaja madya memiliki citra tubuh sedang sebanyak 22 responden, dan mayoritas remaja akhir memiliki citra tubuh sedang sebanyak 12 responden.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperoleh hasil bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa hipotesis hubungan antara komparasi sosial dengan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis pengujian yang telah dilakukan yaitu nilai r 0,589 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya hubungan antara komparasi sosial dengan citra tubuh. Hubungan yang positif pada nilai r menunjukkan bahwa hubungan antara variabel komparasi sosial dengan citra tubuh searah, yang berarti semakin tinggi komparasi sosial maka semakin tinggi citra tubuh pada remaja laki-laki, sebaliknya jika komparasi sosial rendah maka citra tubuh pada remaja laki-laki rendah. Remaja laki-laki yang memiliki komparasi sosial yang tinggi maka akan semakin puas terhadap citra tubuhnya, dan sebaliknya remaja laki-laki yang memiliki komparasi sosial yang rendah akan memiliki citra tubuh yang rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2004) di Bandung yang menemukan ada hubungan antara komparasi sosial dengan citra tubuh.Hal ini dapat dijelaskan dengan teori komparasi sosial yang dibagi menjadi dua jenis yaitu komparasi sosial yang bersifat ke bawah dan komparasi sosial yang bersifat ke atas (Taylor, dkk, 2009). Remaja laki-laki yang melakukan komparasi sosial yang bersifat ke bawah akan membandingkan dirinya dengan seseorang yang lebih buruk dibandingkan dirinya sehingga remaja menjadi puas terhadap dirinya. Sebaliknya remaja laki-laki yang melakukan komparasi sosial yang bersifat ke atasakan membandingkan diri atau kemampuan yang dimiliki seseorang dengan orang lain yang lebih baik dengan dirinya

sehingga remaja laki-laki menjadi tidak puas dengan dirinya. Sejalan dengan pendapat White, Langer, Yariv, dan Welch (2006) yang mengatakan jika seseorang melakukan perbandingan ke bawah maka dia akan merasa mendapatkan respon positif, akan tetapi jika seseorang tidak mampu mencapai standar pada perbandingan ke atas akan membuat seseorang merasa kecewa karena mendapat respon negatif.

Menurut Myers (2010) seseorang akan memiliki dorongan untuk menghasilkan perbandingan yang menguntungkan dari pada tidak menguntungkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Leahey, Crowther, Mickelson (2007) bahwa seseorang tidak akan terus melakukan komparasi (terutama komparasi ke atas) jika tidak menguntungkan dan atau merusak citra tubuh seseorang.

Menurut Schonfeld (dalam Suryanie, 2005) selain komparasi sosial faktor-faktor yang dapat memengaruhi citra tubuh adalah reaksi orang lain, identifikasi terhadap orang lain, dan faktor sosiokultural berperan penting dalam citra tubuh. Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) faktor-faktor yang dapat memengaruhi citra tubuh yaitu usia, jenis kelamin, media massa, keluarga, dan hubungan interpersonal. Komparasi sosial merupakan salah satu dari tiga proses interpersonal, di mana tiga proses interpersonal yang dikatakan oleh Cash dan Pruzinsky (2002) yaitu penilaian, feedback, dan komparasi sosial.

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, pada kategori skor komparasi sosial dapat dilihat bahwa subjek yang berada pada kategori sangat rendah yaitu 26 orang, hal ini memiliki arti bahwa 26% reponden tergolong sangat jarang melakukan perbandingan sosial baik dengan orang lain. Subjek yang berada pada kategori rendah yaitu 25 orang, hal ini memiliki arti 25% responden jarang melakukan perbandingan sosial baik dengan orang lain. Subjek berada pada kategori sedang yaitu 33 orang hal ini memiliki arti bahwa 33% reponden melakukan perbandingan sosial dengan orang lain. Subjek yang berada pada kategori tinggi yaitu 13 orang, hal ini memiliki arti bahwa 13% sering responden melakukan perbandingan sosial dengan orang lain dan subjek yang berada pada kategori sangat tinggi yaitu 3 orang, hal ini memiliki arti bahwa 3% responden sangat sering melakukan perbandingan sosial. Mayoritas subjek yang memiliki komparasi sosial yang sedang menandakan bahwa remaja laki-laki di Denpasar melakukan komparasi sosialuntuk mengevaluasi dan melakukan penilaian berdasarkan perbandingan dirinya sendiri dengan orang lain. Individu melakukan komparasi sosial memiliki tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti evaluasi diri, meningkatkan diri, perbaikan diri, dan pemahaman komunitas (Taylor, dkk., 2009).

Menurut Brown, Mory, dan Kinney (dalam Jones, 2001) teman sebaya adalah bagian penting dari kehidupan remaja dan memainkan peran yang penting dalam menentukan harapan sosial, dan membangun identitas. Teman sebaya biasanya orang terdekat yang memberi persepsi dan pendapat terhadap citra tubuh remaja laki-laki sehingga akan memunculkan penilaian terhadap citra tubuh yang dimiliki.

Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh Krayer, Ingledew, dan Iphofen (2008) bahwa selama masa remaja, teman sebaya menjadi semakin penting, tidak hanya dalam hal dukungan dan persahabatan yang dapat mereka berikan, tetapi juga dalam hal menciptakan, memahami dan berbagi pendapat.

Hasil kategori skor citra tubuh dapat dilihat bahwa subjek yang berada pada kategori sangat rendah yaitu 13 orang, hal ini memiliki arti bahwa 13% responden tidak puas terhadap citra tubuh yang dimiliki. Subjek yang berada pada kategori rendah yaitu 31 orang, hal ini memiliki arti bahwa 31% responden kurang puas terhadap citra tubuh yang dimiliki. Subjek berada pada kategori sedang yaitu 36 orang, hal ini memiliki arti bahwa 36% responden cukup puas dengan citra tubuh yang dimiliki. Subjek yang berada pada kategori tinggi yaitu 15 orang memiliki arti bahwa 15% responden puas dengan citra tubuh yang dimiliki dan subjek yang berada pada kategori sangat tinggi yaitu 5 orang, hal ini memiliki arti bahwa 5% subjek sangat puas terhadap citra tubuh yang dimiliki. Mayoritas subjek penelitian ini memiliki taraf citra tubuh yang sedang dan 37% subjek memiliki skor di atas mean teoretis. Mayoritas citra tubuh yang sedang menunjukkan bahwa remaja laki-laki di Denpasar telah mengevaluasi penampilan dengan baik. Hal ini sesuai dengan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Cash dan Pruzinsky (2002) yaitu individu mengevaluasi penampilan dan keseluruhan tubuh, memperbaiki dan meningkatkan penampilan, merasa puas terhadap bagian tubuh, mampu mengontrol berat badan, serta mampu mengkategorikan golongan berat badannya.

Indeks Massa Tubuh remaja laki-laki pada penelitian ini mayoritas normal dan mayoritas citra tubuh sedang, sehingga dapat dikatakan bahwa remaja laki-laki dalam penelitian ini memiliki citra tubuh tingkat sedang yang sesuai dengan IMT remaja laki-laki yang berada pada rentang normal.Hal ini sejalan dengan pendapat McCabe dan Ricciardelli (2004) yang mengatakan bahwa rata-rata remaja memandang citra tubuh negatif tertinggi terjadi pada remaja laki-laki dengan IMT di bawah normal dan di atas normal.

Analisis tambahan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mayoritas remaja laki-laki yang memerhatikan citra tubuh. Remaja awal usia 10-12 tahun berjumlah 7 responden, mayoritas memiliki citra tubuh rendah sebayak 4 responden. Remaja madya usia 13-17 tahun berjumlah 59 responden, mayoritas memiliki citra tubuh sedang sebanyak 22 responden, dan remaja akhir usia 18-22 mayoritas memiliki citra tubuh sedang sebanyak 12 responden.

Pada penelitian ini, skala komparasi sosial beberapa responden memiliki skor tinggi pada aitem yang menyatakan komparasi sosial ke bawah seperti, 24% responden merasa lebih baik dalam cara berpakaian dibandingkan teman, 55% responden merasa senang memiliki tubuh yang tinggi dibandingkan temannya, 35% responden merasa lebih maco dibandingkan temannya dan 29% responden merasa memiliki bentuk tubuh yang menarik lawan jenis dibandingkan temannya. Pada skala citra tubuh, 65% responden menyatakan penampilannya menarik, 43% menyatakan memiliki berat badan yang ideal,

dan 63% responden menyatakan tidak ingin mengubah bentuk tubuhnya. Hal ini memiliki arti bahwa remaja laki-laki di Denpasar telah melakukan komparasi ke bawah sehinga responden merasa puas terhadap citra tubuhnya baik mengenai ukuran tubuh, bentuk tubuh pada bagian tertentu, ataupun secara keseluruhan, sehingga remaja laki-laki tidak merasa bersalah atas bentuk tubuhnya dan merasa puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu pada saat pengambilan data, jumlah sampel yang tidak sama rata antara remaja yang menempuh pendidikan di SMP, SMA, dan Peruguran Tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan uji beda. Adanya keterbatasan lain penelitian ini dengan menggunakan kuesioner yaitu terkadang jawaban yang diberikan oleh sampel tidak menunjukkan keadaan sesungguhnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan maka disimpulkan bahwa, terdapat hubungan signifikan antara variabel komparasi sosial dengan citra tubuh sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara komparasi sosial dengan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar.Hubungan antara variabel komparasi sosial dan citra tubuh bersifat positif, yang berarti semakin tinggi komparasi sosial maka semakin tinggi citra tubuh pada remaja laki-laki, sebaliknya jika komparasi sosial rendah maka citra tubuh pada remaja laki-laki rendah Komparasi sosial pada remaja laki-laki di Denpasar mayoritas sedang dan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar mayoritas sedang.

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu bagi remaja laki-laki yang memiliki citra tubuh positif diharapkan mencari informasi yang tepat terkait perubahan tubuh atau pembentukan tubuh, tetap mempertahankan sikap positif, menjaga kesehatan fisik dan psikologis dengan selalu berusaha menjaga kesehatan dengan berolahraga dan makan dengan gizi seimbang.Bagi remaja laki-laki yang memiliki citra tubuh negatif sebaiknya lebih banyak mengetahui informasi dari sumber yang terpercaya mengenai perubahan-perubahan fisik pada remaja laki-laki sehingga remaja laki-laki tidak perlu cemas dengan perubahan fisik karena perubahan yang terjadi di dalam diri remaja merupakan hal yang wajar terjadi.Bagi remaja laki-laki yang melakukan komparasi sosial ke atas diharapkan lebih mensyukuri apa yang telah dimiliki, sehingga kehidupan remaja menjadi lebih baik dan jarang mengalami atau dapat terhindar dari perasaan-perasaan tidak nyaman yang merupakan dampak dari negatif perilaku komparasi sosial terhadap tubuh Bagi remaja laki-laki yang melakukan komparasi sosial ke bawah diharapkan remaja tetap mengembangkan potensi diri, termotivasi untuk lebih baik dalam bersaing baik dari segi akademik, dan berperilaku sehat dalam menjaga kondisi tubuh.

Bagi Orangtua perlu mengembangkan kedekatan dengan anak sehingga bisa memberikan informasi yang memadai terkait perubahan tubuh.Apabila remaja mendapatkan informasi yang tepat dan memiliki sumber informasi dan tempat bercerita yang aman (orangtua) maka, remaja dapat mengembangkan sikap positif terhadap citra tubuh yang mengarah pada kondisi

mental yang positif.

Saran bagi peneliti selanjutnyayang akan melakukan penelitian diharapkan untuk berkoordinasi dengan pihak sekolah agar jumlah responden yang didapatkan seimbang sehingga mampu dilakukan uji beda pada penelitian.Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai hubungan komparasi sosial dengan citra tubuh diharapkan melakukan penelitian dengan memberikan skala pada masing-masing subjek dan peneliti langsung mendampingi subjek dalam mengisi skala.

DAFTAR PUSTAKA

Agliata, D. & Tantleff, D. S. (2004). The impact of media exposure on males body image. Journal of Social Clinic Psychology; 23: 7–13.

Amalia, L. (2004). Citra raga ditinjau dari komparasi sosial atribut daya tarik dan harga diri.Thesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM.

Anonim.(2017). Jumlah penduduk Kota Denpasar.Website resmi Kota         Denpasar.         Diunduh         dari

https://denpasarkota.go.id/index.php/profil/3/Jumlah-Penduduk pada tanggal 20 November

Azwar, S. (2014).Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Blashill, A. J., & Wilhelm, S. (2013) Body image distortions, weight, and depression in adolescent boys: longitudinal trajectories into adulthood. Psychology of Men & Masculinity.1-6.

Cash, T.F., & Pruzinsky, T. (2002).Body image: a handbook of theory, research and clinical practice. New York: Guilford Press.

Dini. (2013). Pria juga tersiksa oleh tubuh. Diunduh dari: http://lifestyle.kompas.com/read/2013/04/01/17305381/pria .juga.tersiksa.oleh.citra.tubuh pada tanggal

Festinger, Leon. (1954). A theory of social comparison processes. Human Relations 7.

Gibbons, F. X., & Buunk, B. P. (1999). Individual differences in social comparison: development of a scale social comparison orientation. Journal of Personality and Social Psychology Volume 76, Nomor 1.

Grogan, Sarah. (2008). Body image:  understanding body

dissatisfaction in men, women, and children. New York: Routledge

Haslinda, L. H., Ernalia, Y. E., & Wahyuni, S. (2015). Citra tubuh, perilaku diet, dan kualitas hidup remaja akhir mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Riau. JIK, Jilid 9, Nomor 2(95-98)

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Terjemahan Instiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Jones, D. C. (2001). Social comparison and body image: attractiveness comparison To Model And Peers Among Adolescent Girls And Boys. Sex Role.

Jones, D. C., & Crawford, J. K. (2005). Adolescent boys and body image: Weight and muscularity concerns as dual pathways to body dissatisfaction. Journal of Youth and Adolescence, 34, 629-636.

Kinanti, A. A.(2016). Bukan cuma wanita, pria juga kerap tak pede dengan bentuk tubuhnya. Jakarta. Diunduh dari: https://health.detik.com/read/2016/08/09/110148/3271398/ 1410/bukan-cuma-wanita-pria-juga-kerap-tak-pede-dengan-bentuk-tubuhnya pada tanggal 21 Juli 2017

Krayer, A., Ingledew, D. K., & Iphofen, R. (2008). Social

comparison and body image in adolescence: a grounded

theory approach. Health Education Research, 23(5).892– 903.

Laus, M. F., Souza, M. G., Moreira, R. C. M., & Costa, T. M. B. (2013).Body image dissatisfasction, nutritional status, and eating attitudes in adolescents.Acta Scientiarum.Health Sciences.244-46.

Leahey, T.M., Crowther, J.H., & Mickelson, K.D. (2007).The

Frequency, Nature and Effects of Naturally Occurring Appearance-Focused Social Comparisons. Behavior Therapy, No.38, hal 132–143

McCabe, M.P.,  & Ricciardelli, L.A. (2004). Body image

dissatisfaction among males across the lifespan: a review of past literature. Journal of Psychosomatic Research. 56(6): 675–85

Myers, D. G. (2010).Social psychology. New York. Mc Graw-Hill

Papalia, E. Diane., Olds, W.S., Feldman D.R. (2001).Human development (8th ed).NewYork: McGraw-Hill,Inc.

Pramarta, L., & Siswadi, A. G. P. (2015). Studi Deskriptif Mengenai Citra Tubuh pada Remaja Pria di SMA Negeri 11 Kota Bandung. (Tesis tidak dipublikasikan). Universitas Padjadjaran.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence. Jakarta: Erlangga

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Sunartio, L., Sukamto, M. E.,& Dianovinina, K. (2012).Social comparison dan body dissatisfation pada wanita dewasa awal. Jurnal Humanitas, Vol. IX No.2

Suryanie, K. (2005). Hubungan Antara Citra Raga dengan Narsisme pada Para Model.Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D. O. (2009).Psikologi sosial. Edisi Keduabelas. Jakarta: Kencana.

Wahyuni, G. A. K. (2017). Hubungan komparasi sosial dengan citra tubuh pada remaja laki-laki di Denpasar:  Sebuah

preliminary study. Tidak Dipublikasikan.

White, J. B., Langer, E. J., Yariv, L., & Welch, J. C. IV. (2006). Frequent social comparisons and destructive emotions and behaviors: The dark side of social comparisons. Journal of Adult Development, 13, 36-44.

Widianti, N., & Kusumastuti, A.C. (2012). Hubungan antara body image dan perilaku makan dengan status gizi remaja putri di SMA Theresiana Semarang. Journal Nutrition College 1(1):398-40

LAMPIRAN

Tabel 1

Deskripsi Data Penelitian

Variabel

N

Mean    Mean

Teoretis    Empiris

Std

Deviasi

Teoretis

Std Deviasi Empiris

Sebaran T eoretis

Sebaran

Empiris

t

Komparasi Sosial

Citra Tubuh

100

100

75         70.91

47.5       45.93

6.33

4.67

7.747

5.349

30-120

19-76

53-91

35-63

-4.090

-1.570

Tabel 2

Kategorisasi Subjek pada Skala Komparasi Sosial

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 65.5

65.5 <X≤ 71.8

71.8 <X≤ 78.2

78.2 <X<84.5

84.5 < X

Sangat Rendah Rendah Sedang Tmggi

Sangat Tinggi

26

25

33

13

3

26%

25%

33%

13%

3%

Tabel 3

Kategorisasi Subjek pada Skala Citra Tubuh

Rentang Nilai

Kategori

Jumlah

Persentase

X ≤ 40.5

40.5 < X ≤ 45.2

45.2 < X ≤ 49.8

49.8 <X≤ 54.5

54.5 < X

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi Sangat Tinggi

13

31

36

15

5

13%

31%

36%

15%

5%

Tabel 4

Hasil Uji Normalitas Variabel Penelitian

Vaiiabel                   Kolniogorov

-Smirnov

Asyinp. Sig

(2-tailed)

Komparasi Sosial           0.732

0.657

Citra Tubuh               0.994

0.277

Tabel 5

Hasil Uji Linieritas Variabel Penelitian

F

Sig.

Citra Tubuh+Koniparasi Between Group

Lhiearit)'

57.094

0.000

Sosial

Deviation

Linearity

front 1,310

0.177

Tabel 6

Uji Korelasi Pearson Product Moment

Komparasi Sosial

Citra Tubuh

Komparasi Sosial

Pearsox CoiTelation

1

0.589

Sig. (2-tailed)

0.000

N

100

100

Citra Tubnh

Pearson Coirelation

0.589

1

Sig. (2-tailed)

0.000

N

100

100

Tabel 7

Tabel perbandingan skor citra tubuh remaja laki-laki di Denpasar

Rentang Skor

Kategori Skor

Remaja Awal

Persentase

Remaja Madya

Persentase

Remaja Akliir

Persentase

X ≤ 40.5

Sangat rendah

0

6

10.2%

7

20.6%

40.5 < X ≤ 45.2

rendah

4

57.1%

21

35.6%

6

17.6%

45.2 < X ≤ 49.8

sedang

2

28.6%

22

37.3%

12

35.3%

49.8 < X ≤ 54.5

tinggi

1

14.3%

11.9%

7

20.6%

54.5 < X

sangat tinggi

0

3

5.1%

2

5.9%

Total

7

59

34

185