Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental, 116-129

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Iklim Organisasi terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Mediator

I Gusti Ngurah Dwiputra Widianta dan Supriyadi

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]


Abstrak

Kinerja extra-role merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Kinerja maksimal merupakan tuntutan suatu organisasi yang tidak hanya ditunjukan oleh perilaku in-role tapi juga extra-role atau yang disebut juga sebagai Organizational Citizhenship Behavior (OCB) atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan nama Perilaku Kewargaan Organisasi (PKO). PKO akan bisa muncul dikarenakan berbagai faktor, namun dalam penelitian ini peneliti memilih kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi sebagai faktor dominan yang mempengaruhi munculnya PKO. Peneliti menduga hubungan tersebut akan semakin kuat ketika hubungan kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi di jembatani oleh komitmen organisasi. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menggunakan analisis jalur (Path Analysis) dengan menggunakan 100 responden yang seluruhnya terdiri dari karyawan swasta. Proses analisis jalur dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama dilakukan dengan mencari hubungan kepemimpinan transformasional, komitmen organisasi terhadap PKO. Selanjunya, pada tahap kedua dilakukan dengan mencari hubungan iklim organisasi, komitmen organisasi terhadap PKO. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan melalui analisis regresi dengan variabel mediasi menggunakan analisis jalur, menunjukan nilai t hitung = 0,808 yang lebih kecil dari t tabel dan koefisien mediasi 0,182 tidak signifikan yang berarti komitmen organisasi tidak memediasi hubungan kepemimpinan transformasional terhadap PKO. Hal serupa juga ditunjukan oleh hasil analisis jalur yang dilakukan terhadap iklim organisasi dan komitmen organisasi terhadap PKO, dimana nilai signifikansi yang didapat sebesar 0,352 menunjukan tidak adanya signifikansi hubungan di antara ketiga variabel iklim organisasi, komitmen organisasi juga PKO, sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi tidak memdiasi hubungan iklim organisasi terhadap PKO.

Kata kunci: Kepemimpinan Transformasional, Iklim Organisasi, Perilaku Kewargaan Organisasi, Komitmen Organisasi.

Abstract


Extra-role performance is a voluntary behavior of workers who wants to perform a task or work outside their responsibilities or obligations, for the sake of progress or profit organization. Maximum performance is the demand of an organization that is not only indicated by in-role behaviors, but also extra-role, also known as Citizhenship Organizational Behavior (OCB). OCB will appear due to various factors. But in this study, the researcher choose transformational leadership and organizational climate as the dominant factor, affecting the emergence of OCB. Researcher presume that the relation will get stronger, when the relationship of climate and transformational leadership organizations bridged by the commitment of the organization. This study is a correlation research using path analysis by using 100 respondents consisting entirely of private employees. The process of path analysis in this study was conducted in two stages, the first stage is done by looking for transformational leadership relationship, organizational commitment to OCB. Furthermore, in the second stage is done by looking for organizational climate relationship, organizational commitment to OCB. From the results of data processing conducted through regression analysis with the mediation variables using path analysis, shows the value of t arithmetic = 0.808 is smaller than t table and the coefficient of mediation 0.182 is not significant which means organizational commitment does not mediate relationship transformational leadership of OCB. The same thing is also shown by the results of path analysis conducted on organizational climate and organizational commitment to OCB, where the significance value of 0.352 shows no significance of relationship between the three organizational climate variables, organizational commitment also OCB, so it can be concluded that organizational commitment does not mediate organizational climate relationship to OCB.

Keywords: Transformational Leadership, Organizational Climate, Organizational Citizenship Behavior, Organizational Commitment.


LATAR BELAKANG

Sejak tanggal 31 Desember 2015, Indonesia dan Sembilan anggota perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara atau Association of South East Asian Nation (ASEAN) bersiap menuju sebuah komunitas bersama yang disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang disingkat dengan sebutan MEA. MEA atau AEC (Asean Economic Community) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dan membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang kuat (Kompasiana, 2014). Dimulainya MEA, membuat terjadinya perubahan lingkungan yang cukup pesat, yang ditandai oleh arus globalisasi yang berlangsung amat intensif dan melanda semua negara di kawasan Asia Tengggara. Berlakunya AEC (Asean Economic Community), juga membawa konsekuensi yang luas terutama pada arus perdagangan dan mobilitas tenaga kerja yang memicu persaingan yang sangat ketat (Alhumami, 2015). Bangsa Indonesia harus dapat memanfaatkan peluang dari diterapkannya MEA untuk memperkuat perekonomian nasional. Untuk mampu meningkatkan perekonomian nasional, sekaligus mampu mengahadapi persaingan yang sangat ketat di era globalisasi, diperlukan peningkatan mutu dari organisasi profit atau yang disebut dengan perusahaan. Tentunya kunci keberhasilan tersebut terletak pada daya saing oraganisasi atau perusahaan nasional.

Karena daya saing organisasi tergantung pada lingkungannya dalam banyak hal, maka organisasi harus menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungannya supaya tetap hidup dan mendapat keuntungan (Wexley & Yuki, 2003). Dengan kata lain, organisasi harus fleksibel dan membutuhkan tenaga kerja yang fleksibel pula, agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah secara cepat dan bahkan radikal (Robbins & Judge, 2008). Sudarmanto (2009) mengatakan bahwa dalam kerangka revitalisasi strategi organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dan fundamental dalam organisasi, dimana peranan sumber daya manusia akan sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Kendatipun telah memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, tetapi tanpa pengelolaan secara optimal tentu kontribusi terhadap organisasi akan jauh dari harapan, sehingga organisasi harus memposisikan SDM sebagai aset yang harus dikelola secara optimal demi terwujudnya organisasi atau perusahaan yang baik (Arifin dalam Meita, 2014).

Di Indonesia sendiri perusahaan dibagi menjadi dua kategori berdasarkan kepemilikannya, yaitu perusahaan milik swasta dan perusahaan milik pemerintah atau yang biasa disebut dengan badan usaha milik negara (BUMN). BUMN adalah badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah, sedangkan perusahaan swasta adalah badan usaha yang yang modalnya dimiliki oleh perorangan atau sekelompok orang (tulisanterkini.com, 2014). Berdasarkan kategori tersebut, perusahan swasta yang kepemilikian modalnya tidak disokong oleh pemerintahlah yang paling merasakan dampak dari terjadinya persaingan yang kompetitif.

Perusahaan swasta yang modalnya tidak disokong oleh pemerintah, harus terus meningkatkan produktifitas serta kualitas perusahaan tersebut guna menanggapi persaingan tersebut. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan swasta untuk meningkatkan produktifitas serta kualitasnya adalah faktor SDM. Manusia sebagai penggerak perusahaan merupakan faktor utama karena eksistensi perusahaan tergantung pada manusia-manusia yang terlibat di belakangnya, sehingga untuk mencapai tujuan dari perusahaan diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dalam melaksanakan tugasnya (Sutrino, 2017).

Namun dalam perkembangannya, perusahaan sering kali mengalami sebuah masalah yang dipicu oleh berbagai faktor, misalnya mulai dari produknya kurang laku atau jasa-jasanya yang dianggap kurang bermanfaat, bahkan sumber daya manusianya juga bisa menghambat perubahan tersebut. Misalnya, pada kasus perilaku saling curiga antar karyawan yang pernah terjadi di tubuh maskapai penerbangan Merpati. Pengakuan Direktur Utama Merpati Rudy Setyopurnomo yang menyebutkan tingginya tingkat korupsi, termasuk korupsi bahan bakar pesawat di tubuh maskapai penerbangan Merpati Airlines yang dinilai membuat maskapai semakin terpuruk. Padahal saat itu Merpati tengah terpuruk dengan catatan yang terus merugi Rp 3 miliar per hari atau sekitar Rp 750 miliar per tahun, yang memerlukan penanganan serius dan kekompakan manajemen untuk menerbangkan kembali Merpati ke seantero Nusantara (Merdeka.Com, 2012). Tentunya hal-hal yang seperti dialami oleh PT. Merpati Nusantara Airlanes sangat berdampak pada terhambatnya pengembangan perusahaan.

Berdasarkan kasus diatas, masalah yang timbul dalam perusahaan tersebut muncul dari masalah SDM perusahaan itu sendiri. Peran lingkungan, rekan kerja, bahkan peran atasan menjadi semakin vital dalam perusahaan. Namun tentunya itu saja belum cukup untuk organisasi atau perusahaan dalam menghadapi lingkungan yang dinamis.

Organisasi dalam menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah, tentunya membutuhkan karyawan yang siap mengubah tugas dan bergerak secara mudah dalam tim (Robbins & Judge, 2008), oleh karena itu diperlukan kinerja karyawan yang tidak hanya bekerja pada perannya saja (inrole), melainkan dibutuhkan seorang karyawan yang mau bekerja melebihi perannnya (extra-role). Kinerja extra-role merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Dampak kinerja extra-role mampu meningkatkan efektifitas dan kesuksesan organisasi, sebagai contoh biaya operasional yang rendah, waktu penyelesaian pekerjaan lebih cepat dan penggunaan sumber daya secara optimal (Garay, 2006). Kinerja maksimal merupakan tuntutan suatu organisasi yang tidak hanya ditunjukan oleh perilaku in-role tapi juga extrarole atau yang disebut juga sebagai Organizational Citizhenship Behavior (OCB) atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan nama Perilaku Kewargaan Organisasi (PKO).

Robbins dan Langton (2004) mengatakan bahwa PKO adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari persyaratan kerja formal karyawan dan biasanya kurang dihargai, namun hal itu tetap mempromosikan efektifitas suatu organisasi. Individu dengan PKO yang tinggi akan menunjukan perilaku yang lebih dari tugas mereka. PKO adalah perilaku yang membuat suatu organisasi menjadi sesuatu yang menarik, namun perilaku tersebut bukan sesuatu perilaku formal yang diperintahkan oleh organisasi. PKO merupakan perilaku layaknya seorang relawan dalam menjalakan tugas-tugasnya, dimana seorang karyawan akan dengan senang hati menyambut para karyawan baru, membantu karyawan lain yang lambat dalam mengerjakan tugas, dan menyuarakan pendapat para rekan kerja pada isu-isu organisasi yang kritis.

PKO akan bisa muncul dikarenakan berbagai faktor, diantaranya yaitu Budaya dan Iklim Organisasi, Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, Komitmen Organisasi, Karakateristik Tugas dan Kepemimpinan Transformasional (Lakshmi, 2014). Namun peneliti memilih dua diantaranya yaitu Kepemimpinan Transformasional (KT) dan Iklim Organisasi (IO) untuk diteliti pengaruh terhadap munculnya perilaku PKO.

Menurut Jahangir (dalam Kurniatami, 2014), gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang kuat pada kesediaan karyawan untuk terlibat dalam PKO. Burns (dalam Lamidi, 2008) mengatakan bahwa pemimpin transformasional akan memperoleh dukungan, membangkitkan semangat dan memberikan inspirasi para pengikut, mengartikulasikan visi organisasi, memberikan perhatian dan mendorong terpeliharanya hubungan kerja yang memuaskan sehingga karyawan terpuaskan. Dengan terpuaskannya karyawan, maka karyawan dengan senang hati melakukan PKO (George & Jones, 2008). KT adalah persepktif kepemimpinan yang menjelaskan bagaimana pemimpin mengubah tim atau organisasi dengan menciptakan, mengkomunikasikan dan membuat model visi untuk organisasi atau unit kerja dan memberi inspirasi pekerja untu berusaha mencapai visi tersebut. KT adalah tentang memimpin, mengubah strategi dan budaya organisasi sehingga menjadi lebih sesuai dengan lingkungan sekitarnya. KT adalah agen perubahan yang memberi energi dan mengarahkan pekerja pada serangkaian nilai-nilai dan perilaku baru Organisasi (Wibowo, 2013).

Pengaruh KT terhadap PKO juga dibuktikan dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh Permana dan Sriathi (2017), dimana ada pengaruh yang positif antara KT dengan PKO. Hubungan KT dan PKO juga dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2017), dimana terdapat hubungan yang kuat antara KT dengan PKO. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukan hasil yang sama, dimana KT dan PKO memiliki hubungan positif, tentunya hasl tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Jahangir (dalam Kurniatami, 2014), gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang kuat pada kesediaan karyawan untuk terlibat dalam PKO.

Terciptanya iklim kerja atau IO yang kondusif juga mempengaruhi munculnya PKO. Menurut (Muhammad dalam Kamuli, 2012), IO adalah kualitas yang relatif abadi dari

lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi tingkah laku mereka serta dapat diuraikan dalam istilah nilai-nilai suatu set karakteristik tertentu dari lingkungan. IO juga dapat diartikan sebagai keadaan ketika karyawan merasakan berbagai situasi yang ada dalam lingkungan organisasinya sehingga menghasilkan interpretasi terhadap organisasi tersebut (Smither dalam Yuliana, 2007). (Brown dan Leigh dalam Susanty, 2012) mengatakan bahwa IO menjadi sangat penting karena organisasi yang dapat menciptakan lingkungan dimana karyawannya merasa ramah dapat mencapai potensi yang penuh dalam melihat kunci dari keunggulan bersaing.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihatsanti dan Dewi (2010) menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara IO dan PKO. Pengaruh IO dengan PKO juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meylandani (2016) yang menunjukan semakin karyawan mempersepsikan iklim organisasi di perusahaanya semakin kondusif, semakin tinggi pula PKO para karyawan tersebut. Sebaliknya, jika iklim organisasi dipersepsikan tidak kondusif maka semakin rendah pula PKO karyawan tersebut. Tentunya hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Organ (2006), iklim organisasi yang kondusif akan menentukan apakah seseorang melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prosedur yang ditetapkan atau tidak. Jika iklim dipersepsikan secara positif, maka individu sebagai anggota organisasi akan sukarela melaksanakan pekerjaanya dalam organisasi melebihi apa yang diharapkan dan dilaksanakan.

Yang menyebabkan munculnya PKO yaitu disebabkan oleh KT dan IO. Namun di dalam penelitian ini, peneliti menduga bahwa ada sebuah faktor atau variabel yang memediasi atau menjembatani hubungan antara KT dan IO terhadap PKO. Variabel atau faktor yang peneliti duga tersebut adalah Komitmen Organisasi (KO). Tentunya hal ini mengacu pada pernyataan (Van Dyne dan Graham dalam Coetzee, 2005), yang mengatakan bahwa komitmen organisasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu; faktor personal, yang berhubungan dengan elemen pribadi yang berada dalam individu; faktor posisional, yang berhubungan dengan kedudukan seseorang dalam lingkungan kerjanya; dan Faktor situasional, yang berhubungan dengan situasi atau keadaan dalam organisasi.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut peneliti melihat faktor personal dan faktor posisisonal sangat dekat kaitannya dengan pengaruh kepemimpinan. Suseno & Sugiyanto (2010) mengatakan semua permasalahan yang ditimbulkan akibat rendahnya komitmen karyawan dalam suatu perusahaan tidak terlepas juga dari adanya peranan seorang pemimpin dalam perusahaan. Dalam memelihara komitmen organisasi, peran seorang pemimpin yang sangat dibutuhkan adalah kepemìmpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional merupakan suatu keadaan dimana seorang pemimpin mempunyai karisma. Pemimpin mempunyai visi dan menggunakan untuk mentransformasikan anggota organisasi, dalam hal ini anggotanya terinspirasi, percaya dan yakin pada kepentingan dan nilai-nilai dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan bersama, sehingga dapat meningkatkan komitmen anggotanya (Rizadinata & Suhariadi, 2013). Selain

itu peneliti melihat faktor situasional sangat dekat dengan variabel iklim organisasi, dimana Setyanto, Suharnomo, & Sugiono (2013) mengatakan bahwa iklim organisasi memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan komitmen karyawan, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin positif iklim organisasi dipersepsi oleh karyawan, maka semakin kuat komitmennya terhadap organisasi. Hal tersebut tentunya sejalan dengan pernyataan (Van Dyne dan Graham dalam Coetzee, 2005), yang mengatakan bahwa komitmen organisasi muncul karena di pengaruhi oleh faktor situasional, yang berhubungan dengan situasi atau keadaan dalam organisasi itu sendiri.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan tersebut, peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan pada KT dan IO terhadap PKO yang di mediasi oleh KO. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian terkait hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi dengan komitmen organisasi sebagai variabel mediator.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang memiliki arti tunggal dan dapat diterima secara obyektif bila indikator variabel tersebut tampak (Azwar, 2013). Berikut adalah definisi oprasional yang digunakan dalam penelitian ini: Perilaku Kewargaan Organisasi

Perilaku Kewargaan Organisasi (PKO) adalah perilaku individu yang melebihi tuntutan peran ditempat kerja atau melebihi deskripsi kerja formal serta memberikan kontribusi pada keefektifan organisasi dan tidak secara langsung dikaitkan dengan sistem pemberian imbalan secara formal.

Kepemimpinan transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses di mana para pemimpin mengambil tindakan untuk mencoba meningkatkan kesadaran pengikut mereka dari apa yang benar dan penting. Proses ini terkait dengan pemimpin memotivasi karyawan untuk melakukan tugas-tugas yang "melampaui harapan" dan mendorong pengikut untuk melakukan sesuatu yang melampaui kepentingan mereka sendiri demi kebaikan kelompok atau organisasi.

Iklim organisasi

Iklim organisasi adalah sebuah konsep kebermaknaan yang diambil karyawan melalui apa yang dirasakan karyawan melalui lingkungan tempatnya bekerja, sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan, sikap serta perilaku positif dalam bekerja.

Komitmen Organisasi

Komitmen Organisasi adalah kepercayaan dan penyatuan yang kuat terhadap suatu organisasi yang didasari oleh kemauan yang kuat serta belandaskan nilai-nilai yang diterapkan perusahaan, sehingga seseorang menjadi mau dan bersedia untuk    tetap    bekerja    terus    menerus    dalam

perusahaan/organisasinya.

Responden Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari lalu kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Bali di Denpasar, dengan karakteristik:

  • (1)    Karyawan memiliki pendidikan minimal SMA atau SMK sederajat agar dapat merespon kuisioner dengan tepat. (2) Karyawan memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Lama masa kerja yang ditentukan didasarkan pada variabel penelitian Kepemimpinan, Iklim Organisasi serta komitmen organisasi sehingga diharapkan mereka telah memahami dan menghayati pekerjaan, atasana serta lingkungan organisasi dimana karyawan berada. Selain itu, pemilihan kriteria ini ditentukan agar subjek dapat mempersepsikan seberapa baik perusahaan memberikan hal yang dinilai penting bagi subjek. (3) Karyawan memiliki rentang usia 20–55 tahun. Hal ini agar karyawan dapat merespon kuesioner dengan baik. (4) Karyawan yang bekerja pada perusahaan swasta yang bergerak pada bidang hospitality, retail dan manufaktur.

Teknik Pengambilan Sampel

Dalam pengambilan subjek penelitian, penelitian ini menggunakan teknik cluster sampling. Cluster sampling, adalah sebuah tehnik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan di teliti atau sumber data sangat luas.

Jumlah sampel minimum dalam penelitian ini mengacu pada Field (2009) yang mengungkapkan terdapat tiga rumus dalam menentukan ukuran sampel minimum, yaitu:

  • (1)    VB x 15, sehingga didapat jumlah minimum sebesar 30 responden. (2) 50 + 8 x VB, sehingga didapat jumlah minimum sebesar 66 responden. (3) 104 + VB, sehingga jumlah subjek minimal penelitian ini adalah 106.

Penelitian ini menggunakan jumlah responden minimum yaitu 66 responden, karena peneliti menganggap dengan jumlah tersebut sudah cukup untuk melakukan analisa terhadap data yang didapatkan (Field, 2009).

Alat Ukur

Terdapat empat skala yang dibuat melalui proses modifikasi dan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala perilaku kewargaan organisasi, kepemimpinan transformasional, iklim organisasi dan komitmen organisasi. Skala perilaku kewargaan organisasi dibuat melalui proses modifikasi memodifikasi skala yang dibuat oleh Simarmata (2008) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Organ (1988), Gibson dkk (2003), Podsakoff dkk (2000), Organ dan Ryan (1995), Greenberg dan Baron (2003) serta Luthans (2006), dimana didapat hasil uji coba skala perilaku kewargaan organisasi memiliki koefisien korelasi antar aitem yang berkisar 0,314 hingga 0,665 dan reliabilitas sebesar 0,878. Skala kepemimpinan transformasional dibuat melalui proses modifikasi memodifikasi skala yang dibuat oleh Simarmata (2008) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Bass dan Avolio (1993); Yukl (2005); Bass (1998); Judge dan Piccolo (2004); Luthans (2006) ; Bass dan Avolio (1990); Kark dkk (2003); Stogdill (1974); Bass dalam Bono & Judge (2004); Bass

(1985), dimana didapat hasil uji coba skala kepemimpinan transformasional memiliki koefisien korelasi antar aitem yang berkisar 0,348 hingga 0,742 dan reliabilitas sebesar 0,856. Skala iklim organisasi dibuat melalui proses modifikasi memodifikasi skala yang dibuat oleh Lakshmi (2014) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Litwin dan Stringer (1968), dimana didapat hasil uji coba skala iklim organisasi memiliki koefisien korelasi antar aitem yang berkisar 0,269 hingga 0,685 dan reliabilitas sebesar 0,818. Skala komitmen organisasi dibuat melalui proses modifikasi memodifikasi skala yang dibuat oleh Nida (2012) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1991), dimana didapat hasil uji coba skala komitmen organisasi memiliki koefisien korelasi antar aitem yang berkisar 0,341 hingga 0,839 dan reliabilitas sebesar 0,876.

Teknik Analisis Data

Metode analisis untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan analisis regresi mediator atau intervening menggunakan analisis jalur (Path Analysis). Uji hipotesis dilakukan setelah seluruh uji asumsi terpenuhi. Tujuan dilakukannya uji asumsi adalah memeriksa data-data yang telah terkumpul memenuhi syarat untuk melakukan pengkorelasian atau tidak dan untuk melihat apakah data yang dapat dilakukan analisis parametrik atau nonparametrik. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas, linieritas, dan multikolinieritas. Analisis lanjutan pada penelitian ini menggunakan uji regresi moderator untuk melihat apakah komitmen organisasi memoderatori hubungan kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi. Lalu dilakukan dengan independent sample t test dan One way anova untuk melihat perbedaan perilaku kewargaan organisasi berdasarkan jenis kelamin, lama bekerja dan tingkat pendidikan.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang yang merupakan adalah karyawan swasta yang bergerak pada bidang hospitality, retail dan manufaktur. Dari keseluruhan subjek diketahui bahwa jumlah subjek yang berusia 20-30 tahun sebanyak 39 orang dengan persentase sebesar 39 %, subjek yang berusia 31-40 tahun sebanyak 21 orang dengan persentase sebesar 21 %, subjek yang berusia 41-50 tahun sebanyak 35 orang dengan persentase sebesar 35 % dan subjek yang berusia 51-60 tahun sebanyak 5 orang dengan persentase 5 %. Berdasarkan jenis kelamin subjek diketahui bahwa jumlah subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 58 orang dengan persentase sebesar 58 % dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 orang dengan persentase sebesar 42 %. Berdasarkan status pernikahan diketahui bahwa jumlah subjek yang berstatus pernikahan menikah sebanyak 70 orang dengan persentase sebesar 70% dan subjek yang berstatus pernikahan belum menikah sebanyak 30 orang dengan persentase sebesar 30 %. Berdasarkan lama bekerja diketahui bahwa jumlah subjek yang memiliki lama bekerja 2-10 tahun sebanyak 50 orang dengan persentase sebesar 50 %, subjek yang memiliki lama bekerja 11-20 tahun sebanyak 33 orang dengan persentase

sebesar 33 %, subjek yang memiliki lama bekerja 21-30 tahun sebanyak 14 orang dengan persentase sebesar 14 % dan subjek yang memiliki lama bekerja 31-40 tahun sebanyak 3 orang dengan persentase 3 %. Brdasarkan pendidikan diketahui bahwa jumlah subjek yang berpendidikan S1 sebanyak 35 orang dengan persentase sebesar 35 %, subjek yang berpendidikan D3 sebanyak 11 orang dengan persentase sebesar 11 %, subjek yang berpendidikan D2 sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 2 %, subjek yang berpendidikan D1 sebanyak 15 orang dengan persentase sebesar 15 % dan subjek yang berpendidikan SMA sebanyak 37 orang dengan persentase 37 %. Berdasarkan status kepegawaian diketahui bahwa jumlah subjek yang berstatus kepegawaian tetap sebanyak 64 orang dengan persentase sebesar 64 % dan subjek yang berstatus kepegawaian kontrak sebanyak 36 orang dengan persentase sebesar 36 %.

Deskripsi dan Kategorisasi Data Penelitian

Hasil deskripsi data dalam penelitian ini terdapat pada tabel 1 (terlampir) dengan penjelasan sebagai berikut :

Berdasarkan tabel 1, pada deskripsi data variabel perilaku kewargaan organisasi, kepemimpinan transformasional, iklim organisasi, dan Komitmen organisasi terdapat 100 orang subjek. Maka dapat dilihat bahwa pada skala perilaku kewargaan organisasi dimana mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritis, mean empiris pada skala perilaku kewaragaan organisasi sebesar 59,72 dan mean teoritisnya sebesar 47,5 yang artinya yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat perilaku kewargaan organisasi yang tinggi. Hasil yang sama juga didapat skala kepemimipinan transformasional mean empiris sebesar 44,49 lebih besar dibandingkan dengan mean teoritis sebesar 35 yang artinya subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat kepemimpinan transformasional yang tinggi. Pada skala iklim organisasi juga didapat hasil yang sama dengan skala perilaku kewargaan organisasi, dimana mean empirisnya lebih besar dari mean teoritis. Mean empiris dari skala iklim organisasi sebesar 64,34 dan mean teoritisnya sebesar 52,5 yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat iklim organisasi yang tinggi. Pada skala komitmen organisasi juga di dapat mean empris sebesar 29,24 dan mean teoritisnya sebesar 25 yang artinya yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat komitmen organisasi yang cukup tinggi.

Uji Asumsi Penelitian

Pengujian asumsi dalam penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah pengolahan data menggunakan statistik parametrik atau nonparametrik (Purwanto, 2010). Penelitian ini melakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk, pada skala perilaku kewargaan organisasi memiliki probabilitas sebesar 0,051, pada skala kepemimpinan transformasional memiliki probabilitas sebesar 0,150, pada skala iklim organisasi memiliki probabilitas sebesar 0,063 dan pada skala komitmen organisasi memiliki probabilitas sebesar 0,84. Berdasarkan uji normalitas maka dapat disimpulkan bahwa seluruh skala dalam penelitian ini mempunyai probabilitas diatas 0,05 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa seluruh sebaran data berdistribusi normal.

Uji linieritas dilakukan untuk melihat apakah data pada variabel yang akan dikorelasikan bersifat linier atau tidak. Uji linieritas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Ramsey Test, yaitu dengan menghasilakan F hitung. F hitung didapat dengan mencari Fitted value dari varibel dengan cara dari linier regression. Kemudian Fitted value diregres bersama-sama deangan model semula sebagai variabel independen, melalui rumus berikut :

F Hitung: {(R²new - R²old)/m}:{(1 - R²new)/(n-k)

F Hitung: {(0,909 – 0,705)/1}:{(1- 0,909)/(100-5)}: 214,73 *(data angka diperoleh dari tabel 2 dan tabel 3. Terlampir)

Jika F hitung ≥ F tabel, maka model regresi tidak dalam bentuk linier (Ghozali,2012). Hasil yang didapat dari membandingkan F hitung dengan F tabel. Berdasarkan hasil yang didapat yaitu, F hitung (214,73) ≤ F tabel (2,47) , maka model regresi dalam bentuk linier.

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Multikolinieritas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance infaltion factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen akan dijelaskan oleh variabel independen lainnya.Selanjutnya nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikolinieritas ialah nilai tolarance tidak kurang dari 0,1 dan nilai VIF tidak lebih dari 10 (Ghozali, 2011).

Hasil uji multikolinieritas pada tabel 4 (terlampir), menunjukan seluruh nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan seluruh nilai VIF lebih kecil dari 10. Hasl ini menunjukan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian ini yaitu komitmen organisasi memediasi hubungan kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi pada karyawan dengan menggunakan analisi jalur (Path Analysis). Fungsi dari analisis jalur adalah menentukan pola hubungan antara tiga atau lebih variabel dan menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapakan sebelumnya berdasarkan teori (Ghozali, 2012). Proses analisis jalur dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama dilakukan dengan mencari hubungan kepemimpinan transformasional, komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi. Selanjunya, pada tahap kedua dilakukan dengan mencari hubungan iklim organisasi, komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi.

Berdasarkan haasil output SPSS pada tabel 5 dan 6 (terlampir), memberikan nilai unstandardized beta kepemimpinan transformasional (KT) pada persamaan (1) Sebesar 0,323 dan signifikan pada 0,000 yang berarti kepemimpinan transformasional mempengaruhi komitmen organisasi (KO). nilai koefisien unstandardized beta 0,323 merupakan nilai path atau jalur p2. Pada output SPSS persamaan regesi (2) nilai unstandardized beta untuk

kepemimpinan trasnformasional 0.730 dan komitmen organisasi 0,548, semuanya signifikan, yang berarti kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi mempengaruhi perilaku kewargaan organisasi (PKO). Nilai koefisien unstandardized beta kepemimpinan transformasional 0,730 merupakan nilai path atau jalur p1 dan nilai koefisien unstandardized beta komitmen organisasi 0,548 merupakan nilai path atau jalur p3. Besarnya nilai e1=√1-0,225 =0,880 dan besarnya nilai e2=√0,631=0,607.

Hasil gambar (gambar 1. Terlampir) analisis jalur diatas menunjukan bahwa KT dapat berpengaruh langsung ke PKO dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari KT ke KO (sebagai intervening) lalu ke PKO. Besarnya pengaruh langsung adalah 0,730 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsung yaitu, (0,332) x (0,548) = 0,182 atau total pengaruh KT ke PKO yaitu, 0,730 + (0,332 x 0,548) = 0,912.

Pengaruh mediasi yang ditunjukan oleh perkalian koefisien (p2 x p3) sebesar 0,182 signifikan atau tidak, di uji dengan sobel test sebagai berikut :

Sp2p3 =√p3² Sp2² + p2² Sp3² + Sp2² Sp3²

Sp2p3 =√(0,548)² (0,123)² + (0,323)² + (0,62)² + (0,123)²(0,62)²

Sp2p3 =√(0.0045) + (0,042) + (0,005)

Sp2p3 = 0,226

Berdasarkan hasil Sp2p3 ini kita dapat menghitung nilai t statistik pengaruh mediasi dengan rumus :

t = p2p3/Sp2p3 = 0,182/0,226 = 0,808

Oleh karena nilai t hitung = 0,808 lebih kecil dari t tabel dengan tingkat signifikan 0,05 yaitu sebesar 1,96, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi 0,182 tidak signifikan yang berarti tidak ada pengaruh mediasi.

Selanjutnya pada tahap kedua didapat hasil output SPSS pada tabel 7 dan 8 (terlampir), memberikan nilai unstandardized beta iklim organisasi pada persamaan (1) Sebesar 0,405 dan signifikan pada 0,000 yang berarti iklim organisasi mempengaruhi komitmen organisasi. nilai koefisien unstandardized beta 0,405 merupakan nilai path atau jalur p2. Pada output SPSS persamaan regesi (2) nilai unstandardized beta untuk iklim organisasi 0,718 dan komitmen organisasi 0,147, hanya saja variabel komitmen organisasi memiliki signifikansi sebesar 0,352 terhadap variabel perilaku kewargaan organisasi yang artinya komitmen organisasi tidak mempengaruhi perilaku kewargaan organisasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi tidak memediasi hubungan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi.

Berdasarkan hasil uji analisis jalur, peneliti menemukan bahwa komitmen organisasi tidak memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi. Hal tersebut berarti H0 penelitian ini ditolak. Namun peneliti menduga bahwa

komitmen organisasi memiliki fungsi sebagai variabel lain yang bukan variabel mediator. Hal tersebut peneliti lihat dari nilai R yang naik cukup signifikan, dimana dengan kenaikan nilai R tersebut peneliti menduga bahwa fungsi variabel komitmen organisasi adalah sebagai variabel moderator, maka peneliti akan melakukan analis lebih lanjut terhadap variabel tersebut, melalui analisi uji regesi mediator sebagai analisis lanjutan.

Analisis Lanjutan

Pengujian analisis lanjutan ingin melihat apakah komitmen organisasi memoderatori hubungan kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi dan melihat perbedaan perilaku kewargaan oragnisasi berdasarkan jenis kelamin, lama bekerja dan tingkat pendidikan.

Pada analisis lanjutan yang pertama peneliti melakukan Moderated Regression Analysis (MRA) menggunakan pendekatan analitik yang memertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderator. Untuk menggunakan MRA dengan satu variabel prediktor (X), maka kita harus membandingkan tiga persamaan regresi untuk menentukan jenis variabel moderator (Ghozali, 2012). Ketiga persamaan tersebut adalah :

Yi = α + β1Xi +ε(1.1)

Yi = α + β1Xi + β2Zi +ε(1.2)

Yi = α + β1Xi + β2Zi + β3Xi*Zi+ε(1.3)

Lalu berdasarkan hasil analisis regresi moderator yang dilakukan dengan SPSS, dengan melibatkan 3 variabel (Perilaku     kewargaan     oragnisasi,     kepemimpinan

transfromasional dan komitmen organisasi) tanpa melibatkan variabel iklim organisasi didapat hasil ringkasan ouput regresi sebagai berikut :

PKO = 9,711 + 0,777 IO

R2 adj = 0,605

Nilai t (2,383)  (12,348)

PKO = 9,204 + 0,718 IO + 0,147 KO

R2 adj = 0,604

Nilai t (2,249) (8,020)   (0,935)

PKO = 39,241 + 0,250 IO - 0,866 KO + 0,016 IO*KO

R2 adj = 0,608

Nilai t (1,761)  (0,708)    (-1,146)    (1,370)

Dengan membandingkan ketiga persamaan regresi tersebut, maka diperoleh informasi bahwa β2 (0,147) ≠ 0 ( tidak signifikan) dan β3 (0,016) ≠ 0 (tidak signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa variabel komitmen organisasi merupakan variabel prediktor atau variabel independent.

Uji perbedaan yang dilakukan terhadap jenis kelamin dengan Levene’s Test for Equality of Variances didapat 3,214 dengan probabilitas 0,076. Karena probabilitas > 0,05 maka, H0 ditolak atau kedua varians adalah identik. Hal tersebut

memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan perilaku kerwargaan organisasi berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan menggunakan One way anova terhadap variabel lama bekerja didapat nilai proabilitas perilaku kewargaan organisasi sebesar 0,937 (p>0,05). Nilai probabilitas 0,937 memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan perilaku kewargaan organisasi yang signifikan pada karyawan swasta yang memiliki masa kerja 2-10 tahun, subjek yang memiliki masa kerja 11-20 tahun, subjek yang memiliki masa kerja 21-30 tahun dan subjek yang memiliki masa kerja 31-40 tahun.

Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan menggunakan One way anova terhadap variabel tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa nilai proabilitas perilaku kewargaan organisasi sebesar 0,068 (p>0,05). Nilai probabilitas 0,068 memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan perilaku kewargaan organisasi yang signifikan pada karyawan swasta yang memiliki tingkat pendidikan S1, D3,D2,D1, maupun SMA.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Hasil uji hipotesis penelitian ini adalah komitmen organisasi tidak memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewaragaan organisasi. Hal tersebut berarti H0 penelitian ini ditolak. Hasil tersebut dapat dilihat dari hasil analisis statistik yang didapat dengan menggunakan uji regresi mediator yaitu analisis jalur.

Hasil analisis jalur yang dilakukan menunjukan bahwa kepemimpinan transformasional ketika di regresikan langsung terhadap perilaku kewargaan organisasi maupun secara tidak langsung melalui komitmen oganisasi menunjukan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), tentunya hal ini menunjukan bahwa kepemimpinan transformasional maupun komitmen organisasi sama-sama mempengaruhi perilaku kewargaan organisasi. Berdasarkan perhitungan pengaruh mediasi, didapatakan nilai koefisien mediasi 0,182, namun oleh karena nilai t hitung = 0,808 lebih kecil dari t tabel dengan tingkat signifikan 0,05 yaitu sebesar 1,96, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi 0,182 tidak signifikan yang berarti tidak ada pengaruh mediasi. Artinya komitmen organisasi tidak memediasi hubungan kepemimpinan transformasional dengan perilaku kewargaan organisasi.

Selanjutnya hasil analisis jalur yang kedua menunjukan bahwa iklim organisasi ketika diregresikan langsung terhadap perilaku kewargaan organisasi menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang artinya iklim organisasi mempengaruhi perilaku kewaragaan organisasi, namun ketika diregresikan melalui komitmen oragnisasi didapat nilai signifikansi sebesar 0,352 (p>0,05) yang artinya iklim organisasi jika diregresikan melaui komitmen organisasi tidak mempengaruhi perilaku kewargaan organisasi. Artinya komitmen organisasi juga tidak memediasi hubungan iklim organisasi dengan perilaku kewargaan organisasi.

H0 dalam penelitian ini yaitu komitmen organisasi tidak

memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi dengan perilaku kewargaan organisasi. Artinya komitmen organisasi sebagai variabel mediator tidak berperan dalam hubungan kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi.

Penolakan hipotesis ini menunjukan bahwa perilaku kewarganegaraan organisasi yang timbul dalam diri karyawan yang menjadi sampel penelitian ini timbul tanpa perlu dimediasi oleh komitmen organisasi. Dalam penelitian ini komitmen organisasi ternyata memiliki fungsi sebagai variabel independent atau criterion, bukan sebagai variabel mediator, hal ini sejalan dengan pernyataan (Organ,2006) yang mengatakan bahwa peningkatan perilaku kewargaan organisasi terjadi karena dua faktor utama, yaitu faktor internal dan eksternal. Komitmen organisasi masuk dalam faktor internal, sedangkan kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi termasuk dalam faktor eksternal yang membentuk atau meningkatkan perilaku kewaragaan organisasi. Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa fungsi komitmen organisasi memang mempengaruhi secara independent, bukan menjadi mediasi. Menurut (Shore, Barksdale, and Shore dalam Organ, 2006), berargumentasi bahwa atasan menilai perilaku kewargaan organisasi sebagai tanda atau sinyal dari tingkat atau level komitemen organisasi dari seseorang, dengan kata lain hal tersebut juga mengindikasi bahwa fungsi komitmen organisasi sebenarnya bukan memediasi hubungan namun lebih pada indikator munculnya perilaku kewargaan organisasi. Hal ini tentunya diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh (Gunara,Ali dan Haerani, 2015), dimana pada penelitian tersebut komitmen organisasi dan kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi tanpa menjadikan variabel komitmen organisasi sebagai variabel mediasi. Begitu juga seperti penelitian yang dilakukan oleh (Utami, 2016), dimana pada penelitian tersebut iklim organisasi berpengaruh sangat signifikan terhadap perilaku kewagaan organisasi tanpa adanya mediasi dari komitmen organisasi.

Selanjutnya peneliti mencoba melakukan analisis lanjutan dengan menggunakan uji regesi moderator atau yang disebut dengan Moderated Regression Analysis (MRA), untuk melihat apakah variabel komitmen organisasi merupakan variabel moderator. Hasil uji regresi tersebut menunjukan variabel komitmen organisasi jika di pasangkan dengan variabel kepemimpinan transformasional dan perilaku kewargaan organisasi berfungsi sebagai variabel independent, sekaligus juga secara tidak langsung berinterkasi dengan variabel independent lainnya atau yang disebut dengan quasi moderator. Hal berbeda tentunya didapat ketika memasangkan variabel komitmen organisasi dengan variabel iklim organisasi dan perikau kewargaan organisasi. Hasil uji regresi tersebut menunjukan bahwa variabel komitmen organisasi bukanlah variabel moderator, melainkan varibel independent.

Melihat hasil dari analisis lanjutan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa variabel komitmen organisasi sebagai variabel quasi moderator ketika dipasangkan dengan variabel kepemimpinan transformasional dan perilaku kewargaan

organisasi, namun hanya menjadi variabel independent ketika dipasangkan dengan variabel iklim organisasi dan perilaku kewargaan organisasi. Komitmen organisasi sendiri memiliki fungsi sebagai faktor dari timbulnya perilaku kewargaan organisasi namun secara tidak langsung dapat menguatkan efek hubungan kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasi. Hal ini merujuk pada penelitian (Paine dan Organ dalam Organ, 2006) yang mengatakan komitmen organisasi bisa saja lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki budaya kolektif, dengan kata lain budaya kolektif pada perusahaan tersebut membuat level kepercayaan pada pemimpin menjadi lebih tinggi. Hal tersebut menjadikan kepercayaan kepada pemimpin dapat mendatangkan kesejahteraan terhadap pegawai itu sendiri, yang berujung pada munculnya perilaku kewargaan organisasi. Berdasakan pernyataan tersebut penleiti melihat bahwa komitmen oragnisasi memang secara tidak langsung menguatkan efek hubungan kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasi, namun bukan memediasi hubungan antara kepemimpinan transformsional terhadap perilaku kewargaan organisasi.

Berdasarkan hasil deskripsi data pada variabel kepemimpinan transformasional diperoleh mean empiris sebesar 44,49 lebih besar dibandingkan dengan mean teoritis sebesar 35 yang artinya subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat kepemimpinan transformasional yang tinggi dimana hasil kategorisasi menunjukan terdapat 1 orang (1 %) dengan kategori rendah, 13 orang (13 %) dengan kategori sedang, 46 orang (46 %) dengan kategori tinggi dan 40 orang (40%) dengan kategori sangat tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa sikap karyawan terhadap kepemimpinan transformasional adalah baik, dimana karyawan menilai bahwa atasan mereka menunjukan sikap atau ciri dari suatu kepemimpinan transformasional.

Berdasarkan hasil deskripsi data pada variabel perilaku kewargaan organisasi diperoleh mean empiris pada skala perilaku kewaragaan organisasi sebesar 59,72 dan mean teoritisnya sebesar 47,5 yang artinya yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat perilaku kewargaan organisasi yang tinggi dimana hasil kategorisasi menunjukan terdapat 15 orang (15 %) dengan kategori sedang, 50 orang (50 %) dengan kategori tinggi dan 35 orang (35 %) dengan kategori sangat tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa perilaku kewargaan organisasi pada karyawan adalah baik, dimana rata-rata keryawan yang menjadi subjek penelitian ini memiliki kontribusi individu yang baik melebihi tuntutan peran di tempat kerjanya.

Berdasarkan hasil deskripsi data pada variabel iklim organisasi diperoleh Mean empiris dari skala iklim organisasi sebesar 64,34 dan mean teoritisnya sebesar 52,5 yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat iklim organisasi yang tinggi dimana hasil ketegorisasi menunjukan terdapat 17 orang (17 %) dengan kategori sedang, 57 orang (57 %) dengan kategori tinggi dan 26 orang (26 %) dengan kategori sangat tinggi. Hal tersebut menunujukan iklim organisasi yang baik, dimana rata-rata responden merasakan iklim organisasi yang kondusif di perusahaan tempat mereka bekerja.

Berdasarkan hasil deskripsi data pada variabel komitmen organisasi diperoleh dapat mean empris sebesar 29,24 dan mean teoritisnya sebesar 25 yang artinya yang artinya rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat komitmen organisasi yang cuku tinggi dimana hasil kategorisasi menunjukan terdapat 4 orang (4 %) dengan kategori rendah, 25 orang (25 %) dengan kategori sedang, 52 orang (52 %) dengan kategori tinggi dan 19 orang (19 %) dengan kategori sangat tinggi. Hasil tersebut menujukan bahwa rata-rata karyawan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan tempat mereka bekerja.

Hasil deskripsi data demografi menunjukan bahwa jumlah karyawan dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 58 orang dengan persentase sebesar 58 % dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 orang dengan persentase sebesar 42 %. Berdasarkan hasil analisis lanjutan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku kerwargaan organisasi berdasarkan jenis kelamin. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Oktavianto, 2014) yaitu tidak ada perbedaan perilaku kerwargaan organisasi antara karyawan laki-laki maupun perempuan.

Hasil deskripsi data demografi subjek berdasarkan lama bekerja menunjukan bahwa jumlah subjek yang memiliki lama bekerja 2-10 tahun sebanyak 50 orang dengan persentase sebesar 50 %, subjek yang memiliki lama bekerja 11-20 tahun sebanyak 33 orang dengan persentase sebesar 33 %, subjek yang memiliki lama bekerja 21-30 tahun sebanyak 14 orang dengan persentase sebesar 14 % dan subjek yang memiliki lama bekerja 31-40 tahun sebanyak 3 orang dengan persentase 3 %. Berdasarkan hasil dari analisis lanjutan yang dilakukan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku kewargaan organisasi yang signifikan pada karyawan swasta yang memiliki masa kerja 2-10 tahun, subjek yang memiliki masa kerja 11-20 tahun, subjek yang memiliki masa kerja 21-30 tahun dan subjek yang memiliki masa kerja 31-40 tahun.

Hasil deskripsi data demografi subjek berdasarkan tingkat pendidikan menunjukan bahwa jumlah subjek yang berpendidikan S1 sebanyak 35 orang dengan persentase sebesar 35 %, subjek yang berpendidikan D3 sebanyak 11 orang dengan persentase sebesar 11 %, subjek yang berpendidikan D2 sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 2 %, subjek yang berpendidikan D1 sebanyak 15 orang dengan persentase sebesar 15 % dan subjek yang berpendidikan SMA sebanyak 37 orang dengan persentase 37 %. Berdasarkan hasil dari analisis lanjutan yang dilakukan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku kewargaan organisasi yang signifikan pada karyawan swasta yang memiliki tingkat pendidikan S1, D3,D2,D1, maupun SMA.

Tidak adanya perbedaan perilaku kewargaan organisasi berdasarkan jenis kelamin, lama bekerja dan tingkat pendidikan, dikarenakan pada peningkatan perilaku kewargaan organisasi terdapat faktor-faktor atau aspek-aspek lain yang lebih mempengaruhi terjadinya peningkatan perilaku kewargaan organisasi. Seperti yang dikemukakan oleh (Organ, 2006), dimana peningkatan perilaku kewargaan organisasi juga dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu, faktor

internal seperti kepuasan kerja, komitmen dan kepribadian, serta faktor eksternal seperti gaya kepemimpinan, budaya dan iklim dari organisasi itu sendiri.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini, sebagai berikut :

  • (1)    Komitmen organisasi tidak memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi. Hal ini menunjukan bahwa kepemimpinan transformasional dan iklim organisasi berhubungan dengan perilaku kewargaan organisasi tanpa perlu peran mediasi dari komitmen organisasi. (2) Komitmen organisasi dapat menjadi memoderasi secara semu pada hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan perilaku kewargaan organisasi, namun tidak memoderasi hubungan iklim organisasi dengan perilaku kewargaan organisasi. Hal ini menunjukan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan dengan perilaku kewargaan organisasi melalui peran komitmen organisasi sebagai moderator semu, namun komitmen organisasi tidak memiliki peran moderator pada hubungan iklim organisasi dengan perilaku kewargaan organisasi. (3) Berdasarkan ketegorisasi data penelitian maka dapat disimpulkan 4 hal, yaitu :

  • a.    Pada variabel kepemipinan transformasional, sebagian besar karyawan berada pada kategori tinggi.

  • b.    Pada variabel perilaku kewargaan organisasi, sebagian besar karyawan berada pada kategori tinggi.

  • c.    Pada variabel iklim organisasi, sebagian besar karyawan berada pada kategori tinggi.

  • d.    Pada variabel komitmen organisasi, sebagian besar karyawan juga berada pada kategori tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Alhumami, A. (2015). Pendidikan Tinggi Berkualitas dan Daya saing Bangsa. Analisis CSIS, 192-212.

Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka belajar. Coetzee. (2005). Employee Commitment. University Of Pretoria.

Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS. California: Sage Publication Ltd.

Garay, H. D. (2006). Kinerja Extra Role dan Kebijakan Kompensasi. Sinergi, Vol.8, No.1, 33-42.

George, J. M., & Jones, G. R. (2008). Understanding and Managing Organizational Behavior. New Jersey: Pearson.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi AnalisisMultivariate dengan Program IBM SPSS 20. Semarang: Universitas Diponegoro.

Gunara, A., Ali, M., & Haerani, S. (2015). Analisis pengaruh

Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi di PT.INCO TBK.

Kamuli, S. (2012). Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Sekretariat Daerah Kota Gorontalo. Jurnal inovasi,Volume 9, No.1, 1-8.

Kompasiana. (2014). MEA 2015: Menguntungkan atau Merugikan Perekonomian Indonesia? Retrieved from Kompasiana: http:  //www.kompasiana.com /ichakhairunnisa23/mea-

2015-menguntungkan-atau-merugikan-perekonomian-indonesia_54f7036da3331168218b45d2

Kurniatami, Y. (2014). Hubungan Antara Kewpemimpinan Transformasional dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Kurniatami, Y. (2014). Hubungan Antara Kewpemimpinan Transformasional dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Lakshmi, P. A. (2014). Hubungan antara Iklim Organisasi dengan Perilaku Kewargaan Organisasi pada Karyawan di Perusahaan Ritel. Denpasar: Program Studi Psikologi, Universitas Udayana.

Lamidi. (2008). Hubungan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior dengan Variabel Intervening Komitmen Organisasi. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan Vol. 8, No. 1, 25 – 37.

Meita, V. (2014). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citizhenship Behavior (OCB) Karyawan Cafe di Wilayah Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.

Merdeka.Com. (2012). Konflik bisa bikin Merpati terbang semakin rendah.      Retrieved      from      Merdeka.Com:

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&sourc e=web&cd=1&ved=0CBwQFjAA&url=http%3A%2F%2F www.merdeka.com%2Fuang%2Fkonflik-bisa-bikin-merpati-terbang-semakin-

rendah.html&ei=tD2KVZ3DEpaHuASYyIEI&usg=AFQjC NEWvWQ08YrLEy3mdHdvbm7-

EXGUcg&sig2=NWZ_dbRZPtu

Meylandani, D. (2016). Hubungan antara Iklim Organisasi dan Organizational Citizens Behavioral (OCB) Pada Perawat RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Jurnal Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang.

Oktaviato, R. (2014). Organizational Citizenship Behaior (OCB) Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Pegawai Dinas Pendidikan Kota Cilegon. Jurnal Publikasi, Universitas Muhammadiya Surakarta.

Organ, D. W. (2006). Organizational Citizenship Behavior. Its Nature, Antecendents, and Consequences . California: Sage Publications, Inc.

Permana Aga Dwitya ,Sriathi A.A. Ayu . (2017). Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship Behavior Guru. E-Jurnal Manajemen Unud Vol. 6, No. 8,, 4185-4213.

Pratama, A. (2017). Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Perawat (Studi Pada Perawat RSIA Eria Bunda Pekanbaru). JOM FISIP Vol. 4 No. 2, 1-13.

Prihatsanti, U., & Dewi, K. S. (2010). Hubungan Antara Iklim Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Guru SD Negri di Kecamatan Mojolaban Sukoharjo. Jurnal Psikologi, Undip, Vol.7, No.1, 11-17.

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan . Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rizadinata, & Suhariadi, F. (2013). Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Organisasi pada Karyawan Divisi Produksi PT. Gunawan Dianjaya Steel Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, Vol. 02 No 1.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Perilaku Organisasi . Jakarta: Salemba empat.

Robbins, S. P., & Langton, N. (2004). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Education.

Setyanto, A., Suharnomo, & Sugiono. (2013). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi terhadap Keinginan Keluar (Intention To Quit) dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening (Pada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Teladan Prima Group). Jurnal Studi Manajemen & Organisasi Volume 10, Nomor 1, 75.

Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM . Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Susanty, E. (2012). Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi pada Universitas Terbuka. Jurnal Organisasi dan Manajemen,Volume 8, Nomor 2, 121-134.

Suseno, M. N., & Sugiyanto. (2010). Pengaruh Dukungan Sosial dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Komitmen Organisasi dengan Mediator Motivasi Kerja. Jurnal Psikologi, Volume 37, NO. 1, 94-109.

Sutrino, A. (2017). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Usaha Kecil Menengah Rumah Makan Di Wilayah Kecamatan Kambu Kota Kendari). Skripsi.

Tulisanterkini.com. (2014). Badan Usaha Milik Swasta dan Negara. Retrieved from tulisanterkini.com/artikel/info-umum/2235-badan-usaha-milik-swasta-dan-negara.html

Utami, H. N. (2016). Koperasi, Pengaruh Iklim Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior terhadap Kinerja Anggota Dewan. Jurnal Universitas Brawijaya.

Wexley, K. N., & Yuki, G. A. (2003). Perilaku Organisasi & Psikologi Personalia. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Wibowo. (2013). Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta: Rajagrafindo Perkasa.

Yuliana, E. (2007). Hubungan antara Iklim Organisasi dan Kualitas Pelayanan Pada Karyawan McDonald's Java Semarang. Semarang: Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro.

LAMPIRAN


Tabel 1

Mean Empiris dan Mean Teoritis

Skala

N

Range

SMin

XMax

Menii

Std. Deviation

Mean Empiris

Mean Teoritis

Peiilaku Kewargaan

Organisasi

IOO

33

43

76

59.72

7,128

59,72

47,5

Kepemimpinan

Transfonnasional

IOO

26

30

56

44.49

5.820

44.49

35

Ikbm Orzanisasi

100

36

48

84

64.34

7,155

64.34

52,5

Konutmen Organisasi

100

22

18

40

2924

4,075

29.24

25

Tabel 2

Hasil Uji Linieritas

Model Srutimarrt

Model

K

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.840“

,705

,696

3,929

a. Dependent Variable. Peiilaku Kewargaan Oiganisasi

b. Predictors: (Constant). Komitmen Organisasi. Kepemimpinan Transfonnasional Iklim Organisasi

Tabel 3

Hasil Uji Linieritas

Model Sniitiitani

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.953,

.909

,905

2,195

a. Predictors: (Constanf). DFFIT. Iklim Organisasi. Kepemimpinan Transformasional. KomitmenOrganisasi

b. Dependent Variable: Perilaku Kewargaan Organisasi

Tabel 4

Hasil Uji Multikolenieritas

Model

S⅛.

Collinearity Statiitici

Tolerance

YIF

(Constant)

248

Kepenumpinan Transfonnasional

.000

-564

1,773

Hlim Orgamsasi

.000

.360

2,774

Komitmen Organisasi

JB

.495

2.019

Tabel 5

Hasil Uji Analisi Jalur Kepemimpinan Transformasional terhadap Komitmen Organisasi

Model Stimiiiajv

Model

R

R Square

AdjustedR Square

Std. Error of the Estimate

1

.474*

,225

,217

3.606

  • a.    Predictors: (Constant). Kepemimpinan Transformasional

xvo u∙

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Regression

369.611

1

369.611

28.418

OOOb

Residual

1274.629

98

13,006

Total

1644.240

99

a. Dependent Variable' Komitmen Orgamsasi

  • b.    Predictors: (Constant). Kepemimpinan Transfoimasional

Tabel 6

Hasil Uji Analisi Jalur Kepemimpinan Transformasional dan Komitmen Organisasi terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi

Kontrol

Model Sum nt an

Model       R

R Square

AdjustedR Square

Std. J

Error of the

Estimate

1                   .794*

.631

,623

4.376

a. Predictors: (Constant). Komitmen Organisasi. Kepemimpinan Transfonnasional

.4NOJAβ

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

⅛-

1         Regression

3172,707

2

1586.354

82.843

OOOb

Residual

1857.453

97

19.149

Total

5030.160

99

a. Dependent Variable: Penlaku Kewargaan Orgamsasi

b. Predictors: (Constant). Komitmen Orgamsasi. Kepemimpman Transfonnasional

Coefficients*

Standardized

Unstandardized Coefficients

Coefficients

Model

B

Std. Error

Beta

t

1          (Constant)

11.209

3.826

2,930

.004

Kepeminipinan

Transfonnasional

-730

.086

.596

8.509

.000

Komitmen Organisasi

.548

,123

,313

4.469

.000

ti. Dependent Variable: Penlaku Kewargaan Organisasi

Tabel 7

Hasil Uji Analisi Jalur Iklim Organisasi terhadap Komitmen Organisasi

Model Stiiiiniarv

Model         R           J? Square

Adjus

ted R Square

Std. Error of the Estimate

1                     ,710,                ,505

,500

2,883

a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi

anova∙

Model             Sum of Squares

Df

Mean Square

F

1         Regression               829,830

1

829,830

99.856

,000k

Residual                 814,410

98

8,310

Total                     1644,240

99

a. Dependent Variable: Komitmen Orgamsasi b. Predictors: (Constant). Iklim Organisasi

Coefficients

Unstaiidardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model                  B

Std. Error

Beta

T

1         (Constant)                     3,206

2,621

1,223

,224

IklimOrganisasi                 ,405

,040

JlO

9,993

OOO

a Dependenr Variable: Komitmen Organisasi

Tabel 8

Hasil Uji Analisi Jalur Iklim Organisasi dan Komitmen Organisasi terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi

Model         R            RSquare           Adjusted R Square              Std-ErroroftheEstimate

1                    ,782∙

■ 612

.604

4.484

a. Predictors: (Constant). Komitmen Organisasi. Iklim Organisasi

.E'OVA∙

Model

Sinn OfSquares

if

Mean Square          F

1              Regression

3079.636

2

1539,818            76,575

.000t

Residual

1950,524

97

20.108

Total

5030,160

99

  • a.    Dependent Variable: Penlaku Kewargaan Organisasi

  • b.    Predictors: (Constant). Komitmen OrganisasL Iklim Organisasi

Coefficients*

Unstaiidardited Coefficients

Standardised

!/Coefficients

Model

E

Std. Erroi

,'               Beta

T

1          (Constant)

9,240

4,108

2,249

,027

Iklim Organisasi

,718

,089

√21

8,020

,000

Komitmen Organisasi

,147

,157

.084

,935

352

a. Dependent Variable: Perilaku Kewargaan Organisasi

Gambar 1

Diagram Jalur


129